7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Menurut Hassan Shadly dalam Mansyurdin SH, 1994:43 mendefenisikan masyarakat adalah sebagai golongan besar dan kecil manusia, yang dengan atau karena
sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebatinan yang terjadi dengan sendirinya disini menjadi unsur
yang sine qua non yang harus ada bagi masyarakat. Masyarakat bukannya ada dengan hanya menjumlah adanya orang-orang saja, diantara mereka harus ada pertalian satu
sama lain. Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto, 1982 :22 menyatakan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan
sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Akan tetapi bedanya adalah bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat
adalah berbeda, bedanya hanyalah bahwa kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan lain dalam memenuhi segala kebutuhan
masyarakatnya. Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat, terdiri dari unsur-unsur besar
dan kecil yang merupakan bagian-bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai satu kesatuan. Seorang Antropolog yaitu C. Kluckhohn didalam sebuah karyanya
yang berjudul Universal Categories of Culture dalan Koentjaranigrat 1994 : 203-204 telah menguraikan ulasan-ulasan para sarjana mengenai hal itu. Inti pendapat - pendapat
Universitas Sumatera Utara
8 dari ahli sarjana itu menunjuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai Cultural Universals, yaitu: 1.
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia 2.
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi. 3.
Sistem kemasyarakatan. 4.
Bahasa. 5.
Kesenian. 6.
Sistem pengetahuan. 7.
Religi. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain manusia adalah mahluk pribadi sekaligus mahluk sosial dimana
sebagai pribadi manusia memiliki kebiasaan bagi dirinya sendiri Habit dan sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
Soerjono Soekanto 1982 : 1973 Akan tetapi kita harus sadar didalam pengalaman hidup manusaia, kebudayaan itu adalah bersifat universal, akan tetapi perwujudan
kebudayaan mempunyai ciri-ciri yang khusus sesuai dengan situasi maupun lokasinya masing-masing. Masyarakat dan kebudayaan adalah Dwi tunggal yang tak dapat
dipisah-pisahkan Soerjono Soekanto 1982 : 174 . Hal ini mengakibatkan bahwa setiap masyarakat manusia mempunyai kebudayaan atau dengan perkatan lain , kebudayaan
bersifat universal yaitu menjadi atribut dari setiap masyarakat di dunia ini. Akan tetapi apabila seseorang dari masyarakat tertentu berhubungan dengan seseorang yang
Universitas Sumatera Utara
9 menjadi angggota masyarakat berlainan, maka dia akan sadar bahwa adat istiadat kedua
masyarakat adalah tidak sama.. Para perantau yang datang dan tinggal serta enetap di luar daerah asalnya, akan
selalu disertai dengan poa tingkah laku dan sikap tertentu. Dalam mlakuka perpindahan suku bangsa pendatang akan turut membawa adapt-astiadat, norma dan berbagai bentuk
organisasi sosial kedalam lingkungan sosial budaya setempat. Budaya setempat ini bisa merupakan sesuatu yang baru bagi suku pendatang. Ditempat tujuan kebiasaan-
kebiasaan yang dibawa dari daerah asal akan mengalami perubahan termasuk orientasi terhadap kampong halaman Naim : 73 .
Masuknya suku pendatang kedaerah tertentu yang ditempati oleh bangsa suku lain akan melahirkan terjadinya kontak sosial atau hubungan sosial diantara mereka.
Menrut Suyatno 1974:5 kondisi seperti ini memungkinkan untuk terjadinya peminjaman unsure-unsur budaya bagi masing-masing suku bangsa.Ditempat baru,
suku pendatang di dalam proses adaptasi akan sampai kepada dua pilihan, pertama apakah pola-pola sosial budaya yang diwariskan oleh nenek moyang akan
dipertahankan dan yang kedua, adalah apakah pendatang baru itu akan mengadaptasikan dirinya dengan pola-pola sosal budaya suku bangsa setempat.
