BAB III KEDUDUKAN PERKEBUNAN RAKYAT DALAM MASYARAKAT
3.1 Sistem Kerja
Secara tidak langsung sebelum masuknya bangsa asing sebagai penjajah datang ke Indonesia, masyarakat Aceh bertindak sendiri sebagai penggarap pertanian
serta memasarkan sendiri. Kondisi ini menjadikan banyak tumbuh kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai Barat dan Selatan Aceh, kapal-kapal asing yang ingin
membeli komoditi hasil perkebunan dapat langsung membeli ke petani yang menjual hasil kebunnya masing.
Pada mulanya masyarakat Aceh Selatan menanam tanaman musiman dan berumur pendek sedangkan untuk tanaman yang menjadi komiditi ekspor adalah hasil
hutan yang tidak diusahakan. Para petani mengambil hasil hutan dan kemudian menjualnya kepada pengumpul atau langsung kepada pembeli. Adapun hasil hutan
yang dijual penduduk pada awalnya dalah damar, rotan kemenyan hitan, kemenyan putih, sari wangi-wangian, pinang, tali-temali, gading gajah, emas, belarangdan
minyak tanah. Ketika wilayah ini mulai berada dibawah kekuasaan kesultanan Aceh, sultan
mulai membuat satu kebijakan untuk jenis tanaman yang akan di tanami serta pembagian kerja. Petani umumnya memiliki lahan pertanian dua jenis, maksudnya
para petani mempunyai lahan pertanian yang berada disekitar pemukiman penduduk
Universitas Sumatera Utara
untuk tanaman musiman seperti tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka. Sedangkan tanaman keras untuk perkebunan seperti pala, lada,
nilam dan tanaman komoditi ekspor lain digarap oleh para petani ini didaerah perbukitan yang lebih tinggi dan berjarak agak jauh dari pemukiman penduduk.
Bagi penduduk yang menggarap lahan sendiri mereka lebih mementingkan menggarah sawah terlebih dahulu sedangkan kebun tanaman keras mereka hanya
dilakukan perawatan secra berkala saja karena tanaman yang diusahakan penduduk bukan jenis tanaman yang memerlukan perawatan ekstra. Lain halnya bagi para
penguasa yang memiliki tanah luas, mereka cukup memperkerjakan orang lain untuk menggarap tanahnya.
Bagi rakyat biasa yang memiliki tanah sistem kerja yang dilakukan dengan cara mengolah tanaman persawahan terlebih dahulu sedangkan untuk tanaman
perkebunan yang menjadi andalan hanya dikerjakan ketika harga tanaman tersebut sedang naik maka masyarakat akan beramai-ramai untuk mengelola kembali tanaman
tersebut. Sistem kerja yang seperti ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat sejak sebelum datangnya pihak kolonial.
Sejak sultan memberlakukan kebijakan bagi penduduk untuk menanam tanaman yang menjadi komoditi ekspor di samping menggarap tanaman pangan
barulah kemudian para penduduk mulai menanam dan mengusahakan kembali tanaman yang dianjurkan pihak kesultanan. Sebagai pengawas dan pengumpul untuk
tanaman hasil perkebunan adalah para penguasa setempat sekaligus menjadi tuan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Sultan tidak membuat satu perkebunan besar dengan sistem perusahaan dengan administrasi yang modern tetapi kesultanan hanya sebagai pemungut pajak
dan pengumpul untuk kemudian dijual ke pembeli dan rakyat pun bebas untuk menanam jenis tanaman apa saja dengan syarat tanaman tersebut mempunyai nilai
jual yang tinggi dan menjadi komoditi ekspor. Walaupun sultan telah memberlakukan kebijakan kepada rakyat untuk
mengelola tanaman yang memiliki tanaman yang memiliki nilai ekport tetapi masih ada juga musim untuk turun ke sawah guna menggarap tanaman pangan sebagai
kebutuhan pangan rakyat. Sistem turun ke sawah ini tidak sembarangan dilakukan oleh masyarakat, akan tetapi ada tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum
menggarap sawah yang dalam bahasa Aceh disebut “Blang”. Penanggalan adalah cara yang harus diperhitungkan sebelum turun kesawah
dengan dilakukan upacara-upacara turun ke sawah. Snock Hugronje dalam bukunya mengatakan “ masyarakat aceh turun ke sawah melalui penanggalan yang memang
sudah ditentukan karena berdasarkan keadaan arah angin yang bertiup di daerah Aceh”.
Berikut adalah contoh penanggalan aceh sepanjang tahun yang ditulis oleh Snock Hurgronje dalam bukunya Aceh di Mata Kolonialis tahun 1893 :
1. Keunong dua ploh lhee 23 Jumadil akhir 1310 H = 12 Januari, padi yang
belum begitu masak dalam keunong ini, ada dalam bahaya sebab selama
keunong 23 biasanya di waktu malam bertiup angin kering, angen timu
Universitas Sumatera Utara
2. Keunong dua ploh sa 21 Rajab 1310 H = 8 februari. Umumnya dalam
keunong ini terjadi panen dan dilaksanakan kenduri blang kenduri
lapangan juga waktunya untuk menyebar benih atau bertanam palawija.
