Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi pada Anak Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

(1)

MUHAMMADIYAH 08 MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

O l e h:

MEISHI P R L NIM. 071000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

MUHAMMADIYAH 08 MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MEISHI P R L NIM. 071000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Skripsi Dengan Judul

MUHAMMADIYAH 08 MEDAN TAHUN 2011 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MEISHI PRL NIM : 071000080

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Oktober 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi) (Dra. Jumirah, Apt, MKes) NIP. 19670613 199303 1 004 NIP. 19580315 198811 2 001

Penguji II Penguji III

(Ernawati Nasution, SKM, MKes) (Fitri Ardiani, SKM, MPH) NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19820729 200812 2 002

Medan, Nopember 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut, khususnya pada anak usia sekolah dasar. Anak yang mengalami karies gigi menjadi malas makan dan akhirnya dapat menyebabkan kekurangan gizi. Konsumsi makanan kariogenik diduga meningkatkan karies gigi pada anak. Juga, jenis, cara mengonsumsi dan frekuensi makan makanan kariogenik diduga dapat meningkatkan kejadian karies gigi anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada anak SD Muhammadyah 08 Medan.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah anak- anak SD Muhammadyah 08 Medan yang berusia 5-8 tahun. Sampel dalam penelitian ini adalah 78 anak SD. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive, yaitu anak-anak kelas III SD Muhammdyah 08 Medan. Data primer diperoleh dari formulir frekuensi makanan tentang tingkat konsumsi makanan kariogenik. Data karies gigi diperoleh dari pemeriksaan langsung oleh dokter gigi, dan data tentang pemeliharaan kesehatan gigi diperoleh dengan wawancara melalui kuesioner. Data sekunder diperoleh dari dokumen sekolah. Hubungan antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi makanan kariogenik anak SD Muhammdyah 08 Medan termasuk dalam kategori tinggi yaitu 67,90% dan didapatkan prevalensi karies gigi sebesar 94,10%. Uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Muhammdyah 08 Medan (p= 0,000 ).

Disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS dan bagi anak-anak sebaiknya meningkatkan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mengurangi atau membatasi makanan yang bersifat kariogenik.

Kata Kunci: makanan kariogenik, karies gigi, anak SD


(5)

Dental caries is one of the main problems in dental and mouth health, especially for elementary school children. The effect of dental caries is dental pain, which can make decreasing appetite in a children, and finally it causes nutritional deficiency away children. The cariogenic food consumption is estimated can increase incidence of dental caries. Also, kinds, the way of food consumption and frequency to eat cariogenic food can increase incidence of dental caries. The research aims to know the relationship between cariogenic food consumption level and the dental caries at the elementary school children Muhammadyah 08 Medan.

This research is a descriptive, with cross sectional design. Population in this research are children in Elementary School of Muhammadyah 08 Medan who have 5-8 year old. Samples consisted of 75-8 elementary school children. Sampling methods was conducted by purposive sampling of children in third grade in Elementary School of Muhammadyah 08 Medan. The primary data is taken by using food frequency questionnaire regarding the cariogenic food consumption level. The data on dental caries is obtained from direct checking by dentist, and the data regarding the dental care obtained from the interview using the questionnaire. The cariogenic food consumption level and the dental caries was analyzed by using Chi-Square test.

The result indicates that the cariogenic food consumption level was in high category of 67,90% and dental caries prevalence in the amount of 94,10%. The result of Chi-Square test indicates that there is significant relationship between cariogenic food consumption level and the dental caries, (p= 0,000).

It is recommended that health care providers to increase the extension regarding dental and mouth health care through “Usaha Kesehatan Gigi Sekolah” or “Unit of School Dental Health” program and for children to increase dental health care and to restrict cariogenic food consumption.

Key Words : cariogenic food, dental caries, elementary school children


(6)

Nama : Meishi P R Lumban Toruan Tempat/ Tanggal Lahir : Paya Mabar/ 13 Mei 1989

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Kawin

Jumlah Bersaudara : 5 orang

Alamat Rumah : Jl. Pramuka No.30 Tebing Tinggi

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 162107 Tebing Tinggi 1995-2001 2. SMP Negeri 5 Tebing Tinggi 2001-2004 3. SMA Negeri 1 Tebing Tinggi 2004-2007 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2007-2011


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan Kasih-Nya yang melimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011” yang merupakan salah satu syarat bagi saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda M. Lumban Toruan (Alm) dan ibunda P. Pangaribuan, juga kepada saudara-saudara saya B’Andri, K’Winda, Friska, Ribka, Maya dan Whisnu yang telah memberikan dukungan baik moral, material maupun spiritual selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Saya juga mengecapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Dosen Pembimbing II, yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukkan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Indra Cahaya, MSi, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing saya selama melaksanakan perkuliahan di FKM USU.


(8)

3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk memperbaiki penelitian ini.

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk memperbaiki penelitian ini.

5. Bapak Rahmat Fajar, S.Ag selaku Kepala Sekolah dan seluruh guru, staff dan murid-murid SD Muhammadyah 08 Medan.

6. Semua dosen dan pegawai Administrasi di FKM USU, khusunya pada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat juga kepada Bang Marihot Samosir, ST yang sudah banyak membantu saya.

7. Sahabat-sahabat terbaik saya Rani, Imelda, Riska, Agnes, Pitha, Irest yang memberi dukungan dan turut membantu saya selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi selesai.

8. Teman-teman seperjuangan di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat ( K’Vero, Astriana, Cempaka, Eneng, Yunet, Fitri, K’Elsa, K’Elvrina, K’Rina dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan) yang selalu memberi motivasi dan bantuan selama mengerjakan skripsi ini.

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai kita semua dan saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2011 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Makanan Kariogenik ... 6

2.2. Karies Gigi ... 8

2.2.1. Bagian Gigi dan Fungsinya ... 8

2.2.2. Defenisi Karies Gigi ... 10

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi ... 11

2.3.1. Faktor Dalam ... 11

2.3.2. Faktor Luar ... 11

2.4. Proses Terjadinya Karies Gigi ... 15

2.4.1. Pembentukan Karies ... 16

2.4.2. Proses Penjalaran Karies ... 16

2.5. Bentuk-bentuk Karies Gigi ... 18

2.5.1. Berdasarkan Cara Meluasnya ... 19

2.5.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya) ... 20

2.5.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies ... 21

2.5.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan Gigi yang Terkena Karies ... 22

26. Pengukuran Keaktifan Karies ... 22

2.7. Hubungan Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi ... 24

2.8. Kerangka Konsep ... 27

2.9. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28


(10)

3.2.2. Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1. Populasi ... 29

3.3.2. Sampel ... 29

3.4. Metode Penelitian ... 30

3.4.1. Data Primer ... 30

3.4.2. Data Sekunder ... 30

3.5. Instrumen Penelitian ... 31

3.6. Defenisi Operasional ... 31

3.7. Aspek Pengukuran ... 32

3.8. Teknik Analisa Data ... 33

3.8.1. Pengolahan Data ... 33

3.8.2. Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

4.1. Gambaran Umum Sekolah ... 35

4.2. Gambaran Umum Responden ... 36

4.3. Hasil Pemeriksaan Karies Gigi ... 37

4.4. Konsumsi Makanan Kariogenik ... 38

4.5. Pemeliharaan Kesehatan Gigi ... 40

4.6. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi ... 41

4.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Karies Gigi ... 42

4.8. Hubungan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies gigi .... 43

BABV PEMBAHASAN ... 44

5.1. Jenis Makanan Kariogenik dan Cara Mengonsumsinya ... 44

5.2. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi ... 45

5.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Karies Gigi ... 47

5.4. Hubungan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Formulir Food Frecuency

Lampiran 3. Master Data

Lampiran 4. Hasil Pengolahan Data Lampiran 7. Dokumentasi


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Angka Karies Gigi Menurut WHO ... . 24 Tabel 4.1. Distribusi Murid Berdasarkan Jenis Kelamin di SD Muhammadyah

08 Medan Tahun 2011 ... .. 36 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SD

Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 36 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di SD Muhammadyah 08

Medan Tahun 2011 ... .. 37 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan Karies Gigi

di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 37 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Makanan yang

Bersifat Kariogenik di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 38 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan yang Bersifat

