Bentuk-bentuk Deiksis 1). Deiksis Persona (Orang)

c. Bentuk-bentuk Deiksis 1). Deiksis Persona (Orang)

Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Kata ganti persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak.

Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku hanya dipakai dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman (marked for intimacy ), dan mempunyai bentuk terikat –ku. Sementara untuk kata saya lebih banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tidak bermarkah (unmarked), dan tidak memiliki bentuk terikat.

Bentuk kata ganti persona pertama jamak adalah kami dan kita. Menurut Purwo (1984: 24) kami adalah bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga), sedangkan kita adalah bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Kata kami dapat dipakai untuk mengacu orang pertama tunggal, yaitu sebagai pengganti kata saya karena penulis atau penutur tidak mau

commit to user

dalam pidato atau khotbah). Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah. Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat –mu. Selain kata engkau dan kamu, bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan ketakziman tersebut diantaranya anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian.

Bentuk persona kedua merupakan penunjukan yang dituju dalam hal penyapaan. Namun, bentuk persona kedua seperti engkau, kamu, dikau, dan anda tidak dapat dipakai sebagai kata sapa. Kata-kata seperti bapak, ibu, saudara, dan nama diri (yang dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua) yang dapat digunakan sebagai kata sapa. Akan tetapi bentuk singkat dari kata bapak, ibu tidak dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua kecuali jika diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 – 27).

Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel –lah dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Selain itu, secara endoforis bentuk ia dan dia juga dapat mengacu pada bentuk atau kata yang referennya bukan insan (Purwo; 1984: 26). Bentuk ia dan dia memiliki bentuk terikat –nya. Sementara itu, bentuk kata ganti persona ketiga jamak adalah mereka.

Terdapat beberapa sifat khas leksem persona dalam bahasa Indonesia (Sarwiji, dkk.; 1996: 29 – 31). Sifat-sifat khas tersebut sebagai berikut. a). Leksem persona dapat dirangkai dengan kata ganti demonstratif ini dan itu.

(1) Lelaki macam apa kamu itu sampai tega menelantarkan anak istri.

commit to user

untuk mengisi kemerdekaan negaraku.

b). Bentuk terikat persona yang berada dalam konstruksi posesif dapat pula

dirangkaikan dengan kata ini atau itu. (1) Bukuku ini baru. (2) Rumahnya itu dibeli dengan harga murah.

c). Kata ganti persona dapat direduplikasikan dengan tujuan memberi warna

emosi. (1) Mengapa hanya saya-saya saja yang dimarahi, sedangkan dia tidak. (2) Kami-kami ini yang selalu kena tegur, yang lain tidak.

d). Kata ganti persona ketiga tidak dapat direduplikasikan, tetapi dapat dirangkai

dengan –nya. Dianya yang telepon bukan aku.

e). Apabila menjadi topik wacana, bentuk mereka dapat direduplikasikan. Mereka-mereka yang belum terdaftar diharap mendaftarkan diri. f). Di antara kata ganti persona hanya bentuk dia yang dapat dirangkaikan dengan

kata sandang si yang biasanya dirangkaikan dengan nama diri atau kata sifat. (1) Si Manis melahirkan tiga ekor anak yang lucu-lucu. (2) Si Ali terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bentuk deiksis persona terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Kata ganti persona pertama yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis persona adalah bentuk aku, saya, kami, kita, dan bentuk terikat –ku. Kata ganti persona kedua yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk engkau; kamu; sebutan ketakziman seperti anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; leksem jabatan seperti dokter, mantri; dan kamu sekalian atau kalian. Kata ganti persona ketiga yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk ia, dia, beliau, mereka, dan bentuk terikat –nya.

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis persona. Pertama, merujuk pada orang yang berbicara digunakan bentuk aku,

commit to user

bentuk ia, dia, bentuk terikat –nya. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur digunakan bentuk engkau, kamu, bentuk terikat – mu, bentuk ketakziman seperti anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, ibu. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif digunakan bentuk kami. Kelima , menunjukkan bentuk inklusif digunakan bentuk kita. Keenam, menunjukkan bentuk jamak digunakan bentuk kamu sekalian atau kalian, mereka. Ketujuh , menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang digunakan bentuk leksem jabatan seperti dokter, mantri.

