IMPLIKASI INTEGRASI LATVIA DENGAN UNI ER

TERHADAP KRISIS EKONOMI LATVIA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat International Development

DISUSUN OLEH: YANUAR RAHMADAN NIM: 0911243031 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

HALAMAN PERSETUJUAN

IMPLIKASI INTEGRASI LATVIA DENGAN UNI EROPA TERHADAP KRISIS EKONOMI LATVIA

SKRIPSI

Disusun oleh:

YANUAR RAHMADAN NIM. 0911243031

Telah disetujui oleh dosen pembimbing:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Erza Killian, S.IP, M.IEF Henny Rosalinda, S.IP, M.A

NIK. 83090911120078 NIK. 79080811120008 Tanggal: 01 November 2013

Tanggal: 01 November 2013

Mengetahui, Ketua Program Studi Hubungan Internasional

Dian Mutmainah, S.IP, M.A NIP. 197803192005012002

HALAMAN PENGESAHAN IMPLIKASI INTEGRASI LATVIA DENGAN UNI EROPA TERHADAP KRISIS EKONOMI LATVIA SKRIPSI

Disusun Oleh: YANUAR RAHMADAN NIM. 0911243031

Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada 01 November 2013

Tim Penguji: Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Erza Killian, S.IP, M.IEF Henny Rosalinda, S.IP, M.A

NIK. 83090911120078 NIK. 79080811120008 Tanggal: 01 November 2013

Tanggal: 01 November 2013

Anggota Penguji 1. Anggota Penguji 2.

Aswin Ariyanto Azis, S.IP, M.DevSt Joko Purnomo, S.IP, M.A

NIP. 19780220201012001 NIP. 197804012009121002

Malang, 01 November 2013 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang

Prof. Dr. Ir. H. Darsono Wisadirana, M.S

NIP. 195612271983121001

SURAT PERNYATAAN KEABSAHAN SKRIPSI

Nama : YANUAR RAHMADAN

NIM : 0911243031

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Implikasi Integrasi Latvia dengan Uni Eropa terhadap Krisis Ekonomi Latvia adalah betul- betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.

Malang, November 2013 Yang membuat pernyataan

YANUAR RAHMADAN NIM. 0911243031

LEMBAR PERSEMBAHAN

Yang pertama dan utama, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang tanpa rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya, penulis takkan pernah mungkin mampu untuk menjalankan setiap proses dalam kehidupan, termasuk di dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas setiap kesempatan untuk dapat merasakan kesenangan dan juga kesedihan di dalam proses mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan memohon maaf kepada pihak-pihak yang telah memberikan warna di dalam kehidupan penulis selama mengenyam pendidikan lebih dari empat tahun di Malang:

1) Kedua orang tua: Ibu, Bapak. Terima kasih atas setiap dukungan moril dan materil yang selalu diberikan setiap harinya. Terima kasih atas semua doa dan pengorbanan yang telah kalian berikan untuk ketiga anak kalian. Semoga Allah membalas semua jerih payah yang telah kalian berikan. Terima kasih juga kepada kedua adik penulis, keluarga besar penulis, yang tak pernah lupa untuk memberikan perhatian dan semangat bagi penulis.

2) Ibu Erza Killian, S.IP, M.IEF yang telah dengan sabar menjadi dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas semua ilmu, pengetahuan, wawasan, serta pengalaman yang telah engkau berikan. Semoga bisa bermanfaat di kemudian hari.

3) Ibu Henny Rosalinda, S.IP, M.A yang tak pernah berhenti dan bosan untuk mengingatkan penulis untuk secepatnya lulus. Terima kasih karena telah menjadi dosen pembimbing kedua serta dosen pembimbing PKN yang sangat baik dan bijaksana. Serta terima kasih kepada seluruh dosen di program studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang, terima kasih atas sekecil apapun ilmu yang telah kalian berikan. Hanya kebaikan dari Allah sajalah yang bisa membalas dengan sempurna semua perjuangan ibu dan bapak dosen.

4) Malta Citra, Ruth Marlyn Grace, Santi Setiawati, Diza Gambino, IGN Eka, Shinta Ary. Terima kasih atas semua kebaikan yang pernah kalian berikan, tawa yang kalian bagi, pengalaman yang kalian indahkan. Semoga tak pernah kita temui akhir dari persahabatan ini kecuali kematian yang merenggutnya.

5) Harry Dharma Yudha, Rehza Pahlevi, Bian Damara, Ferdi Ahmadi. Terima kasih telah menjadi saudara yang sangat baik, orang-orang yang selalu akan penulis sebut ‘rumah’.

6) Wahyu Widya Lestari a.k.a si Mbok atas setiap perjamuan di rumahnya. Naya, Baiq, Nelly, Yuliana, Destia, Randy, atas semua kenangan yang pernah terekam dan tak pernah terlupakan.

7) Serta teman-teman seperjuangan lainnya di program studi Hubungan Internasional angkatan 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang. Terima kasih telah menjadi tuan rumah yang baik sehingga penulis bisa selalu berkembang, memperbaiki diri, mempersiapkan amunisi, untuk menghadapi realita kehidupan yang sesungguhnya sebagai manusia.

There is particular reason why they call it goodbye. Because something good always happen before a bye.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi hasil yang lebih baik.

Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi penulis khususnya dan rekan-rekan mahasiswa pada umumnya.

Malang, 01 November 2013

Penulis

Trans-border Economic Movement yang sejalan dengan EU Exclusive Competence ........................................................ 75

5.3 Hilangnya Peran Pemerintah untuk Mengatur Perekonomian Latvia sebagai Dampak dari Adanya Transfer of Power kepada Uni Eropa .................................................................................... 84

BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan ................................................................................ 88

6.2 Saran .......................................................................................... 89

Daftar Pustaka Daftar Lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi Transfer of Economic Power ............................................. 22 Tabel 2. Penurunan GDP Kelima Negara Pasca Runtuhnya Uni Soviet ........ 50 Tabel 3. Deregulasi Kebijakan Fiskal di Latvia (Pajak) ................................. 54 Tabel 4. Indikator Ekonomi di Latvia Tahun 1995-2000 ............................... 55 Tabel 5. Indikator Ekonomi di Latvia Tahun 2007-2009 ............................... 59

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Consultation Procedure dalam Decision-making Process Uni Eropa ....................................................................................... 37 Bagan 2. Assent Procedure dalam Decision-making Process Uni Eropa ........ 38 Bagan 3. Co-decision Procedure dalam Decision-making Process

Uni Eropa ...................................................................................... 40 Bagan 4. Tipe-Tipe Kompetensi Uni Eropa ................................................... 46

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. Tingkat Potential and Actual GDP Negara Latvia ...................... 6 Diagram 2. Tingkat Inflasi di Latvia Tahun 1991-1994 ................................. 53 Diagram 3. Perubahan Struktur Hutang di Latvia ......................................... 58 Diagram 4. Tingkat Ekspor Latvia ................................................................ 74

DAFTAR SINGKATAN

AS

Amerika Serikat

CEEC Central and Eastern European Countries EBRD

European Bank for Reconstruction and Development EC European Commission

ECSC European Coal and Steel Community EEC

European Economic Community EMU

European Monetary Union

ERM

Exchange Rate Mechanism

EU

European Union

FDI

Foreign Direct Investment

FTA

Free Trade Agreement

GDP

Gross Domestic Product

IMF

International Monetary Fund

LVL

Latvian Lats

SEA

Single European Act

TEU

Treaty on the European Union

TFEU Treaty on the Functioning of European Union UN

United Nations

ABSTRAK

Tahun 2004 menjadi tahun bersejarah bagi negara Latvia karena Latvia secara resmi telah menjadi anggota Uni Eropa. Keanggotaan di Uni Eropa tersebut menjadi sesuatu hal yang penting untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi di negara Latvia. Tiga tahun pertama setelah bergabung dengan Uni Eropa, negara Latvia mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan yakni mencapai angka pertumbuhan ekonomi di atas dua digit. Hampir seluruh indikator perekonomian berada pada trend yang positif.

Namun, perekonomian negara Latvia secara mendadak mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Hal tersebut tercermin dari penurunan perolehan GDP tahun 2008 yang hampir menyentuh level 20%. Indikator- indikator perekonomian lainnya pun mengalami trend penurunan yang serupa. Kondisi tersebut akhirnya membuat Latvia harus menghadapi krisis ekonomi yang cukup parah sehingga negara Latvia mendapatkan sejumlah dana bailout (dana talangan) untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi yang lebih parah.

Krisis ekonomi di Latvia tidak terlalu menjadi fokus perhatian dari beberapa pihak bila dibandingkan dengan krisis ekonomi di Yunani yang hingga saat ini masih terus berlangsung. Melalui teori transfer of power, penulis mencoba untuk melakukan analisa terkait hubungan antara krisis ekonomi di Latvia dengan keanggotaan Latvia di Uni Eropa. Dengan menguraikan kedua variabel tersebut diharapkan dapat mencari penyebab terjadinya krisis ekonomi di Latvia berdasarkan sudut pandang yang lain.

Kata Kunci: Krisis Ekonomi Latvia; Integrasi dengan Uni Eropa; Transfer of Power; Wewenang.

ABSTRACT

Year of 2004 is a historical time for Latvia for oficially becoming the new member state of European Union. Entering into European Union become one big step for Latvia to boost its economic development. The first three year after integrating its self to European Union, Latvia experienced a significant economic growth, which reached two digit economic growth. Nearly all economic indicators showed positif trend.

But, in relative short period, the economic of Latvia fell into negative situation. It showed clearly in the down fall of Latvia’s GDP which nearly reached minus 20% in the year of 2008. The other indicators also showed the same negative trend. This condition forced Latvia to face serious economic crisis, so that Latvia needed to accept bailout to prevent more serious downfall.

Only a few researcher take in depth study about economic crisis faced by Latvia, compared to economic crisis in Greece which unfortunately still happening till this year. Through Transfer of Power Theory, author try to analyze the corelation between Latvia’s economic crisis and its membership in European Union. By describing and connecting both variable, author hope to find the main cause of Latvia’s economic crisis from another perspective which pretty different from the other researcher.

Keywords: Economic Crisis in Latvia; Integration with European Union; Transfer of Power; Authority.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Uni Eropa, yang pada saat awal pembentukannya diprakarsai oleh 6 negara (Belgia, Luxemburg, Belanda, Perancis, Jerman dan Italia), saat ini mewakili sepertiga dari total Gross Domestic Product (GDP) dunia serta mewakili seperlima dari jumlah total perdagangan barang dunia. Dalam beberapa dekade terakhir, Uni Eropa telah mencapai hasil yang signifikan dalam hal pertumbuhan

ekonomi, yakni mencapai 22,4% sejak tahun 1995 hingga 2004 1 . Pencapaian tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan capaian pertumbuhan

ekonomi negara Jepang pada jangka waktu yang sama dan capaian tersebut hanya bisa dikalahkan oleh capaian pertumbuhan ekonomi negara Amerika Serikat yang

masing-masing mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 9,8% dan 33,9% 2 . Pada tahun 2004, Uni Eropa akhirnya melakukan enlargement dengan menerima negara-negara eks-Uni Soviet sebagai bagian dari integrasi kawasan tersebut, meskipun beberapa pihak meragukan keuntungan dari enlargement tersebut mengingat masih rendahnya standar kehidupan di negara-negara bekas penganut sosialisme tersebut. Namun, negara-negara yang berada di kawasan Eropa Tengah dan Timur tersebut, atau yang biasa disebut dengan Central and Eastern European Countries (CEECs), tetap diterima sebagai bagian dari Uni

1 R. Dalimov. The EU Economic Integration: ‘Prons’ and ‘Cons’ (Tashkent: Maxwell Scientific Organization. 2009) hlm 1.

2 Ibid.

Eropa karena telah memenuhi persyaratan yang diberika, seperti keharusan untuk memfungsikan pasar ekonominya secara bebas serta adanya penjaminan untuk

menciptakan stabilitas politik dari pemerintahan yang berdemokrasi 3 . Namun, alasan penting mengapa negara CEEC diterima sebagai anggota yakni karena

adanya stagnansi ekonomi yang dialami oleh beberapa negara, khususnya Jerman, Italia, dan Perancis. Sehingga adanya pengharapan agar negara-negara CEEC tersebut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih positif bagi Uni Eropa mengingat negara-negara tersebut masih digolongkan sebagai negara berkembang yang lebih memiliki kemampuan untuk mengalami pertumbuhan ekonomi di atas

dua digit 4 . Pada awal bergabungnya dengan Uni Eropa, negara-negara CEEC memang menikmati pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan Stephen D. Krasner (2003) bahwa negara-negara kecil memiliki kecenderungan untuk membuka ekonomi mereka secara bebas, salah satunya dengan melakukan integrasi ekonomi dengan tujuan untuk mendapatkan

agregat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi 5 . Contoh dari keberhasilan negara-negara CEEC di dalam mencapai pertumbuhan ekonomi bisa

dilihat dari negara Latvia yang kemudian menikmati pertumbuhan GDP sebesar 11,9% pada tahun 2006, yang sebelum bergabung dengan Uni Eropa hanya

3 Anonym, 2008. Diakses dari http://www.slovak-republic.org/eu/ pd 08 April 12 pukul 20:29 WIB 4 Ognian N. Hishow. Economic Effects of EU Eastern Expansion: High Growth in the New Member

Economies with a Continuing Prosperity Gap. Berlin: German Institute for International and Se- curity Affairs. 2004) hlm 7.

5 Stephen D. Krasner. State Power and the Structure of International Trade, dalam Jeffry A. Frie- den and David A. Lake. International Political Economy: Perspective on Global Power and We-

alth Fourth Edition. (London: Routledge. 2003) hlm 23.

mencapai 6 – 7% per tahunnya 6 . Peningkatan pertumbuhan GDP Latvia ditopang oleh tiga pemicu utama, yakni (1) karena tersedia nya tambahan pasar eksternal

bagi produk-produk ekspor Latvia, (2) masuknya lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), (3) serta terbukanya pasar domestik Latvia untuk ekspansi

bank-bank swasta lokal maupun asing 7 . Selain itu, Latvia juga mendapatkan stimulus dana dari the common European budget yang memiliki fungsi sebagai

structural and cohesion fund 8 . Total dana yang diterima Latvia berjumlah 4.530,45 juta Euro dari total 347 milyar Euro yang disediakan Uni Eropa untuk

pendanaan structural and cohesion fund 9 . Dengan demikian, integrasi dengan Uni Eropa membuat Latvia mendapatkan tambahan suntikan dana sebagai stimulus

percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut kemudian juga diikuti dengan adanya peningkatan standar upah pegawai di Latvia yang naik setiap tahunnya sejak bergabung dengan Uni Eropa hingga tahun 2007. Berdasarkan data dari Central Statistical Bureau, Bank of Latvia, standar upah pegawai di Latvia naik

dari 211 Euro pada tahun 2004 menjadi 398 Euro pada tahun 2007 10 . Selain itu, tingkat pengangguran di Latvia semakin menurun. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pengangguran yang hanya sebesar 6,0% dari total angkatan kerja Latvia

pada tahun 2007 dari sebelumnya 10,4% pada tahun 2004 11 .

6 Dace Akule. The Europeanization of Latvia: Becoming Good Europeans?. 7 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. The Crisis in Latvia: Reasons and Consequences. (World

Economics Vol.12 No.3. 2011) hlm 107. 8 Ibid.

9 Anonym. 2012. EU Cohesion Funding – Key Statistics. European Commission Wesbite. Diakses dari http://ec.europa.eu/regional_policy/thefunds/funding/index_en.cfm pada 29 Nov 2012

10 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. The Crisis in Latvia: Reasons and Consequ- ences. (World Economics Vol.12 No.3. 2011) hlm 108.

11 Ibid.

Peningkatan standar upah dan penurunan tingkat pengangguran di Latvia tersebut merupakan hasil dari terbukanya kesempatan bagi warga Latvia untuk dapat bekerja di negara-negara Uni Eropa lainnya sebagai implikasi dari

terbukanya labor market karena telah terintegrasi dengan Uni Eropa 12 . Pasca menjadi anggota Uni Eropa, warga dari negara Latvia kemudian bebas mencari

pekerjaan di negara manapun yang juga menjadi anggota Uni Eropa. Dua negara yang kemudian menjadi tujuan utama warga Latvia untuk mencari pekerjaan

adalah negara Inggris dan Irlandia 13 . Kondisi tersebut bukan hanya akan mengurangi angka jumlah pengangguran di negara Latvia, namun juga

memperketat kualifikasi pekerja di domestik Latvia itu sendiri 14 . Kenaikan standar upah tersebut juga didorong dengan adanya peningkatan tenaga kerja terdidik di Latvia, serta juga akibat banyaknya FDI yang masuk sehingga standarisasi upah

menjadi naik 15 . Dengan menggunakan indikator seperti pertumbuhan GDP yang tinggi serta pendapatan pajak yang meningkatkan, pemerintah Latvia kemudian mengambil kesimpulan bahwa perekonomian Latvia berada dalam kondisi yang ‘sehat’ karena data-data pertumbuhan ekonomi di Latvia menujukan adanya kondisi ideal dari negara yang telah melakukan integrasi. Seperti halnya kenaikan tingkat upah, kemudahan untuk mendapatkan barang dengan range harga yang variatif akibat adanya zero tariff policy, serta kenaikan jumlah ekspor dari tahun

12 Ibid. hlm 107. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 OECD Regional Economic Assessment: The Baltic States. Policy Insights from a Decade of Baltic

Transition. Diakses dari http://www.oecd.org/dataoecd/35/1/1864879.pdf pada 08 April 2012

pukul 12:34 WIB.

sebelumnya akibat terbukanya pasar yang lebih luas 16 . Latvia juga dinobatkan sebagai negara peringkat ke 27 dalam hal kemudahan untuk membuka bisnis di

negaranya 17 . Namun pada kenyataannya, data-data pertumbuhan ekonomi yang positif

tersebut tidak bisa bertahan lebih lama dan justru membuat Latvia mengalami keterpurukan ekonomi. Pakar-pakar ekonomi di Latvia serta Bank Sentral Latvia pada dasarnya telah memberikan peringatan kepada pemerintah Latvia bahwa

pertumbuhan GDP Latvia melebihi level potensial teoritis 18 . Actual GDP yang didapat oleh Latvia pada boom period jauh melebihi potential GDP yang

diperkirakan. Actual GDP merupakan besaran GDP yang didapatkan secara nyata, sedangkan potential GDP adalah besaran GDP yang mungkin didapatkan oleh suatu negara dengan mempertimbangkan dan melihat pada indikator-indikator

ekonomi yang ada 19 . Dari data yang ada, Latvia mendapatkan actual GDP yang selalu lebih besar dari potential GDP sejak kuartal pertama 2006 hingga kuartal keempat 2008 20 . Mulai kuartal pertama 2009, actual GDP Latvia sama dengan potential GDP dan kemudian semakin menurun seiring terjadinya krisis ekonomi

yang menerpa Latvia 21 . Pertumbuhan GDP yang melebihi level potensial tersebut merupakan implikasi dari adanya overheating economy di Latvia, yang mana