Dalam keunong ini atau berikutnya mulai musem luaih blang musim
bebas, yakni tanah dibiarkan kosong atau belum ditanami dan dengan
demikian berakhir musem pice atau kot blang musim tanahsawahladang
sempit dan tertutup. 3.
Keunong sikureueng blaih 19 sya’ban1310 H = 8 Maret, dari segi musim keunong yang jatuh dalam bulan ini hampir sama dengan musim terdahulu.
4. Keunong tujoh blaih 17 Ramadhan 1310 H = 4 april, tebu yang ditanam
dalam bulan ini tidak akan berbunga dan tidak memberikan sariair. Selama bulan ini dan dua bulan berikutnya, ikan luloh kadang-kadang datang dari
hulu sungai sampai ke dekat laut. Ikan ini memerlukan waktu sehari untuk sampai ke hilir dan dua hari untuk sampai ke hulu dan pada waktu itu orang
dapat menangkapnya. 5.
Keunong limong blaih 15 syawal 1310 H = 2 mei, dalam bulan ini sudah
mulai ada yang membajak sawah sedangkan di laut angin badai. 6.
Keunong lhee blaih 13 dzulqaidah 1310 H = 29 mei, dalam bulan ini umumnya orang mulai membajak tanda berakhirnya musem luaih blang
dan dimulainya musem pice atau kot blang yang lamanya kira-kira 8 bulan.
Universitas Sumatera Utara
7. Keunong siblaih 11 dzulhijjah 1310 H = 26 Juni , dalam bulan ini atau
dalam salah satu dari dua bulan berikutnya orang mulai menanam benih. Seperti kita ketahui ada yang memilih bagian pertama, kedua atau ketiga
dari musim menanam benih ini, tergantung dari kilauan yang relatif ketiga
bintang di lingkarang orion Bintang lhee. Seperti dalam keunong dua ploh limong angin timur ada masa reda, maka terdapat pula masa reda
dengan angin barat selama 5-7 hari dan waktu ini dapat dipakai untuk berlayar dengan aman dari ibukota pantai barat.
8. Keunong sikureueng 9 muharram 1311 H = 23 juli, dalam bulan ini dan
bulan berikutnya semacam ketam darat, dikenal sebagai biengkong atau krungkong berkeliaran seperti tersesat seolah-olah tidak dapat kembali
menemukan sarangnya dibawah tanah, dinamakan biengkong wo.
9. Keunong tujoh 7 safar 1311 H = 20 agustus, tebu yang ditanam dalam
bulan ini akan mengalami nasib yang sama seperti waktu keunong 17.
anjing-anjing berkeliaran. 10.
Keunong limong 5 rabiul awal 1311 H = 16 september, dalam bulan ini
mulai musem timu musim timur dan dan para nelayan melakukan kenduri laot.
11. Keunong lhee 3 rabiul akhir 1311 H = 14 oktober inilah waktu paling
baik untuk berlayar dari ibukota pantai barat dan waktu ini berlangsung
sampai keunong tujoh blah.
Universitas Sumatera Utara
12. Keunong sa 1 Jumadil awal 1311 H = 11 november , orang kenal ini
hanya karena secara teratur harus menyusul keunong lhee, tetapi ia tidak tampak kalau matahari dan bulan sama dalam bintang kala. Hujan lebat
mulai dalam keunong ini sangat populer ialah persamaan antara hiruk pikuk yang luar biasa dan hujan keunong sa ban ujeuen keunong sa.
20
Semua masyarakat aceh dalam bekerja selalu menuruti aturan dari setiap penanggalan yang ditentukan karena terikat dengan hukum adat yang berlaku, apabila
ada yang melanggar dan terjadi satu kerugian bagi sipelanggar maka ia tidak dapat mengadukan masalahnya ke pemuka adat serta tidak akan mendapat gabti rugi
terhadap kerugian yang dialaminya. Adapun tahapan yang dilakukan ketika mulai turun untuk menggarap tanah
garapannya sampai masa panen juga berdasar upacara adat seperti tersebut berikut ini:
1. Musem luaih blang yakni musim dimana ladang terbuka untuk manusia
maupun ternak, merupakan waktu yang tepat untuk menempatkan batu
nisan dimakam keluarganya pula batee, untuk membakar kapur tot gapu dan didataran tinggi untuk menindik telinga anak perempuan tob
glunyueng, umumnya dipercaya, bahwa padi diseluruh padang akan rusak
kalau diantara waktu memanen dan menanam benih ada orang yang menanam batu nisan, membakar kapur dan menindik telinga .