Kariogenik di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 38 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mengonsumsi Makanan

yang Bersifat Kariogenik di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun

2011 ... .. 39 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeliharaan Kesehatan Gigi di

SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 40 Tabel 4.9. Tabulasi Silang Frekuensi Makan Makanan Kariogenik dengan

Karies Gigi Menurut Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 41 Tabel 4.10. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Karies Gigi Menurut

Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 42 Tabel 4.11. Tabulasi Silang Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi

Menurut Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011 ... .. 43


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 2.1. Gigi dan bagian-bagiannya ... 10 Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Kaitan antara Makanan Kariogenik, Jenis

Kelamin dan Perilaku Kesehatan Gigi Individu dengan Karies Gigi ... 27


(13)

Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut, khususnya pada anak usia sekolah dasar. Anak yang mengalami karies gigi menjadi malas makan dan akhirnya dapat menyebabkan kekurangan gizi. Konsumsi makanan kariogenik diduga meningkatkan karies gigi pada anak. Juga, jenis, cara mengonsumsi dan frekuensi makan makanan kariogenik diduga dapat meningkatkan kejadian karies gigi anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada anak SD Muhammadyah 08 Medan.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah anak- anak SD Muhammadyah 08 Medan yang berusia 5-8 tahun. Sampel dalam penelitian ini adalah 78 anak SD. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive, yaitu anak-anak kelas III SD Muhammdyah 08 Medan. Data primer diperoleh dari formulir frekuensi makanan tentang tingkat konsumsi makanan kariogenik. Data karies gigi diperoleh dari pemeriksaan langsung oleh dokter gigi, dan data tentang pemeliharaan kesehatan gigi diperoleh dengan wawancara melalui kuesioner. Data sekunder diperoleh dari dokumen sekolah. Hubungan antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi makanan kariogenik anak SD Muhammdyah 08 Medan termasuk dalam kategori tinggi yaitu 67,90% dan didapatkan prevalensi karies gigi sebesar 94,10%. Uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Muhammdyah 08 Medan (p= 0,000 ).

Disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS dan bagi anak-anak sebaiknya meningkatkan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mengurangi atau membatasi makanan yang bersifat kariogenik.

Kata Kunci: makanan kariogenik, karies gigi, anak SD


(14)

Dental caries is one of the main problems in dental and mouth health, especially for elementary school children. The effect of dental caries is dental pain, which can make decreasing appetite in a children, and finally it causes nutritional deficiency away children. The cariogenic food consumption is estimated can increase incidence of dental caries. Also, kinds, the way of food consumption and frequency to eat cariogenic food can increase incidence of dental caries. The research aims to know the relationship between cariogenic food consumption level and the dental caries at the elementary school children Muhammadyah 08 Medan.

This research is a descriptive, with cross sectional design. Population in this research are children in Elementary School of Muhammadyah 08 Medan who have 5-8 year old. Samples consisted of 75-8 elementary school children. Sampling methods was conducted by purposive sampling of children in third grade in Elementary School of Muhammadyah 08 Medan. The primary data is taken by using food frequency questionnaire regarding the cariogenic food consumption level. The data on dental caries is obtained from direct checking by dentist, and the data regarding the dental care obtained from the interview using the questionnaire. The cariogenic food consumption level and the dental caries was analyzed by using Chi-Square test.

The result indicates that the cariogenic food consumption level was in high category of 67,90% and dental caries prevalence in the amount of 94,10%. The result of Chi-Square test indicates that there is significant relationship between cariogenic food consumption level and the dental caries, (p= 0,000).

It is recommended that health care providers to increase the extension regarding dental and mouth health care through “Usaha Kesehatan Gigi Sekolah” or “Unit of School Dental Health” program and for children to increase dental health care and to restrict cariogenic food consumption.

Key Words : cariogenic food, dental caries, elementary school children


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Mulut yang sehat memungkinkan individu untuk berbicara, makan dan bersosialisasi tanpa mengalami rasa sakit, rasa tidak nyaman, maupun rasa malu. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.

Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang sangat luas penyebarannya, dan merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia, bahkan di negara-negara industri. Di negara-negara-negara-negara yang sedang berkembang ada kecenderungan peningkatan prevalensi karies gigi sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula dan kurangnya pemanfaatan fluor.

Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran karies gigi yang dinyatakan dengan indeks DMFT (Decay Missing Filling Tooth). Data dari WHO (2000) menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2,4. Data dari The Oral Health Atlas, Mapping a neglected global health issue by Beaglehole et al 2009 menunjukkan sebanyak 70 persen penduduk dunia berusia 6-19 tahun menderita karies gigi.


(16)

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 melaporkan bahwa skor DMFT di Indonesia mencapai 4,85. Riskesdas juga melaporkan angka prevalensi pengalaman karies penduduk umur 12 tahun di Indonesia adalah 36,1% dan skor DMFT adalah 0,91 (Depkes RI, 2000).

Dunia kedokteran gigi menganggap karies gigi menjadi penting karena karies gigi dapat menyerang siapa saja tanpa memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi dan jika dibiarkan berlanjut akan menjadi sumber infeksi dalam mulut sehingga menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, dan berbagai kasus berbahaya, termasuk kematian (Panjaitan, 1995).

Menurut Beck yang dikutip oleh Hidayanti (2005) penyakit karies gigi bersifat progresif serta akumulatif, berarti bila ada kelainan yang tidak diobati kian lama kian bertambah parah, dan gigi yang sudah terkena tidak dapat kembali normal dengan sendirinya. Selain itu pengobatan terhadap gigi yang rusak juga menghabiskan waktu dan biaya yang mahal. Oleh karena itu, pencegahan terjadinya kerusakan gigi jauh lebih baik daripada merawat gigi yang sudah rusak.

Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadinya karies gigi. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies, atau pada jajanan


(17)

yang disukai anak-anak seperti permen, coklat, es krim dan selai. Oleh karena itu anak-anak rentan terhadap karies gigi.

Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah berkurangnya frekuensi kehadiran anak ke sekolah atau meningkatnya hari absensi anak-anak serta mengganggu konsentrasi belajar, selain itu juga dapat mempengaruhi nafsu makan dan intake gizi sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi anak yang berimplikasi pada kualitas sumber daya. Hal yang perlu diperhatikan khususnya pada anak-anak usia sekolah dasar, struktur giginya termasuk jenis gigi bercampur yaitu antara gigi sulung dan gigi permanen sehingga masih sangat rentan terjadinya karies gigi.

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti, makanan jajanan yang paling banyak dijual di SD Swasta Muhammadyah 08 Medan adalah makanan bergula seperti permen, es krim, roti berselai, molen dan coklat. Semua makanan jajanan ini sangat memicu terjadinya karies gigi apalagi tidak disertai dengan pemeliharaan kebersihan gigi yang baik.

Data yang didapat dari Puskesmas Sukaramai menunjukkan bahwa pada tahun 2011 prevalensi karies gigi SD Swasta Muhammadyah 08 Medan 33,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya prevalensi anak yang menderita karies gigi di sekolah tersebut. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui persentase anak yang menderita karies gigi di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

2. Untuk mengetahui jenis makanan kariogenik yang paling sering dikonsumsi anak penderita karies gigi di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

3. Untuk mengetahui cara mengonsumsi makanan kariogenik pada anak penderita karies gigi di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

4. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

5. Untuk mengetahui hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi bagi anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan mengenai konsumsi makanan untuk kesehatan gigi serta pemeliharaan kesehatan gigi.

2. Sebagai masukan dan informasi mengenai konsumsi makanan kariogenik untuk kesehatan gigi anak bagi puskesmas di dalam meningkatkan program UKGS. 3. Sebagai masukan dan informasi mengenai konsumsi makanan kariogenik untuk

kesehatan gigi anak bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam peningkatan program kesehatan gigi.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Kariogenik

Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut.

Kariogenitas suatu makanan tergantung dari : 1. Bentuk fisik

Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko terkena karies gigi. Selain itu karbohidrat dalam bentuk tepung yang mudah hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992).

Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, bengkoang, pir, jeruk.


(21)

2. Jenis

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang paling erat berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa, karena mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Sukrosa banyak tergantung pada makanan manis dan camilan (snack) seperti roti, coklat, permen dan es krim (Pratiwi, 2009).

