Zaman Dustha dan Zaman Nistha dalam Sekar Pralambang Jaman (Analisis Sosiologi Sastra)

SEKAR PRALAMBANG JAMAN (Analisis Sosiologi Sastra) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh: SUSI SETIANINGSIH

C0108082

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

PERNYATAAN

Nama

: SUSI SETIANINGSIH

NIM

: C0108082

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Zaman Dustha dan

Zaman Nistha Dalam Sekar Pralambang Jaman (Analisis Sosiologi Sastra)

adalah benar-benar karya sendiri bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juli 2012 Yang membuat pernyataan,

Susi Setianingsih

commit to user

MOTTO

Amenangi zaman édan Éwuhaya ing pambudi Mélu ngédan nora tahan Yén tan mélu anglakoni Boya kéduman mélik Kaliren wekasanipun Ndilalah kersa Allah Begja-begjanè kang lali Luwih begja kang éling lawan waspada .

Menyaksikan zaman gila Serba susah dalam bertindak Ikut gila tidak akan tahan Tapi kalau tidak mengikuti (gila) Bagaimana akan mendapatkan bagian Kelaparan pada akhirnya Namun telah menjadi kehendak Allah Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa Lebih beruntung orang yang tetap ingat dan waspada

( Ronggowarsito)

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda syukur dan terima kasih kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta yang dengan tulus ikhlas memberikan kasih sayang dan cintanya serta selalu berdoa untuk keberhasilan dan kesuksessanku.

2. Mas Pur, Mas Dwi dan Mbak Fitri, kakak-

kakak yang aku sayangi

3. Almamater yang membuat bangga penulis karena telah menuntut ilmu di dalamnya, khususnya Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur ke hadirat Allah SWT, Sang Maha Segalanya, Maha

Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan nikmat yang tak pernah berujung kepada penulis sehingga sebuah karya berjudul Zaman Dustha dan Zaman Nistha Dalam Sekar Pralambang Jaman (Analisis Sosiologi Sastra) dapat penulis selesaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesukaran. Namun berkat bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya. Sehingga dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.d. selaku dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang banyak memberi dorongan, nasihat serta saran kepada penulis.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum. selaku sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberi semangat untuk mempercepat penulisan skripsi.

commit to user

4. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

5. Dra. Sundari, M.Hum selaku Pembimbing pertama yang telah berkenan mencurahkan perhatiannya, arahan dan bimbingan serta memberikan motivasi demi terselesainya skripsi ini.

6. Siti Muslifah, SS, M.Hum selaku Pembimbing kedua yang telah berkenan mencurahkan perhatiannya, arahan dan bimbingan serta memberikan semangat demi terselesainya skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna.

8. Seluruh staf serta karyawan perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis.

9. Muhammad Choliq Wibisono yang telah memberikan motivasi, dorongan, semangat dan mencurahkan perhatianya demi terselesainya skripsi ini.

10. Wiwik Hatoliya Syariatul Hidayah Alumni Sastra Daerah 2005 yang telah berkenan memberikan izin skripsinya kajian filologi untuk saya kaji dari sudut pandang Sastra.

11. Mbak Iffa dan maz Dwi Sugeng Riyadi yang telah memberikan bantuan informasi serta semua narasumber yang telah berkenan dan sudi untuk meluangkan waktunya demi kelancaran dan selesainya skripsi ini.

commit to user

12. Teman-teman seperjuangan Lia, Putri, Arti, Arum, Via, Aning, Asti, Dina, Tulus, Adit, Faat, Ian, Anung, Vindi dan semua mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Angkatan 2008, mari kita bersama-sama menggapai impian kita dengan penuh semangat dan kerja keras.

13. Seluruh Sedulur KT WISWAKARMAN yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Sepisan sedulur selawase sedulur

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala bantuan dan kebaikan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa sesungguhnya kepahaman manusia ada

batasnya, sehingga skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun penulis terima dengan terbuka. Penulis berharap, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

e. Citra Pendengaran.......................................................

f. Citra Lihat atau Penglihatan........................................

g. Alegori........................................................................

h. Tahun Pembuatan........................................................

i. Kata Ganti Petunjuk....................................................

3. Lapis Objek, Latar dan Pelaku...........................................

a. Objek..........................................................................

b. Latar............................................................................

c. Pelaku.........................................................................

4. Lapis Dunia........................................................................

5. Lapis Metafisis...................................................................

B. Analisis Sosiologi Sastra...........................................................

C. Tanggapan Masyarakat tentang cara mengatasi agar kita tidak terjerumus di dalam zaman nista dan zaman dusta dalam SPJ

BAB V PENUTUP…………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………..

B. Saran…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. LAMPIRAN………………………………………………………………...

57

58

59

60

60

61

61

63

65

68

69

69 103 103 109 109 110 111 115

commit to user

DAFTAR SINGKATAN

KT

: Kelompok Kerja Teater Tradisional

SPJ

: Sekar Pralambang Jaman

MG

: Mari Gandrung

DT

: Demokrasi Tinuntun

KD

: Kala Dusta

KN

: Kala Nista

Hal

: Halaman

B : Bait

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Transliterasi dari Sekar Pralambang Jaman

Lampiran II. Daftar pertanyaan dan Data Informan serta Surat Pernyataan

Lampiran III. Hasil wawancara

commit to user

ABSTRAK

Susi Setianingsih, C0108082. Zaman Dustha dan Zaman Nistha dalam Sekar Pralambang Jaman (Analisis Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana struktur Sekar Pralambang Jaman yang berbentuk tembang yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis ? (2) Apakah zaman dustha dan zaman nistha dalam Sekar Pralambang Jaman sesuai dengan gejala sosial zaman kini/saat ini ? (3) Bagaimanakah tanggapan masyarakat tentang cara mengatasi agar kita tidak terjerumus atau terbawa arus ke dalam zaman dustha dan zaman nistha seperti dalam Sekar Pralambang Jaman ?

