Krisis Ekonomi di Latvia

4.2 Krisis Ekonomi di Latvia

Untuk dapat memahami mengapa Latvia kemudian mengalami krisis pada tahun 2008 yang lalu, penulis merasa perlu untuk menjelaskan mengenai sistem perekonomian Latvia ketika masih menjadi bagian dari Uni Soviet, sebelum bergabung dengan Uni Eropa, serta setelah bergabung dengan Uni Eropa. Dengan demikian, maka penulis bisa lebih mudah untuk memahami sistem ekonomi

lampiran.

politik dari negara Latvia, serta melakukan komparasi terhadap sistem ekonomi politik Latvia sebelum dan sesudah bergabung dengan Uni Eropa.

4.2.1 Sistem Perekonomian Latvia pada Masa Pendudukan Uni Soviet

Seperti yang banyak diketahui bahwa Uni Soviet menjalankan sistem kekuasaan yang tersentral dalam berbagai sektor, baik di internal negaranya sendiri maupun negara-negara yang berada di bawah kekuasaan /pengaruhnya. Uni Soviet berhak untuk menentukan arah perkembangan seluruh negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya. Seperti yang terjadi di negara Latvia pada periode tahun 1957 hingga 1959, dimana sekelompok elit dari Partai Komunis di Latvia, di bawah komando Eduards Berklavs, berusaha untuk merubah orientasi perekonomian Latvia untuk menjadi negara industri yang lebih maju dengan menggunakan tenaga kerja manusia yang lebih sedikit serta lebih sedikit melakukan impor bahan-bahan baku 128 . Selain itu juga, ahli ekonomi dan akademisi, Pauls Dzerve, mencetuskan ide untuk menjadikan Latvia sebagai

negara republik yang akuntabel dan berdaulat 129 . Namun, kedua ide tersebut tidak dapat terlaksanakan karena Uni Soviet

menggunakan power yang dimilikinya dengan melakukan penetapan terhadap seluruh profil produksi negara Latvia. Dengan demikian negara Latvia kehilangan kemampuannya untuk membuat berbagai kebijakan di sektor ekonomi serta kehilangan kemampuan untuk memilih arah kebijakan domestik sesuai dengan

128 U.S Library of Congress. The Soviet Period. Diakses dari http://countrystudies.us/Latvia/17.htm pada 17 Juni 2012 pukul 08:48 WIB.

129 Ibid.

kebutuhan dan keinginan di tingkat lokal 130 . Selain itu pula, Uni Soviet juga melakukan penetapan terhadap pembagian struktur angkatan kerja di Latvia

( division of labor). Hal tersebut kemudian menciptakan elit-elit di Latvia sebagai akibat dari adanya pembagian tenaga kerja di Latvia.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah seberapa besar kontrol yang dilakukan oleh Uni Soviet terhadap Latvia, atau terhadap negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya?. Secara tertulis, Uni Soviet berhak secara eksklusif mengontrol perekonomian Latvia sebesar 37%, kontrol perekonomian yang dilakukan secara bersama sebesar 46%, serta perekonomian yang berhak dijalankan di bawah yuridiksi kewenangan Latvia sebesar 17% 131 . Prosentasi besaran kontrol tersebut kemudian berubah seiring terjadinya resistensi dari internal Latvia yang menuntut terjadinya reformasi arah kebijakan di sektor ekonomi dan politik. Prosentasi kontrol yang eksklusif dimiliki oleh Uni Soviet tetap berada pada besaran 37%, kontrol perekonomian yang dilakukan bersama menjadi 21%, dan kontrol yang dimiliki oleh Latvia sebesar 42% 132 . Namun dengan terintegrasinya Latvia dengan Uni Soviet, memberikan kesempatan bagi negara Latvia untuk mengikuti berbagai perkembangan yang juga dialami oleh Uni Soviet, seperti hasil-hasil pertanian dari Latvia dikumpulkan dan dijual secara lebih luas, industrialisasi yang lebih maju di berbagai perkotaan di Latvia.

