Deiksis Dalam Wacana Di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus Oktober 2011 Sebuah Kajian Pragmatik abstrak

HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI

Oleh : TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI K1208049 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA MEI 2012

commit to user

commit to user

HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Oleh : TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI

K1208049

Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA MEI 2012

commit to user

commit to user

commit to user

 Niatkan segala sesuatu karena Allah SWT. (Penulis)

 Awali segala sesuatu dengan bismillah dan akhiri dengan alhamdulillah. (Penulis)

 Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau berusaha untuk mengubahnya. (QS. Ar- Ra’du: 11)

 Diwajibkan atas setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan untuk

menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.

(Hadist)

commit to user

Dengan ucapan syukur alhamdulillahirabbil’alamin kupersembahkan karya ini untuk:

 Bapak Muhjiddin (ayahku tercinta) Terima kasih atas doa, kerja keras, pengorbanan, dan kasih sayang yang telah kau berikan padaku. Tiada sesuatupun yang lebih indah dibandingkan dengan semua hal yang telah kau berikan untuk membesarkan dan mendewasakanku.

 Mas Heru, Mbak Novi, Mas Koko, Mbak Yayan, Mas Teguh, Mbak Putri, Mas

Lihin, Dhek Yusuf (kakak-kakak dan adikku)

Terima kasih karena selalu mendorong langkahku dengan perhatian, semangat, dan bimbingan yang kalian berikan.

 Ridho, Fahri, Asya, Najwa (keponakan-keponakanku tersayang) Terima kasih atas semangat, keceriaan, dan canda tawa yang selalu kalian berikan.

commit to user

Taufiqiyyah Nur ‘Aini. DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mei 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) bentuk-bentuk deiksis; dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis dokumen. Uji validitas data menggunakan trianggulasi teori.

Berdasarkan analisis data dapat diambil dua simpulan. Pertama, bentuk- bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) deiksis persona, bentuk-bentuk deiksis persona yang ditemukan misalnya saya, kita, kami, dia, mereka, dekan, ayah; b) deiksis tempat (ruang), bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang ditemukan, misalnya setempat, sini, sana ; c) deiksis waktu, bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan, misalnya sekarang , dulu, nanti, belum lama ini, depan; d) deiksis wacana, bentuk-bentuk deiksis wacana yang ditemukan, misalnya itu, ini, tersebut, demikian, adalah, yaitu , ia, mereka; dan e) deiksis sosial, bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan, misalnya bu, ustad, kaum duafa, difabel, tidak mampu. Kedua, fungsi- fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) fungsi-fungsi deiksis persona, yaitu (1) merujuk pada orang yang berbicara, misalnya saya; (2) merujuk pada orang yang dibicarakan, misalnya dia, ia , dirinya, -nya; (3) menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur, misalnya suami, ayah; (4) menunjukkan bentuk eksklusif, misalnya kami ; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya kita; (6) menunjukkan bentuk jamak, misalnya mereka; dan (7) menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang, misalnya rektor; b) fungsi-fungsi deiksis tempat (ruang), yaitu (1) menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara, misalnya sini; dan (2) menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara, misalnya setempat, sana; c) fungsi-fungsi deiksis waktu, yaitu (1) merujuk pada saat tuturan, misalnya kini; (2) merujuk pada waktu lampau, misalnya dulu; (3) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan, misalnya nanti; dan (4) menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, misalnya belum lama ini; d) fungsi-fungsi deiksis wacana, yaitu (1) merujuk pada hal yang telah disebut, misalnya tersebut; (2) merujuk pada hal yang akan disebut, misalnya merupakan; (3) merujuk pada jumlah yang banyak, misalnya mereka; dan (4) menyimpulkan sesuatu, misalnya demikian; e) fungsi-fungsi deiksis sosial, yaitu (1) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dan mitra tutur, misalnya ustad; (2) untuk menjaga sopan-santun berbahasa, misalnya difabel; dan (3) sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan, misalnya almarhum.

Kata kunci: deiksis, bentuk deiksis, fungsi deiksis, harian Solopos

commit to user

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DEIKSIS DALAM

WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan motivasi dan izin penyusunan skripsi ini;

3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini;

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd. selaku Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

6. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., Ivan Indrakesuma, Yuli Kusumawati, S.S., dan Rininta Citra, S.Pd. yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penyusunan skripsi ini; dan

7. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

commit to user

SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Mei 2012 Penulis

commit to user

A. Simpulan ........................................................................................

89

B. Implikasi .........................................................................................

90

C. Saran ...............................................................................................

92

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

94

LAMPIRAN ...............................................................................................

97

commit to user

Tabel Halaman

1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif ................................

46

2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona .....................................

