Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (Studi Deskriptif : SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara). Penelitian ini dilakukan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara

(1)

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYALURAN

BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

(Studi Deskriptif : SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara)

Oleh:

CHRISTIAN SIREGAR 040901063

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (Studi Deskriptif : SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara). Penelitian ini dilakukan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang di lakukan oleh Komite Sekolah di dalam menjalankan peran dan fungsinya di dalam penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Penelitian ini menggunakan wawancara dengan informan kunci yaitu Ketua Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dan informan biasa yaitu Kepala Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara beserta orang tua siswa. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan metode analisa deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam penyaluran dana BOS, Komite Sekolah melaksanakan peran dan fungsinya dengan beracuan kepada Kepmendiknas Nomor 44 Tahun 2002 dan Buku Acuan Penggunaan dana BOS. Pendistribusian dana BOS dilakukan dengan melalui beberapa tahap yang dimulai dari perencanaan hingga penggunaan dana BOS. Di dalam perencanaan, penggunaan dana BOS dibagi kedalam kriteria penggunaan dana BOS diantaranya kriteria Kinerja Satuan Pendidikan, kriteria Tenaga Pendidikan, kriteria Fasilitas Pendidikan dan hal lain yang terkait dengan pendidikan. Pendistribusian dana BOS SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dilakukan dengan cara transparan, akuntabel dan demokratis dimana penggunaan dana BOS selalu di publikasikan kepada umum dan Komite Sekolah juga selalu melibatkan masyarakat, orang tua siswa dan pihak terkait dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara dan juga hasil pengamatan, peneliti melihat bahwa tidak terdapat seksi-seksi di dalam keanggotaan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Pembentukan seksi di dalam keanggotaan Komite Sekolah sangat diperlukan karena pembentukan seksi dapat semakin meningkatkan kinerja anggota Komite sekolah dimana akan didapatkan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang semakin jelas di antara anggota Komite Sekolah.


(3)

ABSTRACT

This research entitled "Role of the School Committee in the distribution of School Operational Assistance (Descriptive Study: SD. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli). This research was conducted in elementary school. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli. The purpose of this study is to determine what will be undertaken by the School Committee in carrying out its role and function in the distribution of funds the School Operational Assistance (BOS). This study uses interviews with key informants is chairman of the Elementary School. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli and regular informant of elementary school principal. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli and their parents. Then the data obtained were analyzed with descriptive analysis method.

The results showed that in the channeling of funds BOS, School Committee carry out its roles and functions with reference to the Kepmendiknas No. 44 of 2002 and the Book of Reference use of BOS funds. BOS Distribution is conducted through several stages starting from planning to the use of BOS funds. In the planning, the use of BOS funds are divided into criteria for the use of BOS funds include Education Unit Performance criteria, the criteria of Labor Education, Educational Facilities criteria and other matters related to education. BOS SD distribution of funds. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli done in a way transparent, accountable and democratic society where the use of BOS funds are always published to the public and School Committee also always involve communities, parents, students and related parties in carrying out the roles and functions.

Based on the data obtained, both from interviews and observations, researchers see that there are no sections in the Elementary School Committee. N 173105 Tarutung, North Tapanuli. Formation section in the School Committee membership is required for the formation of the section to further improve the performance of schools in which members of the Committee shall obtain the division of tasks and responsibilities more clearly between the members of the School Committee.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur saya haturkan kepada Allah bapa di surga yang telah menuntun hambaNya melalui ajaran Yesus Kristus dalam menjalani hidup ini, dan atas anugrah yang selalu diberikan kepada saya selama menjalani perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) (Studi Deskriptif: SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara).” Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Utara tepatnya di Kecamatan Tarutung. Penelitian ini melihat bagaimanakah sebenarnya peran yang dilakukan Komite Sekolah di dalam penyaluran dana BOS. Apakah keuntungan yang didapatkan dengan adanya Komite Sekolah di dalam penyaluran dana BOS tersebut.