16 Richard E. Baldwin, Joseph F. Francois, Richard Portes. The Cost and Benefit of Eastern Enlarge-

17 ment: The Impact on the EU and Central Europe. hlm 3 – 6. World Bank Group, “Economiy Rankings” in “Doing Business 2010” report. Diakses dari

http://www.doingbusiness.org/economyrankings. 18 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 109.

19 Ibid. hlm 119. 20 Lihat diagram 3. 21 Lihat diagram 3.

aliran FDI, cohesion and structural fund dari Uni Eropa, serta pertumbuhan kredit bertumbuh secara sangat positif.

Diagram 1 : Tingkat Potential and Actual GDP Negara Latvia 22

Namun pemerintah Latvia mengabaikan peringatan tersebut dengan tetap menerapkan kebijakan budget deficit. Padahal, di tengah boom period tersebut seharusnya pemerintah Latvia menerapkan budget surplus untuk mengimbangi overheating tersebut. Pemerintah Latvia tetap mempertahankan kebijakannya tersebut dengan menggunakan semua positive output gap tersebut untuk

memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial di domestik Latvia 23 meskipun neraca pembayaran negara Latvia menunjukkan angka yang defisit, hingga menyentuh

22 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 120 23 Ibid.

level 22,5% dari GDP pada tahun 2006 dan 2007 24 . Hal tersebut merupakan imbas dari impor Latvia yang jumlahnya dua kali lipat dari jumlah ekspornya, yang

mana barang-barang yang diekspor Latvia pada dasarnya merupakan barang bernilai ekonomis rendah seperti produk kayu dan tekstil 25 . Selain itu, 70% dari

GDP Latvia pada dasarnya berasal dari sektor jasa 26 dan sisanya berasal dari sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan (sebesar 5%), serta sektor

manufaktur (25%) 27 . Selain dari adanya pertumbuhan GDP yang melebihi level potensial teoritis, negara Latvia juga mengalami inflasi yang cukup tinggi sejak

bergabung dengan Uni Eropa. Inflasi negara Latvia pada tahun 2001 hingga 2003 berturut-turut, 3,2%, 1,4%, dan 3,6% 28 . Sedangkan, periode setelah bergabung dengan Uni Eropa (tahun 2004 hingga 2008), negara Latvia mengalami inflasi

berturut-turut, 7,3%, 7,0%, 6,8%, 14,1%, dan 15,4% 29 .

Tingkat inflasi yang tinggi di Latvia tersebut merupakan implikasi dari beberapa faktor di antaranya: kenaikan standar upah yang sangat tinggi, tingkat konsumsi yang meningkat tajam akibat jumlah impor barang yang lebih besar

daripada ekspor, serta kenaikan harga perumahan yang sangat signifikan 30 . Kenaikan upah di Latvia, dan negara-negara Baltik pada umumnya, juga didorong

24 Ibid. hlm 109. 25 Ted Reinert, Zuzana Svetlosakova, Antonia Karaisl, and Philip Bednarczyk. International and Do-

mestic Financial Crisis Responses in Latvia and Ukraine, 2008-2010. (Johns Hopkins University’s Paul H. Nitze School for Advanced International Studies. April 2010) hlm 8.

26 Terdiri atas retail trade, transport, shipping, storage, real estate, dan IT. 27 Yoji Koyama. Economic Crisis in the Baltic States: Focusing in Latvia. (Economic Annals Vol. LV

No.186. 2010) hlm 96. 28 Ibid. hlm 99.

29 Ibid 30 Ibid. hlm 101.

dengan adanya exceeded productivity growth 31 , sedangkan kenaikan harga perumahan di Latvia merupakan akibat dari banyaknya bermunculan kredit-kredit

rumah dari perbankan asing yang menjalankan bisnisnya di Latvia sebagai dampak dari adanya permintaan dalam jumlah banyak dari masyarakat domestik

Latvia akibat adanya peningkatan kondisi sosial dan ekonomi di Latvia 32 . Ketiga indikator makroekonomi (inflasi, anggaran belanja yang defisit, serta GDP output

gap) tersebutlah yang kemudian membuat pertumbuhan ekonomi Latvia dapat dikatakan sebagai pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil dan kemudian

menyebabkan krisis ekonomi pada tahun 2008 yang lalu. Krisis ekonomi di Latvia pada awalnya ditandai dengan adanya penurunan harga sektor perumahan di Latvia yang turun drastis sebesar 35% pada kuartal pertama tahun 2008 bila dibandingkan pada musim panas tahun sebelumnya 33 . Latvia sebagai salah satu negara paling overheated secara ekonomi, menjadi salah satu negara paling awal yang terkena imbas penurunan harga perumahan di Amerika Serikat yang mulai terjadi pada pertengahan kuartal kedua (Q2) tahun

2006 34 . Hal tersebut diakibatkan oleh empat faktor utama. Pertama, pemerintah Latvia mengeluarkan anti-inflation plan pada awal tahun 2007 untuk memperketat

pemberian kredit untuk sektor perumahan serta untuk meningkatkan rasio simpanan perbankan 35 . Hal tersebut kemudian membuat tingkat pertumbuhan

31 Rainer Kattel and Ringa Raudla. Can Austerity Bring Growth?. Diakses dari http://triplecrisis.com/can-austerity-bring-growth/ pada 17 Juni 2012 pukul 09:49 WIB

32 Ibid. 33 Anders Aslund and Valdis Dombrovskis. 2011. How Latvia Came Through the Financial Crisis.

Chaper 3: hlm. 35. 34 Ibid. hlm.34.

