Pengambilan Data meliput i: 1. Transesterifikasi Basa
a. Pengaruh Perbandingan Mol Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi
perbandingan mol metanol : sisa CPO yaitu 1;9, 1:10,5, 1:12, dan 1:13,5 molmol, dengan suhu tertentu dan waktu tertentu. Menggunakan katalis
CaO 8 bb sisa CPO dan pengadukan 800 rpm. b. Pengaruh waktu
Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi waktu yaitu 60 menit, 90 menit , 120 menit dan 150 menit , dengan perbandingan
mol maksimum dan suhu reaksi tertentu. Menggunakan katalis CaO 8 bb sisa CPO
c. Pengaruh Suhu Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi suhu
yaitu 55
o
C, 60
o
C, 65
o
C dan 70
o
C, dengan perbandingan mol maksimum dan waktu reaksi 120 menit. Menggunakan katalis CaO 8 bb sisa
CPO dan pengadukan 800 rpm 2. Replikasi setiap proses dilakukan pengulangan sebanyak dua kali untuk
masing-masing sampel. Analisa data meliputi analisis regresi linear, analisis regresi ganda dua variabel
bebas, analisis residu, analisis korelasi Pearson, analisis korelasi ganda dua variabel bebas dan uji signifikansi koefisien korelasi tiga variabel bebas dengan menggunakan
aplikasi Software SPSS Statistical Package for Service Solution Versi 12.0.
1.14. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Kelapa Sawit Mentah
Crude Palm Oil, CPO
Tanaman kelapa sawit Elaeis guineensis dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni: minyak kelapa sawit mentah CPO yang diekstraksi dari mesokrap buah
kelapa sawit, dan minyak inti sawit Palm Kernel Oil, PKO diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mentah CPO dapat diubah menjadi beberapa
bentuk, yaitu diantaranya adalah RBDPO Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil, Stearin dan Olein. Stearin adalah fraksi CPO yang berwujud padat pada suhu kamar
dan Olein adalah fraksi CPO yang berwujud cair pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokrap buah kelapa sawit melalui
ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan
asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai
bahan pangan maupun non pangan Naibaho, 1988.
2.1.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit tersusun atas
Asam-asam lemak penyusun minyak lemak terbagi atas asam lemak jenuh saturated fatty acidSFA dan asam lemak tak jenuh unsaturated fatty acidUFA,
yang terdiri atas mono-unsaturated fatty acid MUFA dan poly-unsaturated fatty acid PUFA. Asam lemak jenuh saturated fat tidak mengandung ikatan rangkap dan
asam lemak tak jenuh unsaturated fat mengandung ikatan rangkap. Secara umum, lemak dan minyak alam yang terdiri atas
trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan komponen-komponen minor bukan minyak lemak yang secara umum disebut dengan
senyawa yang tidak dapat tersabunkan.
Universitas Sumatera Utara
asam lemak jenuh penyusun lemak berasal dari sumber hewani, dan asam lemak tak jenuh penyusun minyak berasal dari sumber nabati Ketaren, 1986.
Asam lemak yang paling dominan pada minyak kelapa sawit adalah Asam
palmitat C16:0 asam lemak jenuh dan asam oleat C18:1 asam lemak tak jenuh. Tabel 2.1.
Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit May, 1994 No
Asam Lemak Persen Kompsosisi
Berat Molekulgrmol
1 Asam Laurat 12:0
0.0 – 0.4
200.32388
2 Asam Miristat 14:0
0.6 – 1.7
228.37806
3 Asam Palmitat 16:0
41.1 – 47.0
256.43224
4 Asam Stearat 18:0
3.7 – 5.6
284.48642
5 Asam Oleat 18:1
38.2 – 43.6
282.47048
6 Asam Linoleat 18:2
6.6 – 11.9
280.45454
7 Asam Linolenat 18:3
0.0 – 0.6
280.45454
Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam lemak jenuh dan tak jenuh stearin dan olein, juga terdapat komponen minor yang
terdapat pada minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 1 komponen minor diantaranya: karoten, vitamin E tokoferol
dan tokotrienol, sterol, posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik. May, 1994.
Tabel 2.2. Komponen minor dari minyak kelapa sawit Tan, 1981.
1 Karotenoid
500-700 2
Tokoperol dan Tokotrienol 600-1.000
3 Sterol
326-527 4
Phospholipid 5-130
5 Triterpen Alkohol
40-80 6
Metil Sterol 40-80
7 Squalen
200-500 8
Alkohol Alifatik 100-200
9 Hidrokarbon Alifatik
50
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar. Kadar karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar 500 - 700 ppm dan
lebih dari 80 persennya adalah α dan ß-karoten. Bila tidak terdegradasi, beberapa
jenis karotenoid diketahui mempunyai aktivitas pro-vitamin A. Dilihat dari besarnya aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas 10 kali
Universitas Sumatera Utara
lebih besar dibandingkan dengan tomat. Selain itu studi epidemilogi mutakhir menentukan adanya hubungan antara konsumsi pangan kaya karotenoid dengan
penurunan terjadinya kanker May, 1994.