3. Frekuensi konsumsi

Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan mengonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang (Arisman, 2002).

Terlalu sering ngemil akan membuat saliva dalam rongga mulut tetap dalam suasana asam akibatnya gigi akan semakin rentan terhadap karies. Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan dan minuman yang bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi sebaiknya dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi resiko karies. (Houwink, 1993)

4. Cara mengonsumsi

Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang. Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai resiko karies lebih


(22)

tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral clearance time pendek (Tarigan, 1995).

2.2. Karies Gigi

2.2.1. Bagian Gigi dan Fungsinya

Menurut Rahmadhan (2010) gigi terdiri dari dua jaringan yaitu jaringan keras di luar mencakup email dan dentin serta jaringan lunak didalamnya yaitu pulpa. Email merupakan jaringan keras pelindung gigi yang menutupi seluruh permukaan gigi. Jaringan yang berwarna putih ini merupakan jaringan yang paling keras di dalam tubuh, bahkan lebih keras dibanding tulang. Email tidak mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali, jadi sekali rusak maka email tidak akan bisa kembali seperti semula.

Dentin merupakan lekukan utama dalam ujung gigi yang menyerupai tulang, berwarna kuning dan lebih lunak dibandingkan email, dentin memiliki kemampuan untuk tumbuh. Pertumbuhan dentin tidak mengarah ke luar permukaan gigi, melainkan ke arah pulpa, sehingga gigi tidak akan bertambah besar dengan pertumbuhan dentin ini.

Pulpa merupakan jaringan lunak yang di dalamnya terdapat jaringan ikat, limfe, saraf dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah masuk ke dalam gigi melalui suatu lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang disebut foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi kepada gigi sehingga gigi tampak kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan dalam menghantarkan rangsang dari luar gigi ke otak sehingga kerusakan gigi dapat diketahui.


(23)

Bagian lain yaitu ada juga yang dinamakan mahkota yaitu bagian yang menonjol dari rahang, akar yaitu bagian yang tertanam dalam rahang serta sementum yaitu lapisan yang keras di sekeliling akar (Budiyono, 2011).

Gigi-geligi yang ada di mulut termasuk golongan gigi heterodont karena bentuknya yang bemacam-macam dan fungsinya pun berbeda-beda. Secara umum gigi bisa dibagi menjadi empat jenis (Rahmadhan, 2010) :

1. Gigi insisif atau gigi seri

Gigi ini berbentuk persegi panjang, dan berfungsi untuk memotong makanan. Gigi ini terletak dibagian yang paling depan di tengah lengkung gigi, ada empat buah di rahang atas maupun di rahang bawah.

2. Gigi kaninus atau gigi taring

Gigi taring berada di sebelah gigi insisif, berbentuk panjang dengan ujung yang runcing. Gigi ini berfungsi untuk mengoyak atau menyobek dan memotong makanan. Gigi ini berjumlah empat buah, dua di rahang atas dan dua di rahang bawah.

3. Gigi premolar atau gigi geraham kecil

Gigi premolar berada setelah gigi kaninus, bentuk gigi premolar di rahang atas agak berbeda dengan yang di rahang bawah. Premolar rahang atas mempunyai dua bonjol, sedangkan premolar rahang bawah hampir mirip dengan kaninus namun bonjolnya tidak runcing. Totalnya ada delapan buah, empat di rahang atas dan empat di bawah. Gigi premolar berfungsi untuk menyobek dan membantu menghaluskan makanan.


(24)

4. Gigi molar atau gigi geraham besar

Gigi molar berada di samping gigi premolar, bentuknya seperti kotak dan ukurannya besar. Gigi ini paling berperan dalam penghalusan makanan. Totalnya ada dua belas buah, enam di rahang atas dan enam di bawah.

Gigi juga sangat diperlukan untuk mengeluarkan bunyi ataupun huruf - huruf tertentu seperti huruf T,V, F, D, dan S. Tanpa gigi, bunyi huruf-huruf ini tidak akan terdengar dengan sempurna. Sebuah senyum tidak akan lengkap tanpa sederetan gigi yang rapi dan bersih, hal ini menunjukkan peran gigi dalam hal estetika.

Banyak hal yang terjadi apabila gigi hilang, diantaranya gangguan pengunyahan makanan, susunan gigi yang menjadi tidak teratur (maloklusi), tulang alveolar yang berkurang (resorpsi), gangguan pada sendi rahang, dan penyakit pada jaringan periodontal.

Berikut ini merupakan gambar gigi beserta bagian-bagiannya:

Sumber: dentis raz blog


(25)

2.2.2. Defenisi Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits,fissure dan daerah interproximal) meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan, 1995).

Kata karies, dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Ker” artinya kematian. Dalam bahasa Latin berarti kehancuran. Pembentukan lobang pada permukaan gigi disebabkan oleh kuman yang dikenal sebagai lubang. Lubang ini terbentuk pada permukaan gigi yang terbuka yaitu mahkota gigi (Srigupta, 2004).

Karies merupakan suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan dari bakteri), selanjutnya timbul destruksi komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan lubang) (Schuurs, 1992). 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi

2.3.1. Faktor dalam

Menurut Panjaitan (1995), ada empat faktor yang langsung berhubungan dengan karies gigi yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikrooorganisme, substrat dan waktu.

Faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies


(26)

karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi


(27)

berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).

Menurut Panjaitan (1995), Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi yaitu : (1) memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan Ph. (2) membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam terus-menerus. (3) mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Dekstran menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi.

Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pembentukan plak karna membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel, juga mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi asam, enzim-enzim serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan tumbuhnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai


(28)

karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.

Kecepatan pembentukan plak tergantung pada konsistensi, macam dan keras lunaknya makanan. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan mempunyai sedikit atau sama sekali tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi. Makanan yang sifatnya lengket seperti permen dan dodol memegang peranan penting dalam pembentukan plak.

Pembentukan plak yang sangat tebal pada pola makan dengan sukrosa disebabkan adanya pembentukan ekstraseluler matriks (dekstant) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, glukosa ini dengan bantuan streptokokus mutans membentuk dekstran yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme plak menjadi levan yana menjadi sumber bahan makanan mikroorganisme plak sumber kekurangan karbohidrat dalam mulut.

Secara umum karies dianggap penyakit kronis pada manusia, yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang, bervariasi dan diperkirakan antara 6-48 bulan. Penelitian epidemiologi pada segolongan besar anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua sampai empat tahun sesudah erupsi gigi, yang kemudian menurun. Disamping itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa didalam mulut, sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa (Panjaitan, 1995).


(29)

Karies akan terjadi bila kondisi setiap faktor tersebut saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.

2.3.2. Faktor Luar

Menurut Tarigan (1995), beberapa faktor luar yang juga mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras / suku bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk serta kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi.

Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Umur yang paling rentan menderita karies gigi adalah 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk gigi sekunder atau permanen (Wong, 2008).

Dilihat dari jenis kelamin seseorang, beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.


(30)

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan kejadian karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut.

Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam. Pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet dan kebiasaan merawat gigi merupakan faktor yang mempengaruhi kultur sosial penduduk .

Fase perkembangan anak- anak masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.

2.4. Proses Terjadinya Karies Gigi 2.4.1. Pembentukan karies

Karies gigi atau lebih dikenal dengan lubang pada permukaan gigi, yang berada diatas email dapat terjadi apabila semua faktor yaitu gigi, air liur, makanan dan kuman lengkap. Bagian yang ganjil adalah bukan hanya keberadaannya saja yang


(31)

penting akan tetapi keempat faktor tersebut harus saling mempengaruhi. Kuman yang sangat kecil memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan lubang. Kuman-kuman ini menghasilkan asam yang melarutkan email permukaan gigi dan membentuk suatu lubang.

Kuman-kuman tersebut menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak dicuci dengan air liur. Air liur, makanan dan permukaan gigi menyediakan perlindungan bagi bakteri dalam mulut untuk menempati dan membentuk suatu koloni. Bahan yang lengket dan bakteri membuat suatu endapan, yang dikenal dengan plak (Srigupta, 2004).

