Jenis-jenis Perjanjian TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

Dalam hal syarat subjektif, maka jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian itu dibatalkan. Dalam hal ini yang berhak meminta pembatalan adalah yang merasa dirinya tertipu oleh suatu hal. Dari keempat syarat sahnya perjanjian di atas tidak ada diberikan suatu formalitas yang tertentu di samping kata sepakat para pihak mengenai hal-hal pokok perjanjian tersebut. Tetapi ada pengecualiannya terhadap undang-undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu yang dinamakan perjanjian formal. Misalnya perjanjian perdamaian harus dilakukan secara tertulis.

C. Jenis-jenis Perjanjian

Mengenai jenis-jenis perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan mengenyampingkan peraturan- perturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk perjanjian itu: 1. perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 2. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan- ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang- undang bagi masing-masing pihak. 22 Dalam KUH Perdata Pasal 1234 , perikatan dapat dibagi 3 tiga macam, yaitu: 1. Perikatan untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu barang; 2. Perikatan untuk berbuat sesuatu; 3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Ad.1. Perikatan untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu barang Ketentuan ini, siatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUH Perdata. Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual beli, tukar- menukar, penghibahan, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain. 2. Perikatan untuk berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apa si berutang tidak memenuhi kewajibannyanya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Sebagai contoh perjanjian ini adalah perjanjian hutang. 3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1240 KUH Perdata, sebagai contoh perjanjian ini adalah : perjanjian untuk tidak mendirikan rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis dan lain-lain. 22 R.M.Suryodiningrat, Perikatam-perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1978, hlm.10. Universitas Sumatera Utara Setelah membagi bentuk perjanjian berdasarkan pengaturan dalam KUH Perdata atau di luar KUH Perdata dan macam-macam perjanjian dilihat dari lainnya, R. Subekti membagi lagi macam-macam perjanjian dilihat dari bentuknya, yaitu: 23 a Perikatan bersyarat, adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggungjawabkan. b Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu, perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. c Perikatan yang memperbolehkan memilih alternatif adalah suatu perikatan dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya. d Perikatan tanggung menanggung adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan 23 R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1982, hlm.35. Universitas Sumatera Utara satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama hendak menagih suatu piutang dari satu orang, tetapi perikatan semacam ini sedikit sekali dalam praktek. e Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya. f Perikatan dengan penetapan hukum, adalah untuk mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menetapi kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman apabila perjanjian telah sebahagian dipenuhi. Di samping itu, jenis-jenis perjanjian menurut Mariam Darus adalah sebagai berikut: 24 24 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, Bandung: Alumni, 1993, hlm.91. Universitas Sumatera Utara a Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. b Perjanjian Cuma-Cuma, adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak. c Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang. Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, akan tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas dan lahirnya berdasarkan asas kebebasan berkontrak. d Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian oleh pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain perjanjian yang menimbulkan perikatan. e Perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya Pasal 1338 KUH Perdata. Selain itu, ada pula perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan uang, misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1694 KUH Perdata. Perjanjian terakhir ini dinamakan perjanjian riil. Universitas Sumatera Utara f Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. Jenis perjanjian yang istimewa adalah: 1 Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian oleh para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya perjanjian pembebasan uang; 2 Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian para pihak yang menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka; 3 Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, Pasal 1774 KUH Perdata; 4 Perjanjian sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, misalnya perjanjian pemborongan Pasal 1601 b KUH Perdata. Asser dalam Mariam Darus mengatakan bahwa “ setiap perjanjian mempunyai bagian inti dan bukan bagian inti”. Bagian inti disebut essensialia dan bukan bagian inti terdiri dari naturalia dan aksidentalia. Essensialia adalah bagian-bagian yang tidak dapat tidak harus ada dalam suatu pejanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta. Naturalia adalah bagian yang secara diam-diam melekat pada perjanjian, akan tetapi dalam hal ini dapat diperjanjikan secara tegas dihapuskan. Aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian, yaitu secara tegas diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.

D. Asas-asas Hukum Perjanjian