Tujuan dan Manfaat Penulisan Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

kemungkinan sebab-sebab itu mungkin diperlukan banyak penelitian. Manfaat ilmiah dari suatu penelitian perlu ditonjolkan atau dikembangkan. Permasalahan yang akan menjadi pangkal tolak dalam pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli? 2. Bagaimana jual beli yang dilakukan terhadap barang orang lain? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik dalam perjanjian jual beli?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli. b. Untuk mengetahui jual beli yang dilakukan terhadap barang orang lain. c. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik dalam perjanjian jual beli. 2. Manfaat Penulisan a. Secara teoretis Secara teoretis diharapkan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untk menambah pengetahuan dan wawasan terutama mengenai hukum perjanjian khusunya mengenai perjanjian jual beli. Universitas Sumatera Utara b. Secara Praktis Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul yang dipilih adalah “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beritikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli”, merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada, penulis yakin subtansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dengan seseorang yang lain atau lebih akan menimbulkan suatu hubungan hukum yang dinamakan perikatan, jadi dapat disimpulkan perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumber lainnya. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan arti perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak. Dalam mana suatu Universitas Sumatera Utara pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 3 Beberapa ajaran saat terjadinya perjanjian antara pihak adalah : 1. Teori kehendak willstheorie mengajarkan bahwa kesepakatan pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat; 2. Teori pengiriman verzendtheorie mengajarjan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran; 3. Teori pengetahuan vernemingstheorie mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima; 4. Teori kepercayaan vertrowenstheorie mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Hasanuddin Rahman mengatakan dari pengertian Pasal 1457 KUH Perdata di atas dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa: 4 1. Terdapat dua pihak yang saling mengikatkan dirinya, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan jual beli tersebut; 3 R.Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, hlm.9. 4 Hasanuddin Rahman, Contract Darfting, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.24. Universitas Sumatera Utara 2. Pihak yang satu berhak untuk mendapatkan menerima pembayaran dan berkewajiban menyerahkan suatu kebendaan, sedangkan pihak yang lainnya berhak mendapatkanmenerima suatu kebendaan dan berkewajiban menyerahkan suatu pembayaran; 3. Hak bagi pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya, begitupun sebaliknya, kewajiban bagi pihak yang satu merupakan hak bagi pihak yang lain. 4. Bila salah satu hak tidak terpenuhi atau kewajiban tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli. Berdasarkan penjelasan para sarjana di atas, jual beli merupakan suatu bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Jual beli senantiasa terletak pada dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran pada pihak lainnya. Pada sisi hukum perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Walaupun demikian KUH Perdata melihat jual beli hanya dari sisi perikatan semata-mata, yaitu dalam bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan, dari masing-masing pihak secara bertimbal balik, oleh karena itu jual beli dimasukkan dalam Buku Ketiga KUH Perdata tentang perikatan. Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata membahas mengenai pelaksanaan suatu perjanjian dan berbunyi :” Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu, tetapi juga oleh itikad baik. Martijn Hasselin menyebutkan semua itikad baik yang bersifat objektif mengacu kepada konsep normatif. Sesungguhnya itikad baik seringkali dilihat sebagai suatu norma tertinggi dari hukum kontrak, hukum perikatan, bahkan hukum perdata. Itikad baik seringpula dikatakan sebagai berhubungan dengan standar moral. Di satu sisi, dikatakan menjadi suatu standar moral itu sendiri, yakni suatu prinsip legal ethical, sehingga itikad baik bermakna honesty. Dengan demikian, pada dasarnya itikad baik bermakna bahwa satu pihak harus memperhatikan kepentingan pihak lainnya di dalam kontrak. Di sisi lain, itikad baik dapat dikatakan sebagai pintu masuk hukum melalui nilai moral moral values. Dengan keadaan yang demikian itu menjadikan itikad baik