Di dalam plak, 70% lapisan yang menutupi gigi, volumenya terdiri dari bakteri, dibentuk asam dari karbohidrat yang mengakibatkan turunnya pH lokal yang normal. Penurunan ini mengganggu keseimbangan antara jaringan gigi, biasanya email, dan lingkungan (Schuurs, 1992).

Bakteri dalam plak menungu makanan yang akan menghasilkan zat yang disebut enzim. Pertahanan tubuh menyaksikan semua aktifitas ini dan bertindak sesuai dengan aktifitas tersebut. Ia meningkatkan kuantitas air liur agar efek enzim yang dibuat oleh bakteri mencair. Efek enzim tersebut dibersihkan secara wajar akan tetapi jika daya tahan seseorang berkurang karena menerima penyakit secara umum, maka kuman akan berkembang biak lebih cepat. Kuman-kuman tersebut tumbuh menurut ukuran, ketebalan dan mengeras. Selanjutnya air liur akan kesulitan untuk membersihkan bakteri tersebut. Tahapan kedua adalah ketika makanan dan bakteri membentuk enzim yang diubah menjadi asam. Asam ini memiliki kemampuan melarutkan jaringan otot yang paling keras yakni email gigi. Asam ini membentuk


(32)

lubang yang sangat kecil diatas permukaan gigi dan pada akhirnya membentuk lubang yang besar (lubang berwarna hitam), inilah lubang gigi. Hingga pada keadaan ini proses tidak menyakitkan (Srigupta, 2004).

2.4.2.Penjalaran Proses Karies

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui prismata dan lewat perluasan “lubang fokus” tapi belum sampai kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin. Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas, produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih telur daripada email (Schuurs, 1992).

Menurut Schuurs (1992) berbagai keadaan menambah perluasan proses di dalam dentin: (1) kanal-kanal dentin karena anastomosisnya dengan mudah memberikan jalan bagi perluasan ke arah lebarnya, lewat batas dentin-email. (2) juga terdapat perluasan ke arah dalamnya, suatu proses yang pada batas tertentu dikompensasi oleh pembentukan dentin sklerotik, terlihat sebagai daerah transparan. Juga perluasan ke arah lebar, sehingga bagian-bagian besar email utuh menjadi rusak, menurut perkiraan dibatasi oleh sklerotisasi kanal-kanal dentin.

Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam, dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Didalam lapisan ini terdapat flora campuran yang


(33)

mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4) lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan ensimnya. (5) lapisan opak (tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli, kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas.

Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5.

Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut, dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-sluran dimana sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992).

2.5. Bentuk – Bentuk Karies Gigi

Tarigan (1995) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies.


(34)

2.5.1. Berdasarkan Cara Meluasnya

Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut: 1. Penetrierende Karies

Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.

2. Unterminirende Karies

Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.

2.5.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya)

Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai berikut:

1. Karies Superficialis

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

2. Karies Media

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

3. Karies Profunda

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies profunda dapat dibagi lagi atas : a. Karies profunda stadium I


(35)

b. Karies profunda stadium II

Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan telah terjadi radang pulpa.

c. Karies profunda stadium III

Pulpa telah terbuka, dijumpai bermacam-macam radang pulpa. 2.5.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies

Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut: 1. Klas I

Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum. 2. Klas II

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.

3. Klas III

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi).

4. Klas IV

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi).

5. Klas V

Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari gigi.


(36)

6. Klas VI

Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada gigi belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi selain dari pengunyahan normal (abrasi), keadaan physiologis pada pengunyahan (atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia (erosi).

2.5.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies

Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies terbagi sebagai berikut:

1. Simpel karies

Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal, lingual, mesial, distal, oklusal.

2. Kompleks Karies

Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal.

2.6. Pengukuran Keaktifan Karies

Dalam mempelajari setiap penyakit, ahli epidemiologi akan melihat prevalensi maupun insidensnya. Prevalensi adalah bagian dari suatu kelompok masyarakat yang terkena suatu penyakit atau suatu keadaan pada kurun waktu tertentu. Insidens merupakan pengukuran tingkat kemajuan suatu penyakit. Oleh karena itu, untuk mengukur suatu insidens diperlukan dua pemeriksaan, satu pada permulaan dan satu pada akhir kurun waktu tertentu. Dengan demikian insidens adalah peningkatan atau penurunan jumlah kasus baru yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat pada suatu kurun waktu tertentu.


(37)

Sebelum insidens dan prevalensi dapat diukur, diperlukan pengukuran kuantitatif lebih dahulu yang akan mencerminkan besarnya penyebaran penyakit pada suatu populasi. Pada karies pengukuran penyakit dapat dilihat dari indeks penyebaran yang kumulatif (Kidd, 1991).

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam.

Indeks yang biasa dipakai adalah indeks DMF-T dari WHO. ∑ DMF-T = D + M + F

DMF-T rata-rata = ∑DMF-T / N Keterangan:

D = Decayed (gigi berlubang)

M = Missing (gigi telah dicabut karna karies) F = Filling (gigi dengan tumpatan baik) T = Tooth (gigi tetap)


(38)

Dibawah ini tabel klasifikasi angka keparahan gigi menurut WHO, Tabel 2.1 Klasifikasi Angka Karies Gigi Menurut WHO

Tingkat Keparahan DMF-T

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

0,8 – 1,1 1,2 – 2,6 2,7 – 4,4 4,5 – 6,5 6,6 keatas Sumber. Departemen Kesehatan RI, 2004

Pengukuran lain yang dibutuhkan dalam survei karies gigi adalah 1) prevalensi karies yaitu persentase dari orang-orang dengan kerusakan gigi (DMF) akibat karies, 2) PTI (Performance Treatment Indeks), yaitu persentase yang melakukan penambalan (F) dari orang- orang dengan pengalaman karies (DMF). (DepKes RI, 2000)

2.7. Hubungan Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi

Budaya makan saat ini sudah mengalami perubahan, makanan siap saji menjadi sangat popular bagi orang-orang dari semua usia terutama anak-anak. Anak-anak mudah terpengaruh dengan tayangan komersial di televisi yang mempertontonkan berbagai produk makanan.

Bukti tentang adanya hubungan antara pola makan dengan karies telah banyak dicatat baik sebelum maupun sesudah peningkatan ketersediaan gula sebagai contoh adalah penduduk di pulau terpencil di Atlantik Selatan. Pada tahun tiga puluhan kondisi gigi mereka sangat baik sekali, pada saat itu makanan mereka hanya terdiri dari daging, ikan, kentang dan sayuran lainnya. Sejak tahun 1940 terjadi


(39)

peningkatan makanan impor bergula diikuti dengan kenaikan serupa pada keadaan kariesnya (Kidd, 1991).

Bukti lain mengenai hubungan pola makan dan karies berkaitan dengan penyakit herediter yang jarang, yaitu suatu intoleransi terhadap fruktosa, yang disebabkan oleh kesalahan metabolisme bawaan. Pasien yang menderita penyakit ini kekurangan enzim hati sehingga makanan yang mengandung fruktosa akan mengakibatkan rasa mual yang hebat. Oleh karena itu, mereka akan menghindari makanan yang manis-manis. Ternyata kekerapan karies mereka menjadi sangat rendah (Kidd, 1991).

Makanan manis akan dinetralisir setelah 20 menit, maka apabila setiap 20 menit sekali memakan makanan manis akan mengakibatkan gigi lebih cepat rusak. Makanan manis lebih baik dimakan pada saat jam makan utama seperti sarapan, makan siang, makan malam, karena pada waktu jam makan utama biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat membantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel di gigi (Rahmadhan, 2010).

Penelitian Barus (2008) yang dilaksanakan pada anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan tahun 2008 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan jajanan dengan karies gigi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan anak-anak yang frekuensi makanan jajanannya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat (74,2%).

Senada dengan itu, penelitian Hidayanti (2005) yang dilaksanakan pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya tahun 2005 menunjukkan ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies


(40)

dan skor konsumsi makan dengan keparahan karies gigi. Rata-rata konsumsi makanan kariogenik sebesar 12,6 ± 4,5 dan rata-rata indeks def-t sebesar 5,93 ± 3,13. Terdapat hubungan kesukaan anak terhadap makanan kariogenik dengan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik. Ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies gigi, dan delta konsumsi makan dengan keparahan karies gigi.

