Proses Terjadi Gempa Bumi

27

2.2.1 Proses Terjadi Gempa Bumi

Menurut GRAY, CHRIS, 20010, terjadinya gempa bumi dibagi kedalam lima tahapan, dan dalam setiap tahapannya terjadi perubahan fisis di dalam perut bumi. Perubahan ini merupakan precursor geofisika, dan hal ini dapat membantu para ilmuwan memprediksi gempa bumi. Untuk memahami bagaimana precursor dapat timbul dan manfaatnya dalam studi prediksi gempa bumi, kelima tahapan gempa bumi ini harus dipahami. Berikut ini akan dijelaskan secara terperinci kelima tahapan tersebut: Tahap I, gempa bumi diawali dengan adanya penumpukan regangan elastis. Regangan elastis perlahan-lahan terbentuk di dalam batuan, dan batuan tersebut menjadi partikel yang dikompresi secara bersama. Tahap II, batuan tersebut sekarang dikemas seketat mungkin, dan satu- satunya cara batuan dapat berubah bentuk adalah untuk memperluas dan menempati volume yang lebih besar. Peningkatan volume ini disebut dilatancy . Kenaikan volume ini disebabkan oleh pembentukan microcracks . Dalam bentuk microcracks, air yang biasanya mengisi pori- pori dan retakan pada batuan terpaksa keluar bersama material-material yang berada di dalam microcracks tersebut, sama seperti ketika Anda menginjak pasir pantai basah. Udara sekarang mengisi pori-pori dan retakan pada batuan. Selama proses ini, batuan menjadi lebih kuat dan dapat menyimpan strain lebih besar lagi dan menyebabkan batuan semakin elastis. Proses ini dapat dideteksi di permukaan dengan mengangkat dan memiringkan tanah. 28 Tahap III, masuknya air dan deformasi tidak stabil di zona sesar. Selama tahap ini, air terpaksa kembali ke pori-pori retakan pada batuan yang disebabkan oleh tekanan air disekitarnya, seperti ketika air mengisi jejak di pasir. Batuan tersebut telah disaring di luar kapasitas normalnya. Fase ini merupakan fase dimana batuan tersebut menentukan sendiri batas kekuatannya untuk menerima strain dan stress dari luar, dan masuknya air juga mencegah terhjadinya generasi selanjutnya dari microcracks, sehingga batuan tersebut berhenti berkembang. Selain itu, air di batuan berfungsi sebagai pelumas untuk rilis, dan pada akhirnya ketegangan meningkat. Tahap IV, patahnya sesar atau terjadinya gempa bumi. Akhirnya, batuan tidak dapat lagi menahan tekanan. Sesar tiba-tiba patah, menghasilkan gempa bumi. Ketika sesar patah, energi elastis yang tersimpan dalam batuan dilepaskan dalam bentuk energi panas dan gelombang seismik. Gelombang seismik ini lah yang merupakan gelombang gempa bumi. Tahap V, tegangan drop tiba-tiba diikuti oleh gempa susulan. Sebagian besar energi regangan elastis dilepaskan oleh gempa utama, namun pecah dan mengakibatkan terjadi gempa susulan lebih kecil. Gempa susulan melepaskan energi regangan sisa, dan akhirnya ketegangan di daerah berkurang dan kondisi kembali stabil. Teori yang menjelaskan secara umum terjadinya gempa bumi adalah “Elastic Rebound Theory”. Teori ini menjelaskan bahwa gempa bumi terjadi pada 29 daerah atau area yang mengalami deformasi batuan. Energi yang tersimpan dalam deformasi ini berbentuk elastis strain dan akan terakumulasi sampai daya dukung batuan mencapai batas maksimum. Ketika batuan tersebut telah mencapai batas kemampuan maksimumnya dalam mengakumulasikan energi, batuan tersebut akan pecah dan akan menimbulkan rekahan atau patahan serta getaran pada bumi. Mekanisme dari “Elastic Rebound Theory” adalah jika terdapat dua buah gaya yang bekerja pada lapisan litosfir dengan arah yang berlawanan, batuan pada lapisan tersebut akan mengalami deformasi, karena batuan mempunyai sifat elastisitas. Bila gaya yang bekerja pada batuan terjadi dalam waktu yang lama dan terus menerus, dengan demikian energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut semakin besar, maka lama kelamaan sifat elastisitas batuan akan mencapai batas maksimum akibat terlalu besar energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut sehingga akan mulai terjadi pergeseran pada daerah tersebut. Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang bidang fault Gambar 2.16. Setelah itu batuan akan kembali stabil, namun sudah mengalami perubahan bentuk maupun posisi. Pada saat batuan mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang dikenal sebagai gempa bumi. Tegangan atau stress σ terjadi karena adanya gaya tekan F yang mengenai suatu luas permukaan A yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2.1 30 = ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … 2.2 dimana: σ = teganganstress F = gaya A = luas penampang ε = rengganganstrain ∆l = perubahan panjang benda lo = panjang mula-mula Menurut Hukum Hooke, bahwa stress berbanding lurus dengan strain. Perbandingan strees dan strain disebut dengan Modulus. Ada tiga macam modulus, yaitu: a Modulus Young, melukiskan pertambahan panjang suatu benda ∆l = . . ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2.3 Dimana: E = modulus Young b Modulus Bulk k, melukiskan pertambahan volume suatu benda = . . ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2.4 Dimana: k = modulus bulk 31 c Modulus Rigiditas atau Shear µ, melukiskan perubahan bentuk benda akibat kekenyalannya. Teori elastisitas kecepatan rambat gelombang P adalah: = + 43 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . 2.5 sedangkan kecepatan gelombang S: = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.6 dengan = 3 − 2- = 2 + - = 2 ∆ + - = 2 + - dimana: = kecepatan gelombang P . = kecepatan gelombang S . ρ = rapat jenis bahandensitas 01 2 3 k = modulus Bulk µ = modulus Rigiditas τ = perbandingan ratio poison 32 E = modulud Young ε = regangan 4∆ 5 SUBARJO, 2003

2.2.2 Gelombang Gempa Bumi