35 Ibid.

kredit menurun pada pertengahan tahun 2007 36 . Kedua, pada musim panas tahun 2007, bank-bank asing yang beroperasi di Latvia, termasuk SEB Unibanka dan

Swedbank juga memberlakukan kebijakan pengetatan kredit 37 . Ketiga, berlanjutnya trend inflasi di Latvia sehingga membuat kondisi perekonomian

Latvia tidak stabil, tingginya angka kredit oleh rumah tangga (individu) 38 serta rasio hutang luar negeri Latvia yang telah melebihi 100% dari GDP 39 . Keempat,

kondisi tersebut diperparah dengan adanya kesulitan likuditas yang dialami oleh bank terbesar kedua di Latvia, Parex, akibat gelombang krisis yang datang dari runtuhnya Lehman Brothers di Amerika Serikat 40 . Sehingga membuat bank-bank

di Latvia mengalami kesulitan dalam mengakses uang dari pasar internasional akibat membekunya likuiditas global pasca kejatuhan Lehman Brothers tersebut.

Akibat resesi global yang terjadi sejak tahun 2008 hingga 2009, negara Latvia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 18% pada tahun 2009 dan menjadi salah satu resesi yang terdalam di antara 27 negara Uni Eropa 41 . Selain Latvia, negara-negara di kawasan Baltik lainnya juga mengalami hal yang serupa, dimana Estonia mengalami penurunan GDP sebesar 15,1% pada tahun 2009, dan

Lithuania yang turun sebesar 13,6% 42 . Tingkat inflasi di Estonia dan Lithuania juga melebihi persentase 10% untuk tahun 2008 43 . Oleh karena itu, dalam

36 Ibid. 37 Ibid. hlm 35 38 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 108 39 Yoji Koyama. loc.cit. hlm 102. 40 Anders Aslund and Valdis Dombrovskis. op.cit. hlm 35 41 Wibisono. 2009. Diakses dari

http://www.antaranews.com/berita/1251400467/imf-setujui-pinjaman-untuk-latvia pada 02 Oktober 2012.

42 Yoji Koyama. loc.cit. hlm 109. 43 Servaas Deroose, Elena Flores, Gabriele Giudice, Alessandro Turrini. The Tale of the Baltics: 42 Yoji Koyama. loc.cit. hlm 109. 43 Servaas Deroose, Elena Flores, Gabriele Giudice, Alessandro Turrini. The Tale of the Baltics:

Poland dengan masing-masing memberikan pinjaman sebesar 0,1 milyar Euro 44 . Total semua pinjaman tersebut berjumlah 7,5 milyar Euro atau setara

dengan sepertiga dari total GDP Latvia tahun 2008 45 . Dengan menerima total pinjaman 7,5 milyar Euro tersebut, Latvia telah menerima provision dari IMF dan

Uni Eropa untuk melakukan budget consolidation guna mengurangi tingkat defisit anggaran belanja Latvia 46 . Salah satunya melalui penerapan fiscal discipline untuk memastikan terciptanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan 47 . Selain itu juga, adanya penurunan gaji dan belanja administrasi pemerintah dan mengalokasikan dana tersebut untuk meningkatkan pembiayaan di sektor social

safety 48 . Provision yang terakhir yakni adanya restrukturisasi sistem perpajakan di Latvia untuk meningkatkan pendapatan di sektor pajak serta untuk mengurangi

Experiences, Challenges Ahead, and Main Lessons. ECFIN Economic Brief. 44 IMF Press Release No.08/332, 19 Desember 2008. Disarikan dari Yoji Koyama, op.cit, hlm 105

45 Ibid. 46 Agnese Belkevica. 2011. Three-year-long Latvian International Loan Programme is Closed.

Diakses dari http://www.mk.gov.lv/en/aktuali/zinas/2011/12/221211-mof-01/ pada 08 April 2012 pukul 11:42 WIB

47 Ibid 48 Ibid 47 Ibid 48 Ibid

Sektor-sektor yang kemudian terkena dampak krisis diantaranya sektor perdagangan dan pariwisata, konstruksi, manufaktur, transportasi dan komunikasi,

serta public service 50 . Sektor-sektor seperti sektor konstruksi, komunikasi, dan perdagangan merupakan sektor-sektor yang menjadi penopang saat boom period

di Latvia namun harus mengalami kontraksi masing-masing sebesar 19,0%, 4,0%, dan 24,0% 51 .

Dari data di atas telah jelas bahwa sektor ekonomi Latvia semakin memburuk pasca dilakukannya integrasi dengan Uni Eropa. Pertumbuhan ekonomi yang sempat mencapai di atas 10%, pada dasarnya tidak bisa menjadi patokan bahwa perekonomian Latvia telah bertumbuh dengan baik. Karena pada kenyataannya, yang kemudian muncul adalah gelembung ekonomi yang semakin memperburuk sektor perekonomian Latvia. Hal tersebutlah yang kemudian terjadi dengan Latvia dimana 70% dari total GDP negara Latvia berasal dari sektor jasa. Terlebih dengan adanya integrasi dengan pasar Uni Eropa, maka kondisi perekonomian Latvia menjadi semakin rentan dengan kondisi eksternal.

Sehingga, berdasarkan latar belakang di atas, bagaimana implikasi bergabungnya suatu negara ke sebuah organisasi internasional (dalam hal ini negara Latvia ke Uni Eropa) masih bisa diperdebatkan, karena bila berkaca pada kondisi Latvia, seperti yang telah digambarkan secara jelas dalam latar belakang

49 Ibid. 50 Mohamed Ihsan Ajwad, Francisco Haimovich, Mehtabul Azam. The Employment and Welfare

Impact of Financial Crisis in Latvia (Latvia Technical Assistance, TA-P118609-TAS-BB) 51 Ibid. hlm. 4-5.

di atas, maka integrasi dengan Uni Eropa justru dapat memberikan dampak/implikasi yang negatif. Apa yang kemudian dapat menyebabkan Latvia pada akhirnya dapat mengalami krisis ekonomi pada tahun 2008 yang lalu?

1.2 Rumusan Masalah

Mengapa integrasi dengan Uni Eropa dapat menyebabkan krisis ekonomi bagi negara Latvia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini diantaranya :

1. Menganalisa peran Uni Eropa dalam memberikan pengaruh terhadap pembuatan kebijakan domestik negara Latvia, khususnya dalam bidang ekonomi.