Tujuan Penelitian adalah mendeskripsikan struktur tembang dalam Sekar Pralambang Jaman yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis. Mendeskripsikan zaman dustha dan zaman nistha dalam Sekar Pralambang Jaman dengan gejala sosial zaman kini/saat ini. Mendeskripsikan tanggapan masyarakat mengenai cara-cara mengatasi agar kita tidak terjerumus atau terbawa arus ke dalam zaman dusta dan zaman nista seperti dalam Sekar Pralambang Jaman.

Landasan teori yang digunakan yaitu mengunakan teori pendekatan struktural dan pengertian sosiologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sastra dengan bentuk metode kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berupa teks Sekar Pralambang Jaman yang sudah dianalisis secara filologi oleh Wiwik Hatoliya Syariatul Hidayah mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2005 dengan judul Sekar Pralambang Jaman sebuah Tinjauan Filologis. Data yang digunakan yaitu unsur-unsur struktur karya sastra berupa lapis bunyi, lapis arti, dan lapis yang berupa objek-objek, latar dan pelaku, lapis dunia dan lapis metafisis serta tanda-tanda kerusakan zaman dalam Sekar Pralambang Jaman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara struktural Sekar Pralambang Jaman disusun dengan memadukan banyak sarana sastra. Pada Lapis bunyi memanfaatkan sarana asonansi, aliterasi. Lapis arti memanfaatkan padan kata, tembung garba, tembung wancah, pepindhan, citra pendengaran, citra penglihatan, allegori. Lapis objek, latar dan pelaku. Lapis dunia dan Lapis metafisis. Sosiologi sastra dalam penelitian ini memanfaatkan tanda-tanda kerusakan zaman dalam Sekar Pralambang Jaman, yaitu zaman dustha dan zaman nistha dibandingkan dengan keadaan sosial zaman kini atau saat ini dan hasilnya kedua zaman tersebut masih sangat relevan dengan kehidupan sekarang ini, dapat dikatakan zaman sekarang ini termasuk zaman dustha dan zaman nistha seperti dalam Sekar Pralambang Jaman. Cara-cara mengatasi agar kita hidup di dunia ini tidak mudah terseret di dalam kedua zaman tersebut dengan cara mengendalikan hawa nafsu, jujur dalam setiap perkataan dan tindakan, sabar, memperkuat agama dan mental, bergaul dengan orang yang baik, eling lan waspada.

commit to user

SARI PATHI

Susi Setianingsih. C0108082. 2012. Zaman Dustha dan Zaman Nistha dalam Sekar Pralambang Jaman (Analisis Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipunrêmbag wontên ing panalitèn inggih punika, (1) Kadospundi gêgambaran kaendahan-kaendahan panulisan ingkang ambangun Sekar Pralambang Jaman ingkang nyakup lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, latar lan pelaku, lapis dunia, lapis metafisis? (2) Menapa zaman dustha lan zaman nistha ingkang wontên salêbêting Sekar Pralambang Jaman saget jumbuh kaliyan tandha-tandha sosial zaman sakmenika? (3) Kadospundi miturut masyarakat cara- cara mantasi supados mboten gampil katut ing zaman dustha lan zaman nistha ingkang wontên salêbêting Sekar Pralambang Jaman ?

Ancasing panalitèn inggih punika ngandharakên kadospundi gêgambaran kaendahan-kaendahan panulisan ingkang ambangun Serat Sekar Pralambang Jaman ingkang nyakup lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, latar lan pelaku, lapis dunia, lapis metafisis. Ngandharakên zaman dustha lan zaman nistha wontên salêbêting Sekar Pralambang Jaman kaliyan tandha-tandha sosial zaman sakniki. Ngandharakên miturutipun masyarakat cara-cara ngatasi supados mboten gampil katut ing zaman dusta lan zaman nista ingkang wontên salêbêting Sekar Pralambang Jaman.

Landasan teori ingkang dipunginakaken inggih punika pendekatan struktural lan pengertian sosiologi sastra. Metode ingkang dipunginakakên ing panalitèn inggih mênika panalitèn sastra ingkang awujud metode kualitatif. Sumber data ing panalitèn menika Sekar Pralambang Jaman ingkang sampun dipunanalisis filologi dening Wiwik Hatoliya Syariatul Hidayah mahasiswa Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta angkatan taun 2005 kanthi judul Sekar Pralambang Jaman sebuah Tinjauan Filologis. Data ingkang dipungginakaken inggih punika gêgambaran kaendahan-kaendahan karya sastra arupa lapis suara, lapis arti, lan lapis ingkang arupa objek-objek, panggenan lan lakon, lapis dunia lan lapis metafisis ugi tandha-tandha rusaking zaman ingkang wontên salêbêting teks.