2). Deiksis Tempat (Ruang)

Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiksis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Bentuk deiksis ruang, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut. a). Leksem ruang dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis jika tidak

dirangkai dengan bentuk persona. (1) Sala dekat dengan Yogya. (2) Rumah Ani dekat dengan rumah Ita.

tidak deiktis deiktis

b). Leksem ruang kanan dan kiri tidak deiktis jika dirangkaikan dengan benda

bernyawa (seperti manusia), tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan benda tidak bernyawa (seperti pohon). (1) Adik berdiri di sebelah kiri Bapak polisi itu. (2) Pemburu itu berdiri di sebelah kiri pohon jambu.

tidak deiktis deiktis

Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kata kiri pada kalimat (2) pendengar harus mengetahui tempat si pembicara berdiri ketika mengucapkan kalimat tersebut.

c). Leksem ruang depan, belakang tidak deiktis jika dirangkaikan dengan

nomina yang mempunyai bagian depan dan belakang yang pasti, tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan dan belakang yang jelas.

commit to user

(2) Ada seekor rusa di depan pohon cemara itu. deiktis

d). Hal ruang yang ditunjukkan oleh preposisi dapat bersifat statis

(menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Menurut Purwo (1984: 39), untuk mengetahui hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan dan tempat tujuan gerakan. Preposisi di menggambarkan hal yang diam, preposisi ke dan dari menggambarkan hal yang bergerak. Preposisi ke merupakan “pengantar tempat yang dituju”, sedangkan dari merupakan “pengantar tempat yang ditinggalkan”.

Selain bentuk-bentuk di atas terdapat bentuk lain yang deiktis, yaitu bentuk pronomina demonstratif ini dan itu. Menurut Purwo (1984: 43) pronomina demonstratif ini yang sejajar dengan kata sini digunakan untuk menunjuk pada tempat yang dekat dengan persona pertama, sedangkan pronomina demonstratif itu yang sejajar dengan kata situ digunakan untuk menunjuk pada tempat yang jauh dari persona pertama atau yang dekat dari persona kedua. Pendapat lain dikemukakan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., yang menyatakan bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat diungkapkan dengan leksem ruang yang dapat berupa adjektiva, adverbia, dan verba. Leksem dekat, jauh, tinggi, pendek bersifat deiktis jika dirangkai dengan bentuk persona. Leksem ruang kanan dan kiri bersifat deiktis jika dirangkai dengan benda tidak bernyawa. Sementara itu, leksem depan dan belakang bersifat deiktis jika dirangkai dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan dan belakang yang jelas. Selain itu, juga kata yang telah pasti bersifat deiktis, yaitu sini, ini, situ, itu, dan sana.

commit to user

ruang. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara digunakan kata sini dan ini. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh dari pembicara digunakan kata situ dan itu. Ketiga, menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara digunakan kata sana.

3). Deiksis Waktu

Leksem waktu baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut. a). Leksem waktu yang tidak deiktis

(1). Beberapa leksem waktu saat, waktu, masa, tempo, kala, dan kali berbeda dalam jangkauan waktunya. (a) Bumi berputar sepanjang masa. (b) Dalam tempo satu bulan rumah ini sudah harus

dibongkar.

tidak deiktis tidak deiktis

(2). Beberapa leksem waktu dibedakan sebagai akibat perputaran bumi mengelilingi matahari menyebabkan gelap atau terang. Batas waktu antara yang disebut pagi, siang, sore, dan malam dalam setiap bahasa tidak sama. Leksem waktu pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis karena leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari.

b). Leksem waktu yang deiktis (1). Kata sekarang bertitik labuh pada saat penutur mengucapkan kata itu (dalam kalimat), atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok bertitik labuh pada satu hari sesudah saat tuturan.

(2). Untuk menyebutkan satu hari sebelum kemarin digunakan frasa kemarin dulu. Untuk menyebutkan satu hari sesudah besok digunakan kata lusa, dua hari sesudah besok kata tulat atau langkat, dan tiga hari sesudah besok tubin atau tungging (Poerwadarminta (dalam Purwo; 1984:71)).

(3). Penentuan leksem deiktis dulu, tadi, nanti, kelak tidak tertentu dan relatif. Kata dulu dan tadi bertitik labuh pada waktu sebelum saat tuturan. Kata nanti dan kelak bertitik labuh pada waktu sesudah saat tuturan.

commit to user

dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata ini mengacu pada waktu sekarang, sedangkan leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata itu mengacu pada waktu lampau. Akan tetapi, tidak semua leksem waktu dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu adalah satuan kalender seperti hari, Kamis, bulan , April, tahun; kata-kata seperti saat, waktu, masa, kali, zaman; konjungsi yang menyatakan waktu, sementara dan preposisi mengenai waktu, selama; kata dewasa . Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini adalah leksem waktu sekarang dan tadi. Selain itu, juga terdapat rangkaian kata-kata seperti baru-baru ini, belum lama ini , akhir-akhir ini, dan belakangan ini. Rangkaian kata-kata tersebut hanya dapat dirangkaikan dengan kata ini. Yang dapat dirangkaikan dengan kata itu adalah kata kala dan ketika.