Peneliti sendiri melihat adanya keuntungan yang diperoleh dari peran yang ditampilkan oleh Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara, dimana di dalam penyaluran dana BOS semua pihak bisa melihat penggunaan dana BOS dari publikasi yang dilakukan Komite Sekolah dengan cara yang akuntabel. Disamping itu, masyarakat bisa ikut turut berpartisipasi menyuarakan aspirasinya guna peningkatan mutu pendidikan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Komite Sekolah juga bisa semakin mendekatkan masyarkat dengan pemerintah dimana Komite Sekolah memiliki peran dan fungsi sebagai mediator antara masyarakat dan pemerintah.

Peneliti juga melihat apa-apa saja yang menjadi kendala dan keterbatasan yang dihadapi oleh Komite Sekolah di dalam penyaluran dana BOS di SD. N


(5)

173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

Terima kasih kepada Bapak Drs. Muba Simanihuruk. M.Si yang telah sabar membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis meminta maaf atas kekurangan yang ada.

Medan, 2010


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ………... i

Kata Pengantar ………... ii

Daftar Isi ………... iv

Daftar Tabel ………... vi

Daftar Matriks ………... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 10

1.3. Tujuan penelitian ………... 10

1.4. Manfaat Penelitian ………... 10

1.5. Defenisi Konsep ………... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Pustaka ……….. 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ………... 22

3.2. Lokasi Penelitian ... ……... 22

3.3. Unit Analisis informan ………... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………. ……... 23

3.5. Interpretasi Data ………. ……... 24

3.6. Jadwal Kegiatan ………... 25

3.7. Keterbatasan Penelitian ………... ...26

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... …….. 27

4.1.1. Sejarah Umum Kabupaten Tapanuli Utara ………... 27

4.1.2. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara ………... 32

4.1.3. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung ………... 37

4.1.4. Sejarah Singkat Kecamatan Tarutung ……….... 38

4.1.5. Gambaran Umum SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ... 39

4.2. Karakteristik Informan ………... 39

4.2.1. Bapak Drs. M Panjaitan ………... 40

4.2.2. Ibu Resma Buaton SP,d ………... 41

4.2.3. Bapak Sahat Pasaribu ………... 42

4.3. Interpretasi Data ……….... 43

4.3.1. Proses Pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ………... 43


(7)

4.3.2. Peran yang Ditampilkan Komite Sekolah dalam Penyaluran

Dana BOSdi SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ……... 53

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ……… 72

5.2. Saran ………... 73

Daftar Pustaka ………...74


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Menurut Jenjang Sekolah

2006/2007 – 2008/2009 ……... 36 Tabel 4.2 Struktur Kepengurusan Komite Sekolah Dasar Negeri

173105 Tarutung, Tapanuli Utara …... 48

Tabel 4.3 Ringkasan Rincian Penggunaan Operasional Sekolah (BOS) Per Jenis Aggaran Tahun Ajaran 2009/2010

SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ………... 61 Tabel 4.4 Rincian Alokasi Dana BOS Semester II Tahun Ajaran


(9)

DAFTAR MATRIKS

Tabel 4.1 Struktur Hubungan Organisasi Komite Sekolah

SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ……... 50 Tabel 4.2 Model Hubungan Komite Sekolah SD. N 173105


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (Studi Deskriptif : SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara). Penelitian ini dilakukan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang di lakukan oleh Komite Sekolah di dalam menjalankan peran dan fungsinya di dalam penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Penelitian ini menggunakan wawancara dengan informan kunci yaitu Ketua Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dan informan biasa yaitu Kepala Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara beserta orang tua siswa. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan metode analisa deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam penyaluran dana BOS, Komite Sekolah melaksanakan peran dan fungsinya dengan beracuan kepada Kepmendiknas Nomor 44 Tahun 2002 dan Buku Acuan Penggunaan dana BOS. Pendistribusian dana BOS dilakukan dengan melalui beberapa tahap yang dimulai dari perencanaan hingga penggunaan dana BOS. Di dalam perencanaan, penggunaan dana BOS dibagi kedalam kriteria penggunaan dana BOS diantaranya kriteria Kinerja Satuan Pendidikan, kriteria Tenaga Pendidikan, kriteria Fasilitas Pendidikan dan hal lain yang terkait dengan pendidikan. Pendistribusian dana BOS SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dilakukan dengan cara transparan, akuntabel dan demokratis dimana penggunaan dana BOS selalu di publikasikan kepada umum dan Komite Sekolah juga selalu melibatkan masyarakat, orang tua siswa dan pihak terkait dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara dan juga hasil pengamatan, peneliti melihat bahwa tidak terdapat seksi-seksi di dalam keanggotaan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Pembentukan seksi di dalam keanggotaan Komite Sekolah sangat diperlukan karena pembentukan seksi dapat semakin meningkatkan kinerja anggota Komite sekolah dimana akan didapatkan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang semakin jelas di antara anggota Komite Sekolah.


(11)

ABSTRACT

This research entitled "Role of the School Committee in the distribution of School Operational Assistance (Descriptive Study: SD. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli). This research was conducted in elementary school. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli. The purpose of this study is to determine what will be undertaken by the School Committee in carrying out its role and function in the distribution of funds the School Operational Assistance (BOS). This study uses interviews with key informants is chairman of the Elementary School. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli and regular informant of elementary school principal. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli and their parents. Then the data obtained were analyzed with descriptive analysis method.

The results showed that in the channeling of funds BOS, School Committee carry out its roles and functions with reference to the Kepmendiknas No. 44 of 2002 and the Book of Reference use of BOS funds. BOS Distribution is conducted through several stages starting from planning to the use of BOS funds. In the planning, the use of BOS funds are divided into criteria for the use of BOS funds include Education Unit Performance criteria, the criteria of Labor Education, Educational Facilities criteria and other matters related to education. BOS SD distribution of funds. N 173 105 Tarutung, North Tapanuli done in a way transparent, accountable and democratic society where the use of BOS funds are always published to the public and School Committee also always involve communities, parents, students and related parties in carrying out the roles and functions.

Based on the data obtained, both from interviews and observations, researchers see that there are no sections in the Elementary School Committee. N 173105 Tarutung, North Tapanuli. Formation section in the School Committee membership is required for the formation of the section to further improve the performance of schools in which members of the Committee shall obtain the division of tasks and responsibilities more clearly between the members of the School Committee.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk menghadapi persaingan tersebut maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Pembangunan sumber daya yang berkualitas tinggi pada dasarnya adalah untuk menciptakan dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang modern sebagai sarana mewujudkan suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Namun hingga saat ini bangsa Indonesia masih terbentur pada berbagai permasalahan yang ditunjukkan dari kenyataan masih banyaknya masyarakat yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu disebapkan masalah kemiskinan dan mahalnya biaya pendidikan. Kenaikan harga BBM beberapa tahun terakhir juga dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan


(13)

daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Hal ini bisa mempengaruhi Angka Partisipasi Murni (APM) pada suatu daerah yaitu partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM merupakan persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Contohnya adalah persentase jumlah penduduk kelompok usia 7 sampai 12 tahun terhadap siswa yang duduk di bangku SD. Fakta menunjukkan Angka Putus Sekolah (APS) masih tinggi dimana jumlah siswa putus sekolah untuk Sekolah Dasar (SD) setiap tahunnya rata-rata berjumlah 600.000 - 700.000 siswa. Sedangkan siswa SMP yang harus mengakhiri sekolah sebelum tamat setiap tahunnya rata-rata berjumlah 150.000 sampai 200.000 siswa. Masalah lain adalah angka buta aksara (mereka yang tidak bisa membaca, menulis, dan menghitung). Pada tahun 2009 tercatat 14,095 juta jiwa penyandang buta aksara usia 15 tahun ke atas dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Dalam rangka mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai (SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian


(14)

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid. Dengan adanya dana BOS dari pemerintah, semua pendidikan dasar wajib menggratiskan para siswa dari pungutan operasional dan meringankan beban orang tua siswa.

