Lapis Arti
2. Lapis Arti
Lapis arti dalam sebuah karya sastra dibangun melalui arti kata, gabungan kata dan susunan kalimat. Dan untuk mempertajam arti seringkali digunakan gaya bahasa. Lapis arti diperkuat oleh padan kata,
commit to user
penambahan dan pengurangan unsur kalimat, serta pepindhan „perumpamaan‟. Tanda yang dianalisis adalah tanda yang bersifat istimewa, atau tanda yang mendukung keutuhan makna teks karya sastra dan sekaligus harus diinterprestasi untuk dapat ditangkap maknanya.
a. Padan kata
Padan kata adalah dua kata atau lebih yang mewakili konsep yang sama. Pengarang mempergunakan padan kata untuk mengungkapkan arti yang sama. Dalam SPJ ini beberapa padan kata yang sering ditemui, yaitu seperti :
Nyonyah pada ( MG Pupuh 1 bait 2 baris 2 ) divariasikan dengan kata prawan pada ( MG Pupuh 1 bait 8 baris 2 ), nini pada ( MG Pupuh 1 bait 8 baris 4 ), kenya pada ( MG Pupuh 1 bait 8 baris 5 ), wadon pada ( MG Pupuh 1 bait 8 baris 5 ), putri pada ( DT Pupuh 1 bait 2 baris 2 ), estri pada ( DT Pupuh 1 bait
4 baris 2 ), nimas pada ( DT pupuh 4 bait 47 baris 3 ), biyung pada ( KD Pupuh 2 bait 19 baris 2 ), wanodya pada ( KD Pupuh
4 bait 30 baris 5 ), wanita pada ( KN Pupuh 1 bait 3 baris 3 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang sama yaitu wanita atau perempuan.
Sang Hyang Harka pada ( MG Pupuh 1 bait 10 baris 3 ) divariasikan pada kata Hyang Widhi pada ( DT Pupuh 1 bait 3 baris 6 ), Sang Hyang Jagad Guru pada ( DT Pupuh 2 bait 16
commit to user
baris 3 ), Hyang Suksma pada ( KD Pupuh 1 bait 6 baris 3 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang sama yaitu Tuhan.
Sujalma pada ( MG Pupuh 2 bait 12 baris 4 ) divariasikan pada kata wong pada ( DT Pupuh 2 bait 14 baris 2 ), manungsa pada ( DT Pupuh 3 bait 28 baris 1 ), jalma pada ( KD Pupuh 1 bait 13 baris 2 ), sujalmi pada ( KN Pupuh 2 bait 27 baris 2 ), jalmi pada ( KN Pupuh 3 bait 35 baris 8 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang sama yaitu manusia.
Jalu pada ( DT Pupuh 1 bait 4 baris 2 ) divariasikan pada kata kaki pada ( DT Pupuh 1 bait 6 baris 1 ), bapa pada ( KD Pupuh 2 bait 19 baris 2 ), Priya pada ( KN Pupuh 1 bait 3 baris
4) , kakung pada ( Pupuh 2 bait 19 baris 4 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang sama yaitu laki-laki.
b. Tembung Garba
Tembung garba adalah gabungan dua kata, kata pertama berakhir vokal terbuka dan kata kedua berawal dengan vokal sehingga menimbulkan bunyi baru atau sandi (Antusuhana, 1953: 45). Fungsi kata tersebut untuk menentukan ketetapan jumlah guru wilangan pada setiap lariknya sesuai metrum yang digunakan. Beberapa tembung garba yang dijumpai dalam SPJ antara lain: MG Pupuh 1 bait 10 baris 5 murcèng
murca + ing murca ( hilang )
commit to user
DT Pupuh 1 bait 3 baris 4 wasesèng
wasesa + ing wasesa (kekuasaan)
DT Pupuh 1 bait 6 baris 4 waluyèng
waluya + ing waluya ( dikembalikan)
DT Pupuh 1 bait 7 baris 1 sawalèng
sawala + ing sawala (dilawan)
DT Pupuh 4 bait 46 baris 6 anèng
ana + ing ing (di)
KD Pupuh 5 bait 34 baris 5 marganèng
margana + ing margana (panah )
c. Tembung Wancah
Tembung wancah adalah kata yang disingkat. Dalam SPJ penyingkatan kata dilakukan dengan cara menghilangkan satu suku kata di depan, penghilangan satu suku kata terakhir, dengan penghapusan bunyi vokal pada satu suku kata tertentu.