Hadnyanawati (2002), melalui penelitiannya pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Jember, juga menunjukkan adanya pengaruh pola jajan di sekolah terhadap karies gigi (p<0,01). Siswa yang mengkonsumsi biskuit memeliki DMF-T sebesar 2,5, yang mengkonsumsi permen coklat memiliki DMF-T sebesar 2,9 dan yang mengkonsumsi es krim memiliki DMF-T sebesar 5,0 serta yang mengkonsumsi sirup memiliki DMF-T sebesar 3,8. Keadaan ini menunjukkan bahwa makanan yang bersifat kariogenik terutama karbohidrat jesis sukrosa sangat berpengaruh terhadap karies gigi.

Penelitian Karunianingtyas (2008) yang dilakukan pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Pondok Beringin juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dan konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Faktor yang paling berpengaruh adalah konsumsi makanan jajanan kariogenik. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kebiasaan menggosok gigi berkategori kurang baik 40%, konsumsi makanan jajanan kariogenik berkategori tinggi 88,3%. Terdapat 85% anak usia pra-sekolah menderita karies gigi.


(41)

2.8.Kerangka Konsep

Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik, jenis kelamin dan perilaku kesehatan gigi individu dengan karies gigi dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar. 2.2. Kerangka konsep kaitan antara makanan kariogenik, jenis kelamin dan pemeliharaan kesehatan gigi dengan karies gigi

Dari skema terlihat bahwa makanan kariogenik merupakan variabel independen dan karies gigi merupakan variabel dependen. Makanan kariogenik mempengaruhi timbulnya karies gigi. Jenis Kelamin dan pemeliharaan kesehatan gigi merupakan variabel antara. Variabel antara juga dapat mempengaruhi timbulnya karies gigi.

2.9. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

Ha : Ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.

Makanan kariogenik - Jenis

- Frekuensi - Cara

Mengonsumsi

- Jenis kelamin

- pemeliharaan kesehatan gigi


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu melihat Muhammadiyah 08 Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah crossectional

yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi pada saat penelitian.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di yang terletak di Jalan Bromo Gg. Santun No.19 Medan. Adapun pemilihan lokasi ini atas dasar prevalensi yang menderita karies gigi d Muhammadiyah 08 Medan cukup tinggi yaitu 33,5% dilihat dari data Puskesmas Sukaramai. Selain itu, berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa di sekitar lingkuna Medan banyak dijual makanan-makanan yang kariogenik seperti coklat, es krim, permen, donat, molen, roti berselai.

3.2.2. Waktu Penelitian


(43)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh muri Muhammadiyah 08 Medan di Jalan Bromo Gg. Santun No.19 Medan yang berusia 5-8 tahun yaitu usia yang paling rentan terhadap karies gigi sebanyak 345 orang (data diperoleh dari dokumen sekolah).

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non random sampling yaitu dengan teknik purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah murid kelas III siswa kelas III dianggap sudah dapat diwawancarai.

Sampel adalah sebagian dari murid yang dihitung berdasarkan rumus (Notoatmodjo S, 2005):

N n =

1 + N (d²) Keterangan :

N = Jumlah seluruh murid n = Besar sampel

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi yang ditetapkan sebesar 0,1 (Notoatmodjo, 2005).


(44)

Maka, sampel dar adalah:

345 n =

1 + 345 (0,1²) = 77,53

= 78 orang

Sampel diambil secara sengaja dari siswa kelas III SD Muhammadiyah 08 Medan yang berjumlah 134 orang dengan melihat umur, kehadiran siswa selama penelitian berlangsung dan kemampuan mereka dalam mengisi kuesioner.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden tentang kebiasaan makan yang meliputi frekuensi makan dan jenis jajanan yang bersifat kariogenik, serta cara mengonsumsi makanan kariogenik tersebut dengan menggunakan formulir food frequency, data karies gigi diperoleh dari pemeriksaan langsung oleh dokter gigi dengan menggunakan alat diagnosa kedokteran gigi yaitu terdiri dari kaca mulut, sonde, pinset dan excavator sedangkan data tentang perilaku pemeliharaan kesehatan gigi diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder mencakup data gambaran umu Muhammadiyah 08 di Jalan Bromo Gg. Santun No.19 Medan meliputi data jumlah siswa dengan mencatat dokumen yang diperoleh dari bagian administrasi sekolah.


(45)

3.5. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner karies gigi

2. Formulir food frequency

3. Alat diagnosa kedokteran gigi seperti : kaca mulut, sonde, pingset, excavator. 3.6. Defenisi Operasional

1. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi meluas kearah pulpa.

2. Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.

3. Jenis makanan yaitu berbagai macam makanan bersifat kariogenik yang dikonsumsi murid sekolah seperti coklat, permen, es krim dan lain- lain

4. Frekuensi yaitu tingkat keseringan mengkonsumsi makanan yang cenderung bersifat kariogenik dalam kurun waktu seminggu.

5. Cara mengonsumsi makanan kariogenik adalah tindakan anak sekolah dalam menghabiskan makanan didalam mulut, seperti mengemut, mengunyah dan menjilat.

6. Pemeliharaan kesehatan gigi yaitu tindakan yang dilakukan untuk menjaga dan merawat gigi seperti kebiasaan menyikat gigi yang benar, berkumur-kumur dan pemeriksaan gigi ke dokter gigi.


(46)

3.7. Aspek Pengukuran 1. Karies Gigi

Karies gigi diketahui dengan melakukan pemeriksaan. Tingkat keparahan karies gigi dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (Tarigan, 1995) :

a. Karies superficialis (ringan) dimana karies baru mengenai enamel saja, sedangkan dentin belum terkena. Biasanya penderita belum merasakan sakit ngilu.

b. Karies media (sedang) dimana karies sudah mengenai dentin tetapi belum melebihi setengah dentin. Biasanya perasaan ngilu baru ada pada waktu makan makanan asam, manis dan dingin.

c. Karies propunda (berat) dimana sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

2. Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik

Tingkat konsumsi diukur dengan cara menjumlahkan skor yang ada di formulir frekuensi makan makanan kariogenik. Pemberian skor :

- Bila makanan dikonsumsi setiap hari (diberi skor 1)

- Bila makanan dikonsumsi 4-5 kali seminggu (diberi skor 2) - Bila makanan dikonsumsi 1-3 kali seminggu (diberi skor 3)

Berdasarkan nilai jumlah nilai skor dikelompokkan menurut kelas interval dalam 3 kategori (Arikunto, 2002) :

- Tinggi bila skor yang diperoleh lebih dari 21 - Sedang bila skor yang diperoleh 11-21


(47)

3. Pemeliharaan kesehatan gigi diukur melalui 8 pertanyaan yang digunakan kepada responden dengan memilih jawaban yang disediakan. Jawaban yang paling benar diberikan nilai 3 dan yang paling rendah diberi nilai 1.

Pengukuran dibedakan atas 3 kategori menurut Arikunto (2002):

- Baik, jika jawaban responden yang benar lebih dari 75% dengan skor lebih dari 18.

- Sedang, jika jawaban responden yang benar 40-75% dengan skor 10-18. - Kurang, jika jawaban responden yang benar kurang dari 40% dengan skor

kurang dari 10. 3.8. Teknik Analisis Data 3.8.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing, yaitu melihat dan memeriksa apakah pertanyaan sudah diteliti dan dapat dibaca dan tidak ada lagi kekeliruan yang dapat mengganggu pada proses pengolahan data.

2. Koding, yaitu memberi kode atau angka-angka tertentu pada kuesioner. 3. Entri data.


(48)

3.8.2. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dapat dianalisis secara deskriptif.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Ada tidaknya hubungan antara tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan timbulnya karies gigi dilihat dengan menggunakan uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 0,05.

Jika ditemukan pada tabel 2 x 2 ada expected count yang kurang dari 5 maka dilakukan Exact Fisher.

Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara deskriptif.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Sekolah

Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah 08 Medan didirikan pada tahun 1963 diatas lokasi seluas 2050 m2. Sekolah Dasar ini terletak di jalan Bromo Gang Santun No. 19 Medan. Adapun sarana yang dimiliki sekolah ini adalah 20 ruangan kelas, 1 ruangan kantor yang digabung dengan tata usaha, 1 ruangan UKS dan 4 WC.

Saat ini, kepala sekolah SD tersebut adalah Bapak Rahmat Fajar, S.Ag yang dibantu oleh 26 orang guru, 1 orang TU dan 1 orang penjaga sekolah. Jumlah siswa yang belajar di sekolah tersebut pada tahun ajaran 2011/2012 berjumlah 793 orang yang terdiri dari 91 orang kelas I, 121 orang kelas II, 134 orang kelas III, 149 orang kelas IV, 151 orang kelas V, dan 147 orang kelas VI.

Berdasarkan jenis kelamin siswa di SD tersebut terdapat 424 orang siswa laki-laki (53,47%) dan 369 orang siswa perempuan (46,53%). Untuk lebih jelasnya distribusi jumlah murid berdasarkan jenis kelamin di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Di sekitar sekolah ini terlihat banyak pedagang yang menjual makanan yang bersifat kariogenik seperti roti berselai, molen, donat, biskuit, coklat, es krim, permen dan sirup.


(50)

Tabel 4.1 Distribusi Murid Berdasarkan Jenis Kelamin di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

n % n % n %

I 46 5,81 45 5,67 91 11,48

II 68 8,58 53 6,68 121 15,26

III 62 7,81 72 9,08 134 16,89

IV 80 10,09 69 8,70 149 18,79

V 79 9,96 72 9,08 151 19,04

VI 89 11,22 58 7,32 147 18,54

Jumlah 424 53,47 369 46,53 793 100,00

Sumber : Bagian Tata Usaha SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun Ajaran 2011/2012

4.2. Gambaran Umum Responden

Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti maka diperoleh gambaran responden menurut jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

Jenis Kelamin

Kelas Jumlah

III

A %

III

B %

III

C %

III

D % n %

Laki-laki 12 44,44 9 50,00 3 18,75 7 41,18 31 39,74 Perempuan 15 55,56 9 50,00 13 81,25 10 58,82 47 60,26 Jumlah 27 100,00 18 100,00 16 100,00 17 100,00 78 100,00

Pada tabel 4.2. dapat diketahui bahwa dari 78 responden terdapat 31 orang responden (39,74%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 47 orang responden (60,26%) yang berjenis kelamin perempuan.


(51)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

No Umur Jumlah

N %

1 7 7 9,00

2 8 71 91,00

Jumlah 78 100,00

Pada tabel 4.3. menunjukkan bahwa dari 78 responden di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan terdapat 7 responden (9,00%) berumur 7 tahun dan 71 responden (91,00%) berumur 8 tahun.

4.3. Hasil Pemeriksaan Karies Gigi

Berdasarkan hasil pemeriksaan gigi pada 78 responden yang dilakukan oleh dokter gigi, maka dapat diketahui jumlah penderita karies gigi berdasarkan tingkat keparahan yang dilihat dari kedalamannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan Karies Gigi Menurut Kedalamannya di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

No Tingkat Karies Gigi Jumlah

n %

1 Berat 65 83,30

2 Sedang 7 9,00

3 Ringan 2 2,60

4 Tidak Menderita Karies Gigi 4 5,10

Jumlah 78 100,00

Pada tabel 4.4. dapat diketahui bahwa dari 78 responden terdapat 65 responden (83,30%) yang menderita karies berat, 7 responden (9,00%) yang menderita karies sedang, 2 responden (2,60%) yang menderita karies ringan dan 4 responden (5,10%) tidak menderita karies gigi.


(52)

4.4. Konsumsi Makanan Kariogenik

Konsumsi makanan kariogenik dapat dilihat dari jenis makanan yang bersifat kariogenik, frekuensi makan makanan yang bersifat kariogenik dan cara mengonsumsi makanan yang bersifat kariogenik tersebut.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Makanan Kariogenik di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

No Frekuensi Makan Jumlah

n %

1 Tinggi 53 67,90

2 Sedang 25 32,10

Jumlah 78 100,00

Frekuensi makan makanan kariogenik yang diteliti adalah kebiasaan makan makanan kariogenik yang dilihat dalam jangka waktu satu minggu. Pada tabel 4.5. diketahui bahwa dari 78 responden terdapat 53 orang (67,90%) yang frekuensi makannya dikategorikan tinggi, 25 orang (32,10%) dikategorikan sedang dan tidak ada anak yang frekuensi makan makanan kariogeniknya rendah.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan yang Bersifat Kariogenik dengan Frekuensi makan pada Anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

Jenis Makanan/ Minuman Frekuensi Jumlah Setiap Hari 4-5 kali Seminggu 1-3 Kali Seminggu Tidak Pernah

n % n % n % n % n %

Roti Selai 51 65,40 13 16,70 13 16,70 1 1,30 78 100,00 Molen 52 66,70 16 20,50 8 10,30 2 2,60 78 100,00 Donat 48 61,50 21 26,90 8 10,30 1 1,30 78 100,00 Biskuit 48 61,50 18 23,10 12 15,40 0 0,00 78 100,00 Coklat 46 59,00 24 30,80 8 10,30 0 0,00 78 100,00 Es krim 48 61,50 16 20,50 13 16,70 1 1,30 78 100,00 Permen 51 65,40 16 20,50 10 12,80 1 1,30 78 100,00 Sirup 37 47,40 31 39,70 10 12,80 0 0,00 78 100,00 Susu 55 70,50 16 20,50 7 9,00 0 0,00 78 100,00


(53)

Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa semua makanan yang bersifat kariogenik sangat sering dikonsumsi, susu merupakan minuman yang paling sering dikonsumsi setiap hari dengan persentase 70,50% yaitu 55 orang dilanjutkan molen dengan persentase 66,70% yaitu 52 orang lalu roti selai 51 orang (65,40%) dan yang terakhir sirup 37 orang (47,40%).

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mengonsumsi Makanan yang Bersifat Kariogenik di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

Jenis Makanan/ Minuman

Cara Mengonsumsi

Jumlah diemut dikunyah dijilat

n % n % n % n %

Biskuit 7 9,00 70 89,70 1 1,30 78 100,00 Coklat 36 46,20 26 33,30 16 20,50 78 100,00 Es krim 20 25,60 3 3,80 55 70,05 78 100,00 Permen 57 73,10 20 25,60 1 1,30 78 100,00 Jumlah 120 38,46 119 38,14 73 23,40 312 100,00

Cara mengonsumsi beberapa makanan kariogenik dapat berbeda-beda, menurut beberapa penelitian, mengonsumsi dengan cara mengemut memiliki resiko terjadinya karies lebih tinggi. Pada tabel 4.7. dapat dilihat bahwa cara mengonsumsi makanan kariogenik yang paling banyak yaitu dengan cara diemut, untuk biskuit terdapat 7 orang (9,00%), coklat terdapat 36 orang (46,20%), dikunyah ada 26 orang (33,30%) dan dengan cara dijilat ada 16 orang (20,50%), es krim sebanyak 20 orang (25,60%), dan permen terdapat 57 orang (73,10%).


(54)

4.5. Perilaku Responden Terhadap Kesehatan Gigi

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari kuesioner yang telah diberikan kepada 78 responden, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeliharaan Kesehatan Gigi di SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan Tahun 2011

No Perilaku Jumlah

n %

2 Sedang 64 82,10

3 Baik 14 17,90

Jumlah 78 100,00

Pada tabel 4.8. dapat diketahui bahwa dari 78 orang responden terdapat 14 orang (17,90%) dikatergorikan baik, 64 orang (82,10%) dikategorikan sedang.

Hasil yang didapat peneliti dari kuesioner yang diisi oleh 78 responden, terdapat 58 orang (74,4%) yang menyikat gigi setiap hari, 74 orang (94,90%) menyatakan selalu menggunakan pasta gigi ketika menyikat gigi. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa kebanyakan responden mengetahui cara menyikat gigi yang benar, hal ini dilihat dari jawaban mereka pada kuesioner, ada 34 orang (43,60%) yang mengetahui dengan benar cara menyikat gigi bagian depan, dan ada 47 orang (60,30%) yang mengetahui dengan benar cara menyikat gigi bagian dalam yang biasa digunakan untuk mengunyah. Ada 31 orang (39,70%) yang tidak menyikat giginya setelah makan dan 39 (50,00%) orang hanya kadang-kadang saja melakukannya, 37 orang (47,40%) yang tidak menyikat giginya sebelum tidur dan 38 orang (48,70%) menyatakan kadang-kadang melakukannya, berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa responden diketahui bahwa kebanyakan anak-anak menyikat giginya pada saat mandi pagi dan mandi sore oleh karena itu banyak yang tidak


(55)

menyikat gigi setelah makan maupun sebelum tidur. Dalam hal berkumur-kumur setelah mengonsumsi makanan manis ada 30 orang (38,50%) yang kadang-kadang melakukannya dan 44 orang (56,40%) tidak melakukannya.