57

3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) .......................

59

4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu .......................................

61

5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora .................................................

63

6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora ................................................

65

7. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Sosial .......................................

66

commit to user

Gambar Halaman

1. Bagan Alur Kerangka Berpikir .............................................................

45

2. Wawancara dengan Narasumber Prof. Dr. Sumarlam, M.S. (Pakar) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................

177

3. Wawancara dengan Narasumber Ivan Indrakesuma (Redaktur) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................

177

4. Wawancara dengan Narasumber Yuli Kusumastuti, S.S. (Pembaca) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................

177

commit to user

Lampiran Halaman

1. Data Kasar ............................................................................................

98

2. Data Penelitian .....................................................................................

129

3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pakar ..........................................

162

4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Redaktur ....................................

167

5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (I) ...............................

173

6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (II) ..............................

175

7. Dokumentasi Kegiatan Wawancara .....................................................

177

8. Surat Keterangan ..................................................................................

178

9. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ........................................

183

10. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi ..........

185

11. Surat Permohonan Izin Penelitian ........................................................

187

commit to user

Agt : Agustus Apr : April Ar

: Artikel BK

: Bahasa Kita

D : Data Des : Desember Eks : Ekskul Feb : Februari Fi

: Figur Jan

: Januari Jum : Jumat Kam : Kamis Mar : Maret Nov : November Okt : Oktober Paw : Pawiyatan Rab : Rabu Sab : Sabtu Sel

: Selasa Sen : Senin Sept : September Sp

: Solopos Va : Varia

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia setiap saat selalu berkomunikasi karena manusia merupakan makhluk sosial. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia. Bahasa adalah alat komunikasi utama yang digunakan antar anggota masyarakat bahasa, terutama bahasa verbal. Tanpa bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi. Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam hidup bermasyarakat.

Sebagai alat komunikasi bahasa memiliki fungsi: 1) informasi, 2) ekspresi diri, 3) adaptasi dan integrasi, 4) kontrol diri (direktif), dan 5) fatik. Halliday (dalam Sumarlam, dkk.; 2008: 1 – 3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa, yaitu 1) instrumental, 2) regulasi, 3) pemerian atau representasi, 4) interaksi, 5) perorangan, 6) heuristik, dan 7) imajinatif. Dari beberapa fungsi bahasa tersebut, fungsi informasi dan fungsi pemerian atau representasi adalah fungsi bahasa yang sering digunakan masyarakat pengguna bahasa terutama untuk mengetahui berita-berita aktual. Berita-berita aktual tersebut dapat diperoleh masyarakat pengguna bahasa dari media massa, baik media massa cetak maupun media massa elektronik.

Media massa yang paling sering digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi adalah media massa cetak atau lebih sering disebut dengan media cetak. Media cetak yang dikenal masyarakat di antaranya surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku. Akan tetapi, masyarakat lebih sering menggunakan surat kabar untuk memperoleh informasi terutama untuk mengakses berita. Hal ini disebabkan surat kabar memiliki kelebihan dapat dibaca sewaktu- waktu dan relatif mudah didapatkan.

Surat kabar menjadi pilihan utama masyarakat dalam mengakses berita aktual karena dalam surat kabar terdapat berita-berita yang mencakup wilayah lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Selain itu, dalam surat kabar juga

commit to user

setiap hari sehingga masyarakat dapat memperoleh berita yang aktual setiap hari.

Surat kabar yang terbit setiap hari terutama surat kabar lokal salah satunya adalah Solopos. Dalam surat kabar ini dimuat tema yang berbeda di setiap halamannya sesuai dengan jenis dan isi beritanya. Nama halaman-halaman yang terdapat dalam surat kabar Solopos adalah 1) halaman berita utama. 2) halaman Umum, 3) halaman Jateng dan DIY, 4) halaman Gagasan, 5) halaman laporan khusus, 6) halaman Kesehatan, 7) halaman Belanja, 8) halaman Inspirasi, 9) halaman Internasional, 10) halaman Olahraga, 11) halaman Soloraya, 12) halaman Kota Solo, 13) halaman Wonogiri, 14) halaman Sukoharjo, 15) halaman Klaten,

16) halaman Boyolali, 17) halaman Sragen, 18) halaman Karanganyar, 19) halaman Ekonomi Bisnis, 20) halaman Pendidikan, 21) halaman Pergelaran, 22) halaman Hukum dan Kriminalitas, 23) halaman Cesspleng, 24) halaman Fokus, dan beberapa halaman khusus yang dimuat dalam edisi Solopos Minggu. Halaman Pendidikan, misalnya, berisi berita seputar bidang pendidikan yang terjadi di wilayah Soloraya dan nasional. Halaman ini dimuat setiap hari Senin sampai Sabtu.