130 Ibid. 131 Ibid. 132 Ibid.

4.2.2 Sistem Perekonomian Latvia Sebelum Bergabung dengan Uni Eropa

Pasca runtuhnya Uni Soviet, negara-negara pecahan Uni Soviet seperti Latvia, Lithuania, Estonia, Belarusia, dan Ukraina mengalami depresi ekonomi yang cukup dalam. Hal tersebut merupakan dampak dari diadopsinya sistem moneterisasi pada tahun 1992 di Russia sehingga menyebabkan seluruh sistem

produksi dan distribusi peninggalan Uni Soviet menjadi 133 collapse . Penurunan GDP kelima negara tersebut bisa dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 2 : Penurunan GDP kelima negara pasca runtuhnya Uni Soviet

-14,0% Sumber: Olahan Penulis 134

5. Ukraina

Akibat moneterisasi ekonomi yang dilakukan oleh Rusia, maka industri- industri yang berada di semua negara yang pernah bergabung di bawah Uni Soviet

menjadi 135 collapse . Hal ini dikarenakan industri-industri tersebut dapat hidup

133 Christian von Hirschhausen. New Neighbours in Eastern Europe: Economic and Industrial Re- form in Lithuania, Latvia and Estonia. (Paris: Les Presses de l’Ecole des Mines). hlm 1. Diakses

http://www.mines-paristech.fr/Fr/Services/PressesENSMP/Resumes/newneighbours-1res.pdf pada 11 Oktober 2011 pukul 08:11 WIB.

134 Ibid. Disarikan dari Christian von Hirschhausen. loc.cit. hlm 2. 135 Ichiro Iwasaki. Transition Strategies and Economic Performances in the Former Soviet States: A

Comparative Institutional View. Discussion Paper Series A No.433 (Tokyo: The Institute of Eco- nomic Research, Hitotsubashi University. Januari 2003) hlm 5. Diakses dari http://hermes-ir.lib.hit-u.ac.jp/rs/bitstream/10086/13842/1/DP433.pdf pada 08 April 2012 Comparative Institutional View. Discussion Paper Series A No.433 (Tokyo: The Institute of Eco- nomic Research, Hitotsubashi University. Januari 2003) hlm 5. Diakses dari http://hermes-ir.lib.hit-u.ac.jp/rs/bitstream/10086/13842/1/DP433.pdf pada 08 April 2012

interconnected state-owned enterprises 136 . Dengan runtuhnya Uni Soviet, hal tersebut berarti hilangnya sebuah superior decision-making organs of

enterprises 137 yang mengakibatkan krisis sistemik di seluruh perekonomian negara-negara yang tergabung dalam Uni Soviet.

Dengan situasi demikian, membuat negara-negara di kawasan Baltik berusaha untuk mencari jalan keluar dari depresi ekonomi tersebut. Menurut

Ichiro Iwasaki, setidaknya terdapat dua pola jalan keluar yang tersedia bagi negara-negara pecahan Uni Soviet tersebut untuk dapat keluar dari depresi ekonomi tersebut 138 . Pola yang pertama yakni centralization strategy yang mana lebih mengarah pada adanya pembuatan institusi di level domestik yang memiliki otoritas terhadap restrukturisasi industri dalam negeri 139 . Karakteristik dari centralization strategy yakni: (1) adanya penetapan harga oleh pemerintah untuk sektor energi dan produk-produk unggulan, (2) adanya kewenangan pemerintah untuk mengatur industri domestik untuk menjamin keberlangsungan ekspor barang, (3) adanya penjaminan dari pemerintah terhadap industri dalam negeri, (4) serta adanya pengaturan dan batasan dari pemerintah terhadap aliran modal yang

masuk ke industri domestik 140 . Sedangkan pola yang kedua yakni decentralization

pukul 12:25 WIB. 136 Ibid.