Pemeriksaan gigi ke dokter gigi/petugas kesehatan untuk setiap 6 bulan sekali ada 39 orang (50,00%), hal ini dikarenakan memang setiapsatu tahun ada 2 kali petugas kesehatan dari puskesmas yang rutin memeriksa keadaan gigi mereka.

4.6. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi Berdasarkan data tingkat konsumsi makanan kariogenik dan karies gigi, yang telah dikumpulkan dari 78 orang responden dan kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square, maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Frekuensi Makan Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi Menurut Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011

Frekuensi Makan Makanan Kariogenik

Karies Gigi

Jumlah P Tidak

Karies Ringan Sedang Berat

n % n % n % n % n %

0,000 Tinggi 1 1,90 1 1,90 0 0,00 51 96,20 53 100,00

Sedang 3 12,00 1 4,00 7 28,00 14 56,00 25 100,00

Dari Tabel silang 4.9. dapat dilihat bahwa murid yang frekuensi makan makanan kariogeniknya tinggi paling banyak menderita karies gigi yaitu sebanyak 53 orang (67,90%), sedangkan murid yang frekuensi makannya sedang menderita karies sebanyak 25 orang (32,10%). Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,000 (p<0,05), yang artinya ada hubungan


(56)

bermakna antara frekuensi makan makananan kariogenik dengan timbulnya karies gigi.

4.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Karies Gigi

Berdasarkan data jenis kelamin dan karies gigi, yang telah dikumpulkan dari 78 orang responden dan kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square, maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.10. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Karies Gigi Menurut Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011

Jenis Kelamin

Karies Gigi

Jumlah P Tidak

Karies Ringan Sedang Berat

n % n % n % n % n %

0,255 Laki-laki 3 9,70 1 3,20 1 3,20 26 83,90 31 100,00

Perempuan 1 2,10 1 2,10 6 12,80 39 83,00 47 100,00

Dari Tabel silang 4.10. dapat dilihat bahwa dari 31 orang laki-laki, ada 26 orang (33,30%) yang menderita karies berat, sedangkan murid perempuan dari 47 orang terdapat 39 orang (50.00%) yang menderita karies berat. Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh p=0,255 (p>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan timbulnya karies gigi.

4.8. Hubungan Perikaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi Berdasarkan data pemeliharaan kesehatan gigi dan karies gigi, yang telah dikumpulkan dari 78 orang responden dan kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square, maka diperoleh data sebagai berikut:


(57)

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi Menurut Kedalamannya di SD Muhammadyah 08 Medan Tahun 2011

Pemeliharaan Kesehatan

Gigi

Karies Gigi

Jumlah P Tidak

Karies Ringan Sedang Berat

n % n % n % n % n %

0,000 Sedang 0 0,00 0 0,00 3 4,70 61 95,30 64 100,00

Baik 4 28,60 2 14,30 4 28,60 4 28,60 14 100,00

Berdasarkan tabel silang 4.12. dapat dilihat bahwa anak yang pemeliharaan kesehatan gigi dengan kategori sedang ternyata paling banyak menderita karies gigi yaitu 64 orang (82,10%), anak yang tidak menderita karies gigi yaitu 4 orang (5,10%) merupakan anak yang pemeliharaan kesehatan giginya tergolong baik. Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh p=0,000 (p<0.005) yang artinya ada hubungan yang bermakna antara pemeliharaan kesehatan gigi dengan timbulnya karies gigi.


(58)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap tingkat konsumsi makanan kariogenik yang dilihat dari frekuensi makan dan jenis makanan yang paling sering dikonsumsi, cara mengonsumsi, jenis kelamin dan perilaku individu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi yang dihubungkan dengan karies gigi pada murid SD Swasta Muhammadyah 08 Medan, dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.1. Jenis Makanan Kariogenik dan Cara Mengonsumsinya

Jenis makanan kariogenik yang paling sering dikonsumsi oleh anak SD Muhammadyah 08 Medan adalah susu, molen, permen, roti selai, donat, biskuit dan es krim. Menurut Boedihardjo (1985), gula yang berada dalam susu akan diubah menjadi asam oleh bakteri, yang kemudian asam tersebut akan melarutkan enamel gigi. Suwelo (1992) juga mengungkapkan laktosa yang terkandung dalam susu akan diubah oleh mikroorganisme menjadi asam laktat dengan pH = 5,5. Ini merupakan pH kritis yang dapat mempercepat timbulnya lubang pada gigi. Molen, permen, roti selai dan donat merupakan makanan manis yang bersifat lenket, lunak dan manis yang sangat mudah menempel pada permukaan gigi. Anak-anak yang menderita karies berat pada umumnya sulit untuk mengonsumsi makanan-makanan yang keras, mereka lebih memilih makanan lunak yang pada akhirnya akan memperbanyak lubang pada gigi mereka.

Menurut Pratiwi (2009) cara mengonsumsi juga mempengaruhi resiko karies, oleh karena itu disarankan agar menghindari menghisap/mengemut permen dan makanan manis lainnya. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan pendapat


(59)

Tarigan (1995), seseorang yang mengemut makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai resiko karies lebih tinggi dari pada orang yang mengemut makanan / oral clearance time pendek.

Berdasarkan hasil penelitian di SD Muhammadyah 08 sebagian besar anak-anak mengonsumsi makanan dengan cara diemut yaitu (73,10%) untuk permen, (46,20%) coklat, (25,60%) es krim dan (9,00%) untuk biskuit. Sesuai dengan pernyataan diatas, ini menunjukkan anak-anak ini memiliki resiko terkena karies lebih tinggi.

Cara mengonsumsi makanan tertentu tidaklah dapat diubah, namun untuk mengurangi resiko karies gigi yang terpenting adalah pemilihan makanan yang tepat yaitu dengan menghindari jenis makanan kariogenik yang secara umum dikonsumsi dengan cara diemut seperti permen dan coklat.

5.2. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi Tingkat konsumsi makanan kariogenik ini dilihat dari frekuensi makan makanan kariogenik. Frekuensi konsumsi makanan yang mengandung sukrosa yang terdapat pada makanan manis dan camilan (snack) merupakan faktor yang paling penting dalam hubungan diet dengan kesehatan gigi. Semakin sering anak mengonsumsi makanan ringan atau makanan yang mengandung gula (kariogenik), makin meningkat pula lah resiko terkena karies gigi, (Pratiwi, 2009).

Makanan yang bersifat kariogenik bila dikonsumsi lebih dari 5 menit di dalam mulut akan lebih beresiko menyebabkan karies karena semakin lama makanan ini menempel pada gigi akan menghasilkan asam yang lebih banyak pula yang jika dibiarkan akan menimbulkan plak yang menyebabkan gigi berlubang.


(60)

Secara umum sebagian besar frekuensi konsumsi makan makanan yang bersifat kariogenik anak SD Muhammadyah 08 Medan termasuk kedalam kategori tinggi dimana hasil penelitian menunjukkan anak-anak sangat sering mengonsumsi makanan kariogenik. Dari hasil penelitian, peneliti juga melihat bahwa anak-anak sangat mudah memperoleh makanan kariogenik sepeti disebut diatas karena selain harganya murah, semua makanan tersebut dijual di lingkungan sekolah. Makanan kariogenik tersebut juga dikemas sangat menarik sehingga dapat memikat hati anak-anak untuk membelinya. Selain itu anak-anak-anak-anak ini juga sangat jarang mengonsumsi makanan yang berserat atau makanan yang baik untuk kesehatan gigi seperti buah-buahan karena memang tidak tersedia di lingkungan sekolah.