Menurut Cohen 1985:2 kelompok suku bangsa yang memasuki suatu daerah yang masih baru baginya, dimana kebudayaanya itu terpisah secara fisik dengan
kebutuhannya akan mlakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya dan fisik ditempat yang lain.Bila suku pendatang ingin hidup survive di tempat yang baru,
biasanya merka akan mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan sosial budaya setempat dan suku bangsa setempat. Dan suku bangsa setempat mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
10 budayanya dari jamahan atau pengaruh kebudayaan dari luar khususnya unsure budaya
luar yang bersifat negative. Untuk mempertahankan agar suku bangsa pendatang dapat hisup bertahan di daerah lain, setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan untuk itu
umunya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan itu melengkapi manusia denga cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan fisiologis dari badan dari
mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun ligkungan sosialnya menurut R. Ember dan M. Ember dalam Ihromi 1987:28
Menurut Suharso 1997:48 didalam kebudayaan itu manusia memiliki seperangkat pengesahan yang dipakai untuk memahami serta menginpretasikan dan
mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan yang baru. Manusia yang mempunyai pengetahuan, kebudayaan yang dipakai sehubungan dala menhadapai kebudayaan asal
sku setempat. Pengetahuan itu tentunya banyak mendukung terhadap proses adaptasi. Manusia berusaha untuk menyesuaikan dirinya di lingkungan yang baru karena
didorong untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhab itu sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Jika manusia itu berhasil dalam
memenuhi kebutuhannya maka dia akan merasa puas dan apabila tidak maka akan menimbulkan masalah.
Pada dasarnya, manusia mengenal kebutuhan akan biologis dan kebutuhan sosial phsikologis, beberapa kebutuhan ang harus diperhatikan itu adalah:
1. kebutuhan memperolh kepuasan biologi, seperti: makan, minum dan tempat
tinggal. 2.
kebutuhan akan harga diri. 3.
kebutuhan akan memperoleh penghargaan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
11 4.
kebutuhan untuk dikenal. 5.
kebutuhan memperoleh prestasi dan posisi. 6.
kebutuhan untuk dibutuhkan orang lain dan memperoleh kasih saying. 7.
kebutuhan merasa bahagia dalam kelompok. 8.
kebutuhan rasa aman dan perlindungan diri. 9.
kebutuhan kemerdekaan diri. Depdikbud 1984:12 Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam mengadaptasikan dirinya adalah tuntutan
kebutuhan akan merasa aman, untuk dikenal dan memperoleh harga diri. Proses adapatasi bangsa suku bangsa tertentu sehingga adapat diterima dilingkungan
yang baru, akan memakan waktucukup yang lama sehingga dapat hidup serasi. Suku bangsa pendatang dapat bkerjasama untuk tujuan tertentu dengan suku setempat.
Menurut Suyatno 1974: 15 proses adaptasi akan cepat terjadi apabila suku bangsa pendatang lebih terbuka terhadapa budaya suku setempat.
Sebagai mahluk sosial manusia akan yang satu lebih terbuka dan berinterksi dengan mausia lainnya terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurit Mar”at
1981: 107 interaksi adalah suatu proses dimana individu yang satu memperhatikan dan memeberikan respons terhadap individu lainnya sehingga akan dibalas dengan
tingkah laku tertentu. Untuk mencapai kehidupan yang serasi dan tidak saling merugikan dalam interaksi mereka, diharapkan adanya hubungan sosial yang termasuk
diantara kedua suku bangsa dan yang harus dipertahankan adalah hubungan yang pantas, akrab dan saling menuntungkan. Koenjaranigrat 1981:348 interaksi diantara
dua suku bangsa yang berbeda akan membuahkan dua alternative, baik yag sifatnya positif maupun sifat yang negative. Dikatakan positif apabila hubungan sosialnya
Universitas Sumatera Utara
12 harmonis dan saling menguntungkan sehingga dapat menciptakan alkulturasi, asimilasi
dan amalgamasi, sedangkan negative bila ada perbedaan sikap dan kadangkala menjurus kepada konflik.
Sebagai penyebab adanya sikap prasangka maupun streotip karma memiliki hubungan emosional yang menyangkut kelompok suku bangsa dan sebagai
penyebabnya adalah alam kaitannya denga hubungan antara kelmpok minoritas dan mayoritas yaiu:
1. kekuasaan factual yang terlihat hubungan antara gologa minoritas dan golongan
mayoritas. 2.
fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. 3.
fakta mengenai kesempatan untuk berusaha pada kelompok mayoritas da minoritas.
4. fakta mengenai unsure geografis, dimana keuargaminoritas menduduki daerah
tertentu. 5.
fakta mengenai posisi an peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasa oleh kelompok minoritas.
6. potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas daam mempertahankan
kehidupannya Mar”at 1981:114 Di daerah perantauan biasanya orang merantau akan membawa suatu misi
budaya yaitu sesuatu yang dititipakan dan khsanah budaya mereka Pelly 1983:7 . Misi budaya ini pula yang akan membuka strategi adaptasi di rantau mulai dari
pemilihan pemukiman sampai jenis pekerjaan. Manusia itu harus bisa menyesuaiakan
Universitas Sumatera Utara
13 dirinya dengan lingkungan yang baru, baik itu lingkungan sosial budaya maupun
fisiknya. Adaptasi ini perlu agar manusia itu dapat bertahan di. lingkungannya Seperti yang sudah dikemukan sebelumya bahwa masyarakat itu tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan, akan tetapi masalah yang akan dihadapai adalah bahwa bangsa Indonesia adalah beranekaragam kebudayaannnya sesuai dengan suku bangsa
masing-masing. Masalah suatu keanekaragaman tersebut adalah dilihat dari unsur Bahasa. Bahasa adalah merupakan salah satu unsur yang ada dalam kebudayaan,
dimana bahasa adalah hal yang terpenting dalam melakukan suatu interaksi dalam masyarakat yang berbeda budayanya.
Manusia telah mempunyai naluri untuk melakukan interaksi dengan sesamanya semenjak ia dilahirkan didunia. Interaksi sesama manusia merupakan suatu kebutuhan
ini adalah akibat bahwa manusia itu adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa interaksi dengan manusia lain tidak
akan dapat bertahan hidup. Dalam buku sosiologi suatu pengantar, Soerjono Soekanto 1986 : 498 mengutip defenisi Gillian dan Gillian dalam buku mereka Cultural
Sosiology yakni interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi
sosial merupakan konsep yang penting dalam sosiologi. Istilah tersebut secara kontak timbal balik atau interstimulasi dan respons antara individu-individu dan kelompok.
Adapun ciri-ciri dari interaksi sosial adalah: 1.
Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan symbol-simbol. 2.
Adanya Jumlah pelakunya lebih dari seorang, biasanya dua atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
14 3.
Adanya suatau dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang, yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung. Adanya
suatau tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan kutipan Soekanto 1990 yaitu interaksi merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia”. Lebib lanjut Soekanto 1990 menyatakan ;
“ Suatu interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat yaitu: kontak sosial untuk berhubungan dengan orang lain dan komunikasi yaitu perasaan yang ingin
disampaikan dan memungkinkan adanya kerjasama”. Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack dalam Soekanto 1982: 58
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa adanya interaksi, tak akan mungkin ada kehidupan bersama; interaksi
yang dilakukan oleh manusia mempunyai syarat-syarat agar interaksi berjalan dengan baik., yaitu:
1. Kontak
2. Komunikasi
Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama- sama dan tango yang artinya menyentuh; jadi artinya secara harafiah adalah “
bersama-sama menyentuh secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan pihak lain tanpa
menyentuhnya, seperti dengan berbicara dengan pihak lain. Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok agar
mempunyai makna bagi pelakunya, kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok
Universitas Sumatera Utara
15 lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan
reaksi. Kontak dapat terjadi secara langsung yakni melalui gerak dari fisikal organisme action of physical organism , misalnya melalui pembicaraan, gerak, isyarat dan dapat
pula secara tidak langsung, misalnya melalui tulisan atau bentuk komunikasi jarak-jauh, seperti dengan telepon, chatting, dan sebaginya. Sebagaiman yang dikatakan oleh Alvin
dan Helen Gouldner dalam Taneko 1990:110, interaksi itu adalah suatu aksi dan reaksi diantara orang-orang, jadi tidak memperdulikan secara berhadapn muka secara
langsung ataukah melalui symbol-simbol seperti bahasa, tulisan yang disampaikan dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Semua itu adalah tercakup dalam konsep interaksi
selama hubungan itu mengharapkan satu atau lebih bentuk respons. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadinya kontak belum
berarti telah ada komunikasi, oleh karena komunikasi itu muncul apabila seseorang individu memberikan tafsiran tadi, lalu seseorang itu mewujudkan dengan perilaku,
dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingun disampaikan oleh orang lain. Sehubungan dengan komunikasi, Schlegel berpendapat bahwa
manusaia adalah mahluk sosial yang dapat bergaul dengan dirinya sendiri, mentafsirkan makna-makna, obyek - obyek di dalam kesadarannya, dan memutuskan bagiamana dia
bertindak secara berarti sesuai dengan penafsiran itu Tanneko,1990 :75 . Gerungan 2002 : 57, seorang sarjana psikologi mengatakan bahwa interaksi sosial dirumuskan
sebagai berikut: yaitu suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu yang satu mempengaruhi, merubah atau memperbaiki kelakuan individu lain atau kebalikannya.