Rangkaian kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini menunjuk pada waktu lampau, tetapi tidak terlalu jauh jaraknya dari saat tuturan. Baru-baru ini dan belum lama ini digunakan untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, sedangkan akhir-akhir ini dan belakangan ini dipakai untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif (Purwo; 1984: 85).

Selain leksem waktu, terdapat leksem ruang yang mengungkapkan pengertian waktu sebagai berikut. (1). Leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek yang dipakai dalam

pengertian waktu memberikan kesan seolah-olah waktu merupakan hal yang diam. Namun, leksem ruang seperti datang, lalu, tiba, mendekat dalam pengertian waktu memberikan kesan bahwa waktulah yang bergerak melewati kita (Purwo; 1984: 59). Kata depan dan datang merujuk pada waktu yang akan datang atau futur. Kata belakang dan lalu merujuk pada waktu lampau. Kata belakang untuk menyatakan waktu ditunjukkan dengan penggunaan kata belakangan ini , sedangkan kata datang untuk menyatakan waktu diberi tambahan yang dan akan. Namun, dalam pemakaian bahasa Indonesia saat ini kata belakangan ini jarang dijumpai penggunaannya.

commit to user

dipakai untuk mengukur waktu, yaitu dengan menggunakan kata jangka panjang dan jangka pendek. Kedua kata tersebut merupakan bekuan.

Dengan demikian, deiksis waktu diungkapkan dengan kata keterangan waktu dan leksem ruang yang menyatakan waktu. Leksem pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis jika leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari. Leksem pagi, siang, sore, dan malam menjadi deiktis jika patokannya bukan posisi bumi terhadap matahari. Deiksis waktu diungkapkan dengan kata sekarang, kemarin, besok, dulu, tadi, nanti, dan kelak. Leksem ruang yang dapat digunakan untuk mengungkapkan waktu adalah leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek, datang, lalu, tiba, mendekat, panjang, dan pendek.

Selain itu, dari paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis waktu. Pertama, merujuk pada saat tuturan digunakan kata sekarang dan penambahan kata ini pada leksem waktu. Kedua, merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan digunakan kata kemarin, kemarin dulu, dulu, tadi, lalu, baru- baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, belakangan ini, dan penambahan kata itu pada leksem waktu. Ketiga, merujuk pada waktu sesudah saat tuturan digunakan kata besok, lusa, tulat atau langkat, tubin atau tungging, nanti, kelak, depan, yang akan datang. Keempat, untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual digunakan kata baru-baru ini dan belum lama ini. Kelima, untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif digunakan kata akhir- akhir ini dan belakangan ini.

4). Deiksis Wacana

Deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Keduanya termasuk deiksis dalam-tuturan. Menurut Nababan (1987: 42) anafora merujuk pada yang sudah disebut, sedangkan katafora merujuk pada yang akan disebut. Bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana adalah kata atau frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan lain- lain.

commit to user

ganti persona ketiga. Pemarkah anafora dibedakan atas bentuk tunggal, dia dan bentuk jamak, mereka. Bentuk dia mempunyai bentuk terikat –nya yang lekat kanan pada verba meN-, verba di-, dan preposisi tertentu. Bentuk –nya juga dapat dipakai dalam konstruksi posesif, sebagai bentuk jamak, dan dirangkai dengan kata di antara. Bentuk pronominal dapat menjadi pemarkah katafora jika berada dalam konstruksi posesif dan dalam kedudukan sebagai objek verba transitif. Selain bentuk-bentuk pronominal tersebut, ada frasa yang dapat menjadi pemarkah anafora, yaitu frasa yang bersangkutan.