Dari hasil penelitian juga ditemukan satu responden yang memiliki frekuensi makan makanan kariogenik yang tinggi namun tidak mengalami karies gigi, dari pemeliharaan kesehatan giginya ditemukan bahwa responden tersebut menyikat gigi setiap hari dan melakukan pemeriksaan gigi setiap 6 bulan sekali. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun frekuensi makan makanan kariogeniknya tinggi, apabila pemeliharaan kesehatan giginya baik maka tidak akan mengalami karies gigi.

Berdasarkan uji Chi Square, untuk melihat hubungan frekuensi makan makanan kariogenik dengan karies gigi maka pada X2 =21,82 diperoleh nilai p=0,00 maka dapat disimpulankan bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi makan makanan kariogenik dengan karies gigi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Barus (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara frekuensi makan jajanan yang bersifat kariogenik dengan karies gigi.


(61)

5.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Karies Gigi

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square pada X2=4,06 diperoleh nilai p=0,255 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan timbulnya karies gigi.

Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Tarigan (1995) yang menyatakan prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.

Dikatakan tidak sejalan karena jenis kelamin merupakan faktor luar yang hanya mempengaruhi sebagian kecil timbulnya karies, sementara dilihat dari faktor utama yaitu dari segi makanan, anak laki-laki dan perempuan di SD ini memiliki tingkat konsumsi yang sama-sama tinggi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahadi (2009) disimpulkan bahwa variabel jenis kelamin tidak terbukti mempunyai hubungan dengan kejadian karies gigi pada anak SMP. Hal ini menunjukkan penelitiannya sejalan dengan penelitian di SD muhammadyah 08 Medan.

5.4. Hubungan Pemeliharaan Kesehatan gigi dengan Karies Gigi

Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square pada X2=40,87 diperoleh nilain p=0,000 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara pemeliharaan kesehatan gigi dengan timbulnya karies gigi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Barus (2008) yang menyatakan ada hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dengan timbulnya karies gigi.


(62)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar anak SD Swasta muhammadyah 08 Medan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi termasuk kedalam kategori sedang yaitu 64 orang (82,10%). Hasil wawancara peneliti menunjukkan bahwa sebenarnya sebagian besar anak-anak menyikat giginya setiap hari namun tidak pada waktu yang seharusnya. Waktu yang paling tepat menyikat gigi adalah beberapa saat setelah makan dan sebelum tidur. Menyikat gigi setelah makan membantu mengikis sisa makanan dengan segera dan memberi kesempatan kepada pH gigi untuk kembali normal. Menyikat gigi sebelum tidur juga tidak member kesempatan sisa makanan menjadi sarang bakteri yang menyebabkan karies, (Pratiwi, 2009).

Menurut Machfoedz (2005) kebiasaan makan makanan yang bersifat kariogenik sebenarnya tidak akan menjadi masalah bila sesudah mengonsumsi makanan tersebut segera dibersihkan paling tidak dengan berkumur-kumur. Pada penelitian di SD ini, peneliti memperoleh data bahwa sebagian besar anak-anak tidak berkumur-kumur setelah makan makanan yang bersifat kariogenik tersebut. Dari hasil penelitian juga diperoleh 4 responden yang secara umum memiliki kebiasaan pemeliharaan yang baik namun menderita karies gigi berat, dilihat dari pemeliharaan gigi mereka, keempat responden ini memang menyikat gigi setiap hari namun mereka tidak berkumur-kumur ketika selesai mengonsumsi makanan kariogenik, selain itu mereka juga hanya kadang-kadang bahkan ada yang tidak pernah menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur padahal frekuensi makan makanan kariogenik mereka tergolong sedang dan ada yang tinggi.


(63)

Pemeriksaan gigi ke dokter gigi juga seharusnya dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun. Dari hasil wawancara peneliti melihat sebagian besar anak-anak ini melakukan pemeriksaan yang rutin namun ternyata itu karena memang petugas kesehatan dari puskesmas datang ke SD tersebut setiap 6 bulan sekali, namun petugas kesehatan kurang memberikan penyuluhan yang lebih spesifik, serta tidak ada tindak lanjut seperti memberi rujukan bagi penderita karies berat.

Penyuluhan kesehatan gigi juga sangat penting dilakukan di sekolah-sekolah oleh petugas kesehatan maupun pemberdayaan dokter kecil sekolah, khususnya pada anak sekolah dasar. Penyuluhan dapat dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Pada penyuluhan tersebut sebaiknya pesan-pesan yang disampaikan harus sederhana, seperti: (1) Hindari kudapan yang manis, lengket, di antara waktu makan. (2) Gosok gigi secara menyeluruh sekurang-kurangnya sekali sehari dengan pasta gigi yang mengandung fluor. (3) periksakan gigi setiap 6 bulan sekali. Selain itu dapat juga dengan menempelkan poster-poster di lingkungan sekolah. Apabila ditemukan anak yang menderita karies tingkat berat sebaiknya petugas kesehatan memberi rujukan ke puskesmas.


(1)

Linear-by-Linear Association .762 1 .383

N of Valid Cases 78

a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .79.

Crosstabs

Jumlah Frekuensi Makan Makanan Kariogenik * Tingkat keparahan karies Gigi Crosstabulation

Tingkat keparahan karies Gigi

Tidak karies ringan sedang berat Jumlah Frekuensi Makan

Makanan Kariogenik

tinggi Count 1 1 0 51

Expected Count 2.7 1.4 4.8 44.2

% within Jumlah Frekuensi Makan Makanan Kariogenik

1.9% 1.9% .0% 96.2%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

25.0% 50.0% .0% 78.5%

% of Total 1.3% 1.3% .0% 65.4%

sedang Count 3 1 7 14

Expected Count 1.3 .6 2.2 20.8

% within Jumlah Frekuensi Makan Makanan Kariogenik

12.0% 4.0% 28.0% 56.0%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

75.0% 50.0% 100.0% 21.5%


(2)

Total Count 4 2 7 65

Expected Count 4.0 2.0 7.0 65.0

% within Jumlah Frekuensi Makan Makanan Kariogenik

5.1% 2.6% 9.0% 83.3%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 5.1% 2.6% 9.0% 83.3%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 21.822a 3 .000

Likelihood Ratio 22.850 3 .000

Linear-by-Linear Association 11.580 1 .001

N of Valid Cases 78

a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .64.


(3)

Tingkat keparahan karies Gigi

Tidak karies ringan sedang berat Total Perilaku

Individu

sedang Count 0 0 3 61

Expected Count 3.3 1.6 5.7 53.3

% within Total

Perilaku Individu .0% .0% 4.7% 95.3%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

.0% .0% 42.9% 93.8%

% of Total .0% .0% 3.8% 78.2%

baik Count 4 2 4 4

Expected Count .7 .4 1.3 11.7

% within Total

Perilaku Individu 28.6% 14.3% 28.6% 28.6%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

100.0% 100.0% 57.1% 6.2%

% of Total 5.1% 2.6% 5.1% 5.1%

Total Count 4 2 7 65

Expected Count 4.0 2.0 7.0 65.0

% within Total

Perilaku Individu 5.1% 2.6% 9.0% 83.3%

% within Tingkat keparahan karies Gigi

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 40.870a 3 .000

Likelihood Ratio 33.802 3 .000

Linear-by-Linear Association 38.188 1 .000

N of Valid Cases 78

a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .36.


(5)

DOKUMENTASI

Gambar 1. Murid-murid jajan pada saat jam istirahat


(6)

Gambar 3. Responden sedang mengisi kuesioner dan formulir frekuensi makanan


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MAKANAN BERSERAT DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI

4 22 174

Hubungan Konsumsi Jenis Makanan Kariogenik fengan Kejadian Karies Gigi pada Anak di Sdn Krandon Kudus

0 2 5

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 4 15

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI ANAK TK Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 6 16

PERBEDAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA KARIES GIGI DAN TIDAK Perbedaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Karies Gigi Dan Tidak Menderita Karies Gigi Di Sekola

0 0 17

PENDAHULUAN Perbedaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Karies Gigi Dan Tidak Menderita Karies Gigi Di Sekolah Dasar Banyuanyar III Surakarta.

0 0 6

PERBEDAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA KARIES GIGI DAN TIDAK MENDERITA KARIES Perbedaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Karies Gigi Dan Tidak Menderita Kari

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN FREKUENSI MAKAN MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KARIES GIGI PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK ABA 52 SEMARANG.

4 31 96