137 Ibid. 138 Ibid. 139 Ibid. 140 Ibid. hlm 6.

strategy yang mana lebih mengedepankan power dari industri domestik itu sendiri untuk melakukan marketisasi 141 . Dalam pengadopsian pola ini suatu negara harus:

(1) membuat adanya seperangkat sistem hukum yang menjamin aktivitas dunia usaha; (2) meliberalisasi pasar; (3) meliberalisasi BUMN 142 . Dalam

decentralization strategy juga dilakukan adanya liberalisasi harga dan perdagangan, stabilisasi kondisi makroekonomi, serta privatisasi 143 . Pola

decentralization strategyinilah yang kemudian banyak dipilih oleh negara-negara di kawasan Baltik untuk dapat keluar dari depresi ekonomi.

Pada pertengahan tahun 1992, IMF juga banyak membantu negara-negara pecahan Uni Soviet untuk bisa menentukan mata uangnya sendiri 144 . Negara Estonia melakukan launching mata uangnya sendiri pada bulan Juni 1992, sedangkan negara Latvia menyusul pada bulan Juli di tahun yang sama. Negara- negara di kawasan Baltik tersebut (Lithuania, Estonia, dan Latvia) kemudian lebih memilih untuk menggunakan mekanisme exchange rate pegs untuk mencapai sebuah stabilitas nilai tukar dan membantu proses pengurangan tingkat inflasi 145 .

Berbagai kerangka kebijakan yang dikeluarkan pemerintah negara-negara di kawasan Baltik, khususnya Lithuania, Latvia dan Estonia, membuahkan hasil. Ketiganya dapat keluar dari depresi ekonomi secara cukup cepat dalam rentang waktu kurang lebih 1 tahun. Sebagai contoh bisa dilihat dari tingkat inflasi yang menurun secara sangat drastis sejak tahun 1993 di negara Latvia.

141 Ibid. 142 Ibid. 143 Anders Aslund dan Valdis Dombrovskis. op.cit. Ch. 1: hlm 7. 144 Ibid. hlm 8. 145 OECD Regional Economic Assessment: The Baltic States. Policy Insights from a Decade of Baltic

Transition. Diakses dari http://www.oecd.org/dataoecd/35/1/1864879.pdf pada 08 April 2012 pukul 12:24 WIB

Diagram 2: Tingkat Inflasi di Latvia Tahun 1991-1994 146

Untuk menstabilisasi kondisi makroekonomi di Latvia, pemerintah Latvia juga melakukan berbagai restrukturisasi dalam kebijakan fiskal. Salah satunya dengan memotong berbagai pos anggaran belanja publik, khususnya memotong secara besar-besaran alokasi dana untuk subsidi harga 147 . Tingkat public expenditure Latvia dipatok sebesar 38% dari GDP pertahun 148 . Selain itu, pemerintah Latvia juga melakukan deregulasi terkait besaran pajak di domestik negaranya. Berikut adalah jenis-jenis pajak yang dilakukan regulasi ulang oleh pemerintah Latvia:

146 Anders Aslund dan Valdis Dombrovskis. op.cit. hlm 9 147 Ibid. 148 Ibid.

Tabel 3 : Deregulasi Kebijakan Fiskal di Latvia (pajak)

Jenis Pajak Besaran Pengenaan Pajak

sebelum deregulasi sesudah deregulasi Pajak pendapatan perseorangan

15% Value-added Tax (VAT)

Pajak Keuntungan Perusahaan

33% Sumber: Olahan Penulis 149

Social Security Contributions Tax

Selain melalui deregulasi kebijakan moneter, pemerintah Latvia juga mendorong terciptanya perbaikan kondisi ekonomi melalui liberalisasi perdagangan, salah satunya dengan menjalin hubungan dagang dengan European Union (EU). Latvia menandatangani kesepakatan Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa pada bulan Juni 1994 150 . Dan kemudian berlaku efektif mulai bulan Januari 1995. Kemudian pada tanggal 13 Oktober 1995, Latvia secara formal melakukan apply terhadap keanggotaan Uni Eropa, dan selanjutnya pada tanggal 13 Oktober 1999, EC memberikan hak (rekomendasi) kepada negara- negara anggota Uni Eropa lainnya untuk dapat segera melakukan negosiasi