2.1.2. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit
Seiring cukup berperannya minyak kelapa sawit dalam perdagangan dunia, baik industri pangan maupun nonpangan, maka standar mutu dalam perdangangan minyak
kelapa sawit perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini minyak kelapa sawit harus benar- benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin kurang lebih 2 persen, bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning harus berwarna pucat tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan
logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam Ketaren, 1986. Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena
jika kadar asam lemaknya bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik di samping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam CPO antara lain adalah :
- Kadar air dalam CPO. - Enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO tersebut.
Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam minyak tersebut. Oleh karena itu para produsen berusaha untuk menghilangkannya
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan bleaching earth Tambun, 2002.
Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air pada CPO dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan
enzim lipase dalam CPO tersebut. Reaksi hidrolisa dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak, hal ini terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut, reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan pada minyak. Ketaren, 1986.
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak kelapa sawit dalam mutu yang terbaik. Sebagai cara untuk memperoleh standar mutu diperlukan
Universitas Sumatera Utara
suatu analisa terhadap minyak. Analisa pengujian minyak yang dimaksud meliputi: warna atau lovibond, kadar asam lemak bebas FFA, bilangan iodin, kadar
monogliserida, bilangan peroksida, titik asap smoke point, kadar logam, kadar air, kadar kotoran, dan moisture Lawson, 1985.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit: 1. Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid.
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan ketengikan serta dapat mengakibatkan turunnya rendeman minyak kelapa sawit.
2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran Dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisa pada minyak kelapa sawit.
3. Kadar Logam Adanya logam dapat berfungsi sebagai katalisator sehingga dapat menyebabkan
terjadinya reaksi oksidasi pada minyak kelapa sawit. 4. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang disebabkan oleh logam jika berlangsung intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna menjadi semakin gelap.
5. Pemucatan Kualitas minyak juga dipengaruhi oleh kualitas warna dan konsentrasi
bahan pemucat yang digunakan Tim Penulis PS, 1997.
N Tabel 2.3.
Standar mutu minyak kelapa sawit.
K k
i ik K
d
1 Asam Lemak Bebas
5 2
Kadar Kotoran 0,5
3 Kadar Zat Menguap
0,5 4
Bilangan Peroksida 6 meq
5 Bilangan Iodin
44 – 58 mggr 6
Bilangan Safonifikasi 195-205
7 Kadar Logam
10 ppm 8
Lovibond 3 – 4 R
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989
Minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemak atau yang disebut dengan biodiesel. Konversi dilakukan melalui reaksi
Universitas Sumatera Utara
transesterifikasi antara minyak kelapa sawit dengan metanol serta penambahan katalis, baik katalis asam maupun katalis basa. Biodiesel juga dapat diperoleh dari
hasil konversi RBDPO dan fraksi-fraksinya seperti stearin dan olein. Biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit mempunyai sifat-sifat kimia
dan sifat fisika yang sama dengan minyak bumi petroleum diesel sehingga dapat digunakan secara langsung untuk mesin diesel dengan melakukan pencampuran
dengan bahan bakar petroleum diesel dengan tidak perlu melakukan modifikasi apapun pada mesin diesel Fauzi, 2004.
2.2. Transesterifikasi
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi. Esterifikasi merupakan reaksi
pembentukan ester antara asam karboksilat dan alkohol, esterifikasi adalah reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan ulang
rearrangement Wahyu, 2004. Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas dua jenis, diantaranya adalah sebagai
berikut: 1. Esterifikasi langsung, yang merupakan reaksi antara alkohol dengan asam
lemak. RCOOH
+ R`OH
RCOOR`
+ H2O
Reaksinya merupakan reaksi substitusi nukleofilik gugus asil. Reaksinya tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap. Tahap pertama
adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap kedua yaitu eliminasi. Wahyu, 2004.
2. Transesterifikasi, yang meliputi reaksi: a. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk
ester yang baru. RCOOR`
+ R``OH
RCOOR`` + R`OH
b. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat membentuk ester yang baru.
RCOOR` +
R``COOH R``COOR` + RCOOH
Universitas Sumatera Utara
c. Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau disebut ester interchange Sreenivasan, 1978.
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis asam kuat atau basa kuat akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat Srivastava, 2000.
Secara umum reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan alkohol metanol dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi antara trigliserida dan metanol
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk membuat reaksi
berjalan kearah kanan Syah, 2006. Menurut azas Le Chatelier bahwa: “Setiap perubahan pada salah satu variabel sistem keseimbangan akan menggeser posisi
keseimbangan kearah tertentu yang akan menetralkan meniadakan pengaruh variabel yang berubah tadi” Bird, 1993.