Asiling panalitèn nedahaken mênawi damêl gêgambaran kaendahan- kaendahan panulisan Sekar Pralambang Jaman dipunsusun kalihan kathah sarana sastra. Ing Lapis bunyi ngginakaken sarana asonansi, aliterasi. Lapis arti ngginakaken tembung saroja, tembung garba, tembung wancah, pepindhan, citra pendengaran, citra penglihatan, allegori. Lapis ingkang arupa objek-objek, panggenan lan lakon. Lapis dunia lan lapis metafisis. Sosiologi sastra wontên ing panalitèn ngginakaken tandha-tandha rusaking zaman wontên ing salêbêting Sekar Pralambang Jaman, inggih menika zaman dustha lan zaman nistha dipunjumbuhaken kalihan kahanan sosial zaman sakmenika. Asiling zaman dustha lan zaman nistha kasebut taksih sanget jumbuh kaliyan zaman sakmenika utawi kasebut zaman sakmenika menika zaman edan kados ingkang wontên salêbêting teks. Cara-caranipun mantasi supados mboten gampil katut ing zaman kasebut inggih menika, Jujur tuturan lan tindakan, sabar, nguataken agama lan mental, nggarumbyung kaliyan tiyang sae, eling lan waspada.

commit to user

ABSTRACT

Susi Setianingsih, C0108082. Dustha and Nistha Ages in Sekar Pralambang Zaman (A Literary Sociological Analysis). Thesis: Local Letters Department of Faculty of Letters and Fine Arts of Surakarta Sebelas Maret University.

The problems of research are (1) How is the structure of Sekar Pralambang Jaman in the form of song including sound (phoneme) layer, meaning layer, object layer, world layer and metaphysic layer? Has dustha and nistha ages in Sekar Pralambang Jaman been consistent with the social symptoms of the present? (3) What the people’s respond to the way we prevent us from being entrapped or drifted into dusta and nista ages like in Sekar Pralambang Jaman.

The purpose of this study are to describe the structure of tembang in Sekar Pralambang Jaman covering the level of sound level meaning level of object, layers of world and layers of metaphysics. To compare between the “dark age” in Sekar Pralambang Jaman to the recent sosial symptom to describe the reaction of the society about how to prevent the “dark age” such as in the Sekar Pralambang Jaman.

The theoretical foundation used was structural approach theory and literary sociology definition.

The method used in this research was literary study in the form of qualitative method. The data source of research was the text of Sekar Pralambang Jaman that had been analyzed philologically by Wiwik Hatoliya Syariatul Hidayah, the 2005 generation student of Faculty of Letters and Fine Arts of Surakarta entitled Sekar Pralambang Jaman Sebuah Tinjauan Filologis. The data used was the elements of literary work structure in the form of phoneme layer, meaning layer, and layers constituting object, setting, and actor, world layer, and metaphysic layer as well as the signs of age destruction in Sekar Pralambang Jaman.

The result of research showed that structurally, Sekar Pralambang Jaman is organized by combining many letter vehicles. The sound (phoneme) layer utilized assonance and alliteration. Meaning layer used synonym, tembung garba, tembung wancah, pepindhan, auditory image, visual image, allegory. Object, setting, and actor layers. The world layer and metaphysic layer. Literary Sociology in this research utilized the signs of age destruction in Sekar Pralambang Jaman: dustha and nistha ages were compared to the social condition in the present and the result was that both ages still were very relevant to the present life, it could be said that the present was included into dustha and nistha ages like in Sekar Pralambang Jaman. The ways of making our life in the world not drifted easily into both ages were to control passion, to be honest in every say and deed, patient, to reinforce religion and mental, to make friend with good persons, eling lan waspada (aware and alert).

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan, namun sering juga dituntut dari sastra agar mencerminkan kenyataan. Pendapat ini disebut penafsiran mimetik mengenai sastra (Luxemburg, 1984:15). Menurut Plato sastra hanyalah tiruan alam (alam ide, alam gagasan) sedangkan menurut Aristoteles sastra merupakan kegiatan utama manusia untuk menemukan dirinya disamping kegiatan lainya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat (Sulastin-Sutrisno, 1981:3). Ia juga berpendapat bahwa sastra itu melukiskan kenyataan, kenyataan yang dimaksud meliputi pemikiran, perasaan, dan perbuatan khas manusia. Kenyataan-kenyataan itu antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. (Sangidu,2004:40).

Karya sastra juga dapat dikatakan sebagai salah satu hasil uasaha untuk merekam isi jiwa sastrawan dengan media bahasa, sekaligus sebagai bentuk perwujudan dari respon pengarang terhadap berbagai fernomena kehidupan sekitarnya. Karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan dan peradaban yang telah menghasilkanya, ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak dirinya sendiri.

commit to user

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pengarang pada suatu kurun waktu tertentu pada umumnya langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat jaman itu (Luxemburg,1984:23). Sastra yang baik tidak hanya merekam kenyataan yang ada dalam masyarakat seperti sebuah tustel foto, tetapi merekam dan melukis kenyataan secara keseluruhan. Aspek terpenting dalam kenyataan yang perlu dilukiskan oleh pengarang yang dituangkannya dalam karya sastra adalah masalah kemajuan manusia. Karena itu pengarang melukiskan kenyataan dalam keseluruhanya tidak dapat mengabaikan begitu saja dengan masalah tersebut. Ia harus mengambil sikap dan melibatkan diri dalam masyarakat karena ia juga termasuk salah satu anggota masyarakat (Luxemburg,1984:24). Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya. Sastra berisi pengalaman-pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman subjektif seseorang (fakta individual atau libinal), dan pengalaman sekelompok masyarakat (fakta sosial) (Sangidu,2004:41).

