Metode Penelitian Keadaan Geografis

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penulisan dalam bentuk ilmiah yang tentu saja memerlukan metode untuk suatu hasil yang lebih baik. Metode sejarah yang digunakan untuk menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan pada masa lampau 9 . Metode merupakan aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah. Metode sejarah bersifat ilmiah jika dengan ilmiah dimaksudkan mampu untuk menentukan fakta yang dapat dibuktikan dan dengan fakta diperoleh hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah dan bukannya suatu unsur daripada aktualitas yang lampau 10 . Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tahap Heuristik yaitu: mengumpulkan informasi mengenai bahan yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain data-data berupa laporan hasil produksi yang ada pada waktu itu dengan menggunakan literatur dari buku-buku, dokumen-dokumen yang didapat dari badan arsip daerah kabuten Aceh Selatan, situs internet dan wawancara dengan informan yang memiliki informasi mengenai masalah yang dikaji serta telah memenuhi syarat sebagai seorang informan. Dari data dan sumber yang telah terkumpul selanjutnya melakukan kritik terhadap data yang terkumpul, dan langkah ini disebut dengan Kritik Sumber intern dan ekstern. Kemudian Interpretasi yang menafsirkan sumber-sumber yang terkumpul agar menjadi fakta sejarah yang valid. 9 Louis Gotschalk. Understanding History, Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, 1985. Jakarta: UI Press. Hal. 32 10 Ibid. hal. 143 Universitas Sumatera Utara Dan langkah yang terakhir adalah Historiografi yaitu tulisan sejarah yang sistematis dan kronologis. Metode diatas dilakukan oleh peneliti untuk dapat menghasilkan satu tulisan yang ilmiah, sehingga tulisan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH ACEH SELATAN