Bahasa dalam surat kabar dapat dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa, seperti ilmu pragmatik. Akan tetapi, sebagian orang menganggap bahwa bahasa surat kabar, yang termasuk dalam bahasa jurnalistik, sulit untuk dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Hal ini disebabkan bahasa surat kabar memiliki kekhasan dibandingkan bahasa yang digunakan dalam media cetak lain (Sarwoko; 2007: 1 – 2).

Ditambahkan oleh Sarwoko (2007: 2 – 3) bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Pernyataan tersebut memberikan informasi bahwa fungsi utama media cetak adalah untuk menyampaikan informasi. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik harus mengandung makna informatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Koesworo, Margantoro, dan Viko (1994: 85) yang mengemukakan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mengandung makna informatif, persuasif, dan yang secara konsensus merupakan kata-kata yang bisa dimengerti

commit to user

dapat dinyatakan bahwa bahasa jurnalistik bersifat informatif, persuasif, mudah dimengerti, dan singkat, tetapi jelas dan tidak bertele-tele. Hal ini disebabkan keragaman pembaca surat kabar, termasuk pembaca harian Solopos. Oleh karena itu, pemakaian bahasa baku dalam surat kabar tetap dipertahankan agar pembaca surat kabar dimanapun dapat memahami isi berita surat kabar tersebut.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahasa surat kabar dapat dianalisis menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Dalam penelitian ini, pemakaian bahasa surat kabar dikaji dari sudut pandang deiksis yang merupakan salah satu subkajian ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya (Sarwiji, Setiawan, dan Suhita; 1996: 1).

Diungkapkan oleh Levinson (1983: 24) bahwa pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate . Pada halaman yang berbeda juga diungkapkan bahwa pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1983: 27).

Pemakaian bahasa dalam komunikasi di masyarakat bahasa memberikan kemudahan yang sangat banyak bagi pemakainya. Salah satu kemudahan tersebut adalah adanya sistem pengacuan atau referensi. Akan tetapi, adanya sistem pengacuan ini juga menyebabkan terjadinya kebingungan, ketidakjelasan, dan kesalahpahaman makna antar pengguna bahasa berkaitan dengan pemahaman makna ujaran dan acuan atau referen. Agar dapat memahami referen dari sebuah tuturan, seseorang harus mampu mengidentifikasi konteks dan situasi pertuturan.

Pemahaman terhadap referen berhubungan erat dengan pemahaman terhadap deiksis. Untuk memahami dan menentukan apakah sebuah ujaran atau tuturan bersifat deiksis atau tidak dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh terhadap ujaran atau tuturan itu. Salah satu aspek penting dalam menganalisis pemakaian bahasa adalah maksud pembicara. Maksud pembicara ditentukan oleh konteks waktu, tempat, penutur, partisipan, dan situasi. Pemahaman terhadap referen dan konteks dalam menentukan sebuah tuturan atau ujaran bersifat deiksis atau tidak didukung oleh pendapat Sarwiji, dkk. (1996: 25) yang mengungkapkan

commit to user

diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan.

Deiksis merupakan salah satu ilmu yang kajiannya lebih mendalam yang terdapat pada ilmu pragmatik. Deiksis terbagi menjadi lima macam, yaitu deiksis persona (orang), deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Semua jenis deiksis tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi satu sama lain. Jenis-jenis deiksis tersebut menjadi alat penghubung ilmu pragmatik dengan ilmu- ilmu bahasa yang lain seperti ilmu sosiolinguistik dan ilmu analisis wacana.

Penafsiran deiksis juga melibatkan konteks seperti ilmu pragmatik sebagai induk kajiannya. Pemaknaan suatu bahasa (seperti wacana berita) juga harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak efektif akan menyebabkan kerancuan dan menimbulkan persepsi yang berbeda pada mitra tutur atau partisipan atau penerima bahasa. Sebuah kalimat tidak dapat dimengerti jika tidak diketahui siapa yang sedang mengatakan, tentang apa, di mana, dan kapan, misalnya kalimat berikut.

(1) Mereka harus melaporkan hal itu besok, tetapi mereka tidak berada di

sini sekarang. Apabila tidak diketahui konteks dan referennya, kalimat tersebut akan kabur maknanya. Kalimat tersebut mengandung banyak deiksis, yaitu mereka, itu, besok, di sini, dan sekarang. Makna deiksis tersebut tergantung konteks dan referen pada saat pengucapan kalimat itu.

Referen setiap kata tersebut dapat berganti-ganti tergantung

konteksnya. Pergantian referen dapat menyebabkan kebingungan terutama bagi anak-anak sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 4 – 5) berikut.