Karya sastra dibagi menjadi dua yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis, karya-karya sastra tersebut merupakan warisan budaya yang didalamnya terkandung nilai-nilai ajaran tertentu yang pada saat ini kiranya masih perlu digali dan dikembangkan kembali. Salah satunya yang menjadi bagian dari karya sastra itu terwujud dalam bentuk naskah lama.

Naskah-naskah di nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukan oleh keanekaragam aspek kehidupan yang dikemukakan misalnya masalah sosial, ekonomi, agama, kebudayaan bahsa dan sastra. Naskah

commit to user

itu dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat di dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan. Pesan yang terbaca dalam teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup dan dengan bentuk kesenian yang lain. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran dan membentuk norma yang berlaku baik bagi orang sejaman maupun bagi generasi mendatang (Siti Baroroh Baried,1985:12-13).

Sekar Pralambang Jaman (selanjutnya disebut SPJ) adalah naskah tunggal koleksi pribadi Ibu Izza yang beralamat di Jln.Mayor Sunaryo No.32 Sukoharjo 57512. Naskah ini merupakan warisan dari ayahanda Ibu Izza yang bernama Ki Gede Mudya Sutawijaya yang beralamat di Getas Jaten Karanganyar Surakarta. Sekar yang berarti tembang/nyanyian/syair yang diberi lagu (untuk dinyanyikan) yang berdasarkan aturan guru lagu dan guru wilangan. Pralambang yang berarti sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal/mengandung maksud tertentu. Jaman yang berarti jangka waktu panjang/pendek yang menandai suatu/masa.

Naskah SPJ ini sudah diteliti oleh Wiwik Hatoliya Syariatul Hidayah Nim C0105003 pada tahun 2010 dengan tinjauan filologis. Di dalam penelitiannya Wiwik Hatoliya Syairatul Hidayah meneliti bagaimanakah suntingan teks naskah Sekar Pralambang Jaman yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologis serta bagaimana makna simbolis isi teks naskah SPJ. Kajian isi tersebut menerangkan makna simbolis dengan menyebutkan beberapa ajaran tentang gambaran bentuk-bentuk negara, lima pokok hukum yang dijadikan sebagai pedoman hidup serta gambaran kerusakan zaman yang ada dalam SPJ.

commit to user

Latar belakang dalam penelitian SPJ adalah sebagai berikut: Pertama bagaimana masyarakat luas dapat mengenal kesusastraan dan usaha untuk menggeluti secara keseluruhan karena merupakan warisan budaya bangsa yang mengandung nilai tinggi dan berhubungan dengan aturan tata cara kehidupan sehari-hari. Kedua melihat isi dari SPJ tentang kerusakan zaman tersebut sangat menarik untuk diangkat agar dapat memberikan informasi kepada masyarakat bagaimanakah tanda-tanda zaman yang ada di dalam SPJ. Ketiga yaitu naskah SPJ baru dikaji secara filologis, jadi untuk memudahkan penikmat dalam menelaah isi serta ajaran yang terdapat dalam SPJ tersebut perlu dikaji dari sudut pandang lain yaitu dengan menggunakan analisis sosiologi sastra agar dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan.

Isi dari naskah SPJ tersebut merupakan naskah berbentuk tembang macapat yang berisi 4 pokok bahasan yaitu Mari Gandrung selanjutnya disebut (MG) terdiri atas 2 pupuh yaitu pupuh Gambuh 10 bait dan pupuh Pocung 6 bait. Dhemokrasi Tinuntun selanjutnya disebut (DT) terdiri atas 5 pupuh yaitu pupuh Kinanthi 13 bait, pupuh Pangkur 10 bait, pupuh Sinom 12 bait, pupuh Dhandanggula 11 bait, dan pupuh Maskumambang 12 bait. Kala Dustha / zaman kedustaan yang selanjutnya disebut (KD) terdiri atas 4 pupuh yaitu pupuh Sinom

15 bait, pupuh Pangkur 9 bait, pupuh Megatruh 5 bait, dan pupuh Pangkur 5 bait. Kala Nistha / zaman nistha yang selanjutnya disebut (KN) terdiri atas 4 pupuh yaitu pupuh Kinanthi 12 bait, pupuh Dhandanggula 15 bait, pupuh Sinom 11 bait, dan pupuh Pangkur 7 bait.

commit to user

MG berisi tentang uraian kritis gambaran kerusakan jaman yang terjadi di dalam kehidupan manusia. DT berisi tentang sebuah bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan dipimpin oleh satu pimpinan berlandaskan hukum yag berlaku. KD berisi tentang gambaran keadaan masyarakat pada jaman kedustaan, yang penuh dengan kerusakan moral. KN berisi tentang gambaran keadaan masyarakat pada jaman kenistaan. Berikut adalah contoh konkrit dari teks SPJ.

Kutipan : jalma nguja drênging karsa / bapa biyung tumindak kang tan yogi / pêpasthèn mring turunipun / tuwuh dadi durjana / badhut lanyah apus krama kojah kêmpus / lah dawêg mângga sakarsa / mumpung taksih sami urip // ( kala dusta pupuh 2 bait 19 )

kala nistha wêrdinipun / jaman kepupu ing nisthip / nistha sakèhing sujalma /kalis budi kang lêlungit / ngalangut kêlut ing jaman /jalma tan bisa sumingkir // ( kala nista pupuh 1 bait 2 )

Terjemahan:

manusia senang mengumbar hawa nafsu, perbuatan orang tua yang tidak terpuji, diikuti oleh anak turunnya, akhirnya tumbuh menjadi penjahat, orang senang menipu dan mengumbar janji, jika ingin begitu puaskanlah, mumpung masih hidup.

commit to user

zaman nista namanya, zaman yang dikukup oleh kenistaan,nista banyaknya orang, tidak mempunyai apa-apa apalagi budi pekerti, hanya bisa terdiam dean ikut terserat zaman, manusia tidak bisa menghindari.