dengan Latvia terkait rencana Latvia untuk bergabung dengan Uni Eropa 151 . Dalam periode tahun 1999 – 2003, Latvia mulai melakukan proses

reformasi di berbagai sektor, termasuk mulai melakukan adjustment terhadap

149 Ibid. 150 Ibid. hlm 10. 151 Ibid.

berbagai aturan hukum, peraturan serta standar-standar yang sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa 152 . Hal tersebut memberikan implikasi

terhadap beberapa sektor, seperti meningkatnya rasio jumlah perdagangan terhadap GDP Latvia hingga menyentuh level 120,6% 153 , serta turunnya rata-rata

besaran tarif dagang di Latvia hingga 5,3% yang mana lebih rendah bila dibandingkan dengan tarif dagang di kebanyakan negara-negara di Eropa

Tengah 154 . Keberhasilan pemerintah Latvia untuk memperbaiki kondisi perekonomian

Latvia bisa dilihat pada tabel di bawah ini, yang mana menunjukkan bahwa terjadi perbaikan di berbagai indikator makroekonomi Latvia.

Tabel 4 : Indikator Ekonomi di Latvia 1995-2000

Indicators 1995 1996 1997 1998 1999 2000

3,9 1,1 6,6 Inflation, end year

GDP growth

2,8 3,2 1,8 Average USD gross wage

170 179 207 276 241 244 Unemployment, 2nd q

NA 22,2 15,9 14,7 14,0 14,4 Exports, in Million USD

1367 1488 1839 2012 1729 1707 Imports, in Million USD

Sumber: Olahan Penulis 155

152 Ibid. hlm 11. 153 Pekka Sutela. Managing Capital Flows in Estonia and Latvia. BOFIT Discussion Papers No.17

(Helsinki: Bank of Finland, Institute for Economies in Transition BOFIT. 2001) hlm 22. 154 Ibid.

155 Ibid. hlm 24

Perbaikan indikator-indikator tersebut juga bertujuan untuk mencapai Maastricht criteria yang mana menjadi prasyarat sebelum Latvia dapat bergabung menjadi anggota Uni Eropa. Maastricht criteria tersebut di antaranya : batas tingkat inflasi, tingkat suku bunga jangka panjang, tingkat defisit belanja pemerintah,

tingkat hutang pemerintah, dan nilai tukar mata uang 156 . Namun, terjadi dilema dalam hal pengaturan fiskal di Latvia. Di satu sisi adanya keharusan untuk

menerapkan fiscal discipline guna mencapai tingkat defisit anggaran belanja yang ditetapkan dalam Maastricht Treaty, di sisi lain adanya kebutuhan akan adanya

biaya tambahan sebesar 5% dari total GDP guna memperlancar terjadi aksesi oleh Uni Eropa 157 .

4.2.3 Kondisi Ekonomi Latvia saat terjadi Krisis Ekonomi 2008

Saat awal bergabungnya dengan Uni Eropa (2004 – 2007), Latvia mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi hingga mencapai 11,9% pada tahun 2006 158 . Namun pertumbuhan ekonomi tersebut nyatanya tidak dapat bertahan lama. Latvia yang hingga tahun 2007 masih memiliki tingkat hutang luar negeri yang paling rendah bila dibandingkan dengan anggota Uni Eropa lainnya, namun sejak tahun 2008 hingga 2010 (periode terjadinya krisis ekonomi), tingkat

rasio hutang pemerintah Latvia naik dari 19,8% menjadi 43,9% terhadap GDP 159 .

156 Roberts Zile dan Inna Steinbuka. Latvia on the Way to the European Union. (Finance & Deve- lopment, A Quarterly Magazine of the IMF. Volume 38 No.2. June 2001). Diakses dari

http://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2001/06/zile.htm pada 17 Juni 2012 pukul 09:29 WIB

157 Ibid. 158 Dace Akule. Opcit. 159 Inna Dovladbekova. Austerity Policy in Latvia and Its Consequences. International Policy Analy-

sis. (Berlin: Friedrich-Ebert-Stiftung. September 2012) hlm 1.