“Seorang anak ternyata mengalami kesukaran dalam mempergunakan kata- kata yang deiktis. Referen kata-kata deiktis yang berganti-ganti atau

berpindah- pindah itu bagi seorang anak sangat membingungkan, … . Oleh karena itu, seorang anak akan cenderung memakai nama diri (sampai pada usia tertentu) sebagai ganti kata saya, dan orang tuanya juga akan mempergunakan nama diri anak itu sebagai kata sapaan maupun sebagai ganti kata kamu, untuk menghindari komplikasi deiktis kata saya dan kamu”.

commit to user

Dengan demikian, pemahaman terhadap referen kata-kata yang bersifat deiksis harus dimiliki oleh setiap pembaca harian Solopos meskipun mereka belum tentu mengetahui jika kata-kata tersebut adalah kata-kata yang bersifat deiksis.

Hal lain yang menarik tentang deiksis adalah kenyataan bahwa tidak semua kata-kata deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis sebagaimana terdapat dalam kalimat-kalimat berikut.

(2) Kelelawar adalah binatang malam. (3) Pada malam hari bintang-bintang bersinar terang. (4) Malam nanti saya akan ke rumahmu. (5) Tadi malam ibu pergi menengok paman di rumah sakit.

Kata malam pada kalimat (2) dan (3) tidak termasuk deiksis. Namun, dalam kalimat (4) dan (5) kata malam bersifat deiksis meskipun keempat kalimat tersebut sama-sama menggunakan kata malam.

Pemahaman terhadap referen kata atau frase yang bersifat deiksis dan tidak semua kata atau frase deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti deiksis. Selain itu, kedua hal tersebut juga terdapat dalam wacana di harian Solopos. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih dalam pemakaian deiksis pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos mengandung bentuk- bentuk deiksis yang beragam. Peneliti memilih objek pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos karena wacana-wacana di halaman tersebut berisi berita-berita seputar bidang pendidikan yang akurat dan aktual. Wacana-wacana di halaman Pendidikan harian Solopos juga berisi informasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di wilayah Soloraya, profil guru, profil sekolah, maupun informasi lain dalam bidang pendidikan. Selain itu, pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian juga didasarkan atas pertimbangan akademik peneliti. Peneliti adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sehingga fokus perkuliahan lebih dominan pada dunia pendidikan. Berkaitan dengan deiksis yang menjadi kajian

commit to user

dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran di sekolah, terutama pada pembelajaran berita dan mengarang.

Pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian didasarkan atas isi wacana di halaman tersebut. Di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya berisi artikel berita dan varia pendidikan, tetapi juga terdapat rubrik-rubrik sebagaimana dikemukakan di atas yang isinya berbeda- beda. Dalam rubrik Pawiyatan yang dimuat pada edisi hari Selasa berisi wacana tentang profil sekolah atau lembaga pendidikan. Dalam rubrik Figur yang dimuat pada edisi hari Rabu berisi tentang profil siswa, guru, atau dosen yang berprestasi atau guru yang berada dibalik keberhasilan siswa yang berprestasi. Dalam rubrik Bahasa Kita yang dimuat pada edisi hari Kamis berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam rubrik Ekskul yang dimuat pada edisi hari Jumat berisi tentang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah, baik sekolah favorit maupun bukan sekolah favorit.

Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos cukup bervariasi. Deiksis yang dapat diketahui secara langsung adalah deiksis persona. Deiksis persona dalam wacana di halaman Pendidikan dapat diketahui secara langsung ketika seseorang membaca wacana di halaman tersebut. Deiksis ini biasanya menjadi subjek dari suatu kalimat. Oleh karena itu, pembaca dapat langsung mengetahui acuan dari kata atau frase yang mengungkapkan deiksis tersebut. Akan tetapi, dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya terdapat satu macam deiksis saja. Jika diperhatikan dengan seksama ditemukan jenis deiksis yang lain dalam wacana di halaman Pendidikan.

Dalam wacana-wacana tersebut terdapat berbagai bentuk deiksis. Pemakaian deiksis dalam wacana tersebut juga disesuaikan dengan topik wacana. Dalam wacana Bahasa Kita deiksis yang lebih dominan digunakan adalah deiksis wacana. Dalam wacana Figur deiksis yang dominan digunakan adalah deiksis persona. Sementara itu, dalam wacana yang lain deiksis ysng digunakan lebih merata, tidak hanya dominan pada satu macam deiksis.

commit to user

deiksis yang sangat banyak. Penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan dapat membantu masyarakat untuk memahami isi berita di halaman tersebut. Akan tetapi, penggunaan deiksis juga dapat menyebabkan kebingungan pembaca karena adanya kesalahan pemilihan bentuk deiksis. Inilah yang menjadi alasan utama peneliti untuk meneliti penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian umum Solopos. Berdasarkan paparan di atas, judul

penelitian ini adalah “Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus – Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos?

2. Apakah fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

commit to user

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang pragmatik pada umumnya dan kajian deiksis pada khususnya.

2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengajaran Bahasa Indonesia dan peneliti yang lain.

a. Bagi pengajaran Bahasa Indonesia Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bacaan untuk lebih memperdalam ilmu pragmatik terutama deiksis dan untuk mengenal bentuk dan fungsi pemakaian deiksis. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah terdapat materi yang bersumber dari wacana berita. Dalam pelaksanaannya siswa diharuskan mengetahui unsur-unsur berita (5W + 1H). Dengan demikian, guru harus memahami unsur-unsur berita salah satunya dengan mengetahui bentuk- bentuk deiksis karena deiksis dengan unsur-unsur berita secara tidak langsung saling berhubungan.

b. Bagi peneliti yang lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan penelitian lanjutan demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

commit to user

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pragmatik

a. Definisi Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari maksud tuturan seseorang dibalik ujaran sesuai konteks. Pragmatik berusaha menyamakan makna tuturan yang dimaksud penutur dengan makna tuturan yang ditangkap lawan tutur. Hal ini dikarenakan konteks tuturan tersebut dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat di luar ujaran, seperti situasi, objek pembicaraan, partisipan, dan sebagainya. Verhaar (2008: 14) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.

Sesuai dengan pendapat Verhaar tersebut, Parera (1993: 126) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah telaah tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi, khususnya hubungan antara kalimat-kalimat dan konteks serta situasi, tempat, dan waktu kalimat-kalimat itu digunakan. Definisi yang dikemukakan Parera tersebut secara lengkap terdapat pada kutipan berikut.

“Pragmatik meliputi telaah tentang: (1) bagaimana interpretasi dan penggunaan tutur-tutur bergantung pada

pengetahuan tentang dunia nyata; (2) bagaimana pembicara/penutur menggunakan dan memahami tindak pertuturan; (3) bagaimana struktur kalimat-kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara pembicara/petutur dan pendengar/pesimak. ”

Kedua pendapat tersebut memberikan penjelasan bahwa interpretasi sebuah tuturan dipengaruhi oleh hal-hal yang ada di luar tuturan tersebut.

Senada dengan kedua pendapat di atas, Kridalaksana (2008: 198)

memberikan definisi bahwa pragmatik (pragmatics) merupakan (1) cabang semiotika yang mempelajari asal usul, pemakaian, dan dampak lambang dan tanda; dan (2) ilmu yang menyelidiki pertuturan, konteksnya, dan maknanya. Hal

commit to user

lambang dan tanda dalam menginterpretasi konteks dan makna sebuah tuturan.

Nababan (1987: 2) memberikan definisi pragmatik secara lebih luas sebagai aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan. Pragmatik menjelaskan makna tuturan yang merupakan wujud pemakaian bahasa sesuai dengan konteks dan keadaan ketika pertuturan dilakukan. Untuk memahami suatu tuturan diperlukan pengetahuan di luar makna kata dan tata bahasanya sesuai dengan definisi para ahli di atas.

Levinson dalam bukunya Pragmatics memberikan definisi yang lebih lengkap lagi tentang pragmatik sebagai berikut. 1). Pragmatics is the study of those relations between language and context

that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (Levinson; 1983: 9).

2). Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a semantic theory (Levinson; 1987: 12). 3). Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding (Levinson; 1987: 21).

4). Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate (Levinson; 1987: 24).

5). Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1987: 27).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tuturan atau ujaran sebagai wujud pemakaian bahasa serta makna tuturan atau ujaran dengan melihat konteks dan hal-hal di luar tuturan yang berkaitan dengan tuturan atau ujaran saat tuturan atau ujaran tersebut berlangsung. Dengan demikian, makna tuturan atau ujaran tersebut dapat diketahui dengan memperhatikan konteks serta penanda-penanda deiksis dalam tuturan atau ujaran tersebut.

commit to user

Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada ilmu-ilmu lain yang mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara wajar (Nababan; 1987: 3). Sumber kajian pragmatik tersebut sebagai berikut.

1). Falsafah kebahasaan (language philosophy) Dalam falsafah kebahasaan yang dipelajari adalah teori tindak bahasa (speech act theory) dan implikatur percakapan (conversation implicature). Dalam teori tindak bahasa dikenal tiga sudut pandang tindak bahasa, yaitu konsep lokusi, konsep ilokusi, dan konsep perlokusi. Sementara itu, dalam bidang implikatur percakapan dikenal adanya prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

2). Sosiolinguistik Bidang kajian pragmatik yang berasal dari sosiolinguistik adalah ragam bahasa. Dalam ragam bahasa dibahas subragam bahasa, kemampuan komunikatif, dan fungsi bahasa.

3). Antropologi Dalam bidang antropologi kajian pragmatik didasarkan pada asal usul berbahasa, konteks situasi sebagai faktor penentu bagi makna suatu ungkapan bahasa, dan faktor-faktor nonverbal dalam pemakaian bahasa.

4). Etnografi (ethnography of communication) Dalam bidang etnografi kajian pragmatik didasarkan pada faktor-faktor sosiolinguistik dalam berkomunikasi. 5). Linguistik Topik utama kajian pragmatik yang bersumber dari linguistik adalah analisis wacana dan teori deiksis. Pendapat lain dikemukakan oleh Verschueren (1999: 6 – 7) yang mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji penggunaan bahasa oleh masyarakat baik secara individual maupun sosial. Kajian terhadap penggunaan bahasa tersebut dapat berasal dari disiplin ilmu yang lain, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Dalam neurolinguistik dikaji sebab dan proses terjadinya komunikasi yang meliputi kegiatan berbicara dan mendengar. Dalam psikolinguistik dikaji hubungan antara bahasa dan

commit to user

pola hubungan dalam masyarakat, dan interaksi antar anggota masyarakat dengan bahasa sebagai alatnya. Dalam linguistik antropologi dikaji hubungan antara bahasa dan budaya yang ada dalam masyarakat. Disiplin-disiplin ilmu tersebut saling berhubungan satu sama lain dengan adanya konteks. Pengkajian bahasa dalam berbagai disiplin ilmu tersebut melibatkan konteks yang ada dalam komunikasi, dan konteks merupakan sumber utama kajian pragmatik.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pragmatik bersumber dari berbagai disiplin ilmu yang lain. Disiplin ilmu yang menjadi sumber kajian pragmatik tersebut adalah falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik. Sementara itu, dalam kajian linguistik sendiri masih terdapat berbagai disiplin ilmu yang merupakan penggabungan dari dua disiplin ilmu, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Pengkajian ilmu pragmatik dari berbagai disiplin ilmu tersebut didukung adanya konteks. Dengan demikian sumber kajian pragmatik dapat disederhanakan menjadi lima disiplin ilmu yang dikaji dengan adanya konteks, yaitu falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik.

2. Hakikat Konteks

Konteks merupakan hal yang penting dalam disiplin ilmu pragmatik. Hal ini disebabkan dalam pragmatik suatu ujaran atau tuturan ditafsirkan berdasarkan konteks yang melingkupinya. Cummings (2007: 5) menyatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Konteks digunakan untuk memahami suatu ujaran bahkan wacana dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal. Malinowski (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 8) membedakan konteks menjadi dua, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Menurutnya, kedua konteks tersebut diperlukan untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya.

Sumarlam, dkk. (2008: 47) menyatakan bahwa konteks bahasa atau ko- teks disebut dengan istilah konteks internal wacana atau konteks internal,

commit to user

konteks budaya disebut dengan konteks eksternal wacana atau konteks eksternal. Pendapat lain diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 134) yang menyatakan bahwa konteks (context) adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran tertentu dan (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Dengan demikian, konteks tidak hanya mencakup unsur fisik, tetapi juga unsur-unsur yang lain seperti situasi, jarak, tempat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ujaran yang dituturkan oleh penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Preston (dalam Supardo; 1988: 46) bahwa konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya.

Selanjutnya, Cummings (2010: 37) menyatakan bahwa konteks merupakan konsep yang luas yang melibatkan unsur fisik, linguistik, epistemis, dan sosial. Konteks fisik seperti hari dan waktu bertutur, keberadaan orang lain, dan latar fisik tempat dilakukannya suatu percakapan. Konteks linguistik merupakan tuturan yang dituturkan oleh penutur dan lawan tutur ketika melakukan percakapan. Konteks epistemik merupakan pengetahuan latar belakang bersama dan keyakinan antara penutur dan pendengar dalam suatu percakapan. Konteks sosial merupakan derajat atau tingkat sosial antara penutur dan pendengar. Pendapat lain mengenai unsur-unsur konteks dikemukakan oleh Firth (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 11) bahwa unsur-unsur konteks terdiri atas pelibat (partisipan) dalam peristiwa berbahasa, tindakan pelibat, baik verbal maupun nonverbal, ciri-ciri situasi lainnya seperti benda-benda dan kejadian- kejadian di sekitar ketika peristiwa berbahasa berlangsung, dan dampak tutur. Pendapat Firth ini kemudian berkembang menjadi teori-teori yang lain dan salah satu yang terkenal adalah pendapat Dell Hymes (dalam Halliday dan Hasan; 1992:

11 – 12) yang mengemukakan bahwa untuk memerikan konteks harus diketahui bentuk dan isi pesan, perangkat lingkungan khas seperti waktu dan tempat, pelibat, maksud dan dampak komunikasi, kunci atau petunjuk, perantara, genre, dan norma interaksi.

commit to user

seluruh aspek yang melingkupi suatu ujaran atau wacana. Konteks dibedakan menjadi konteks internal yaitu konteks bahasa dan konteks eksternal yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks mencakup unsur fisik, linguistik, epistemik, dan sosial.

3. Hakikat Deiksis

a. Definisi Deiksis

Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Istilah deiktikos sebelumnya digunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang disebut kata ganti demonstratif. Selain itu, tatabahasawan Roman menggunakan kata Latin demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Purwo; 1984: 2).

Menurut Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi sistem pembicaraan. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Parera (1993: 30) yang mengemukakan bahwa deiksis adalah kata/frase yang menghubungkan langsung sebuah ujaran kepada sebuah tempat, waktu, atau orang/persona. Dengan demikian, kata yang bersifat deiksis referennya berbeda-beda dan berganti-ganti sesuai dengan penutur, waktu, tempat, dan sistem pembicaraan ketika sebuah ujaran berlangsung.

Selain pendapat tersebut, Purwo (1984: 1) juga mengemukakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sesuai dengan pendapat tersebut, jika salah satu segi makna dari kata atau kalimat karena adanya perubahan situasi, kata atau kalimat tersebut mempunyai makna deiksis. Pernyataan ini didukung dengan pendapat Nababan (1987: 40) yang menyamakan istilah rujukan atau referensi dengan deiksis. Menurutnya deiksis adalah kata atau frase yang menunjuk kepada kata, frase, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan.

commit to user

semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Senada dengan pendapat tersebut, Sarwiji, dkk. (1996: 25) menyatakan bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Jadi, suatu kata atau kalimat mempunyai makna deiksis jika salah satu kata atau segi makna kata atau kalimat berganti karena adanya perubahan konteks atau sistem pembicaraan.

Deiksis berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Hal ini sesuai dengan definisi deiksis yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 45). Menurutnya deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakziman, dan sebagainya mempunyai fungsi deiktis. Dengan demikian, deiksis acuannya merupakan hal-hal di luar bahasa, seperti persona, waktu, dan tempat berlangsungnya suatu tuturan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau berganti- ganti sesuai dengan penuturnya ketika mengutarakan suatu ujaran dan dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung.

b. Macam-macam Deiksis

Bambang Kaswanti Purwo dalam penelitian yang dilakukannya membagi deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang, sedangkan deiksis dalam-tuturan meliputi anafora dan katafora. Sementara itu, Nababan (1987: 40) membagi deiksis menjadi lima macam, yaitu (1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial.

commit to user

Deiksis persona atau person deixis mengungkapkan acuan atau referen dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Kata ganti orang tersebut digunakan untuk mengungkapkan peran persona atau seseorang dalam suatu sistem pembicaraan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Levinson (1983: 68) berikut.

“Although person deixis is reflected directly in the grammatical categories of person, it may be argued that we need to develop an independent pragmatic framework of possible participant roles, so that we can then see how, and to what extent, these roles are grammaticalized in different languages”.

Lyons (dalam Sarwiji, dkk.; 1996: 27) mengungkapkan bahwa referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peran yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Artinya jika seseorang sedang berbicara, ia berperan sebagai persona pertama. Jika orang tersebut sebagai pendengar, ia berganti peran sebagai persona kedua. Terakhir, orang yang tidak hadir pada tempat terjadinya pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan atau hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat pembicaraan disebut persona ketiga.

Dalam bahasa Indonesia dikenal pembagian kata persona menjadi tiga, yaitu kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, di antara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang) (Purwo; 1984: 21 – 22).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis persona adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau kalimat dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan kata ganti persona. Kata ganti persona yang digunakan sebagai acuan terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga.

commit to user

Deiksis tempat (place deixis) terkonsentrasi pada lokasi terjadinya suatu tindak ujaran. Nababan (1987: 41) menyatakan bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Pendapat lain dikemukakan oleh Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut menempatkan objek atau orang pada tempat yang panjang atau luas khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan penutur.

Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Selain itu, leksem ruang tidak ada yang berupa nomina. Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat adalah pengungkapan lokasi terjadinya suatu tindak ujaran dengan menggunakan leksem ruang. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Untuk menentukan leksem ruang termasuk deiktis atau tidak harus dilihat lokasi pemeran dalam suatu tindak ujaran. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

3). Deiksis Waktu

Deiksis waktu (time deixis) berkonsentrasi pada leksem waktu ketika suatu ungkapan dibuat. Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (peristiwa berbahasa), seperti sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Senada dengan pendapat tersebut, Cahyono (1995: 218) mengungkapkan bahwa deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis waktu diungkapkan dalam

bentuk “kala” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan tense.

commit to user

bahasa. Lyons (dalam Purwo; 1984: 58) memberikan contoh bahwa dalam bahasa Inggris hampir setiap preposisi atau partikel yang bersifat lokatif juga bersifat temporal. Preposisi for, since, dan till dalam bahasa Inggris lebih bersifat temporal daripada lokatif.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan waktu ketika suatu tuturan atau ujaran berlangsung. Pengungkapan deiksis waktu dapat dilakukan dengan kata sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya.

4). Deiksis Wacana

Deiksis wacana atau discourse deixis merupakan rujukan pada bagian- bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana merupakan pengungkapan kembali bagian suatu wacana dengan ungkapan tertentu. Pengungkapan tersebut tidak hanya bagian suatu wacana saja, tetapi juga ungkapan tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahman (2006) bahwa deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu sendiri).

Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian (Cahyono; 1995: 218). Pendapat lain tentang anafora dan katafora dikemukakan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Menurutnya, anafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kirinya. Katafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya (Purwo; 1984: 104).

Dengan demikian, deiksis wacana adalah pengungkapan bagian yang telah atau akan dituturkan dalam sebuah tuturan atau ujaran. Pengungkapan bagian yang telah dituturkan disebut anafora, sedangkan pengungkapan bagian yang akan dituturkan disebut katafora.

commit to user

Deiksis sosial atau social deixis merupakan bagian kalimat yang merefleksikan realita sosial dalam tindak bahasa. Fillmore (dalam Levinson; 1983: 89) mengungkapkan social deixis concerns that aspect of sentences which reflect or establish or are determined by certain realities of the social situation in which the speech act occurs . Deiksis sosial menunjuk perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara penutur dan lawan tutur serta partisipan terutama pada aspek-aspek sosial di antara mereka ketika suatu tuturan sedang berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan Nababan (1987: 42) bahwa deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar/alamat dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain.

Rahmawan (2010) mengungkapkan bahwa deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembaca dan pendengar. Deiksis sosial digunakan menyesuaikan dengan tingkat sosial penutur karena deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Abdurrahman (2006) yang menyatakan bahwa deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Realitas sosial yang ada antara penutur dan mitra tutur serta partisipan tidak selalu setara. Hal ini disebabkan dalam masyarakat setiap anggotanya berkomunikasi satu sama lain, baik dengan yang memiliki tingkat sosial yang sejajar maupun dengan yang berbeda tingkat sosialnya, seperti mahasiswa dengan dosen.

Dokumen yang terkait

Neti, Marzuki, Martono Program Studi Magister pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : Elisabeth_Tarigasgmail.com Abstract - STRATEGI PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN, KER

0 0 11

PENGGUNAAN DEIKSIS PRONOMINA, TEMPAT, DAN WAKTU PADA NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI Atika Maisuri, Patriantoro, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: syankkkthiekaco.id Abstract - PENGGUNAAN

0 1 10

Askatriyani, Y. Gatot Sutapa, Aloysius Mering Program Studi Magister Teknologi Pendidikan FKIP Untan Pontianak Email : askatriyanigmail.com Abstract - PEMANFAATAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK PEROLEHAN BELAJAR NARRATIVE TEKS SISWA SM

0 0 11

Vera Estika, Siti Halidjah, Sugiyono Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak Email :veraestika96gmail.com Abstract - PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR BERSERI DI KELAS III SEKOLAH DASAR

0 0 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PEMANFAATAN MEDIA KARTU BERGAMBAR PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN Rupina Banang, Muhammad Syukri, Marmawi R Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, FKIP Untan Pontianak Email:rupinabananggmail.com Abstract - PENIN

0 0 12

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA RANAH KELUARGA MUDA DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR (Suatu Kajian Pragmatik)

0 0 151

Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)

0 0 245

Iklim Komunikasi Organisasi, Reward Dan Kinerja Karyawan Di PT. PLN (Persero) Area Surakarta

0 1 163

Implementasi Supervisi Akademik Kepala Sekolah Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Kebakkramat

2 3 109

PROSES KREATIF DINDA NATASYA DALAM DIALOG CINTA OASE SAMUDRA BIRU: Sebuah Pendekatan Ekspresif

0 1 109