Menelisik isi dari naskah tersebut secara global berisi tentang keadaan zaman, dimana keadaan zaman yang sudah mulai rusak penuh dengan kedustaan dan kenistaan. Zaman akan selalu berjalan atau berganti sehingga mempengaruhi kehidupan manusia jadi hidup manusia itu akan berganti menurut zamannya. Dengan demikian tidak selalu zaman itu akan selamanya rusak, jika ada zaman yang rusak pastilah ada zaman yang baik seperti halnya pembagian zaman pada Serat Kalatidha dan dalam ajaran Hindu.

Dalam Serat Kalatidha terdapat peryataan tentang zaman edan jika tidak ikut ngedan (gila) hidupnya akan menjadi merana, akan tetapi jika ikut menjadi rendah budi pekertinya. Hal itu semua sudah menjadi kehendak yang Kuasa dan seharusnya harus selalu ingat dan waspada agar tidak ikut terseret dalam zaman edan tersebut. Menurut pandangan Ranggawarsita zaman edan tersebut akan diikuti oleh zaman keemasan yang terdapat dalam Serat Sabda Jati, yakni suatu zaman yang disebut Kalasuba. Datangnya masa keemasan yang ditandai oleh adanya pendeta selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa berikat pinggang dari tanah laksana orang gila berlari kesana-kemari dengan telunjuk mengitung semua orang. Masa itulah akan berakhirnya zaman edan berganti dengan zaman keemasan. Rakyat jelata dapat tertawa girang tiada kekurangan makanan dan pakaian, semua keinginan mereka tercapai (Wiwien Widyawati, 2009:241).

commit to user

Dalam Ajaran Hindu terdapat pembagian zaman dengan sebutan Catur Yuga adalah siklus atau perputaran zaman menurut Kitab Weda. Dimulai dari Zaman Keemasan atau Kerta Yuga, Zaman Perak atau Tirta Yuga, Zaman Perunggu atau Dwapara Yuga dan Zaman Besi atau Kali Yuga. Masing-masing zaman berputar sesuai siklus atau niskala. Kerta Yuga atau zaman keemasan adalah zaman ketika umat manusia berada dalam kemakmuran dan penuh kasih sayang. Laku manusia adalah tapa brata. Tirta Yuga atau zaman perak, masih zaman bagus. Moral manusia masih sempurna. Dwapara Yuga atau zaman perunggu, mulai terjadi perselisihan antara kejahatan dan kebaikan. Kali Yuga atau zaman besi, saat kejahatan merajalela dan penderitaan manusia akan mencapai puncaknya. Banyak tokoh Hindu meyakini, sekarang inilah zaman Kali Yuga berlangsung. Karena sudah banyak, berbagai bencana yang tak bisa ditolak, namun manusia dapat menghindari dengan laku spiritual atau religius.

Kali Yuga disebut pula zaman keras atau zaman kegelapan. Dampak pemanasan global akan terjadi 30 tahun ke depan. Ketersediaan air akan menipis, dan tentu saja biaya hidup akan semakin mahal. Banyak orang akan sengsara dan kemiskinan tak mungkin terhindarkan. Belum lagi derasiksa akibat kejahatan yang muncul karena kemelaratan itu. Sesuai kata kali yang berarti perselisihan, permusuhan, persaingan atau perkelahian. Kali Yuga memang zaman penuh penderitaan akibat perang beragam bentuk.

Dalam pembagian zaman tersebut hampir sama dalam ciri-ciri dimana ketika zaman sudah mulai rusak, akan tetapi beda dalam penyebutan nama sesuai dengan sang pengarang maupun ajaran yang sudah turun-temurun.

commit to user

Dari keempat pokok bahasan yang terdapat dalam SPJ peneliti ingin memfokuskan dalam hal-hal kerusakan zaman tersebut yang terangkum dalam zaman dusta yang berarti zaman kebohongan dan zaman nista yang berarti zaman kehinaan, yang secara garis besar berisi tentang hilangnya kejujuran, merebaknya pergaulan bebas dan perzinaan, hilangnya moral, penyimpangan seksual, banyaknya perceraian akibat pelanggaran hukum pernikahan, dan sebagainya.

Penelitian ini menggunakan analisis sosiologi yang nantinya ditujukan untuk mengetahui perbandingan antara zaman kini atau saat ini dengan zaman yang ada dalam SPJ, apakah zaman dustha dan zaman nistha tersebut sesuai dengan gejala sosial zaman kini atau saat ini, yang nantinya juga akan bermanfaat bagi kehidupan manusia sebagai pedoman hidup.

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah yang dimaksud disini pada hakekatnya berguna untuk membatasi masalah, sehingga tujuan dari penelitian ini nantinya menjadi jelas dan terarah. Penelitian ini dititik beratkan pada pengungkapan perbandingan zaman dustha dan zaman nistha yang ada dalam SPJ dengan gejala sosial zaman kini/saat ini.

C. Rumusan Masalah

Perumusan masalah, hal ini berkaitan dengan apa yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

commit to user

1. Bagaimana struktur Sekar Pralambang Jaman yang berbentuk tembang yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis ?

2. Apakah zaman dustha dan zaman nistha dalam Sekar Pralambang Jaman sesuai dengan gejala sosial zaman kini/saat ini ?

3. Bagaimanakah tanggapan masyarakat tentang cara mengatasi agar tidak terjerumus atau terbawa arus ke dalam zaman dusta dan zaman nista seperti dalam Sekar Pralambang Jaman ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah faktor yang penting dalam suatu penelitian. Tujuan penelitian menjadi faktor yang penting karena memberi arah yang jelas dalam penelitian. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan struktur tembang dalam Sekar Pralambang Jaman yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis.

2. Mendeskripsikan zaman dustha dan zaman nistha dalam Sekar Pralambang Jaman dengan gejala sosial zaman kini/saat ini.

3. Mendeskripsikan tanggapan masyarakat mengenai cara-cara mengatasi agar kita tidak mudah terjerumus atau terbawa arus ke dalam zaman dusta dan zaman nista seperti dalam Sekar Pralambang Jaman.

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khasanah pengetahuan dalam pengembangan penggunaan teori-teori sastra khususnya di bidang struktural dan sosiologi sastra.

2. Manfaat secara Praktis Secara praktis penetian ini bermanfaat untuk memperkarya wawasan sastra atau hal-hal yang terungkap melalui karya sastra sehingga dapat dijadikan sebagai ukuran pedoman supaya lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan serta untuk penelitian selanjutnya sebagai sumber informasi bagi pembaca.

commit to user

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut

BAB I

: PENDAHULUAN

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II

: LANDASAN TEORI

Landasan teori meliputi Pendekatan Sosiologi Sastra dan Struktural.

BAB III

: METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik perngumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV

: PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi deskriptif dan analisis.

BAB V

: PENUTUP

Penutup meliputi kesimpulan dan saran

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam meneliti suatu objek kajian penelitian diperlukan teori dan pendekatan yang tepat dengan objek kajian. Teori yang tepat akan menghasilkan penelitian yang mendekati sempurna.

A. Pendekatan Struktural

Sajak (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Struktur dalam hal ini bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Jadi kesatuan unsur-unsur dalam karya sastra bukan hanya berupa kumpulan,atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan dan saling tergantung (Rachmad Djoko Pradopo,2007:119).

Analisis struktural dapat diperoleh makna total, dengan tidak mengabaikan gejala-gejala yang selalu berhubungan, yang diberikan pada keseluruhan makna dalam keterkaitan dan keterjalinan. Sedangkan analisis struktural memandang karya sastra sebagai keseluruhan yang bulat, dan saling berhubungan itu penggambaran dalam bentuk tempat kejadian, waktu, dan sebagainya sebagaimana kejadian di dalam masyarakat. Bagian-bagian itu tidak dapat memiliki makna sendiri-sendiri. Makna itu timbul dari hubungan antar unsur yang terkait dalam situasi itu. Makna penuh sebuah kesatuan hanya dapat dipahami sepenuhnya apabila seluruh unsur pembentukannya terintegrasi

commit to user

ke dalam sebuah struktur. Struktural sangatlah penting bagi sebuah karya sastra bahkan setiap analisis karya sastra tidak bisa meninggalkan analisis struktural begitu saja. Analisis struktural adalah keseluruhan antara berbagai unsur sebuah teks dan strukturalisme dalam penelitian sastra adalah bentuk metode yang meneliti relasi-relasi itu. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan.

Struktur karya sastra mengarah pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi yang bersama-sama membentuk kesatuan yang utuh. Secara sendiri terisolasi dari keseluruhanya, bahan, unsur atau bagian-bagian tersebut tidak penting setelah ada hubunganya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbanganya terhadap keseluruhan wacana.

Menurut Teeuw (1984:135-136) analisis struktural bertujuan membongkar memaparkan secermat mungkin berkaitan dan keterjalinan dan berbagai unsur yang secara bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh, untuk penafsiran karya satra dapat di mulai dengan interpretasi menyeluruh yang bersifat sementara agar dapat menafsirkan unsur-unsur sebaik mungkin dengan menafsirkan bagian-bagian secara mendalam, maka pemahaman terhadap keseluruhan akan lebih baik dan lebih tepat.

Pendekatan struktural hendaknya dilakukan ketika akan mengalisis sebuah karya sastra, karena dengan terlebih dahulu menganalisis secara

commit to user

struktural, maka akan diketahui pula inti dan jalinan yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Hal ini membuat jalan masuk kedalam pengkajian isi karya sastra menjadi lebih mudah. Analisis struktur memang satu langkah, satu sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses itu dengan sempurna mungkin. Langkah ini tidak boleh dimutlakan tetapi tidak boleh pula dilupakan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan untuk dapat memahami suatu karya sastra dengan sebaik-baiknya maka harus memahami unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut secara keseluruhan.

Dalam menganalisis struktur SPJ ini akan berpegang dari salah satu ahli sastra yaitu Roman Ingarden. Manurut Roman Ingarden unsur-unsurnya berdasarkan strata norma, yaitu lapis bunnyi, lapis arti, lapis dunia, lapis metafisis (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:14).

a) Lapis Bunyi (sound stratum)