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol
mudah didapat dan tidak mahal Haryanto, 2000. Metanol lebih reaktif dibandingkan dengan etanol, sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi reaksi yang sama Freedman, 1984. Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang
diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida minyak nabati seperti minyak kelapa sawit dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan
katalis. Katalis yang digunakan dapat berupa asam H
2
SO
4
, HCl, BF
3
atau berupa basa alkoksi logam, alkali hidroksida, penggunaan katalis basa akan lebih
mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga digunakan metanol berlebih untuk menggeser arah reaksi kekanan
Trigliserida Metil Ester
Metanol Gliserol
Katalis
Universitas Sumatera Utara
Yuenmay, 2004. Transesterifikasi dilakukan pada suhu 50
o
C – 70
o
C dan pada kondisi tekanan atmosfer. Suhu reaksi pada transesterifikasi minyak kelapa sawit yang
sesuai adalah pada 60
o
C, hal ini disebabkan karena suhu ini mendekati titik didih metanol 65
o
C dan titik leleh CPO 55
o
C, pada suhu ini reaktan akan tercampur secara homogen Foon, 2004.
Parameter-parameter proses transesterifikasi diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan zat menguap, perbandingan mol alkohol dengan CPO, jenis
alkohol, jenis dan jumlah katalis, suhu, waktu reaksi dan pengadukan. Meher 2004.
Minyak dan lemak dengan kandungan asam lemak bebas dalam jumlah banyak tidak dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan menggunakan
katalis basa Meher, 2004. Pengaruh negatif transesterifikasi katalis basa terhadap minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan asam
lemak bebas bereaksi dengan katalis yang ditambahkan dan selanjutnya bereaksi menghasilkan sabun, disamping itu sebagian katalis akan dinetralisasi Truck, 2002.
Jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak
dapat terjadi Haryanto, 2000. Adanya sabun akan menyebabkan naiknya koefisien viskositas dan pembentukan gel yang akan mengganggu jalannya reaksi serta
berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol Freedman, 1984. Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas
tinggi yakni lebih dari 2, maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2 Ramadhas, 2005. CPO
yang ada dipasaran biasanya mengandung sekitar 5 asam lemak bebas yang akan mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel. Oleh karena itu, asam lemak bebas
harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis asam melalui reaksi esterifikasi Prakoso, 2006. Oleh sebab itu, proses esterifikasi dilakukan secara dua
tahap. Secara sederhana asam lemak bebas dikonversi menjadi metil ester asam lemak dengan perlakuan katalis asam pada tahap awal, dan pada tahap selanjutnya
transesterifikasi sempurna dilakukan dengan menggunakan katalis basa Meher, 2004. Esterifikasi asam merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam
untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2, katalis asam umumnya adalah asam sulfat dengan konsentrasi 0.5 bb CPO Ramadhas, 2005. Esterifikasi
dilakukan dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan konstan, hal ini
Universitas Sumatera Utara
penting untuk memastikan terjadinya reaksi diseluruh bagian reaktor, kecepatan pengaduk sebesar 350 rpm. Foon, 2004.
Perbandingan mol yang sesuai antara metanol dan CPO pada proses transesterifikasi basa adalah 9:1 Meher, 2004. Transesterifikasi dengan
menggunakan katalis basa dilakukan didalam reaktor curah batch reactor pada suhu 60
o
C. Waktu reaksi yang dibutuhkan untuk mengkonversi trigliserida, digliserida dan monogliserida menjadi metil ester adalah selama 60 menit. Konsentrasi katalis
maksimum adalah 1 KOH bb CPO Cheryan, 2000. Katalis yang umum digunakan dalam transesterifikasi basa adalah NaOH, KOH dan NaOMe. Penggunaan
KOH sebagai katalis lebih baik dibanding NaOH. Penggunaan NaOH dan NaOMe dapat menyebabkan pembentukan beberapa produk samping seperti garam natrium
sabun yang mengendap dan perlu pemisahan lebih lanjut. penggunaan KOH mempunyai keuntungan, pada akhir reaksi dengan penambahan asam posfat sehingga
terbentuk kalium posfat yang dapat digunakan sebagai pupuk Ahn, 1995.
2.2.1. Katalisis Heterogen
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi zat tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada energi
bebas ∆G
, jadi juga tidak berpengaruh terhadap tetapan kesetimbangan k. Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan reaksi, jadi katalis ini ikut
dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali Sukardjo, 2002. Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis
homogen dan katalisis heterogen. Katalisis homogen ialah katalis yang mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah
katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalisis homogen kurang efektif dibandingkan dengan katalisis heterogen karena heterogenitas permukaannya.
Pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktanya sedangkan katalisis heterogen pemisahan antara katalis dan produknya serta sisa
reaktan mudah dipisahkan dengan demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalisis heterogen lebih
banyak digunakan dalam industri kimia Setyawan, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan lain dari katalisis heterogen adalah tidak korosif, ramah terhadap lingkungan, memiliki waktu hidup yang panjang dan dapat memberikan aktifitas dan
selektifitas yang tinggi Gryglewicz, 1998 ; Tanabe, 1999. Adapun mekanisme reaksi katalisis heterogen secara umum adalah sebagai
berikut: 1. Difusi molekul reaktan ke permukaan katalis
2. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis. 3. Reaksi difusi reaktan pada permukaan katalis.
4. Reaksi dalam lapisan adsorpsi. 5. Desorpsi produk reaksi dari permukaan katalis.
6. Abfusi pada produk keluar dari permukaan katalis Laidler, 1987
Desorpsi 5
Abfusi 2
6
1
Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Heterogen
Mekanisme katalisis heterogen menurut Langmuir-hinshelwood 1. Atom A dan B teradsorpsi kepermukaan katalis.
2. Atom A dan B berdifusi melalui permukaan. 3. Atom A dan B berinteraksi satu sama lain.
4. Sebuah molekul terbentuk dan terjadi desorpsi Sariyusriati, 2008.
A B A B
. .
. .
. .
A
B .
. .
. .
. A B
Reaksi Difusi
Adsorpsi
Universitas Sumatera Utara
k k k k Gambar 2.3. Mekanisme katalisis heterogen menurut Langmuir-Hinshelwood
Mekanisme katalisis heterogen menurut Rideal-Eley 1. Atom A diadsorpsi oleh permukaan katalis k.
Difusi adalah peristiwa mengalirnya berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Proses difusi molekul
reaktan kepermukaan atau difusi pada produk desorpsi merupakan proses yang paling lambat dan tidak dapat ditentukan kecuali pada penentuan proses teknik yang
melibatkan penyerapan katalis. 2. Atom B lewat, kemudian berinteraksi dengan atom A yang ada dipermukaan
katalis k. Katalis menyediakan suatu permukaan dimana pereaksi-pereaksi atau substrat untuk
sementara terjerap. 3. Atom A dan B saling berinteraksi satu sama lain
4. Sebuah molekul terbentuk dan terjadi desorpsi Terbentuk molekul produk dalam permukaan katalis kemudian terlepas molekul
produk dari permukaan katalis. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk baru dan katalis
lebih lemah sehingga akhirnya terlepas. Sariyusriati, 2008.
k k k k Gambar 2.4. Mekanisme katalisis heterogen menurut Rideal-Eley
Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan. Difusi adalah peristiwa mengalirnya berpindahnya suatu zat dalam pelarut
dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Proses difusi molekul reaktan kepermukaan atau difusi pada produk desorpsi kedalam gas utama
A B
A .
. .
B B A
A .
. .
. .
. AB
Universitas Sumatera Utara
merupakan proses yang paling lambat dan tidak dapat ditentukan kecuali pada penentuan proses teknik yang melibatkan penyerapan katalis Laidler, 1987.
Permukaan spesifik, Specific surface yang besar lebih diharapkan karena laju perpindahan massa akan meningkat sehingga akan meningkatkan laju reaksi kimia
secara keseluruhan. Permukaan spesifik yang besar ini berhubungan dengan diameter partikel yang kecil dan seluruh permukaan porinya.
Pori yang kecil membatasi kemampuan senyawa mendifusi ke dalam permukaan sebelah dalam, internal surface, demikian juga difusi produk keluar dari
pori. Sehingga didalam pemilihan diameter pori dan keseragaman diameter pori untuk menyediakan specific surface dan tahanan difusi didalam permukaan sebelah dalam
perlu diperhatikan. Tahanan difusi yang terjadi di dalam katalis disebabkan karena gesekan antar molekul maupun dengan dinding pori.
Proses heterogen selalu melibatkan energi aktivasi yang cukup besar sedang difusi dalam gas tidak melibatkan energi aktivasi. Didalam adsorpsi dan desorpsi
sangat lambat didalam poses heterogen karena keduanya melibatkan energi aktivasi yang cukup besar Laidler,1987.
Secara umum, apabila suatu partikel padat terdispersi dalam suatu media cair, maka partikel tersebut dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Terjadinya peristiwa adsorpsi yang bersifat selektif terhadap spesies bermuatan yang terdapat didalam dispersi tersebut.
2. Terjadinya peristiwa ionisasi gugus-gugus yang terdapat pada permukaan padatan, sehingga meninggalkan muatan tertentu pada permukaan padat tersebut. Mekanisme
ini sering terjadi ketika pada suatu permukaan partikel padat terdapat gugus yang mudah terionisasi, misalnya -COOH Lestari,2008.
Adsorpsi kimia menghasilkan pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekul-molekul pada
permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan
lebih mudah diadsorpsi. Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi antar-muka, diikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikei. Laju
adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel Subiarto, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Bila digunakan logam atau oksidanya sebagai katalis maka kita berusaha untuk membuat permukaan yang dapat bekerja secara katalisis sebesar-besarnya.
Untuk keperluan itu sering kali dipergunakan pendukung. Pendukung disini adalah dengan permukaan yang besar seperti batu apung, arang aktif oksida, aluminium,
kalium oksida dan silikat oleh pelekatan bagian-bagian logam diatas bahan pendukung ini. Permukaan aktif kadang-kadang diperbesar sampai seratus kali lipat
atau lebih. Karena itu bobot dari katalis dari yang sesungguhnya kadang-kadang hanya berjumlah sebagaian kecil dari seluruh bobot dari katalis yang sesungguhnya.
Pada umumnya inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia Surya, 2004. Reaksi permukaan katalis dapat
terhambat jika suatu substansi asing berikatan pada sisi aktif katalis sehingga memblok kepada subtrat molekul-molekul. Jenis penghambatan ini disebut peracunan
dan penghambat atau katalis negatif tersebut merupakan racun katalis. Suatu katalis jika sudah terpakai beberapa kali maka aktivitasnya akan
berkurang. Ini berarti bahwa kemampuan untuk mempercepat reaksi tertentu telah berkurang. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya oleh suhu
yang terlalu tinggi katalis dapat lumer sebagaian atau disenter, penyebab lain yaitu katalis dapat bereaksi dengan produk atau kotoran yang terdapat didalam bahan dasar.
Penyebab yang terkenal dari pengurangan aktivitas katalis adalah belerang dan persenyawaan belerang, air lembab vouch dan uap minyak dapat dapat dimasukkan
kedalam kelompok ini yang dikenal dengan racun katalis atau poisoning catalyst. Bila setelah beberapa waktu, aktivitas katalis telah turun sampai dibawah
minimum yang dapat diterima, katalis itu harus apkir atau berhenti. Beberapa katalis yang tidak aktif dapat diperbaiki kembali dengan jalan regenerasi. Dalam hal ini
dipergunakan uap, zat cair, zat asam atau gas lain. Katalis sering juga digenerasi dengan pengolahan memakai asam mineral, dimana logamnya dapat larut Bergeyk,
1982. Didalam dunia industri katalis yang digunakan:
1. Harus murni
2. Stabil tehadap panas
3. Memiliki waktu hidup yang panjang
4. Dapat diregenerasi
Universitas Sumatera Utara
5. Tahan terhadap keracunan
6. Kesederhanaan dalam cara pembuatannya
7. Mudah didapat
8. Harganya murah
Leach, 1983. Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah
digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodisel seperti oksida logam alkali tanah atau campuran logam alkali dengan aluminium dan zeolit
namun kebanyakan katalis logam alkali mudah mengalami kerusakan dan memilki waktu hidup yang singkat sementara itu CaO adalah katalis basa yang memiliki waktu
hidup yang panjang Liu, 2008.
2.2.2. Kalsium oksida, CaO
Nama lain dari Kalsium oksida adalah lime, caustic, quicklime atau gamping. CaO merupakan oksida basa yang didapat dari batuan gamping dimana terkandung kalsium
oksida sedikitnya 90 dan magnesia 0-5, kalsium karbonat, silika, alumina, feri oksida terdapat sedikit sebagai ketidakmurnian.
Ditinjau dari komposisinya, ada beberapa jenis gamping. Gamping hidraulik didapat dari pembakaran batu gamping yang mengandung lempung, gamping
berkadar kalsium tinggi lebih dimanfaatkan didalam reaksi kimia. Gamping dolomit yang biasanya 35-45 CaO dan 10-25 MgO.
Kalsium karbonat dan juga magnesium didapat dari endapan batu gamping marmer, kapur chalk, dolomit atau kulit kerang. Untuk tujuan penggunaan kimia,
biasanya batu gamping yang agak murni lebih disukai sebagai bahan awal, karena dapat menghasilkan gamping berkadar kalsium tinggi.
Kalsinasi CaCO
3
pada suhu 900
o
C . Reaksinya :
CaCO
3p
CaO
p
+ CO
2g
Sebagaimana ditunjukkan diatas reaksi kalsinasi tersebut bersifat dapat balik. Pada suhu dibawah 650
o
C tekanan keseimbangan CO
2
hasil dekomposisi cukup rendah. Akan tetapi suhu antara 650 dan 900
o
C, tekanan dekomposisi itu cukup meningkat Austin, 1984.
Universitas Sumatera Utara
CaO Massa relatif 56,08 gmol memilki sifat higroskopis, titik lelehnya 2600
o
C dan titik didihnya 2850
o
C, tidak larut dalam HCl, struktur kristalnya oktahedral, memiliki luas permukaannya 0,56 m
2
g West, 1984. CaO biasanya digunakan sebagai mortar, industri pupuk, industri kertas,
industri semen, pemutih bleaching dan sebagai katalis Austin, 1984 ; Liu, 2008. CaO memiliki sisi-sisi yang bersifat basa dan CaO telah diteliti sebagai katalis basa
yang kuat dimana untuk menghasilkan biodiesel menggunakan CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang
rendah, masa katalis yang lama, serta biaya katalis yang rendah. Reddy menghasilkan biodiesel dengan menggunakan nano kalsium oksida dalam kondisi suhu kamar.
Tetapi kecepatan reaksi begitu lambat dan membutuhkan 6-24 jam untuk memperoleh konversi hasil yang tinggi. Dia juga telah meneliti deaktivitasi setelah tiga kali siklus
dengan asam lemak. Zhu memperoleh 93 hasil dari minyak jarak pagar menggunakan CaO sebagai katalis tetapi katalis tersebut harus direaksikan dengan
larutan amonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu yang tinggi Liu, 2008. Zhang et al,1988, menemukan bahwa air menyebabkan peningkatan aktivitas
dan selektivitas alkohol aseton ketika MgO digunakan sebagai basa. Mereka menduga bahwa ion OH
-
merupakan sisi aktif dalam adisi aldol pada aseton. Baru baru ini aktivitas katalitik CaO dalam reaksi transesterifikasi minyak kedelai menjadi
biodiesel meningkat dengan penambahan sedikit air dalam metanol Mekanisme reaksi transesterifikasi padat dengan katalis basa CaO di dalam
penambahan sedikit air :
CaO sebagai katalisis heterogen, dimana O
2-
bereaksi dengan H
+
dari H
2
O untuk membentuk OH
-
, direaksikan lebih mudah oleh reaktan pada reaksi kimia. Kemudian OH
-
direaksikan dengan H
+
dari metanol untuk membentuk metoksi anion dan Air. Metoksi anion merupakan sisi aktif.
Mekanisme transesterifikasi gliserida untuk menghasilkan biodiesel yaitu : 1.
Metoksi anion meyerang karbon yang terikat dengan karbonil dari molekul trigliserida untuk membentuk zat antara tetrahedral
2. Tetrahedral intermediate mengambil H
+
dari CaO .Tetrahedral metoksi juga dapat bereaksi dengan metanol untuk membentuk metoksi anion
3. Langkah terakhir adalah pengaturan kembali zat antara tetrahedral yang
akan menghasilkan biodiesel dan gliserol Liu, 2008.
Universitas Sumatera Utara
CH
3
OH + --Ca—O--
-- --Ca—O--
R
1
—C—OR + --Ca—O-- R
1
—C—OR + --Ca—O-- R
1
—C---OR
+
--Ca—O-- R—C—ROH + --Ca—O --
R
1
—C—ROH
+
R
1
—C + ROH
Gambar 2.5. Mekanisme reaksi transesterifikasi basa heterogen dengan katalis
CaO
2.3. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metiletil asam- asam lemak yang berasal dari sumber daya hayati atau monoalkil ester dari asam
lemak rantai panjang yang diturunkan dari bahan yang dapat diperbaharui, seperti minyak tumbuhan dan lemak hewan. Biodiesel merupakan metil ester asam lemak
yang diperoleh dengan cara transesterifikasi trigliserida dari minyak tumbuhan dengan metanol.
O
CH
3
O H
OCH
3
O H
OCH
3
O
-
H
OCH
3
O
-
OCH
3
O
-
OCH
3
O CH
3
O H
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol biasanya metanol
menjadi alkohol ester Fatty Acid Methyl Ester atau biodiesel. Reaksi antar senyawa ester misal CPO dengan senyawa alkohol metanol memerlukan katalis untuk
mempercepat reaksinya. Reaksi alkoholisis merupakan reaksi setimbang, pergeseran reaksi ke kanan biasanya dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih. Dalam
reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester baru. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa bantuan katalisator
akan berlangsung sangat lambat Meher, 2004.
2.3.1. Kunggulan Biodiesel
Biodiesel juga bersifat biodegradable dan tidak beracun, disamping itu juga biodiesel memiliki flash point temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel
dapat menyala yang tinggi daripada diesel normal, sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel juga menambah pelumasan mesin, menambah ketahanan
mesin dan mengurangi frekuensi pergantian mesin. Keuntungan lain dari biodiesel yang cukup signifikan adalah sifat emisi yang rendah dan mengandung oksigen
sekitar 10-11 Lotero, 2004 Pengembangan palm biodiesel yang berbahan baku minyak kelapa sawit terus
dilakukan karena selain untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi yang semakin terbatas, produk biodiesel juga termasuk produk yang ramah lingkungan.