sebagai norma terbuka open norm, yakni suatu norma yang isinya tidak dapat ditetapkan secara abstrak, tetapi ditetapkan melalui kongkretisasi kasus demi kasus dengan memperhatikan kondisi yang ada. 5 Dalam common law Inggris dikenal dua makna itikad baik yang berbeda, yakni good faith performance dan good faith purchase. Good faith performance berkaitan dengan kepatutan yang objektif, atau reasonableness pelaksanaan kontrak. Di dalam makna yang demikian itu, itikad baik digunakan sebagai 5 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta : Pascasarjana UI, 2004, hlm.34-35. Universitas Sumatera Utara implide term, yang digunakan dalam hukum Romawi, mensyaratkan adanya kerjasama diantara para pihak untuk tidak menimbulkan kerugian dari reasonableness expectation. Good faith purchase, di lain pihak, berkaitan dengan a contracting party’s subjective state of mind; apakah seseorang membeli dengan itikad baik sepenuhnya digantungkan pada ketidaktauannya, kecurigaan, dan pemberitahuan yang berkaitan dengan kontrak. 6 Kejujuran dalam pelaksanaan persetujuan harus diperbedakan daripada kejujuran pada waktu mulai berlakunya perhubungan hukum dan kejujuran dalam pelaksanaan perjanjian. Dalam kejujuran pada waktu mulai berlakunya suatu perhubungan hukum berupa pengiraan dalam hati sanubari terhadap syarat untuk memperoleh hak milik barang telah dipenuhi. Sedangkan kejujuran dalam pelaksanaan perjanjian terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi titik berat dari kejujuran ini terletak pada tindakan yang dilakukan kedua belah pihak dalam hal melaksanakan janji. Dalam melaksanakan tindakan inilah kejujuran harus berjalan dalam hari sanubari seorang manusia berupa selalu mengingat, bahwa manusia itu sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat menipukan pihak lain dengan menggunakan secara membabi buta kata-kata yang dipakai pada waktu kedua belah pihak membentuk suatu persetujuan. Kedua belah pihak harus selalu memperhatikan hal ini dan tidak boleh mempergunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi. 7 Dalam pandangan ahli hukum Belanda antara lain Hofmann dan Vollmar dianggap adanya pengertian kejujuran yang bersifat objektif dan kejujuran bersifat 6 Ibid, hlm.161. 7 R.Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, hlm.104-105. Universitas Sumatera Utara subjektif. Perbedaan antara kejujuran subjektif dan kejujuran objektif itu oleh para ahli hukum Belanda tadi terutama dibicarakan dalam hubungan dengan suatu persetujuan, dalam mana para pihak bersepakat untuk menyerahkan penyelesaian suatu sengketa yang mungkin akan timbul dalam melaksanakan perjanjian, kepada pihak ketiga atau suatu badan hukum atau kepada salah seorang daripada para pihak, yaitu selaku pemberi nasehat yang mengikat bindend advise. Dimana hakim tidak boleh meninjau lagi isi dari nasehat yang dikatakan mengikat itu.Sedangkan apabila dilihat dari kejujuran subjektif ketentuan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata dapat dianggap bersifat subjektif, sedang untuk mencapai agar isi dari nasehat yang dikatakan mengikat itu, dapat ditinjau, dapatlah dipergunakan Pasal 1339 KUH Perdata yang memperbolehkan hakim memperhatikan hal kepatuhan billikheid di samping kejujuran goede trouw. 8 F.Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum. 9 Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam 8 Ibid, hlm.106. 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: UI Press,1986, hlm.63 Universitas Sumatera Utara peraturan perundang-undangan. 10 Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan library research bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi- informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder Penelitian yang digunakan terdiri dari : Dalam penelitian yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum. 2. Sumber Data 11 1 Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang- undangan. 2 Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian. 3 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,dan lain-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan library research, yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan 10 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm.14 11 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia, 2006, hlm.192. Universitas Sumatera Utara dengan topik dalam skripsi ini, seperti: Buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, pendapat para sarjana, dan bahan-bahan lainnya. 4. Analisa Data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban kemudian diolah dengan menggunakan metode induktif dan deduktif dan terakhir dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan