Prevalensi Stadium Kanker Serviks yang Tersering pada Wanita di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2009

(1)

PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING PADA WANITA DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2009

Oleh :

SALMA BT MOHD AKRAM

070100258

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING PADA WANITA DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN 2009

Yang dipersiapkan oleh: SALMA BT MOHD AKRAM

070100258

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui utuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian.

Medan, 1 Mei 2010 Disetujui,

Dosen Pembimbing,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Prevalensi Stadium Kanker serviks yang tersering pada wanita di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009

Nama: Salma Bt Mohd Akram Nim : 070100258

Dosen Pembimbing, Penguji I,

... ... (dr.H. Soekimin,SpPA) (dr. Cut Aria Arina)

Penguji II,

... (dr. Yunita Sari Pane, Msi)


(4)

ABSTRAK

KANKER SERVIKS ADALAH KANKER UMUM DARI SISTEM REPRODUKSI WANITA, KHUSUSNYA LEHER RAHIM RAHIM. KANKER SERVIKS BISA BERAKIBAT FATAL JIKA TIDAK DITANGANI. KANKER SERVIKS BERKEMBANG KETIKA SEL-SEL YANG ABNORMAL BERKEMBANG PADA LAPISAN DANGKAL LEHER RAHIM YANG DISEBUT DISPLASIA SERVIKS. KETIKA DISPLASIA SERVIKS TIDAK DIOBATI, DAPAT TUMBUH DAN MENYEBAR KE DALAM JARINGAN YANG LEBIH DALAM DARI LEHER RAHIM, BERKEMBANG MENJADI KANKER YANG MENGAMBIL MASA SEKITAR 3

HINGGA 20 TAHUN. FAKTOR RISIKO UNTUK PENGEMBANGAN DISPLASIA SERVIKS DAN KANKER

SERVIKS MENCAKUP PAPARAN STRAIN TERTENTU DARI (HPV).

MENYEBAR MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL DAN JUGA DAPAT MENYEBABK TUJUAN PENELITIAN INI ADALAH UNTUK MENGETAHUI PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING PADA WANITA DI RSUP.H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2009. PENELITIAN INI DILAKUKAN DENGAN METODE PENELITIAN DESKIPTIF , PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH PADA DESAIN PENELITIAN INI ADALAH CROSS SECTIONAL STUDY DAN PENGAMBILAN SAMPLE DENGAN MENGGUNAKAN TOTAL SAMPLING.

DENGAN JUMLAH SAMPLE SEBANYAK 111 ORANG, DIPEROLEH HASIL PENELITIAN MENUNJUKKAN BAHWA STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING DIDERITA OLEH WANITA DI

RSUPH. ADAM MALIK PADA TAHUN 2009 ADALAH PADA STADIUM IIIB YAITU SEBANYAK 43

KASUS DENGAN PREVALENSI SEBANYAK 38.7.

DARI HASIL PENELITIAN INI DAPAT DISIMPULKAN BAHWA TAHAP KESADARAN WANITA TERHADAP KEJADIAN KANKER SERVIKS MASIH KURANG. HAL INI DAPAT DILIHAT DARI KEDATANGAN PENDERITA KANKER SERVIKS KE RUMAH SAKIT PALING TINGGI PADA STADIUM LANJUT. PIHAK KERAJAAN HARUSLAH MENINGKATKAN KESADARAN WANITA TENTANG BAHAYANYA KANKER SERVIKS DENGAN MEMPROMOSIKAN TEST SKREENING SEPERTI PAPS SMEAR DAN IVA DI HOSPITAL UMUM AGAR INSIDENSI KANKER SERVIKS DAPAT DITURUNKAN.


(5)

ABSTRACT

CERVICAL CANCER IS A COMMON CANCER OF THE FEMALE REPRODUCTIVE SYSTEM,

SPECIFICALLY THE CERVIX OF THE UTERUS.CERVICAL CANCER CAN BE FATAL IF LEFT UNTREATED. CERVICAL CANCER DEVELOPS WHEN ABNORMAL CELLS DEVELOP ON THE SUPERFICIAL LAYER OF THE CERVIX WHICH IS CALLED CERVICAL DYSPLASIA. WHEN CERVICAL DYSPLASIA IS NOT TREATED, IT CAN GROW AND SPREAD INTO THE DEEPER TISSUES OF THE CERVIX, DEVELOPING INTO CANCER WHICH TAKES 3 TO 20 YEARS.RISK FACTORS FOR THE DEVELOPMENT OF CERVICAL DYSPLASIA AND CERVICAL CANCER INCLUDE THE EXPOSURE TO SPECIFIC STRAINS OF HUMAN PAPPILLOMAVIRUS (HPV).HPV IS SPREAD THROUGH SEXUAL CONTACT AND CAN ALSO CAUSE GENITAL WARTS.

THE AIM OF THIS RESEARCH IS TO KNOW THE PREVALENCE OF THE MOST ABUNDANCE STAGE OF CERVICAL CANCER AMONG WOMEN IN ADAM MALIK HOSPITAL IN THE YEAR OF 2009. THIS IS A DESCRIPTIVE RESEARCH METHOD WITH A CROSS SECTIONAL APPROACH AND THE SAMPLE WITHDRAWAL IS DONE BY USING A RANDOM SAMPLING TECHNIQUE.

WITH THE TOTAL SAMPLE OF 111 PEOPLE, THE RESULT OF THIS STUDY SHOWS THAT THE MOST ABUNDANCE STAGE OF CERVICAL CANCER AMONG WOMAN IN ADAM MALIK HOSPITAL IN THE YEAR OF

2009 IS AT STAGE IIIB WHICH IS 43 CASES WITH THE PREVALENCE OF 38.7.

FROM THE RESULTS MENTIONED ABOVE, WE CAN CONCLUDE THAT THE AWARENESS OF CERVICAL CANCER INCIDENCE AMONG WOMEN IS STILL POOR.THIS CAN BE SEEN WITH THE COMING OF PATIENT WITH CERVICAL CANCER TO THE HOSPITAL IS HIGHEST IN THE LATE STAGE. THE GOVERNMENT SHOULD RISEN THE AWARENESS AMONG WOMEN ABOUT THE DANGER OF CERVICAL CANCER WITH THE AID OF GOVERNMENT HOSPITAL THROUGH PROMOTION OF SCREENING TEST SUCH AS PAPS SMEAR AND IVA TEST SO THAT THE INCIDENCE OF CERVICAL CANCER CAN BE REDUCED.


(6)

KATA PENGHANTAR

Assalamualaikum. wr. wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga akhirnya dapat saya dapat menyelesaikan proposal KTI yang berjudul “ Prevalensi stadium kanker serviks yang tersering diderita oleh wanita di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dari semua pihak maka penyusunan proposal ini tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen Penulis dan ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan. 2. Dr. H. Seokimin, Sp PA selaku dosen pembimbing semasa

menyelesaikan proposal penelitian, yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam rangka penyelesaian skripsi ini,

3. Direktur RSUP H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan untuk melakukan penelitian di RSUP H.Adam Malik. 4. Kepada semua teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyeleisaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya, penulis hanya bisa berharap, semoga proposal ini bermanfaat bagi kita semua di masa hadapan. Sekali lagi saya ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua yang terbabit dalam menjayakan proposal ini.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN PERSETUJUAN... I ABSTRAK... II ABSTRACT... III KATA PENGANTAR... IV

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... IX BAB 1 LATAR BELAKANG ... 1

1.1. LATAR BELAKANG... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH... 3

1.3. TUJUAN PENELITIAN... 3

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 4

BAB2.TINJAUANPUSTAKA... 5

2.1.KANKER SERVIKS ... 5

2.1.1DEFINISI KANKER SERVIKS DAN PENYEBABNYA ... 5

2.1.2FAKTOR RESIKO KANKER SERVIKS ... 6

2.1.3KLASIFIKASI STADIUM KANKER SERVIKS ...9

2.1.4JENIS HISTOPATOLOGI PADA KANKER SERVIKS ...10

2.1.5PATOFISIOLOGI KANKER SERVIKS ...12

2.1.6 GEJALA KLINIS KANKER SERVIKS ...14


(8)

2.1.8 PENCEGAHAN KANKER SERVIKS ...19

2.1.9 PENGOBATAN KANKER SERVIKS ...20

2.1.10PROGNOSIS KANKER SERVIKS ... 23

BAB3. KERANGKAKONSEPDANDEFINISIOPERASIONAL..25

3.1 KERANGKA KONSEPTUAL ... 25

3.2 DEFINISI OPERASIONAL ... 25

BAB4.METODEPENELITIAN...27

4.1JENIS PENELITIAN ...27

4.2LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ...27

4.3POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ...28

4.4TEKNIK PENGUMPULAN DATA ...28

4.5PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA ...28

BAB5 HASILPENELITIAN DAN PERBAHASAN...29

5.1.HASIL PENELITIAN ………...29

5.1.1.DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 29

5.1.2. PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING ... 29

5.1.3. PREVALENSI KANKER SERVIKS BERDASARKAN UMUR PENDERITA...31

5.1.4. PREVALENSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI KANKER SERVIKS ...32

5.2.PERBAHASAN ...33

5.2.1.PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING ...33

5.2.2.PREVALENSI KANKER SERVIKS BERDASARKAN UMUR PENDERITA ...34


(9)

BAB6 KESIMPULANDANSARAN...36

6.1.KESIMPULAN ...36

6.2.SARAN ...37

DAFTARPUSTAKA...38 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO 8 2.2 Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda 14 5.1. Distribusi Prevalensi Stadium kanker serviks dengan stadium tersering 30 5.2 Distribusi Prevalensi kanker serviks berdasarkan umur penderita 31 5.3 Distribusi prevalensi gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks 32


(11)

ABSTRAK

KANKER SERVIKS ADALAH KANKER UMUM DARI SISTEM REPRODUKSI WANITA, KHUSUSNYA LEHER RAHIM RAHIM. KANKER SERVIKS BISA BERAKIBAT FATAL JIKA TIDAK DITANGANI. KANKER SERVIKS BERKEMBANG KETIKA SEL-SEL YANG ABNORMAL BERKEMBANG PADA LAPISAN DANGKAL LEHER RAHIM YANG DISEBUT DISPLASIA SERVIKS. KETIKA DISPLASIA SERVIKS TIDAK DIOBATI, DAPAT TUMBUH DAN MENYEBAR KE DALAM JARINGAN YANG LEBIH DALAM DARI LEHER RAHIM, BERKEMBANG MENJADI KANKER YANG MENGAMBIL MASA SEKITAR 3

HINGGA 20 TAHUN. FAKTOR RISIKO UNTUK PENGEMBANGAN DISPLASIA SERVIKS DAN KANKER

SERVIKS MENCAKUP PAPARAN STRAIN TERTENTU DARI (HPV).

MENYEBAR MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL DAN JUGA DAPAT MENYEBABK TUJUAN PENELITIAN INI ADALAH UNTUK MENGETAHUI PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING PADA WANITA DI RSUP.H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2009. PENELITIAN INI DILAKUKAN DENGAN METODE PENELITIAN DESKIPTIF , PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH PADA DESAIN PENELITIAN INI ADALAH CROSS SECTIONAL STUDY DAN PENGAMBILAN SAMPLE DENGAN MENGGUNAKAN TOTAL SAMPLING.

DENGAN JUMLAH SAMPLE SEBANYAK 111 ORANG, DIPEROLEH HASIL PENELITIAN MENUNJUKKAN BAHWA STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING DIDERITA OLEH WANITA DI

RSUPH. ADAM MALIK PADA TAHUN 2009 ADALAH PADA STADIUM IIIB YAITU SEBANYAK 43

KASUS DENGAN PREVALENSI SEBANYAK 38.7.

DARI HASIL PENELITIAN INI DAPAT DISIMPULKAN BAHWA TAHAP KESADARAN WANITA TERHADAP KEJADIAN KANKER SERVIKS MASIH KURANG. HAL INI DAPAT DILIHAT DARI KEDATANGAN PENDERITA KANKER SERVIKS KE RUMAH SAKIT PALING TINGGI PADA STADIUM LANJUT. PIHAK KERAJAAN HARUSLAH MENINGKATKAN KESADARAN WANITA TENTANG BAHAYANYA KANKER SERVIKS DENGAN MEMPROMOSIKAN TEST SKREENING SEPERTI PAPS SMEAR DAN IVA DI HOSPITAL UMUM AGAR INSIDENSI KANKER SERVIKS DAPAT DITURUNKAN.


(12)

ABSTRACT

CERVICAL CANCER IS A COMMON CANCER OF THE FEMALE REPRODUCTIVE SYSTEM,

SPECIFICALLY THE CERVIX OF THE UTERUS.CERVICAL CANCER CAN BE FATAL IF LEFT UNTREATED. CERVICAL CANCER DEVELOPS WHEN ABNORMAL CELLS DEVELOP ON THE SUPERFICIAL LAYER OF THE CERVIX WHICH IS CALLED CERVICAL DYSPLASIA. WHEN CERVICAL DYSPLASIA IS NOT TREATED, IT CAN GROW AND SPREAD INTO THE DEEPER TISSUES OF THE CERVIX, DEVELOPING INTO CANCER WHICH TAKES 3 TO 20 YEARS.RISK FACTORS FOR THE DEVELOPMENT OF CERVICAL DYSPLASIA AND CERVICAL CANCER INCLUDE THE EXPOSURE TO SPECIFIC STRAINS OF HUMAN PAPPILLOMAVIRUS (HPV).HPV IS SPREAD THROUGH SEXUAL CONTACT AND CAN ALSO CAUSE GENITAL WARTS.

THE AIM OF THIS RESEARCH IS TO KNOW THE PREVALENCE OF THE MOST ABUNDANCE STAGE OF CERVICAL CANCER AMONG WOMEN IN ADAM MALIK HOSPITAL IN THE YEAR OF 2009. THIS IS A DESCRIPTIVE RESEARCH METHOD WITH A CROSS SECTIONAL APPROACH AND THE SAMPLE WITHDRAWAL IS DONE BY USING A RANDOM SAMPLING TECHNIQUE.

WITH THE TOTAL SAMPLE OF 111 PEOPLE, THE RESULT OF THIS STUDY SHOWS THAT THE MOST ABUNDANCE STAGE OF CERVICAL CANCER AMONG WOMAN IN ADAM MALIK HOSPITAL IN THE YEAR OF

2009 IS AT STAGE IIIB WHICH IS 43 CASES WITH THE PREVALENCE OF 38.7.

FROM THE RESULTS MENTIONED ABOVE, WE CAN CONCLUDE THAT THE AWARENESS OF CERVICAL CANCER INCIDENCE AMONG WOMEN IS STILL POOR.THIS CAN BE SEEN WITH THE COMING OF PATIENT WITH CERVICAL CANCER TO THE HOSPITAL IS HIGHEST IN THE LATE STAGE. THE GOVERNMENT SHOULD RISEN THE AWARENESS AMONG WOMEN ABOUT THE DANGER OF CERVICAL CANCER WITH THE AID OF GOVERNMENT HOSPITAL THROUGH PROMOTION OF SCREENING TEST SUCH AS PAPS SMEAR AND IVA TEST SO THAT THE INCIDENCE OF CERVICAL CANCER CAN BE REDUCED.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh, termasuk organ repoduksi wanita yang terdiri dari payudara, rahim, indung telur, dan vagina. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh. Menurut para ahli kanker, kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan paling dapat disembuhkan dari semua kasus kanker. Tetapi, biarpun demikian, di wilayah Australia barat saja, tercatat sebanyak 85 orang wanita didiagnosa positif terhadap kanker leher rahim setiap tahun. Pada tahun 1993 saja, 40 wanita telah tewas menjadi korban keganasan kanker ini (Dunn et al.1965).

Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan dampak psikososial yang luas, terutama bagi pasien dan keluarganya. Menurut Rachmadahniar (2005), pada tahun 2000 sekitar 80% penyakit kanker leher rahim ada di negara berkembang, yaitu di Afrika sekitar 69.000 kasus, di Amerika Latin sekitar 77.000 kasus, dan di Asia sekitar 235.000 kasus. Penelitian oleh Vavuhala (Rachmadahniar, 2005) pada tahun 2004 menunjukkan setiap tahunnya di dunia terdapat sekitar 500.000 kasus baru kanker leher rahim dengan tingkat kematian sekitar 200.000 kasus. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.


(14)

Kanker serviks merupakan kanker mematikan nomor dua didunia pada wanita berusia dibawah 45 tahun, dan saat ini merupakan penyakit kanker paling mematikan nomor tiga didunia pada wanita setelah kanker payudara dan paru – paru. Hal ini disebabkan oleh gejalanya yang tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, sehingga sering disebut sebagai “Silent Killer”. Seperti kanker yang lain, kanker leher rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak lazim (abnormal). Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kejadian kanker leher rahim yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks, pasangan seks yang berganti-ganti, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun (Diananda, 2007).

Di dunia (1980), diperkirakan 450.000 kasus baru kanker serviks tiap tahun : 96.100 di negara maju dan 369500 di negara sedang berkembang dengan 300.000 kematian tiap tahun akibat kanker serviks. Insiden penderita kanker serviks di Indonesia sampai saat ini tidak diketahui pasti karena lemahnya sistem registrasi. Dari 13 Pusat Lab Patologi Anatomi (1998), prevalensi kanker serviks menempati urutan pertama yaitu 28,66% dari 9.043 kanker pada wanita.

Laporan beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa proporsi kanker serviks antara 62-70% dari kanker ginekologi (Bair, 1991).

Kanker serviks merupakan kanker yang dapat mempengaruhi wanita dengan latar belakang dan umur yang berbeda di seluruh dunia, dimulai dengan leher rahim bagian dari uterus (atau rahim) dan kemudian mencapai vagina dan secara bertahap akan menyebar jika tidak diberikan pengobatan. Kanker serviks seringkali menjangkiti dan dapat membunuh wanita di usia yang produktif (usia 30-50 tahun), seringkali pada saat mereka masih memiliki tanggung jawab ekonomi dan sosial terhadap anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Setiap tahun, ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi itu. Mengingat fakta yang mengerikan ini, maka berbagai tindakan pencegahan dan pengobatan telah dibuat untuk mengatasi kanker serviks atau kanker leher rahim (Mangan, 2003).


(15)

Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kejadian kanker leher rahim yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks, pasangan seks yang berganti-ganti, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun (Diananda, 2007). Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dikuatkan dengan penelitian Ayu dan Pradjatmo (2004) yang menyimpulkan bahwa kanker leher rahim merupakan jenis kanker ginekologis terbanyak, disusul oleh kanker ovarium.

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan tingginya jumlah wanita yang menderita kanker serviks penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang kejadian kanker serviks di Medan. Maka rumusan masalah bagi penelitian ini adalah, ‘Apakah stadium kanker serviks yang paling sering diderita oleh wanita?. Dari rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Prevalensi stadium kanker serviks yang tersering diderita oleh wanita di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui prevalensi kanker serviks dikalangan wanita di RSUP H.Adam Malik. 1.3.2 Tujuan Khusus


(16)

1. Mengetahui stadium kanker serviks yang paling sering diderita oleh wanita di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

2. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko pada wanita terhadap kejadian kanker serviks. 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai masukan dan informasi dari program kesehatan dalam rangka mencegah kanker serviks.

2. Sebagai masukan dan informasi kepada masyarakat agar memperhatikan cara hidup sehat sebagai salah satu cara untuk mencegah kanker leher rahim dan pentingnya pemeriksaan Pap Smear secara tahunan bagi mendeteksi kanker serviks secara dini.

3. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan, khususnya bidang kesehatan masyarakat.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Pengertian kanker serviks dan penyebabnya

Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.

Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang (Gastout et al, 1996). Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan


(18)

lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya kanker serviks pada infeksi 16 dan infeksi HPV-18 baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16.

Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas. HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks. Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan meroko, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2 (Hacker, 2000).

2.1.2 Faktor resiko kanker leher rahim

Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :

• Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.

• Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya


(19)

dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

• Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.

• Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.

• Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.


(20)

• Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.

• Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.

• Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.


(21)

Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase endoserviks dan biopsi. Tahapan –tahapan tersebut yaitu : a. Karsinoma pre invasif

b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel c. Kasinoma invasive

Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO (Wiknyosastro (1997)


(22)

Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus (Notodiharjo, 2002).

Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya : 1. Skuamous carcinoma

• Keratinizing

• Large cell non keratinizing

• Small cell non keratinizing

• Verrucous 2. Adeno carcinoma

• Endocervical

• Endometroid (adenocanthoma)

• Clear cell - paramesonephric

• Clear cell - mesonephric

• Serous

• Intestinal 3. Mixed carcinoma

• Adenosquamous

• Mucoepidermoid

• Glossy cell


(23)

4. Undifferentiated carcinoma 5. Carcinoma tumor

6. Malignant melanoma

7. Maliganant non-epithelial tumors

• Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma

• Lymphoma

2.1.5 Patofisiologi kanker serviks

Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi


(24)

virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998). Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic.

Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.

Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV


(25)

terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).

2.1.6 Gejala klinis kanker serviks

Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin progresif. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga


(26)

merupakan gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual (Wiknjosastro, 1997).

2.1.7 Diagnosis kanker serviks

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan

X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran

pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) : 1. Pemeriksaan pap smear

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear


(27)

bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):

a. Normal.

b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas). c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas). d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar). e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Tabel 2.2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda

2.Pemeriksaan DNA HPV

Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun


(28)

karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

3. Biopsi

Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 1997).

4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)

Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal (Prayetni, 1997).

5. Tes Schiller

Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).

6. Radiologi

a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.


(29)

b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).

2.1.8 Pencegahan kanker serviks

Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :

1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja.

2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).

3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.


(30)

4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim

5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.

2.1.9 Pengobatan kanker serviks

Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi (Wiknjosastro, 1997).


(31)

1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya


(32)

dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).

2.1.10 Prognosis kanker serviks

Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih


(33)

dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).

1.

100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

2.

Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB

5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada

limfonodi mereka.

3.

Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years

survival rate sebesar 60 sampai 65%.

4.

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.

5.

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6. Stadium 5

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini kerangka konsep tentang frekuensi stadium kanker serviks yang tersering diderita pada wanita di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009 yang diuraikan berdasarkan kerangka konseptual di bawah:

Gambar 3.1: Kerangka konseptual penelitian

3.2 Definisi Operasional

Prevalensi adalah jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence), tanpa melihat kapan penyakit itu bermula dibagi dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu tertentu.

Prevalensi kanker serviks

Stadium kanker serviks yang tersering


(35)

Cara pengukuran prevalensi adalah melalui penelitian deskriptif dengan rancangan cross

sectional berupa survey dan data sekunder dari rekam medis.

Skala pengukuran bagi penelitian ini adalah skala nominal. Sesuai dengan namanya, skala nominal hanya bisa membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama. Skala nominal biasanya digunakan bila peneliti berminat terhadap jumlah benda atau peristiwa yang termasuk ke dalam masing-masing kategori nominal. Data seperti ini sering disebut sebagai data hitung atau data frekuensi.

Wanita adalah dalam KBBI bermaksud perempuan dewasa. Wanita mempunyai beberapa faktor resiko yang bisa menyebakan dirinya terpajan terhadap suatu penyakit.

Variable katagorik pula merupakan kanker serviks. Kanker merupakan pertumbuhan dari sel tubuh yang bersifat merusak dan tidak beraturan serta menyebar melalui jaringan yang normal yang tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, menginfiltrasi, menekan jaringan tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Kanker serviks adalah semua wanita yang terdiagosa menderita kanker berdasarkan pemeriksaan histopatologi di lab patologi.

Stadium kanker serviks diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi berdasarkan The International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) yang terbahagi pada tingkat 0, tingkat 1a,1b, tingkat 2a, 2b, tingkat 3a, 3b, tingkat 4a, 4b dan tingkat 5a, 5b.

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai


(36)

prevalensi stadium kanker serviks yang tertinggi pada wanita di RSUP.H.Adam Malik tahun 2009.

Rancangan penelitian adalah cross sectional study. Dalam sebuah penelitian cross sectional pengukuran tentang paparan dan akibat yang ditimbulkannya dibuat dalam waktu yang sama (pada saat penelitian itu dilaksanakan). Pengumpulan data telah dilakukan berdasarkan pasien yang terdiagnosa menderita kanker serviks yang dikelaskan melalui stadiumnya untuk mendapatkan frekuensi stadium kanker serviks yang terkerap diderita oleh pesakit. 4.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 hingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pasien wanita yang terdiagnosa menghidap kanker serviks tahun 2009 di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Sampel penelitian pula mencakup stadium-stadium kanker serviks yang diderita oleh pesakit wanita di RSUP Haji Adam Malik. Sampel yang telah saya ambil adalah berdasarkan total sampling dimana saya telah mengambil seluruh populasi sebagai sampel.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis di RSUP H.Adam Malik. Teknik pengumpulan data dirumuskan dengan langkah-langkah seperti berikut:

1) Meminta rekam medis pasien kanker serviks pada tahun 2009 di Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik.

2) Kemudian data yang diambil stadium kanker serviks dan dilakukan pengiraan sehingga prevalensi stadium kanker serviks yang tersering diperoleh.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data diperoleh dari rekam medis RSUP Haji Adam Malik, Medan. Analisa data telah dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for the Service Science (SPSS) version


(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian


(38)

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.

Sejak 1991, RSUP H. Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada Juni 2007, RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum(BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departmen kewangan untuk perubahan status menjadi BLU(Badan Layanan Umum) Penuh.

5.1.2. Distribusi Prevalensi Stadium kanker serviks yang tersering di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

Tabel 5.1. Distribusi Prevalensi Stadium kanker serviks dengan stadium tersering pada wanita


(39)

N0 Stadium Frekuensi %

1 IA 2 IB 3 IB1 4 IB2 4 IIA 5 IIB 6 IIIA 7 IIIB 8 IVA

2 1 3 16 12 25 5 43 4 1.8 0.9 2.7 14.4 10.8 22.5 4.5 38.7 3.6

Total 111 100

Dari tabel 5.1. menunjukkan prevalensi stadium kanker serviks yang tersering pada wanita di RSUP. H Adam Malik, Medan pada tahun 2009. Total penderita adalah sebanyak 111 orang. Berdasarkan data rekam medis, stadium kanker serviks yang tersering adalah pada stadium IIIB yaitu sebanyak 43 kasus dengan prevalensi 38,7%. Stadium IIB adalah sebanyak 25 kasus dengan pers prevalensi 22.5%. Stadium IB2 tercatat dengan 16 kasus dengan prevalensi ase 14.4%. Stadium IIA adalah sebanyak 12 kasus dengan prevalensi 10.8%. Stadium IIIA ditemukan sebanyak 5 kasus dengan prevalensi 4.5. Stadium IVA dilaporkan sebanyak 4 kasus dengan prevalensi 3.6. Stadium IB1 ditemukan sebanyak 3 kasus dengan prevalensi 2.7%. Stadium IA hanya 2 kasus dilaporkan dengan prevalensi 1.8% dan akhir sekali pada stadium IB dengan hanya 1 kasus yang dilaporkan yaitu hanya sebesar 0.9% yang merupakan stadium yang paling sedikit dilaporkan.

5.1.3. Distribusi Prevalensi kanker serviks berdasarkan umur penderita Di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2009.


(40)

No Kelompok usia Jumlah % 1. 21-30

31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 3 14 52 35 6 1 2.7 12.6 46.8 31.5 5.4 0.9

Total 111 100

Pada tabel 5.2 diatas menunjukkan distribusi penderita kanker serviks berdasarkan umur penderita di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2009. Kelompok usia paling tinggi adalah pada antara 41 hingga 50 yaitu sebanyak 52 kasus dengan prevalensi 46.8. Kelompok usia yang kedua tinggi adalah pada usia antara 51 hingga 60 yaitu sebanyak 35 orang dengan prevalensi 31.5. Kelompok usia antara 31 hingga 40 menduduki tempat ketiga tinggi yaitu sebanyak 14 kasus dengan prevalensi 12.6. Seterusnya adalah pada kelompok usia antara 61 hingga 70 yaitu sebanyak 6 kasus dengan prevalensi 5.4. Kelompok usia antara 21 hingga 30 pula adalah sebanyak 3 kasus dengan prevalensi 2.7 dan yang paling rendah adalah pada kelompok usia antara 71 hingga 80 yaitu sebanyak 1 orang dengan prevalensi 0.9.

5.1.4. Distribusi prevalensi gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks

Tabel 5.3. Distribusi prevalensi gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks di Di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2009.

No. Klasifikasi gambaran histopatologi Jumlah penderita


(41)

Non keratinizing skuamous sel karsinoma 64 57.7 Karsinoma sel skuamous

Adenocarcinoma

Keratinizing skuamous sel karsinoma Non differentiated sel karsinoma Small cell neuroendocrine karsinoma Papillary type karsinoma

Karsinoma in situ

27 13 2 2 1 1 1 24.3 11.7 1.8 1.8 0.9 0.9 0.9

Total 111 100

Tabel 5.3 menunjukkan klasifikasi gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009. Berdasarkan data rekam medis, gambaran histopatologi yang tersering pada penderita kanker serviks adalah tipe Non keratinizing skuamous sel karsinoma yaitu sebanyak 64 kasus dengan prevalensi 57.7. Gambaran karakteristik histopatologi yang kedua sering adalah tipe karsinoma sel skuamous yaitu sebanyak 27 kasus dengan prevalensi 24.3. Tipe Adenokarsinoma merupakan yang ketiga tinggi yaitu sebanyak 13 kasus dengan prevalensi 11.7. Tipe keratinizing skuamous sel karsinoma dan non differentiated masing-masing dijumpai 2 kasus dengan prevalensi 1.8. Gambaran histopatologi yang paling sedikit ditemukan adalah tipe Small cell neuroendocrine, Papplilary type karsinoma dan karsinoma in situ masing-masing hanya 1 kasus dengan prevalensi 0.9.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Distribusi Prevalensi Stadium kanker serviks dengan stadium tersering pada wanita di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009.

Pada penelitian ini, variable utama yang diteliti adalah prevalensi stadium yang tersering pada penderita kanker serviks. Berdasarkan laporan WHO tahun 1992, sebesar 65 persen pasien datang pada stadium lanjut (IIB-IV). Hal ini jelas terbukti pada tabel hasil. Setelah diteliti


(42)

berdasarkan data rekam medis di Rumah Sakit Haji Adam Malik (RSHAM), stadium yang tersering pada penderita kanker serviks adalah stadium IIIB yaitu sebesar 43 kasus yaitu dengan prevalensi 38.7 dan stadium yang paling rendah adalah stadium IB yaitu sebanyak 1 kasus dengan prevalensi 0.9.

Angka ketahanan hidup dalam dua tahun stadium lanjut tersebut berkisar 53,2 persen dan untuk stadium awal hampir 90 persen. Pengobatan kanker serviks pada stadium dini hasilnya lebih baik, mortalitas akan menurun dan biaya pengobatan pun akan ditekan. Menurut penelitian yang telah dibuat oleh Roodman (2004) dan Kostenuik (2004), dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang menunjukkan mengapa pasien sering ke rumah sakit pada stadium lanjut. Hal ini karena kurangkan pengetahuan dan informasi tentang kejadian kanker serviks di kalangan wanita. Tingkat pendidikan yang rendah dan sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor utama mengapa pasien sering datang ke rumah sakit pada stadium lanjut. Seperti yang telah diketahui, pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan melalui pemeriksaan skreening secara tahunan seperti test Paps Smear dan IVA yaitu apabila meningkatnya faktor resiko seseorang terhadap kanker serviks (Ducel, G, 2002).

.

5.2.2. Distribusi Prevalensi kanker serviks berdasarkan umur penderita Di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2009.

Selain itu, variable yang turut diteliti adalah umur penderita kanker serviks. Laporan FIGO pada tahun 1998 menunjukkan kelompok usia 35 tahun ke atas mempunyai kasus kanker serviks yang paling banyak dilaporkan menderita kanker serviks yang merupakan usia


(43)

reproduktif bagi seseorang wanita. Berdasarkan penelitian, kasus yang paling banyak dilaporkan adalah pada penderita kelompok usia antara 41 hingga 50 tahun yaitu sebanyak 52 kasus dengan prevalensi 46.8. Malahan, kasus yang paling sedikit dilaporkan adalah pada kelompok usia antara 71 hingga 80 yaitu sebanyak 1 kasus dengan prevalensi 0.9. Hal ini bersesuaian dengan laporan FIGO yang menyatakan usia reproduktif wanita merupakan usia yang paling tinggi terjadinya kanker serviks. Meningkatnya risiko terhadap kanker serviks pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap zat karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia (Hacker,2000). Selain itu jumlah paritas yang banyak dengan jarak persalinan yang terlalu pendek akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya infeksi HPV sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks (Diananda,2007).

5.2.3. Distribusi gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks di Di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2009.

Variable yang turut diteliti adalah gambaran histopatologi pada penderita kanker serviks di RSUP. H.Adam Malik. Berdasarkan penelitian, gambaran histopatologi yang paling sering ditemukan adalah tipe Non keratinizing skuamous sel karsinoma yaitu sebanyak 64 kasus dengan


(44)

prevalensi sebesar 57.7% daripada keseluruhan kasus. Gambaran histopatologi yang paling sedikit ditemukan adalah tipe karsinoma in situ, Small cell neuroendocrine dan Papplilary type karsinoma masing-masing ditemukan sebesar 0.9%. Tipe skuamosa merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yaitu 90% merupakan karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma 5% dan tipe lain sebanyak 5% (Notodiharjo, 2002).

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN


(45)

6.1.1. Stadium yang tersering pada wanita di RSUP H. Adam Malik adalah stadium IIIB yaitu sebanyak 43 kasus dengan prevalensi 38.7.

6.1.2. Berdasarkan rekam medis, penderita kanker serviks paling banyak berada pada kelompok usia di antara 41 hingga 50 tahun yaitu sebanyak 52 kasus dengan prevalensi sebanyak 46.8.

6.1.3. Distribusi gambaran histopatologi yang paling banyak ditemukan pada kasus kanker serviks adalah tipe Non Keratinizing skuamous sel karsinoma yaitu sebanyak 64 kasus dengan prevalensi sebesar 57.7.

6.2. Saran

6.2.1. Harus melakukan rencana program kesehatan seperti kampen-kampen dan ceramah mengenai langkah pencegahan kanker serviks melalui test skreening kanker serviks seperti Paps Smear dan IVA.

6.2.2. Pemerintah serta tenaga kerja bidang kesehatan harus lebih mendedahkan serta memberikan informasi pada masyarakat wanita tentang bahayanya kanker serviks ini supaya masyarakat lebih teredukasi dan sadar.

6.2.3. Masyarakat wanita sendiri harus proaktif dalam upaya mencari informasi serta lebih peduli untuk mengambil berat tentang kesehatan mereka serta seiring dengan peningkatan faktor resiko terhadap kejadian kanker serviks dalam diri mereka.

6.2.4. Pusat kesehatan harus memperkenalkan pemberian vaksin sebagai langkah pencegahan primer karena vaksin dapat memberikan perlindungan jangka panjang yang adekuat


(46)

terhadap infeksi HPV penyebab kanker serviks serta meningkatkan respon imun tubuh dengan penghasilan neutralizing antibodies yang tinggi.

6.2.5. Penanggulangan permasalahan kanker leher rahim sangat membutuhkan pemahaman dan pengertian mengenai penyakit ini dari masarakat sehingga dapat ditemukan pada stadium awal atau fase prakanker. Apabila sudah ditemukan maka pengobatan harus segera dilakukan. Biaya pengobatan yang tinggi masih memerlukan penanggulangan bersama masarakat dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz FM, 2001. Natural history dari infeksi HPV dan NIS. Dalam:

Kolposkopi dan neoplasia serviks, Sjamsuddin S, Indarti J. Perkumpulan patologi serviks dan kolposkopi Indonesia. Edisi pertama.


(47)

Adjie. Praz. 2008. Kiat Mencegah Kanker Rahim. Available from:

Admin. 2008. Usia Muda pun Bisa Kena Kanker Mulut Rahim Sekalipun. Available from:

Ayu. P. Pradjatmo. H. 2004. Kumpulan Naskah Lengkap PIT XIV POGI Bandung 13-15 Juli

2004. Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

RS Sardjito Yogyakarta.

Bosch, F.X., Munoz, N., Castellsague, X. 1998. Epidemiology of Cervical Dysplasia and Neoplasia. In : Luesley, M.D., Barrasso, R., editors. Cancer and precancer of the cervix. Lippincott-Raven Publishers. p. 51-65.

Bosch, F.X., Lorincz A., Munoz, N., et al. 2002. The Causal Relation between Human Papillomavirus and Cervical Cancer. J. Clin. Pathol, 55 : 244-265.

Brennan, J.A., Boyle, J.O., Koch, W.M., et al. 1995. Association between Cigarette Smoking and Mutation of the p53 Gene in Squamous-cell Carcinoma of the Head and Neck. N. Engl. Med. J, 332 : 712-717.

Brentjens MH, Yeung-Yue KA, LEE PC, Tyring SK. 2002 . Human papillomavirus: a review. Dermatologic clinics, vol 20, number 2, pp.315-35.

Burger, R.A., Monk, B.J., Kurosaki, T., et al. 1996. Human Papillomavirus Type 18 : Association With Poor Prognosis in Early Stage Cervical Cancer. Nat. Can. Inst. J, 88 : 1361-1367.

Crook,T., Wrede, D., Vausden, K.H. (1991), p53 Point Mutation in HPV Negative Human Cervical Carcinoma Cell Lines, Onkogen, pp. 873-875.

Dharmaputra, I.G.N., Suwiyoga I.K. 2001. Kanker Serviks Uteri di RSUP Den pasar periode 1 Januari 1996-31 Desember 1998 (tesis). Universitas Udayana. Denpasar.


(48)

Franco EL01 02, Franco ED 01. 2001. Cervical cancer : epidemiology, prevention and the role of human papillomavirus infection. Canadian medical assiociation journal, vol 164, no. 7, pp. 1- 10.

Gastout, B.S., Podratz, K.C., Mc Govern, R.M., et al. 1996. HLA Association with cervical cancer. J. Gynecol. Oncol, 62 : 415-416.

Geene PV, Tidy JA. 1998. Prognostics factor in cervical cancer. In: Cancer and precancer of the cervix,Luesley MD,Barrasso R,Lippincott-Raven Publishers, pp: 275-288.

Hoesin F. 2001. Epidemiologi dan gambaran histopatologi kanker mulut rahim. Dalam kumpulan makalah era baru penetalaksaan lesi prekanker serviks, Surabaya, hal 1-6.

Kresno SB. 2001. Karsinogenesis Secara Umum. Dalam Course and Workshop: The 4th Basic Sciences in Oncology. Modul C. Jakarta, 10-11 September 2001 hal 24-29.

Lopez A, Kudelka AP, Edwards CL, Kavanagh JJ. 1997. Carcinaoma of the uterine cervix. In: medical oncology, M.D Anserson cancer certer, Houstan, texas, pp. 1-15.

Megadhana. 2004. Kanker serviks. Diakses : 20 November 2008. Available from: http://himapid.blogspot.com/2008/10/kanker-leher-rahim-kankerserviks.Html

Moodley, M., Moodley, J., Chetty, R., et al. 2003. The Role of steroid contraceptive hormones in the pathogenesis of invasive cervical cancer: Review. Int. J. Gynecol. Cancer, 13 (2) : 103-134.

Rahman, A., Arifuddin, D., Gunawan, A. 2002. Deteksi Lesi Prakanker dan Kanker Serviks Uteri dengan Pemeriksaan Pap Smear di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Maj. Obste. Ginekol. Ind, (Suppl. 5) : 24.


(49)

Rosai J. 1997. Uterus – Cervix. In: Ackerman’s surgical pathology, eigth edition,vol 2, Mosby, pp.1353-1379; 2253-2263.

Sawaya, G.F., McConnell, K.J., Kulasingam, S.L. 2003. Risk of Cervical Cancer Associated With Extending the Interval Between Cervical-Cancer Screenings. N. Engl. Med. J, 67 : 349-416.

Schift, M., Miller, J., Masuk, M., et al. 2000. Contraceptive and reproductive risk factors for cervical intraepithelial neoplasia in American Indian women. Int. J. Epid, 29: 983-998.

Suwiyoga, I.K. 2000. Kanker Serviks: Evaluasi Faktor Risiko Klinis. Maj. Obstet Ginekol Ind, (suppl. 5) ; 29-32.

Suwiyoga, I.K. 2004. Beberapa Masalah Pap Smear sebagai Alat Diagnosis Dini Kanker Serviks. Udayana Med. J, 35 (124) : 79-82.


(50)

DATA INPUT DAN HASIL OUTPUT

PREVALENSISTADIUMKANKERSERVIKSYANGTERSERINGPADAWANITADI RSUPH.ADAMMALIKPADATAHUN2009

1. PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING

STATISTICS

STADIUM KANKER SERVIKS

N VALID 111

MISSING 0

STADIUM KANKER SERVIKS

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE PERCENT

VALID IA 2 1.8 1.8 1.8

IB 1 .9 .9 2.7

IB1 3 2.7 2.7 5.4

IB2 16 14.4 14.4 19.8

IIA 12 10.8 10.8 30.6

IIB 25 22.5 22.5 53.2

IIIA 5 4.5 4.5 57.7

IIIB 43 38.7 38.7 96.4

IVA 4 3.6 3.6 100.0


(51)

2.

Prevalensi kanker serviks berdasarkan umur penderita

FREQUENCIES STATISTICS

KU

N VALID 111


(52)

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE PERCENT

VALID 21-30 3 2.7 2.7 2.7

31-40 14 12.6 12.6 15.3

41-50 52 46.8 46.8 62.2

51-60 35 31.5 31.5 93.7

61-70 6 5.4 5.4 99.1

71-80 1 .9 .9 100.0


(53)

3.

prevalensi gambaran histopatologi pada penderita

kanker serviks

FREQUENCIES

STATISTICS

PATOLOGI ANATOMI

N VALID 111

MISSING 0

PATOLOGI ANATOMI

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE PERCENT

VALID NKSCC 64 57.7 57.7 57.7

KARSINOMA SEL SKUAMOUS 27 24.3 24.3 82.0

KERATINIZING SKUAMOUS SEL KARSINOMA

2 1.8 1.8 83.8

ADENOCARCINOMA CERVIX 13 11.7 11.7 95.5

NONDIFFERENTIAL CELL KARSINOMA

2 1.8 1.8 97.3

SMALL CELL NEUROENDOCRINE CARCINOMA

1 .9 .9 98.2

CARCINOMA PAPILLARY TYPE 1 .9 .9 99.1

KARSINOMA INSITU 1 .9 .9 100.0


(54)

(1)

Rosai J. 1997. Uterus – Cervix. In: Ackerman’s surgical pathology, eigth edition,vol 2, Mosby, pp.1353-1379; 2253-2263.

Sawaya, G.F., McConnell, K.J., Kulasingam, S.L. 2003. Risk of Cervical Cancer Associated With Extending the Interval Between Cervical-Cancer Screenings. N. Engl. Med. J, 67 : 349-416.

Schift, M., Miller, J., Masuk, M., et al. 2000. Contraceptive and reproductive risk factors for cervical intraepithelial neoplasia in American Indian women. Int. J. Epid, 29: 983-998.

Suwiyoga, I.K. 2000. Kanker Serviks: Evaluasi Faktor Risiko Klinis. Maj. Obstet Ginekol Ind, (suppl. 5) ; 29-32.

Suwiyoga, I.K. 2004. Beberapa Masalah Pap Smear sebagai Alat Diagnosis Dini Kanker Serviks. Udayana Med. J, 35 (124) : 79-82.


(2)

DATA INPUT DAN HASIL OUTPUT

PREVALENSISTADIUMKANKERSERVIKSYANGTERSERINGPADAWANITADI

RSUPH.ADAMMALIKPADATAHUN2009

1.PREVALENSI STADIUM KANKER SERVIKS YANG TERSERING

STATISTICS STADIUM KANKER SERVIKS

N VALID 111

MISSING 0

STADIUM KANKER SERVIKS

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE

PERCENT

VALID IA 2 1.8 1.8 1.8

IB 1 .9 .9 2.7

IB1 3 2.7 2.7 5.4

IB2 16 14.4 14.4 19.8

IIA 12 10.8 10.8 30.6

IIB 25 22.5 22.5 53.2

IIIA 5 4.5 4.5 57.7

IIIB 43 38.7 38.7 96.4

IVA 4 3.6 3.6 100.0


(3)

2.

Prevalensi kanker serviks berdasarkan umur penderita

FREQUENCIES

STATISTICS KU

N VALID 111


(4)

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE

PERCENT

VALID 21-30 3 2.7 2.7 2.7

31-40 14 12.6 12.6 15.3

41-50 52 46.8 46.8 62.2

51-60 35 31.5 31.5 93.7

61-70 6 5.4 5.4 99.1

71-80 1 .9 .9 100.0


(5)

3.

prevalensi gambaran histopatologi pada penderita

kanker serviks

FREQUENCIES

STATISTICS

PATOLOGI ANATOMI

N VALID 111

MISSING 0

PATOLOGI ANATOMI

FREQUENCY PERCENT VALID PERCENT

CUMULATIVE

PERCENT

VALID NKSCC 64 57.7 57.7 57.7

KARSINOMA SEL SKUAMOUS 27 24.3 24.3 82.0

KERATINIZING SKUAMOUS SEL

KARSINOMA

2 1.8 1.8 83.8

ADENOCARCINOMA CERVIX 13 11.7 11.7 95.5

NONDIFFERENTIAL CELL

KARSINOMA

2 1.8 1.8 97.3

SMALL CELL NEUROENDOCRINE

CARCINOMA

1 .9 .9 98.2

CARCINOMA PAPILLARY TYPE 1 .9 .9 99.1

KARSINOMA INSITU 1 .9 .9 100.0


(6)