2.1 Keadaan Geografis

Pada masa pemerintahan Belanda wilayah Aceh di bagi menjadi beberapa Afdeling. Sebelum kabupaten Aceh Selatan terbentuk masih berada di bawah Afedeling West kust van Aceh Aceh Barat, dalam istilah Belanda dan Nizi AcehAceh Barat dalm istilah Jepang. ketika itu wilayah Aceh Selatan masih berbentuk Onder Afdeling atau kewedanaan. Pemekaran wilayah Aceh Selatan terjadi setelah satu tahun Indonesia merdeka pada tahun 1946. Pembentukan wilayah Aceh Selatan adalah gabungan dari tiga Onder Afdeling dan satu Landschap yaitu Onder Afdeling Tapak Tuan, Onder Afdeling Singkil, Onder Afdeling Z.A Landschapen Bakongan dan Landschap Blangpidie. Pada awalnya kabupaten Aceh Selatan terbagi menjadi 18 kecamatan diantaranya meliputi: 1. Kecamatan Kuala Batee, 2. Kecamatan Blangpidie, 3. Kecamatan Tangan-tangan, 4. Kecamatan Manggeng, 5. Kecamatan Labuhan Haji, 6. Kecamatan Meukek, Universitas Sumatera Utara 7. Kecamatan Sawang, 8. Kecamatan Samadua, 9. Kecamatan Tapak Tuan, 10. Kecamatan Kluet Utara, 11. Kecamatan Kluet Selatan, 12. Kecamatan Bakongan, 13. Kecamatan Trumon, 14. Kecamatan Simpang Kanan, 15. Kecamatan Simpang Kiri, 16. Kecamatan Subulussalam 17. Kecamatan Singkil, 18. Kecamatan Pulau Banyak. Pembentukkan Kabupaten Aceh Selatan didasari oleh luasnya wilayah Aceh Barat dan dengan dibentuknya kabupaten Aceh Selatan maka lebih mendekatkan masyarakat dengan pemerintah pusat daerah. Pemerintahan Belanda dan pemerintahan Jepang karena kabupaten Aceh Selatan belum ada dan masih di bawa Afdeling Westkust van Aceh. Wilayah yang berbatasan dengan wilayah tersebut adalah : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, - Sebelah Barat berbatasan dengan Lautan Hindia, - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Gayo dan Alas, - Sebelah Selatan Berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara Tetapi setelah mengalami pemekaran dan terbentuk menjadi satu kabupaten Aceh Selatan wilayah ini berbatasan dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat - Sebelah Barat berbatasan dengan dengan Samudera Hindia - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Gayo dan Alas - Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara. Posisi wilayah kabupaten Aceh Selatan terletak pada 2º - 4º Lintang Utara dan 96º - 98º Bujur Timur. Berada di garis pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Luas wilayah kabupaten Aceh selatan 8910 kilometer persegi. Keadaan alam wilayah kabupaten Aceh Selatan beragam karena letak wilayah ada yang berbatasan langsung dengan pantai dan laut lepas dan ada juga berbatasan langsung dengan lereng gunung Leuser dan pegunungan bukit barisan. Letak wilayah yang bervariasi ini menyebabkan iklim wilayah juga bervariasi. Akan tetapi iklim yang ada termasuk ke dalam iklim tropis, musim panas terjadi sepanjang bulan Januari sampai dengan Agustus dan musim hujan terjadi September sampai dengan Desember. Kadar curah hujan mencapai 3000-3500 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 25º - 30º celcius di daratan dan 20º celcius di daerah pegunungan. Ada lima buah gunung tinggi yang meliputi wilayah kabupaten Aceh Selatan diantaranya berada di wilayah barat sebelah ujung kecamatan Tangan-Tangan dan Labuhan Haji terdapat gunung Leuser 3140 m, wilayah Kecamatan Meukek Universitas Sumatera Utara terdapat gunung Meukek, gunung Sigosong di kecamatan Kluet Selatan, gunung Tinjo Laot 1100 m, di kecamatan Bakongan dan gunung Kapur terletak di kecamatan Trumon dan Simpang Kanan. Sungai-sungai panjang juga melintasi wilayah Aceh Selatan seperti Krueng Seumayam yang membatasi kabupaten Aceh Selatan dengan kabupaten Aceh Barat, Krueng Kuala Batee, Krueng Kluet dan Krueng Alas yang berhulu di Aceh Tenggara dan bermuara di Singkil. Dari 18 kecamatan yang ada hanya dua kecamatan di Aceh Selatan yang sebagian besar wilayahnya berupa rawa-rawa yaitu kecamatan Trumon dan Kuala Batee. Alam yang subur serta hutan Aceh Selatan yang luas memberi hasil hutan yang menjadi komoditi ekspor ke luar negeri. Hutan Aceh Selatan menghasilkan damar, pala, nilam, pinang, dan berbagai jenis kayu hutan. Wilayah pantai Aceh Selatan terdiri atas pinggiran pantai yang landai dengan pasir putih, ombak-ombak yang ganas serta tebing-tebing yang curam. Pinggiran pantai Aceh Selatan yang berbatasan langsung dengan samudera Hindia menjadi pelabuhan-pelabuhan kecil tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari luar negeri yang melintasi samudera Hindia pada zaman penjajahan. Komoditi ekspor yang menjadi hasil kekayaan alam Aceh Selatan dapat langsung di ekspor ke luar negeri, sehingga banyak tumbuh kota-kota kecil pelabuhan di wilayah ini. Kota- kota pelabuhan yang tumbuh pada zaman penjajahan kini menjadi kecamatan yang menjadi bagian wilayah Aceh Selatan. Universitas Sumatera Utara Dalam perjalanan kota-kota pelabuhan yang tumbuh di sepanjang pantai Aceh Selatan mulai lumpuh setelah Jepang mulai berkuasa dan kemudian menjadi berhenti total setelah Indonesia merdeka karena adanya jalan darat dan ada nasionalisasi perusahan asing yang ada di Indonesia.

2.2 Keadaan Penduduk