2. Memberi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Latvia untuk dapat memaksimalkan keanggotaannya di Uni Eropa, dan untuk mengantisipasi krisis ekonomi serupa di masa yang akan datang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Perkembangan Keilmuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran maupun pemberi informasi bagi peneliti lain yang memiliki interest maupun kajian objek yang sama dalam studi hubungan internasional, khususnya pada Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran maupun pemberi informasi bagi peneliti lain yang memiliki interest maupun kajian objek yang sama dalam studi hubungan internasional, khususnya pada

1.4.2 Praktis

Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi pengambil keputusan sebagai gambaran bahwa dalam proses melakukan integrasi dengan suatu organisasi internasional, selain dapat memberikan implikasi yang positif, namun juga implikasi secara negatif.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Studi Terdahulu

Terdapat cukup banyak penelitian yang membahas tentang bagaimana integrasi dengan Uni Eropa, khususnya Eurozone, dapat memberikan dampak yang negatif bagi suatu negara. Hal tersebutlah yang kemudian juga coba diungkapkan oleh Sahako Kaji dalam tulisannya yang berjudul Economic Stability

and Choice of Exchange Rate Regimes 52 . Dalam tulisannya tersebut, Kaji menguraikan bagaimana Euro bukan hanya menjadi satu-satu nya penyebab dari

terciptanya bubble economy di Uni Eropa, khususnya di Eurozone 53 . Namun, kondisi domestik ekonomi negara-negara anggota Uni Eropa juga ikut menyumbangkan di dalam ‘masalah’ di dalam sistem perekonomian Uni Eropa 54 . Mata uang Euro yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi fiskal dan mereformasi struktur ekonomi, pada kenyataannya gagal untuk mencapai goal yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan adanya “one-size-fits-all” monetary policy dan Excessive Deficite Procedures bagi semua negara yang ingin

mengadopsi mata uang Euro 55 . Yang justru terjadi adalah adanya peningkatan dalam sektor perumahan, peningkatan upah pekerja yang berarti perusahaan harus

56 menanggung beban yang lebih besar 57 , dan defisit belanja pemerintah .

52 Sahako Kaji. Economic Stability and Choice of Exchange Rate Regimes (Policy Research Institute,

Ministry of Finance of Japan. Public Policy Review Vol.8 No.3. Augustus 2012). 53 Ibid. hlm 341.

54 Ibid. 55 Ibid. hlm 343. 56 Dengan adanya kenaikan upah pekerja, maka harga ongkos produksi ikut meningkat, jaminan

Selain itu, Janis Berzins dalam tulisannya berjudul Latvia and EU: the Political Economy of Underdevelopment menyatakan adanya anggapan bahwa konsep pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi, selalu diidentikkan dengan adanya economic growth yang kemudian berimplikasi pada peningkatan

standar hidup, pendidikan, moral, dan kebiasaan 58 . Hal tersebutlah yang kemudian negara Latvia lakukan, bahwa dengan bergabung dengan Uni Eropa, maka Latvia

akan memulai proses pembangunan yang sejalan dengan paradigma neoliberal capitalism yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi hingga level yang paling optimal 59 . Oleh karena itu, pasca bergabung dengan Uni Eropa, Latvia

melakukan berbagai structural adjustment seperti membuka sebebas-bebasnya

terhadap financial and capital accounts 60 .

Yang kemudian dilakukan oleh Latvia yakni melakukan deregulasi di sektor perbankan untuk mempermudah pemberian kredit untuk memenuhi permintaan dari publik 61 . Dan hal tersebut kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan harga perumahan di Latvia karena merupakan satu-satunya sektor yang masih dapat memberikan keuntungan akibat sektor manufaktur yang kalah

bersaing dengan mesin-mesin impor 62 .

sosial meningkat. Hal tersebut akan berimplikasi pada tingginya harga pekerja dan tingginya jaminan sosial yang harus diberikan oleh perusahaan, sehingga membuat perusahaan harus memikirkan cara untuk menghemat biaya produksi. Salah satu caranya yakni dengan melaku- kan pengurangan karyawan.

57 Ibid. hlm 347-355. 58 Janis Berzins. Latvia and EU: the Political Economy of Underdevelopment. hlm 1. 59 Ibid. hlm 10. 60 Ibid. hlm 11. 61 Ibid. hlm 12. 62 Ibid. hlm 14.

Dari kedua studi terdahulu, penulis dapat menyimpulkan bahwa adanya kecendrungan, baik dari negara maupun organisasi internasional, untuk mengikuti sistem yang telah ada. Seperti dalam organisasi regional Uni Eropa, yang mana menggunakan “one-size-fits-all” monetary policy dan Excessive Deficite Procedures, serta negara Latvia yang juga percaya bahwa pembangunan hanya bisa dicapai dengan cara menggunakan sistem neoliberal capitalism. Dan hal tersebutlah yang kemudian dapat penulis simpulkan sebagai salah satu penyebab dari terjadinya krisis ekonomi.

2.2 Kajian Teoritis

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori dari Dan Sarooshi. Teori tersebut untuk menjelaskan transfer kekuasaan dari Latvia ke Uni Eropa. Dan Sarooshi dalam tulisannya yang berjudul International Organization and Their Exercise of Sovereign Power menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga kategori pendelegasian kekuasaan negara kepada organisasi internasional. Tiga kategori tersebut dibedakan berdasarkan spektrum/derajat pendelegasiannya. Tiga kategori tersebut yakni :

1. An Agency Relationship, yang dijelaskan oleh Dan Sarooshi sebagai tindakan dari satu pihak yang mewakili pihak yang lain.

2. Delegation of Power, yang dijelaskan Dan Sarooshi sebagai tindakan dari suatu negara untuk secara implisit maupun eksplisit (atau sekarela) mendelegasikan atau menyerahkan kekuasaannya kepada sebuah 2. Delegation of Power, yang dijelaskan Dan Sarooshi sebagai tindakan dari suatu negara untuk secara implisit maupun eksplisit (atau sekarela) mendelegasikan atau menyerahkan kekuasaannya kepada sebuah

kemudian dapat keluar dari keanggotaan ataupun tidak menyetujui kerangka kerjasama yang dibuat, dengan catatan belum adanya sebuah

perjanjian yang sah 64 . Dalam kategori ini, hak-hak kekuasaan negara tidak terbatasi dengan adanya kesepakatan-kesepakatan yang dibuat.