Lapis norma yang pertama adalah lapis bunyi (sound stratum). Apabila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi, suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya satuan-satuan suara itu orang menangkap artinya (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:15). Shanhon Ahmad mengemukakan bahwa dalam puisi terdapat unsur-unsur emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindra, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, perasaan yang bercampur baur. Ada tiga

commit to user

unsur pokok; pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; kedua, bentuknya; dan ketiga ialah kesannya. Semuanya itu terungkap dengan media bahasa. Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Semua iitu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman atau interprestasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:7). Gaya bahasa dari segi bahasanya, dapat ditinjau berdasarkan pilihan kata- katanya, berdasarkan nada bahasanya, berdasarkan struktur kalimatnya, dan berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdiri dari gaya bahasa retotis dan gaya bahasa kias (Gorys Keraf, 1984:117-136). Pembahasan gaya bahasa yang terdapat dalam SPJ akan dibahas berdasarkan tinjauan dari segi struktural kalimat, dan langsung tidaknya makna yang terbatas pada gaya bahasa retoris dan gaya kias, terbatas pada penggunaan gaya bahasa yang terdapat di dalam SPJ

b) Lapis Arti (unit of meaning)

Lapis arti (unit of meaning), berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi bait, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:15).

commit to user

Lapis arti adalah satuan arti yang dibangun oleh kata, gabungan kata dan kalimat. Teks SPJ menurut bait dengan jumlah larik tetap sesuai metrumnya. Fungsi bait membagi teks menurut bagian-bagian yang lebih pendek. Sedangkan pola maknanya merupakan makan yang khas yaitu makna tambahan. Makna tersebut terjadi karena bentuk formatnya; adanya unsur kepuitisan bahasa dan unsur bunyi.

c) Lapis Objek

Lapis objek yaitu yang dikemukakan oleh latar, pelaku dan dunia pengarang. Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh pengarang. Semuanya merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, oleh latar, pelaku dan dunia pengarang (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:18).

d) Lapis Dunia

Lapis dunia, yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan“ terdengar” atau “terlihat” bahkan peristiwa yang sama. Misalnya suara jederan pintu dapat diperlihat kan aspek “luar” atau “dalam” watak. Misalnya pintu berbunyi halus dapat memberi sugesti wanita atau watak dalam sipembuka itu hati- hati. Keadaan sebuah kamar yang terlihat dapat memberikan sugesti watak orang yang tinggal di dalamnya (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:15). Pemanfaatan bunyi baik vokal maupun konsonan dalam SPJ disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan arti. Arti ini menjadi dasar adanya

commit to user

hal-hal yang dikemukakan menyeluruh. Ha-hal yang dikemukakan menunjuk pada dunia tertentu dalam pandangan pengarang Dunia yang dinyatakan adalah tentang keberadaan manusia di dunia, yang terangkum keseluruhan batinnya.

e) Lapis Metafisis

Lapis ini dapat memberikan suatu renungan bagi pembaca. Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan dan yang suci dan sifat ini dapat memberi renungan (kontenplasi) kepada pembaca (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:15). Karya sastra merupakan sebuah struktur yang komplek, struktur juga merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidal dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Struktur itu juga berisi gagasan tranformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Kesimpulanya struktur dalam sebuah karya sastra merupakan rangkaian yang saling berkesinambungan, terkait dan saling tegantung satu sama lain, setiap karya sastra sudah tentu terdapat struktur yang membangun karya sastra itu sendiri, dengan analisis struktur karya sastra tersebut dapat dilihat secara keseluruhan dan secara utuh. Dapat dikatakan bahwa analisis struktural ini adalah sebagi langkah awal dalam penganilisisan terhadap sebuah karya sastra dengan sebaik-baiknya maka harus memahami unsur- unsur pembangun karya sastra tersebut secara keseluruhan.

commit to user

B. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat itu tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan unsur-unsur sosial, kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.

Sastra sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari kajian sosiologi, karena pada hakikatnya menunjukkan sastra berfungsi pragmatis bagi kehidupan sosial masyarakat. Sastra itu hadir di tengah kehidupan masyarakat .Masyarakatlah yang menginginkannya untuk mengemban sejumlah fungsi kemasyarakatan, yaitu fungsi melestarikan, menguatkan, menggali, mengajarkan, tetapi juga mempertanyakan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.

Sastra dapat dipandang sebagai bagian integral dari kehidupan sosial budaya masyarakat yang melahirkannya. Karya sastra dapat tampil dengan menawarkan alternatif model kehidupan yang diidealkan berupa berbagai aspek kehidupan, seperti cara berpikir, bersikap, berasa, bertindak, cara memandang dan memperlakukan sesuatu. Sastra ditanggapi sebagai suatu fakta sosial yang menyimpan pesan yang mampu menggerakkan emosi pembaca untuk bersikap atau berbuat sesuatu.

Sosiologi sastra, yakni bahwa sastra tidaklah lahir dari kekosongan sosial, serta dengan mendasarkan pada postulat adanya hubungan timbal-balik

commit to user

antara pengarang, sastra dan masyarakat, maka analisis sosiologi sastra adalah merupakan suatu analisis terhadap sastra dengan mengikutsertakan atau mempertimbangkan sagi-segi luar (faktor eksternal) karya sastra seperti kondisi sosial, politik, ideologi, budaya, sejarah, ekonomi, dan sebagainya ke dalam lingkup analisisnya dengan maksud untuk mendapatkan pemahaman yang selengkap-lengkapnya terhadap sastra sebagai gejala sosial.

Sosiologi sastra adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan proses sosial. Pendapat ini dapat diartikan bahwa sosiologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang segala permasalahan kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat secara keseluruhan, baik itu tingkah laku, norma, status sosial, sosial budaya dan lain- lain.

Sosiologi sastra merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat dimana karya sastra itu tidak bisa lepas dari masyarakat itu sendiri, sehingga karya sastra tersebut tidak dapat dipahami secara utuh jika dipisahkan oleh lingkungan sekitar yang telah menghasilkanya jadi harus dipelajari seluas- luasnya.