Rasio hutang Latvia yang semakin meningkat tersebut merupakan hasil dari adanya kebijakan 160 budget deficit yang diterapkan oleh pemerintah Latvia .

Adanya pertumbuhan rata-rata sebesar 20% pertahun di sektor pembelanjaan pemerintah pada akhirnya terus mengikis perolehan GDP negara Latvia. Trend kenaikan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20% tersebut berlangsung

secara terus menerus sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 161 . Pos belanja pemerintah yang paling besar berada pada maintenance costs (biaya

pemeliharaan) serta biaya gaji pegawai pemerintahan. Selain adanya peningkatan rasio hutang, isu yang juga menjadi penting

pasca bergabungnya Latvia dengan Uni Eropa yakni adanya perubahan dalam structure of credit market 162 . Terciptanya complete openness dalam financial and capital accounts sehingga membuat instrumen credit sebagai salah satu instrumen pendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya complete openness tersebut membuat adanya perubahan dalam structure of credit market karena semua aktor yang terlibat dalam proses pembangunan di Latvia mendapatkan akses yang sangat lebar untuk dapat memperoleh pinjaman di bank.

160 Ibid. hlm 2. 161 Ibid. 162 Janis Berzins. loc.cit. hlm 11.

Agriculture, Hunting, and Forestry

Manufacturing

Wholesale and Repair 31-Des-03

Transport and Storage 31-Des-07

Financial Intermediation

Real Estate

Diagram 3: Perubahan Struktur Hutang di Latvia (per sektor) 163

Dari tabel di atas bisa kita lihat bagaimana sektor real estate (perumahan) menjadi sektor paling dominan yang mendapatkan loan (hutang) dari berbagai sumber pendanaan di Latvia pada tahun 2007. Jumlah tersebut naik sangat tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang mana sektor real estate masih memiliki proporsi yang cukup kecil di dalam structure of credit market di Latvia. Hal ini merupakan imbas dari adanya persepsi dari bank-bank di Latvia itu sendiri bahwa pasar perumahan masih menjadi sektor yang pertumbuhannya masih sedikit (rendah), sehingga bank-bank di Latvia mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kredit yang murah untuk membiaya pembiayaan operasional di

sektor 164 real estate . Namun, indikator yang paling meyakinkan bagaimana kemudian negara

Latvia dapat dikatakan mengalami krisis ekonomi yakni dengan melihat pada

163 Ibid. 164 Ibid. hlm 12.

tingkat penurunan GDP pada tahun 2008 dan 2009. GDP Latvia turun 18% pada tahun 2009, yang mana pada tahun sebelumnya hanya turun sebesar 1,9%. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Baltik, tingkat penurunan

GDP Latvia adalah salah satu yang paling dalam, bahkan di Eropa 165 . Berikut adalah indikator-indikator makroekonomi di Latvia saat terjadinya krisis di tahun

Tabel 5 : Indikator Ekonomi di Latvia 166

Indikator Makroekonomi

Inflation Rate

15,4% 2,5% Unemployment Rate

9,9% 16,7% Industrial Production

-6,7% -18,5% Exports, in Million €

6202 2327 Imports, in Million €

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa negara Latvia mengalami krisis ekonomi beberapa tahun pasca bergabung dengan Uni Eropa. Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai indikator makro ekonomi seperti penurunan tingkat GDP, peningkatan tingkat inflasi, penurunan tingkat ekspor, dan sebagainya. Krisis yang terjadi tersebut tidak terlepas dari adanya perubahan struktur perekonomian di Latvia akibat adanya penyesuaian- penyesuaian di internal Latvia agar bisa sesuai dengan kerangka peraturan Uni Eropa.

165 Yoji Koyama. loc.cit. hlm 91. 166 Ibid. hlm 99.