Penggunaan biodiesel juga akan meningkatkan kualitas udara lokal dengan mereduksi emisi gas berbahaya, seperti karbon monooksida CO, ozon O
3
, nitrogen oksida NO
x
, sulfur dioksida SO
2
, dan hidrokarbon reaktif lainnya, serta asap dan partikel yang dapat terhirup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar emisi gas
buang seperti CO, CO
2
, NO
x
, SO
2
, dan hidrokarbon dari bahan bakar campuran palm biodiesel dan solar lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar murni.
Tim Peneliti PPKS Medan. Disamping itu, palm biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan
lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa benzena yang karsinogenik. Produksi gas karbon dioksida dari hasil pembakarannya dapat
dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Penggunaan palm biodiesel juga dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan
sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan sifat biodiesel yang dapat
Universitas Sumatera Utara
teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, nontoksik dan dapat terurai secara alami biodegradable.
Palm biodiesel dibuat dengan menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit CPO, produksinya dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak kelapa sawit
dengan metanol. Proses ini dianggap lebih efisien dan ekonomis bila dibandingkan dengan cara esterifikasi hidrolisis dengan metanol Fauzi, 2004.
2.3.2. Sifat Fisik Bahan Bakar Diesel
Sifat sifat penting dari bahan bakar mesin diesel antara lain adalah viskositas, pour point, flash point, carbon residue, bilangan setana cetane number dan nilai kalor.
Viskositas
merupakan sifat fisik yang penting bagi bahan bakar mesin diesel. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butir – butir
cairan kabut saat penyemprotan atomisasi. Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Kedua
hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan bakar mesin diesel.
Pour point atau titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dialirkan. Untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan menyebabkan kesulitan pada pengaliran bahan
bakar.
Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam
campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar fire point. Titik nyala yang
terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan –
ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan.
Sisa karbon atau carbon residue yang tertinggal pada proses pembakaran akan
menyebabkan terbentuknya endapan kokas yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal, serta
dapat menyebabkan bagian bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Dengan demikian, semakin rendah nilai sisa karbon, semakin baik efisiensi motor
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Warna bahan bakar tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja
motor mesin diesel. Warna yang terlalu terang, dapat dikoreksi dengan penambahan zat warna tertentu sehingga masuk dalam standar warna bahan bakar mesin diesel.
Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan
waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakaiannya. Tidak ada standar khusus yang menentukan nilai kalor
minimal yang harus dimiliki oleh bahan bakar mesin diesel. Konsumsi mesin diesel memerlukan energi sebesar 40.1 MJKg.
Bilangan Setana adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar diesel
dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Normal parafin dengan
rantai panjang mempunyai bilangan setana lebih besar daripada sikloparafin, isoparafin, olefin dan aromatik. Bilangan setana dari bodiesel juga sangat bervariasi.
Bahan bakar untuk mesin diesel harus mempunyai bilangan setana 40 atau lebih tinggi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan setana
hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33. Semakin rendah bilangan setana maka semakin rendah pula kualitas penyalaannya karena
memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi Hendartomo, 2006
2.3.3. Standar Biodiesel
Standar biodiesel menurut Standar Biodiesel Nasional SNI 04-7182-2006 :
Tabel 2.4. Standar Biodiesel Nasional SNI 04-7182-2006
No Parameter
Unit Bilangan
1 Densitas, Density 40
o
C kgm
3
850 – 890 2
Viskositas, Viscosity 40
o
C mm
2
s cSt 2.3 – 6.0
3 Bilangan Setana, Cetane Number
- min. 51
4 Titik Nyala, Flash Point close cup
o
C min. 100
5 Titik Awan, Cloud Point
o
C max. 18
Universitas Sumatera Utara
6 Korosi Tembaga, Copper Strip Corrosion
3 jam, 50
o
C -
max. no 3 7
Residu Karbon, Carbon Residue mass
max. 0.05 8
Air dan Endapan, Water and Sediment vol
max. 0.05 9
Suhu Destilasi, Distillation Temperature, 90 recovered
o
C max. 360
10 Abu Sulfat, Sulfated Ash mass
max. 0.02 11 Sulfur
ppm mgkg max. 100
12 Kandungan Posfor, Phosporus Content ppm mgkg
max. 10 13 Bilangan Asam, Acid Number
mg-KOHg max. 0.8
14 Gliserin Bebas, Free Gliceryn mass
max. 0.02 15 Gliserin Total, Total Glycerin
mass max. 0.24
16 Kandungan Ester, Ester Content mass
min. 96.5 17 Bilangan Iodin, Iodine Number
mass g I
2
100g max. 115
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang dilakukan di laboratorium expriment laboratory dan termasuk kedalam kategori field research.
3.1. Bahan – Bahan dan Alat – Alat Penelitian 3.1.1.
Bahan – Bahan Penelitian
Bahan dasar penelitian ini adalah Minyak sawit mentah, CPO yang diperoleh dari PT.PALMCOCO LABORATORIES. Adapun komposisi dari Minyak sawit mentah,
CPO ditampilkan dalam tabel 3.1. Tabel 3.1. Komposisi Minyak Sawit Mentah, CPO
Nomor CPO
Berat Rumus Nama
1 12:0
Laurat
0.17
2 14:0
Myristat
1.02
3 16:0
Palmitat
42.22
4 18:0
Stearat
4.20
5 18:1
Oleat
37.67
6 18:2
Linoleat
13.87
7 18:3
Linoleneat
0.49
8 20:0
Arachidat
0.33
9 Kadar air
0.19
Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan ditampilkan dalam tabel 3.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Bahan-bahan penelitian
Nama Bahan Spesifikasi
Merek
Alkohol Teknis 96
Bratachem Fenolftalein
p.a.98 E. Merck
H
2
SO
4 p
p.a. 95 - 97 E. Merck
CaO p.a. 98
E. Merck Metanol
p.a. 99,8 E. Merck
n-Heksan p.a. 99
E. Merck Na
2
SO
4
Anhidrat p.a. 99,5
E. Merck KOH
Pelet E. Merck
3.1.2. Alat – Alat Penelitian
Sedangkan alat – alat yang digunakan disusun dalam tabel tabel 3.3. Tabel 3.3. Alat-alat penelitian
Nama Alat Spesifikasi
Merek
Instrumen Kromatografi Gas Kolom: SGE BPX70
Detektor : FID Agilent
Technologies Labu Leher Tiga
250 mL Pyrex
Neraca Analitis presisi
± 0.0001 gr Mettler AE-200
Swiss Oven
30 – 200
o
C Precision Scientific
Pemanas dan Pengaduk 0-1200 rpm
Fisher Scientific Pendingin Liebig
- Pyrex
Pengaduk Magnet -
- Piknometer
2 mL Pyrex
Rotari Evaporator 30 – 100
o
C Heidolph WB 2000
Termometer 0 – 110
o
C Silber Brand
Viskosimeter Oswald -
Pyrex
3.2. Desain Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini didesain sebagai berikut : A.. Preparasi katalis
Bahan yang digunakan adalah CaO produksi Merck CAS-No. 1305-78-8.
Preparasi Kalsium Oksida, CaO CaO harus dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan lumpang dan alu yang
terbuat dari porselin sampai terbentuk serbuk, kemudian serbuk CaO tersebut diletakkan diatas permukaan cawan penguap dengan ketebalan ± 1 mm. Untuk
menghilangkan kadar air yang masih terkandung didalam CaO maka serbuk CaO dimasukkan kedalam oven dan dikeringkan pada suhu 110
o
C selama 60 menit, kemudian disimpan dalam desikator.
B. Populasi Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai populasi adalah sisa CPO dari
transesterifikasi CPO dengan metanol menggunakan katalis H
2
SO
4
.
C. Variabel-Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : - perbandingan mol reaktan
- waktu reaksi - suhu reaksi
2. Variabel terikat: - yield metil ester 3. Variabel tetap : - konsentrasi katalis
- kecepatan pengadukan - volume sisa CPO
D. Pengambilan Data 4. Transesterifikasi Basa
a. Pengaruh Perbandingan Mol
Universitas Sumatera Utara
Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi perbandingan mol CPO dengan Metanol yaitu 1:9, 1:10.5, 1:12 dan 1:13.5
molmol, dengan waktu tertentu dan suhu tertentu. Menggunakan katalis CaO 8 bb sisa CPO dan pengadukan 800 rpm.
b. Pengaruh Waktu Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi waktu
60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit, dengan perbandingan mol maksimum dan suhu reaksi tertentu. Menggunakan katalis CaO 8 bb
sisa CPO dan pengadukan 800 rpm. c. Pengaruh Suhu
Menentukan yield metil ester hasil transesterifikasi dengan variasi suhu yaitu 55
o
C, 60
o
C, 65
o
C dan 70
o
C, dengan perbandingan mol maksimum dan waktu reaksi 120 menit. Menggunakan katalis CaO 8 bb sisa
CPO dan pengadukan 800 rpm.
5. Replikasi setiap proses dilakukan pengulangan sebanyak dua kali untuk masing-masing sampel.
Universitas Sumatera Utara
transesterifikasi dengan metanol dengan menggunakan katalis asam H
2
SO
4
0.5 bb CPO dengan perbandingan mol
t l CPO
it 6 1 l
l
transesterifikasi dengan metanol dengan menggunakan katalis CaO
8 bb sisa CPO dengan variasi perbandingan mol
metanol : sisa CPO yaitu 1:9 ; 1:10,5 ; 1:12 dan 1:13,5 molmol
.Suhu reaksi yaitu 55
o
C, 60
o
C, 65oC dan 70
o
C .Dan waktu reaksi yaitu 60menit, 90 menit, 120menit
d 150
Analisa :
dianalisa koefisien viskositas dianalisa densitas
dianalisa kandungan ALB dianalisa GC
3.3. Metode Penelitian 3.3.1.