Gambaran sosiologi yang mempelajari bagaimana proses interaksi dalam kehidupan dan individu kelompok, bagaimana lembaga-lembaga sosial dan unsur-unsur social itu terjadi, dengan demikian akan didapatkan tentang manusia yang dapat menempatkan diri dan menyesuaikan dengan lingkungan, manusia dapat hidup di alam sekitarnya.

commit to user

Sosiologi sastra merupakan telaah terhadap karya sastra mengungkapkan kehidupan atau keberadaan sosial yang ada dalam masyarakat dan kurun waktu tertentu. Tugas sosiologi sastra adalah menghubungakan tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang itu degan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya (Sapardi Djoko Damono, 1979:9).

Timbulnya sosiologi, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada dewasa ini pernah menjadi bagian dari filsafat yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan (Mater scientiarum). Filsafat pada itu mencakup pula segala usaha pemikiran mengenai masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia, berbagai ilmu yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri. Baru pada abad ke-19 ilmu tentang sosiologi(ilmu yang mempelajari masyarakat) dikenal oleh masyarakat (Soerjono. 2010: 3).

Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan (Soerjono. 2010 :13).

Sosiologi sastra adalah pendekatan sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekososongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil

commit to user

atau sukses yaitu mampu merefleksikan zamannya (Suwardi Endraswara, 2003:77).

Kehadiran sosiologi sastra, meskipun masih tergolong baru namun sudah menghasilkan banyak penelitian. Bahkan, sosiologi sastra telah berdiri sebagai mata kuliah. Tentu saja dengan lingkup kajian yang lebih beragam.

Itulah sebabnya memang beralasan jika penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh kedalam karya sastra (Suwardi Endraswara, 2003:78).

Ian Watt dalam Faruk, juga mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi tiga : pertama sosiologi sastra yang mempermasalahkan pengarang, kedua sosiologi karya sastra yang diyakini sastra sebagai cermin masyarakat, ketiga sosiologi sastra yang mempermasalahkan fungsi sosial sastra (Faruk, 1994 : 4).

Sosiologi sastra adalah hubungan serta pengaruh timbal balik antara karya sastra dengan masyarakatnya. Dalam sosiologi sastra terdapat tiga komponen yaitu, karya sastra, pengarang dan masyarakat penikmat.

Sapardi Djoko Damono (1984:42) berpendapat bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.

commit to user

Pendekatan sosiologi sastra menekankan pada tiga komponen. Tiga komponen itu adalah : Pertama, sosiologi pengarang yang mencerminkan keadaan sosial pengarang yang mencakup aspek-aspek antara lain status sosial, pendidikan sosial budaya, ekonomi, politik serta aspek religius sebagai komponen pertama. Kedua, sosiologi karya yang menekankan kajian isi maupun tujuan karya sastra itu sendiri, yang mencakup pembicaraan tentang proses kelahiran dan pengaruh sosial budaya yang yang melingkupinya. Dalam arti apa yang tertuang atau dijelaskan dalam suatu karya merupakan proyeksi diri kondisi masyarakat yang melatar belakanginya. Ketiga, sosiologi pembaca yang menekankan pembahasan terhadap suatu karya sastra. Hal ini menyangkut sejauh mana karya sastra berpengaruh dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat di dalam memberikan penilaian dan tanggapan terhadap suatu karya sastra juga dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda dengan penghayatan masyarakat pada umumnya.

Secara Implisit, karya sastra mereflesikan proposisi bahwa manusia memiliki sisi kehidupan masa lampau, sekarang dan masa mendatang. Karena itu, nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah nilai hidup yang dinamis, ini berarti karya sastra tidak diberlakukan sebagai data jadi, melainkan merupakan data mentah yang masih harus diolah dengan fenomena yang lain.

Dokumen yang terkait

Novi handriani, Rustiyarso, Bambang Genjik S Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email: noviptk7gmail.com Abstract - ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAAN SOSIOLOGI BERBANTUAN INTERNET OLEH GURU PADA KELAS XI IPS MAN 2 PONTIANAK

0 0 8

Audia Naraswari, Gusti Budjang, Imran Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email: audyoke233gmail.com Abstract - PENGENDALIAN SOSIAL REMAJA PEROKOK OLEH KELUARGA DI DUSUN KENANAI DESA PIANTUS KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS

0 0 14

Desti Ulani, Izhar Salim, Imran Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email: desti.ulanigmail.com Abstract: Is this thesis entitled : the implementation of school rules by teacher

0 1 13

Neti, Marzuki, Martono Program Studi Magister pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : Elisabeth_Tarigasgmail.com Abstract - STRATEGI PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN, KER

0 0 11

PENGGUNAAN DEIKSIS PRONOMINA, TEMPAT, DAN WAKTU PADA NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI Atika Maisuri, Patriantoro, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: syankkkthiekaco.id Abstract - PENGGUNAAN

0 1 10

Pengaruh pemberian arang dan molase terhadap kemantapan agregat pada udipsaments Colomadu Kabupaten Karanganyar

1 1 53

Pengaruh penggunaan tepung buah mengkudu (morinda citrifolia) dalam ransum terhadap performan ayam broiler jantan

0 0 40

Studi perkecambahan dan pertumbuhan awal beberapa aksesi jambu bol (syzygium malaccense l.) dengan ga3

1 1 52

Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)

0 0 245

Dampak Implementasi TQM terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada Industri Menengah dan Industri Besar di Surakarta)

0 0 82