20
Dr.Snock Hurgronje, Op cit. Hal 287-289
Universitas Sumatera Utara
2. Keuduri Lapangan yakni dilakukan pada awal musem luaih blang dihari
yang ditetapkan oleh oleh pengurus tiap kampung untuk mengadakan kenduri blang. Kenduri ini dimaksudkan untuk kemakmuran tanah bersama
yang baru saja menghasilkan panen dan juga demi masa depan. Makanan, nasi, daging dan lain-lain disumbangkan secara sukarela oeleh penduduk.
Biasanya para laki-laki berkumpul ditengah sawah ketika menjelang tengah hari dan pemuka adat membaca doa sebelum acara dimulai.
3. Kenduri lada yakni kenduri tahunan yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menanam lada dan kopi. 4.
Panen Palawija dilakukan sebelum kembali ke musem luaih blang. Selama masa itu pula masyarakat menanami kebunnya dengan sayur-sayuran , tebu
dan jagung. 5.
membajak sawah dilakukan ketka keunong 15, 13 dan 11 terutama sekali yang dua terakhir adalah waktu yang tepat untuk membajak sawah. Dalam
hal membajak sawah dibagi lagi sebuah sawah persegi yang dimiliki oleh pribadi masing-masing masyarakat yang dibatasi dengan pematang kecil
dalam bahasa aceh disebut umoeng. 6.
tabu due adalah menanam benih dengan cara menabur langsung benih ke sawah tanpa menyemai terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
7. masa panen yang dilakukan kemudian baru diirik dengan cara diinjak-injak
dengan kaki sambil berjalan diatas tikar dengan tongkat. Setelah selesai barulah kemudian pada dimasukkan ke lumbung untuk disimpan
21
Yang tertulis diatas adalah sistem kerja turun ke sawah yang dilakukan oleh masyarakat aceh. Kapan masyarakat mulai menanami atau mengusahakan kebunnya
untuk di eksport ke luar negri adalah ketika masa jeda dari pekerjaan menggarap sawahnya. Mulai ada perubahan dalam pengusahaan tanaman perkebunan ketika
pemerintah kolonial Belanda mulai ikut campur dalam pengusahaan perkebunan milik rakyat tersebut.
Tahun 1903 Belanda berhasil menguasai istana kesultanan di Koetaradja, pihak kolonial mulai melancarkan ekspansinya ke seluru daerah Aceh bahkan sampai
ke wilayah Barat. Jauh sebelumnya pantai Barat Aceh sampai ke Singkil dan kota- kota pelabuhan kecil sudah mulai banyak tumbuh disepanjang pantai Barat karena
merupakan jalur perdagangan bagi kapal-kapal asing untuk mengangkut hasil bumi yang dibeli dari masyarakat.
Karena daerah pantai Barat dan Selatan memang sudah menjadi jalur perlintasan kapal-kapal dagang asing maka pihak kolonial Belanda mulai
membangun satu perkebunan modern seperti yang sudah dilakukan didaerah-daerah lain di Indonesia. Tepatnya tahun 1935 pemerintah kolonial Belanda dengan
bekerjasama dengan Belgia membuka lahan perkebunan sawit di Aceh Selatan
21
Dr.Snock Hurgronje. Ibid. Hal 292-294
Universitas Sumatera Utara
diwilayah Singkil, sampai sekarang perkebunan tersebut masih tetap berjalan dan menjadi milik pemerintah Indonesia setelah nasionalisasi.
Akan tetapi tanaman yang menjadi hasil komoditi utama daerah Aceh selatan tidak diusahakan dalam bentuk perkebunan Onderneming melainkan diberi
modal untuk para petani yang telah dibina untuk menanami tanah mereka. Pihak kolonial Belanda tidak mengambil kebijakan untuk menguasai tanah dengan
membentuk perkebunan asing yang berada di bawah Onderneming karena status kepemilikan tanah di Aceh bukan milik Sultan melainkan milik pribadi rakyat Aceh
sedangkan para Uleebalang juga memiliki tanah pribadi. Selain itu rakyat Aceh tidak mau diperintah langsung oleh Belanda karena
dengan begitu di akan merasa terhina dan harga dirinya akan terjual. Bagi rakyat Aceh pemerintah Belanda adalah kaum penjajah yang harus diperangi dan dibunuh.
Makanya Belanda tidak berani menguasai Aceh Selatan secara penuh. Tidak banyak perubahan yang terjadi ketika Jepang berkuasa di Aceh
Selatan, sistem kerja penduduk tidak berubah bahkan sampai Indonesia merdeka, rakyat mengusahakan tanahnya dengan cara masing-masing dan musiman tergantung
pada nilai jual harga tanaman yang diusahakan oleh mereka. Rakyat akan mengusahakan kebunnya ketika harga naik dan meninggalkan kebun mereka ketika
harga turun. Cara kerja seperti ini tidak berubah samapai pada saat ini, karena dalam diri masyarakat ada pemahaman untuk tidak memperkaya diri tetapi asal bisa makan
banyak dan enak.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Jenis Tanaman Pertanian