1. Penghilangan satu suku kata di depan, misalnya dijumpai kata- kata :
commit to user
MG Pupuh 1 bait 4 baris 4 kèh
akèh (banyak)
MG Pupuh 1 bait 9 baris 3 tan
datan (tidak)
MG Pupuh 2 bait 13 baris 3 wus
uwis (sudah)
DT Pupuh 1 bait 5 baris 6 wèh
wèwèh (memberi)
DT Pupuh 1 bait 7 baris 1 Ywa
aywa (jangan)
DT Pupuh 1 bait 10 baris 6 Kang
ingkang (yang)
DT Pupuh 2 bait 14 baris 2 Wong
uwong (orang)
DT Pupuh 2 bait 18 baris 4 Gih
inggih (iya)
DT Pupuh 4 bait 38 baris 2 Dadya
dadiya (jadilah)
DT Pupuh 4 bait 40 baris 1 Nagri
nagari (negara)
KD Pupuh 1 bait 8 baris 9 Pan
papan (tempat)
KD pupuh 1 bait 13 baris 4 Mrih
amrih (supaya)
commit to user
KD Pupuh 3 bait 23 baris 6 Budya
budaya (budaya)
KN Pupuh 3 bait 33 baris 3 Pama
umpama (seumpama)
KN Pupuh 3 bait 33 baris 4 Pun
sampun (sudah)
KN Pupuh 5 bait 41 baris 7 gung
agung (belum)
2. Penghilangan bunyi vokal pada suku kata awal, antara lain :
MG Pupuh 1 bait 4 baris 4
Slingkuh
selingkuh (selingkuh)
MG Pupuh 1 bait 9 baris 2
Pra
para (banyak/majemuk)
DT Pupuh 1 bait 16 baris 6
Jrih
ajrih (takut)
DM Pupuh 4 bait 40 baris 1
Nagri
nagari (negara)
KN Pupuh bait 5 baris 3
Swarga
suwarga (surga)
commit to user
KN Pupuh 1 bait 7 baris 3
Kwagang
kuwagang (masih sehat)
KN Pupuh 2 bait 14 baris 8
Nywara
nyuwara (bersuara)
KN Pupuh 4 bait 43 baris 4
Trang
terang (terang)
d. Pepindhan
Pepindhan adalah gaya bahasa perbandingan atau persamaan, yang berfungsi untuk mempertimbangkan arti atau penggambaran. Dalam SPJ ini pengarang yakni Ki Gedhe Mudya Sutawijaya menggunakan pepindhan ditandai dengan kata lir dan kadya. Kalimat yang menunjukkan gaya bahasa tersebut dapat dilihat pada : DT Pupuh 4 bait 37 baris 6 : Lir wudun macothota ( seperti bisul yang akan meletus ) DT Pupuh 4 bait 48 baris 3 : Lir lindhu jroning uripe ( seperti ada godaan/gonjangan di dalam hidupnya ) KD Pupuh 1 bait 1 baris 3 : Lir sasoka kawadaka ( seperti ketahuan kejelekanya/aib )
commit to user
KD Pupuh 1 bait 1 baris 5 : Kadi angganing putri ( seperti mendapat seorang putri ) KD pupuh 1 bait 7 baris 5 : Lir wus tanpa budi ( seperti sudah tidak memakai budi ) KD pupuh 1 bait 8 baris 5 : Lir pakaryan iki ( seperti pekerjaan ini ) KD Pupuh 1 bait 11 baris 3 : Lir madu ingisep kombang ( seperti madu yang dihisap oleh kumbang ) KN Pupuh 1 bait 1 baris 1 : Lir pupur pinrih rinembug ( seperti bedak yang dipoles dan dipopok) KN Pupuh 1 bait 4 baris 1 : Lir wiku laku kas luru ( seperti pandita tapa yang bergerak/mencari sesuatu dilakukan dengan sunguh-sunguh ) KN Pupuh 2 bait 21 baris 1 : Sumbarira lir mêcahna bêling ( sombongnya seperti memecahkan kaca) KN Pupuh 3 bait 35 baris 5 : Lir mangkene kaki ( seperti inilah nak )
e. Citra Pendengaran
Citra dengaran adalah suatu tanda yang dapat memberi gambaran angan pada indra pendengaran (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:82). Manfaat dari citra pendengaran ini bagi pembaca atau
commit to user
spendengar yaitu untuk menangkap situasi dan makna yang muncul pada indra pendengaran dari suatu teks. Kalimat Pitik kate kaluruk , angluruki merak kang neng dhuwur pada MG Pupuh 1 bait 1 baris 1 & 2. Misalnya mampu memberi citra dengaran suara gaduh ayam berkokok yang bersaut-sautan biasanya pada dini hari menandakan akan datangnya pagi hari.