Universitas Sumatera Utara
16 . Interaksi tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila dalam suatu kelompok
masyarakat tidak terdapat suatu alat pemersatu dalam menyatukan keanekaragaman. Salah satu alat pemersatu adalah bahasa. Bahasa adalah salah satu symbol dalam
menentukan komunikasi. Akan tetapi apa yang dilakukan apabila dalam masyarakat majemuk tersebut membawa bahasa masing-masing dalam berinteraksi, maka yang
akan terjadi adalah konflik. Untuk menghindari terjadinya konflik maka yang harus diadakan adalah penyesuaian setiap bahasa daerah tersebut adaptasi bahasa .
Soerjono Soekanto Soekanto,2000:10-11memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan sistem. 6.
Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adapatasi merupakan
proses penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu Aminuddin, 2000;38,
diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
17 1.
Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2.
Menyalurkan ketegangan sosial. 3.
Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. 4.
Bertahan hidup. Proses adaptasi biasanya paling sering terjadi di daerah yang masyarakatnya
adalah majemuk dimana kemajemukan ini diakibatkan oleh adanya migrasi. Para migrasi dapat membawa dampak bagi daerah tempat dia bermigrasi. Hal ini dapat kita
lihat terjadinya perubahan bahasa. Sebagai akibat adaptasi yang dilakukan melalui interaksinya maka dapat mengakibatkan masyarakatnya menjadi bilingualistik atau
multilingualisme. Terjadinya keragaman bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya
yang Keanekabahasan bilingualisme maupun multilingualisme tidak homogen, tetapi juga atau variasi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan juga beragam.
Setiap kegitan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang
banyak, serta dalam wilayah yang luas Chaer 2004: 61 Menurut Mackey dan Fishman dalam Chaer, 2004: 84 Istilah bilingualisme
yang dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Secara sosiolinguistik, secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu.
Pertama, bahasa ibunya B1 dan yang lain menjadi bahasa keduanya B2. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang bilingual. Sedangkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
18 untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas. Selain istilah bilingualisme
dengan segala jabarannya ada juga istilah multilingualisme dapat menggunakan lebih dari dua bahasabanyak bahasa. Dimana bilingualisme dan multingualisme merupakan
model yang sama . Konsep umum bahwa bilingualisme adalah digunakannya dua buah bahasa oleh
seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian dapat menimbulkan sejumlah masalah Chaer, 2004 : 85
1. Sejauhmana taraf kemampuan seseorang akan B2 B1 tentunya dapat
dikuasai dengan baik sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang bilingual.
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme ini?
3. Apakah bahasa dalam pengertian langue atau sebuah kode, sehingga bisa
termasuk sebuah dialek atau sosiolek. 4.
Kapan seorang bilingual menggunakan kedua bahasa itu secara bergantian artinya kapan dia harus menggunakan B1-nya dan kapan pula harus
menggunakan B2-nya. 5.
Sejauh mana B1-nya dapat mempengaruhi B2-nya atau sebaliknya. 6.
Apakah bilingualisme itu berlaku pada perseorangan atau juga berlaku pada satu kelompok masyarakat tutur.
Untuk menjadi bilugualisme hal ini mempunyai suatu proses dimana pastinya orang-orang akan terlebih menguasi B1 karena sebagai bahasa ibunya dan kemudian
dalam pergaulan dan interaksi dengan orang lain maka orang tersebut dapat dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
19 untuk mengetahui bahasa orang lain yang disebut bahasa kedua B2. Akan tetapi perlu
diingat bahwa untuk pertama sekali orang tersebut tidak akan bisa dapat langsung menguasai B2 sebaik B1 karena harus berjenjang dari hanya mulai mengerti sampai
pada tahap penguasaan B2-nya sama seperti B1-nya. Pertanyaan kapan seorang penutur bilingual menggunakan B1 dan B2 atau satu
ragam bahasa tertentu adalah menyangkut masalah fungsi bahasa atau fungsi ragam bahasa tertentu didalam masyarakat tuturnya sehubungan dengan adanya ranah-ranah
penggunaan bahasa atau ragam bahasa tersebut. Kalau disini masalahnya kita sempitkan hanya pada penggunaan B1 dan B2 masalah ragam bahasa kita tangguhkan
dulu karena anatara bilingual dan multulingual mempunyai model yang sama, maka kembali ke pertayaan kapan B1 harus digunakan dan kapan B2 harus dipakai.
Pertanyaan ini menyangkut masalah pokok sosiolinguistik, “siapa pembicara, dengan bahasa apa, kepada siapa kapan dan dengan tujuan apa”. B1 pertama-tama dan
terutama dapat digunakan dengan para anggota masyarakat tutur yang sama bahasanya dengan penutur. Jika B1 penutur adalah Bahasa Simalungun, maka dia akan
menggunakan bahasa Simalungun dengan semua anggota masyarakat tutur yang mengerti bahasa Simalungun, seperti dalam percakapan dalam keluaraga untuk topik
pembicaraan biasa. Untuk formal memakai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia dan kadang untuk tujuan tertentu dengan alasan tertentu bisa menggunakan bahasa
daerah dalam pergaulan walaupun berbeda masyarakat penuturnya yang terpenting mereka bisa saling mengerti misalnya antara masyarakat Simalungun dalam
menghadapi etnis Suku Karo dan Batak Toba menggunakan Bahasa Simalungun atau menggunakan Bahasa Karo atau Batak Toba tergantung kepada lawan bicara dengan
Universitas Sumatera Utara
20 alasan tertentu. Misalnya dalam bisnis dagang tetapi bagi penutur bilingual yang B1-
nya Bahasa Sunda dan B2 Bahasa Jawa hanya dapat menggunakan B2-nya itu untuk orang jawa.
Kita berasumsi bahwa penguasaan terhadap B1 oleh seorang bilingual adalah lebih baik daripada penguasaannya terhadap B2, sebab B1 adalah bahasa ibu, yang
dipelajari dan digunakan sejak kecil dalam keluarga sedangkan B2 adalah bahasa yang baru kemudian dipelajari yakni setelah menguasai B1.
Bagi seorang penutur bilingual dapat mempengaruhi B1 karena menguasai B2 hal ini dapat terjadi kalau si penutur bilingual dalam jangka waktu yang cukup lama
tidak menggunakan B1-nya, tetapi terus-menerus menggunakan B2-nya atau hal ini dapat terjadi apabila si penutur bilingual untuk jangka waktu yang lama tinggal di
masyarakat penutur yang berbeda. Misalnya orang Batak Toba yang tinggal di daerah Simalungun, dimana masyarakat tutur Toba hanya memungkinkan menggunakan B1
dalam ruang lingkup keluraga sedangkan dalam bahasa sehari-hari dipergaulan penutur tersebut harus menggunakan bahasa setempat sehingga dalam jangka waktu yang lama
bahasanya bisa berubah. Seperti yang dikemukan oleh Wolf dalam Chaer 2004 : 91, salah satu ciri
bilingualisme adalah digunakannya dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau kelompok orang dengan tidak adanya peranan tertentu dari kedua bahasa itu. Artinya
kedua bahasa itu bisa atau dapat digunakan kepada siapa saja, kapan saja dan dalam situasi bagaimana saja. Pemilihan penggunaan bahasa tergantung pada kemampuan si
pembicara dan lawan bicaranya.
Universitas Sumatera Utara
21 Misalnya di daerah Saribudolok dimana masyarakatnya adalah majemuk
sehingga bahasa yang muncul adalah multilingualisme dimana masyarakatnya yang terdiri dari penduduk asli yaitu Simalungun dan penduduk pendatang Suku Karo dan
Batak Toba. Penggunaan komunikasi masyarakatnya dapat menggunakan lebih dari satu bahasa artinya sama dengan pendapat Wolf dimana masyarakat pada umumnya
dapat mengerti dan menggunakan bahasa penduduk yang ada Bahasa Simalungun, Karo dan Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III METODE PENELITIAN