Konsekuensi yang kemudian didapat oleh sebuah negara bila ia mendelegasikan kekuasaannya kepada sebuah organisasi internasional

yakni : (1) negara tersebut berhak untuk menentukan apakah ia mau menyetujui kesepakatan yang akan dibuat atau menolak kesepakatan tersebut; (2) organisasi tersebut tidak bertindak atau berjalan di atas nama

negara yang mendelegasikannya 65 . Bila dapat disimpulkan, bahwa dalam pendelegasian kekuasaan, negara secara sadar memilih untuk ikut berpartisipasi secara aktif, mengimplementasikannya dalam level domestik negara tanpa ada paksaan, dan setiap keputusan yang dibuat oleh organisasi internasional tersebut merupakan keputusan yang dibuat atas dasar kesepakatan bersama negara-negara anggotanya yang

bergabung secara sukarela 66 . Contoh organisasi internasional yang bisa dikategorikan sebagai organisasi dimana anggota negara nya

mendelegasikan kekuasaannya yakni United Nations (PBB), serta badan- badan di bawah PBB seperti UNHRC (UN Human Rights Committee).

63 Dan Sarooshi. International Organization and their Exercise of Sovereign Power (New York: Ox- ford University Press. 2005) hlm.6

64 Ibid. hlm. 2. 65 Ibid. hlm 9-10. 66 Ibid. hlm 10.

3. Transfer of Power, yang dijelaskan oleh Dan Sarooshi sebagai pendelegasian kekuasaan dalam tingkatan yang lebih tinggi. Dimana suatu negara yang melakukan transfer kekuasaan kepada sebuah organisasi internasional akan cenderung lebih ‘menuntut’ kepada

organisasi tersebut 67 . Hal tersebut bukanlah tanpa sebab mengingat suatu negara yang mentransfer kekuasaan nya (bisa juga dikatakan sebagai

transfer kedaulatan) maka ia akan bergerak sepenuhnya dalam kerangka yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut 68 . Sehingga setiap negara

yang bergabung di dalamnya akan mengharapkan adanya keuntungan yang didapatkan lebih besar dari yang lainnya. Dalam kategori pendelegasian ini, negara-negara yang bergabung di dalam sebuah organisasi internasional, mereka secara sadar menyerahkan hak-hak kekuasaannya, sehingga kekuasaan negara secara langsung dibatasi oleh

kesepakatan-kesepakatan yang dibuat 69 . Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hak-hak eksklusif yang ditawarkan oleh

organisasi internasional tersebut 70 . Konsekuensi yang kemudian di dapat oleh sebuah negara bila ia melakukan transfer kekuasaan kepada

organisasi internasional yakni : (1) negara tersebut tidak diperbolehkan melakukan tindakan di luar kerangka yang telah ditetapkan; (2) setiap tindakan ataupun kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi internasional tersebut, merupakan cerminan dari negara-negara

67 Ibid. hlm 12. 68 Ibid. hlm 12. 69 Ibid. hlm 16. 70 Ibid.

anggotanya 71 . Contoh organisasi internasional yang dikategorikan sebagai organisasi yang anggota negaranya mentransfer kekuasannya

yakni World Trade Organization (WTO) & European Community (EC).

Namun, teori yang kemudian penulis gunakan hanya teori transfer of power karena teori tersebut yang dapat menggambarkan tingkatan pendelegasian power dari negara-negara anggota kepada Uni Eropa dalam bidang ekonomi. Di dalam teori transfer of power, pada dasarnya tidak membahas secara eksplisit mengenai power (dalam bidang ekonomi) apa saja yang harus diserahkan. Sehingga penulis membutuhkan sebuah konsep untuk bisa menemukan indikator transfer of power dalam bidang ekonomi.

Simon V. Sanders dalam tulisannya yang berjudul The Meaning of Economic Sovereignty: Categorizing Sovereignty and the Development of an Un- Strecheted Concept menjelaskan mengenai transfer of power dalam bidang ekonomi sebagai hilangnya mandat (self-determination) suatu negara untuk

melakukan kontrol terhadap struktur ekonominya sendiri 72 . Dimensi kontrol yang hilang tersebut di antaranya :

Tabel 1: Dimensi Transfer of Economic Power

Dimensi Indikator

1. Kebijakan fiskal

1. Kebijakan Makroekonomi

2. Kebijakan moneter

71 Ibid. hlm 47-48. 72 Simon V. Sander. The Meaning of Economic Sovereignty: Categorizing Sovereignty and the De-

velopment of an Un-Strecheted Concept (Uppsala Universiteit. 2011) hlm 25.

1. Trade movement

2. Trans-border Economic Movement

2. Labor movement

3. Capital movement

Sumber: Olahan Penulis 73

Kebijakan makroekonomi sendiri merupakan kebijakan negara untuk mengatur kondisi perekonomiannya secara makro yang mana melibatkan dua unsur penting, yakni kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal merupakan

kebijakan yang terkait dengan belanja negara dan hutang luar negeri 74 , sedangkan kebijakan moneter merupakan kebijakan yang terkait dengan tingkat suku bunga

dan transaksi nilai tukar mata uang 75 . Sedangkan dalam trans-border economic movement, negara harus

kehilangan otoritasnya untuk mengatur pergerakan barang dan jasa (trade), pergerakan labor (migrasi manusia, pekerja); serta pergerakan modal, baik dalam

bentuk FDI maupun investasi 76 . Pergerakan barang dan jasa di sini bukan hanya adanya pengurangan dalam hal biaya transaksi (tarif), namun juga adanya

penghilangan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff barriers) 77 .

73 Ibid. 74 Andrew Walter and Gautam Sen. Analyzing the Global Political Economy. (Princeton, New

Jersey: Princeton University Press. 2009) hlm 104 75 Ibid.

76 Ibid. hlm 191. 77 Stuart Harris. Asian Multilateral Institutions and their Response to the Asian Economic Crisis:

The Regional and Global Implication. Dalam New Regionalism in the Global Political Economy: Theories and Cases. Edited by Shaun Breslin, Christopher W. Hughes, Nicola Philipps and Ben Rosamond. (Centre for the Study of Globalisation and Regionalisation, University of Warwick) hlm 125.