f. Citra Lihat atau Penglihatan
Citra penglihatan adalah suatu tanda yang dapat memberi kesan atau gambaran angan pada indera penglihatan (Rachmat Djoko Pradopo: 2007:81). MG Pupuh 2 bait 11 baris 1-2 : Pari lêmu tinumpuk gêdhe sagunung / gula kêkarungan . . . . . . . . . . yang memberi citra liatan bahwa sanya terdapat padi yang berkualitas di tumpuk-tumpuk banyak di susun meninggi dan terdapat gula yang berkarung-karung. KN Pupuh 3 bait 26 baris 1 –10 : Nadyan tuwa nanging maksih brahi / datan kèri lawan lara kênya / gêlang kalung suwêng ngrèntèng / pupura ing jangkêrut / bèngès lambe amingir-mingir / klambi sutra nerawang / wèh cingak kang dulu / nadyan tuwa wêgig sastra / sandal jinjit minyik-minyik laku kucing / bawane nini Sala, yang memberi citra liatan bahwasanya ada seorang nenek-nenek tuwa yang masih bertingkah seperti para gadis, berpenampilan seperti gadis masa kini, memakai bedak yang
commit to user
sangat tebal lisptik yang warnaya merona serta memakai pakain yang sangat tipis sehingga lekuk tubuh menjadi kelihatan dan memakai sendal hak tinggi dengan gaya berjalan yang dibuat-buat.
g. Alegori
Alegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:71). Suatu kiasan bila disusun dengan baik bias memberi keterangan yang lebih terhadap suatu teks juga membantu pembaca atau pendengar dalam menghayati peristiwa yang diungkapkan oleh teks.
DT Pupuh 2 bait 19 mengandung alegori pada penggambaran segala bentuk tentang situasi pada masa itu ketika pengarang menulis naskah SPJ tersebut, pada teks terdapat dimana kemiskinan sangat menyiksa kaum lemah dan kekuasaan ada pada tangan kaum kapitalis, yang kaya betambah kaya sedangkan yang miskin semakin miskin.
Kutipan :
ati rusak raga lara/ gombal nyranthil sêdhih satêngah urip / wasesa libêralipun / enak kang sugih arta / kula dika sangsarane luwih muput / kapêpêt boga lan arta / kapitalis laku juti //
commit to user
Terjemahan :
Hati merana raga sakit. Kemiskinan yang sangat menyiksa, itulah kekuasaan liberalis, senang bagi yang berlimpah harta, kita benar-benar sengsara, terbentur pangan dan uang kapitalis bertindak seenaknya.
h. Tahun Pembuatan
Pembuatan pada naskah SPJ dituliskan dengan tanggal, bulan dan tahun. Di dalam SPJ terdapat 4 pokok bahasan yang di setiap pokok bahasanya terdapat tahun pembuatan. Pokok bahasan pertama Mari Gandrung, 3 Maret 1918. Pokok bahasan kedua Dhemokrasi Tinuntun 2 Januari 1958. Pokok bahasan ketiga Kala Dustha 22-1-1958. Pokok bahasan keempat Kala Nistha 29 Januari 1958.
i. Kata Ganti Petunjuk
Kata ganti petunjuk adalah kata yang menggantikan dari kata atau maksud tertentu tanpa mengurangi makna atau maksud dari kata-kata tersebut.
DT Pupuh 2 bait 20 baris 2 terdapat kata ganti ( è ) yang mlekat pada kata wasesane „kekuasaan (-nya)‟ yang berekwivalen dengan orang-orang pada waktu itu kaum penguasa yang menyalahgunakan kekuasan dan membuat hidup
commit to user
susah. Selain itu pada Pupuh 2 bait 20 baris 7 terdapat kata kawasane „penguasa (-nya)‟ yang mempunyai maksud sama dengan wasesane