1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti perpindahan penduduk
dari negara yang satu ke negara lain, perpindahan dari pulau yang padat penduduknya kepulau yang jarang penduduknya atau perpindahan dari desa ke kota.
Akan tetapi perlu penulis tegaskan bahwa perpindahan yang dimaksud di sini adalah perpindahan suku bangsa yang mendiami satu wilayah. Berdasarkan penelitian
Mochtar Naim, ada beberapa suku bangsa di Indonesia yang mempunyai mobilitas perpindahan penduduk yang cukup tinggi, seperti Minangkabau, Banjar, Bugis dan
suku Batak. Indonesia merupakan negara yang wilayahnya sangat luas dengan penduduk
yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa daerah serta latar belakang yang budaya yang tidak sama. Perpindahan penduduk yang terjadi ini akan
meyebabkan munculnya suatu interaksi antara penduduk pendatang dengan penduduk asli. Interaksi menghasilkan proses adaptasi budaya, yang akan menyebabkan banyak
terjadi perubahan budaya bagi penduduk asli maupun bagi penduduk pendatang. Perubahan tersebut tampak pada kebiasaan, acara adat istiadat, sistem kekerabatan,
kepercayaan dan bahasa. Salah satu wilayah yang ditempati berbagai suku bangsa adalah Sumatera Utara,
yang terletak di Pulau Sumatera Utara, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan Sumatera Barat dan Riau di sebelah selatan dengan penyebaran suku-suku seperti,
Universitas Sumatera Utara
2 Batak. Batak terdiri dari 6 sub suku bangsa yang dibagi secara geografis, yaitu: batak
Toba, Karo, Simalungun, Angkola, Mandailing dan Pak-Pak. Saribudolok adalah daerah yang dikenal sebagai daerah pertanian yang letaknya
berbatasan dengan daerah Karo dan Daerah Sidikalang, karena letaknya yang berada diantara dua daerah maka Saribudolok tidak luput dari masyarakat pendatang yakni
suku Batak Toba dan Karo. Saribudolok dapat juga dinyatakan sebagai desa dengan masyarakat majemuk. Kemajemukan suku bangsa sebuah daerah berdampak pada
perubahan budaya daerah dan bahasa yang digunakan. Bahasa adalah hal terpenting dalam menjalin hubungan harmonisasi antara
individu yang satu dengan individu yang lain karena tanpa adanya bahasa maka tidak akan terjadi komunikasi. Maka dengan demikian interaksi antara pendatang dan
penduduk asli tidak akan bisa hidup berdampingan apabila setiap suku memakai bahasa daerah masing-masing. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya konflik yang
terjadi akibat salah paham maka dalam suatu daerah yang majemuk memerlukan proses adaptasi bahasa.
Proses adaptasi budaya yang terjadi pada setiap suku bangsa ada beberapa model adaptasi yang dilakukan oleh pendatang terhadap penduduk asli, adaptasi yang
dilakukan penduduk asli terhadap pendatang dan adaptasi yang tidak dilakukan oleh pihak manapun, dimana masing-masing etnik berdiam diri tanpa melakukan adapatasi.
Pada umumnya adaptasi yang paling sering terjadi adalah adaptasi yang dilakukan oleh penduduk pendatang terhadap penduduk asli.
Model adaptasi yang terjadi di Kelurahan Saribudolok adalah adaptasi penduduk asli terhadap pendatang atau saling adaptasi bahasa. Hal ini dapat dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
3 masyarakat Simalungun sebagai penduduk asli di Kelurahan Saribudolok yang pada
umumnya menguasai atau setidaknya mengerti bahasa daerah dari suku pendatang tersebut khususnya bahasa Karo dan Batak Toba. Dikatakan juga sebagai model saling
adaptasi budaya karena banyak juga penduduk pendatang yang sudah menguasai bahasa daerah setempat yaitu Bahasa Simalungun.
Suku Simalungun adalah sebagai objek dalam penelitian di dalam proses Adaptasi Bahasa Karo, Batak Toba dan Simalungun di Kelurahan Saribudolok,
Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Suku Simalungun merupakan penduduk asli di Kelurahan Saribudolok sedangkan suku Jawa, Karo, batak Toba dan
etnis China adalah penduduk pendatang. Dalam beberapa kasus dinyatakan bahwa penduduk pendatanglah yang melakukan adaptasi bahasa akan tetapi di desa ini
penduduk asli dominant Kultur yang pertama sekali yang melakukan adaptasi bahasa. Hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan penulis tertarik untuk meneliti Proses
Adaptasi Bahasa Karo, batak Toba dan Simalungun di Kelurahan Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.
1.2. Perumusan masalah