Pemarkahan anafora bentuk bukan persona dilakukan dengan penyebutan ulang konstituen induknya kemudian dirangkaikan dengan kata itu. Pemarkahan anafora terhadap dua hal yang disebutkan secara bertutut-turut digunakan istilah seperti yang pertama dan yang kedua, atau yang pertama dan yang satunya. Untuk pengacuan konstituen yang disebutkan kedua digunakan frasa seperti yang tersebut belakang, yang belakangan itu, atau (yang) terakhir ini. Pemarkah anaforis yang lain adalah tersebut dan tadi. Yang dapat menjadi pemarkah katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu, dan demikian. Kata begini sebagai katafora mirip dengan frasa sebagai berikut dan seperti di bawah ini. Namun, kata berikut dapat menjadi pemarkah katafora tanpa dirangkaikan dengan kata sebagai dan dapat dirangkai dengan kata ini menjadi berikut ini. Khusus untuk kata demikian dapat kataforis dan anaforis karena dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Pemarkah anafora tempat ditunjukkan dengan penggunaan kata sana dan itu yang dirangkaikan dengan leksem ruang. Sementara itu, untuk pemarkah anafora waktu digunakan kata itu yang dirangkaikan dengan leksem waktu (yang tidak deiktis). Selain itu, kata bilangan selalu dijumpai dalam rangkaian dengan pemarkah anafora itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Pengungkapan deiksis wacana dilakukan dengan kata atau frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk anafora digunakan kata dia, ia, bentuk terikat -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang

commit to user

terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk katafora digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya.

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis wacana. Pertama, merujuk pada hal yang telah disebut (anafora) digunakan kata dia, ia, -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang) terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut (katafora) digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya. Ketiga, merujuk pada jumlah yang banyak (jamak) digunakan kata mereka dan bentuk terikat –nya. Keempat, menunjukkan konstruksi posesif digunakan bentuk terikat –nya. Kelima, untuk menyimpulkan sesuatu digunakan kata begitu dan demikian.

5). Deiksis Sosial

Pengungkapan deiksis sosial berhubungan dengan kesopanan berbahasa atau undha usuk atau honorifics (sopan-santun berbahasa). Bentuk yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis sosial adalah kata sapaan seperti ibu, bapak, saudara, nyonya, dan sebagainya; kata ganti orang seperti engkau, kamu; dan penggunaan gelar seperti Prof., Drs.. Bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk honorifics atau sopan-santun berbahasa. Selain itu, deiksis sosial juga dapat diungkapkan dengan eufemisme atau penggunaan kata halus. Eufemisme merupakan gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau kesopanan terhadap orang atau peristiwa (Nababan; 1987: 43). Bentuk-bentuk yang termasuk eufemisme adalah kata wafat atau meninggal sebagai pengganti kata mati, wanita tuna susila atau singkatan WTS sebagai pengganti pelacur, dan singkatan WC sebagai pengganti jamban.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial diungkapkan dengan kata sapaan, kata ganti orang, penggunaan gelar, dan kata-kata khusus. Kata sapaan, kata ganti orang, dan penggunaan gelar merupakan honorifics, sedangkan kata-kata khusus merupakan eufemisme. Deiksis sosial diungkapkan

commit to user

tunanetra, WTS, dan sebagainya. Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi deiksis sosial secara umum, yaitu sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Sementara untuk fungsi khusus deiksis sosial ditentukan sesuai dengan konteksnya. Deiksis sosial dapat berfungsi (1) sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, dan (4) untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan antar penutur.

Dokumen yang terkait

Neti, Marzuki, Martono Program Studi Magister pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : Elisabeth_Tarigasgmail.com Abstract - STRATEGI PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN, KER

0 0 11

PENGGUNAAN DEIKSIS PRONOMINA, TEMPAT, DAN WAKTU PADA NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI Atika Maisuri, Patriantoro, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: syankkkthiekaco.id Abstract - PENGGUNAAN

0 1 10

Askatriyani, Y. Gatot Sutapa, Aloysius Mering Program Studi Magister Teknologi Pendidikan FKIP Untan Pontianak Email : askatriyanigmail.com Abstract - PEMANFAATAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK PEROLEHAN BELAJAR NARRATIVE TEKS SISWA SM

0 0 11

Vera Estika, Siti Halidjah, Sugiyono Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak Email :veraestika96gmail.com Abstract - PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR BERSERI DI KELAS III SEKOLAH DASAR

0 0 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PEMANFAATAN MEDIA KARTU BERGAMBAR PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN Rupina Banang, Muhammad Syukri, Marmawi R Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, FKIP Untan Pontianak Email:rupinabananggmail.com Abstract - PENIN

0 0 12

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA RANAH KELUARGA MUDA DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR (Suatu Kajian Pragmatik)

0 0 151

Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)

0 0 245

Iklim Komunikasi Organisasi, Reward Dan Kinerja Karyawan Di PT. PLN (Persero) Area Surakarta

0 1 163

Implementasi Supervisi Akademik Kepala Sekolah Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Kebakkramat

2 3 109

PROSES KREATIF DINDA NATASYA DALAM DIALOG CINTA OASE SAMUDRA BIRU: Sebuah Pendekatan Ekspresif

0 1 109