2.3 Operasionalisasi Konsep

2.3.1 Definisi Konseptual

Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi setidaknya terdapat 2 konsep utama, yakni konsep organisasi regional dan krisis ekonomi. Definisi dari organisasi regional adalah organisasi yang di dalamnya terdiri dari negara-negara yang saling berdekatan (neighbouring countries) yang sama-sama memiliki keinginan untuk melakukan kerjasama yang lebih mendalam yang kemudian diwujudkan dengan adanya pembentukan kerangka kerjasama, baik yang bersifat

formal maupun informal 78 . Definisi yang lain dari organisasi regional yaitu merupakan organisasi di bawah organisasi internasional, yang mana terdiri atas

lembaga-lembaga supra regional yang anggotanya merupakan pemerintah negara yang berada di bagian bumi tertentu 79 .

Sedangkan definisi dari krisis ekonomi yaitu kondisi dimana terjadinya penurunan di sebagian besar indikator makroekonomi, seperti penurunan GDP, pelambatan pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yang negatif, penurunan tingkat produksi dan investasi, penurunan tingkat pendapatan per kapita, penurunan tingkat konsumsi rumah tangga, serta peningkatan tingkat

pengangguran 80 . Dalam definisi yang lain, krisis/resesi ekonomi yaitu penurunan

78 Mary Farrell. The Global Politics of Regionalism: An Introduction. Dalam Global Politics of Regio- nalism: Theory and Practice. Edited by Mary Farrell, Björn Hettne and Luk Van Langenhove

(London and Ann Arbor: Pluto Press. 2005) hlm 1. 79 Currency Union Technical Expert Group (CUTEG). Draft Follow-Up Paper CUTEG #6. Diakses dari

http://www.imf.org/external/np/sta/bop/pdf/fp6.pdf pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 20:49 WIB.

80 Anonymous. What is a Recession. (Trading Point of Financial Instrument Ltd.: Cyprus. 2012).

Diakses dari http://www.trading-point.com/what-is-a-recession pada 15 Oktober 2012 pukul 00:02 WIB Diakses dari http://www.trading-point.com/what-is-a-recession pada 15 Oktober 2012 pukul 00:02 WIB

2.3.2 Definisi Operasional

Dari kedua konsep utama di atas, kemudian penulis dapat melakukan operasionalisasi kedalam konsep-konsep yang lebih spesifik sesuai dengan tema penelitian yang diangkat. Konsep-konsep spesifik tersebut yakni Uni Eropa dan krisis ekonomi Latvia. Definisi dari Uni Eropa adalah sebuah organisasi regional yang memiliki karakteristik yang berbeda, baik dengan rezim internasional ataupun sebuah negara, yang di dalamnya terdapat two levels of government yang

masing-masing nya memiliki otonomi yang sah 82 . Uni Eropa memiliki 3 pilar utama yang utama yang mengatur permasalahan yang berbeda, seperti justice,

foreign affair, security, dan lain-lain 83 .

Sedangkan definisi dari krisis ekonomi Latvia yakni krisis ekonomi yang terjadi di negara Latvia pada tahun 2008 yang lalu. Krisis ekonomi tersebut ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pengangguran di Latvia sejak tahun 2008 hingga 2010, pertumbuhan ekspor Latvia yang berada pada level negatif,

serta tingkat inflasi yang tidak terkendali 84 . Krisis ekonomi di Latvia memang merupakan serangkaian krisis ekonomi

di kawasan Uni Eropa yang memiliki keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan

81 Anonymous. Definition of Recession.

Diakses dari http://investopedia.com/terms/r/recession.asp#axzz29IHYQqj pada 15 Oktober 2012 pukul 00:10 WIB.

82 Finn Laursen. Theory and Practice of Regional Integration (Jean Monnet/Robert Schuman Paper

Series Vol.8 No.3, University of Miami. Februari 2008) hlm. 15. 83 Ibid.

84 Igors Kasjanovs dan Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 111.

dengan krisis-krisis ekonomi di negara anggota Uni Eropa lainnya seperti krisis ekonomi di Yunani, Irlandia, Italia, dan lain-lain. Meskipun demikian, krisis ekonomi di Latvia, serta negara-negara di kawasan Baltik pada umumnya, terjadi lebih dikarenakan adanya pengaruh dari eksternal seperti penurunan tingkat perdagangan pada sektor-sektor tertentu serta kontribusi sektor finansial di dalam menciptakan pasar keuangan yang kurang stabil dan terlalu besar.

Di lain pihak, krisis ekonomi di negara-negara Eropa bagian Selatan, seperti Yunani dan Italia, lebih dikarenakan adanya peningkatan tingkat hutang

luar negeri serta tingkat defisit anggaran yang sudah sangat parah. Sebagai contoh pada kasus Yunani, dimana tingkat hutang luar negerinya telah berada pada level dimana negara Yunani tidak akan mampu membayarnya sendiri tanpa bantuan

pihak lain 85 .

2.4 Hipotesis

Krisis ekonomi yang terjadi di Latvia pada tahun 2008 yang lalu disebabkan oleh hilangnya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah latvia di dalam mengatur perekonomian domestik negaranya sebagai akibat dari adanya transfer of power kepada Uni Eropa.

85 BBC News Online. Eurozone Crisis Explained. Published on November 27th, 2012. Diakses dari <http://www.bbc.co.uk/news/business-13798000.htm> Diakses pada 12 November 2013.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam proposal penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif eksplanatif. Dimana tidak hanya berisi deskriptif data semata, tetapi juga mulai menghubungkan indikator dari variabel-variabel yang telah ditentukan. Sehingga melalui pencarian hubungan di antara indikator-indikator tersebut, bisa diketahui penjelasan mengenai sebab-akibat dari permasalahan yang diangkat serta juga diharapkan bisa menjawab rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, yakni :

a) Terbatas pada studi kasus tentang krisis di Latvia, yang mana memiliki perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan krisis yang dialami oleh negara Yunani ataupun Irlandia, namun tetap memiliki kaitan yang erat dengan krisis yang terjadi di Amerika Serikat;

b) Sentral kajian penelitian yakni bagaimana Latvia mendelegasikan kekuasaan nya untuk mengatur domestik negaranya sendiri kepada Uni Eropa ; b) Sentral kajian penelitian yakni bagaimana Latvia mendelegasikan kekuasaan nya untuk mengatur domestik negaranya sendiri kepada Uni Eropa ;