Dana BOS yang mulai diberikan pada tahun 2005 merupakan konsekuensi kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkomitmen terhadap dunia pendidikan, dengan mengalokasikan anggaran pendidikan 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pada tahun 2006 pihak sekolah selain mendapat dana BOS dari APBN, juga mendapatkan dana pendampaing BOS dari APBD Kota. Untuk kota Surabaya, setiap murid dari SD mendapatkan jatah Rp 19.500 ditambah dengan dana pendamping BOS dari APBD Kota sebesar Rp 10.500. sehingga setiap anak didik totalnya mendapatkan jatah Rp 30 ribu perbulan atau Rp 360 ribu/tahun. Sedangkan untuk tingkat SMP, setiap siswa mendapatkan dana BOS dari APBN sebesar Rp 27.000 dan dana dari APBD kota Rp 30.000. sehingga total mendapatklan Rp 50.000/bulan atau Rp 600.000/tahun.

Hingga saat ini besarnya jumlah anggaran Dana BOS terus mengalami kenaikan secara signifikan. Pada tahun 2008 alokasi Dana BOS mencapai Rp. 10,5 trilyun. Untuk tahun 2009 terdapat kenaikan hampir 50% lebih besar dari


(15)

tahun sebelumnya menjadi Rp. 16 trilyun. Mulai tahun 2010 pembagiannya dibedakan untuk sekolah-sekolah di kota dan di daerah, karena biaya hidup mereka berbeda,". Jatah untuk anak sekolah dasar(SD) di perkotaan, misalnya, ditetapkan Rp 400.000 per siswa setiap tahun, sedangkan untuk siswa SD di kabupaten ditetapkan Rp 397.000 per siswa setiap tahun. Siswa SMP di kota mendapat jatah Rp 575.000, sedikit lebih besar daripada siswa SMP di kabupaten, yang memperoleh jatah Rp 570.000. Dengan dana itu, siswa bisa menikmati pembebasan biaya sekolah dan beberapa buku paket versi murah yang hak ciptanya dibeli oleh pemerintah.

BOS diarahkan untuk penyediaan pendanaan biaya non-personalia bagi satuan pendidikan. Alokasinya bukan untuk gaji guru, melainkan untuk peralatan pendidikan habis pakai dan biaya tak langsung berupa jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, transportasi, konsumsi, dan lain-lain. Berdasarkan Buku Panduan Dana BOS 2010, dana BOS diperuntukkan untuk ;

1. pembelian buku tekspelajaran dan buku penunjang untuk koleksi perpustakaan;

2. pembelian bahan-bahan habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah;

3. pembiayaan kegiatan kesiswaan, program remedial, program pengayaan siswa, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya;

4. pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa;

5. pengembangan profesi guru antara lain pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS;

6. pembiayaan perawatan sekolah seperti pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan meubelair dan perawatan lainnya; 7. pembiayaan langganan daya dan jasa;

8. pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah; 9. pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin;


(16)

terpenuhi pendanaannya dari BOS dan jika masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran sekolah.

Penggunaan BOS yang dilarang :

1. untuk disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan; dipinjamkan kepada pihak lain; membiayai kegiatan yang bukan merupakan prioritas sekolah;

2. membayar bonus,transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid;

3. melakukan rehabilitasi sedang dan berat; 4. membangun gedung/ruanganbaru;

5. membeli bahan atau peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran;

6. menanam saham; dan

7. membiayai kegiatan yang telah dibiayai sumber dana pemerintah pusat atau daerah.

Namun fakta dilapangan dari hasil sampling 4127 sekolah terdapat 2054 sekolah (sebesar 49,79%) penerima dana BOS menyalahi penggunaan dana BOS sebesar Rp 28.14 miliar sebagai berikut:

1. Biaya transportasi kegiatan rekreasi kepala sekolah dan guru. 2. Uang lelah kepala sekolah.

3. Biaya pertemuan hari ulang tahun yayasan (biasa terjadi di sekolah swasta yang dikelola yayasan).

4. Dana BOS digunakan untuk membeli laptop, PC desktop, flash disk, dan peripheral komputer lainnya yang tidak terkait langsung dengan murid. 5. Membeli peralatan yang tidak berkaitan langsung dengan murid seperti

dispenser, TV, antena parabola, kursi tamu di ruang kepala sekolah, lemari, dan lain-lain.

6. Pembelian voucher hand phone, pemberian uang duka dan karangan bunga acara pisah sambut kepala dinas, pembelian note book dan PC desktop. 7. Melakukan rehab gedung sekolah yang termasuk dalam rehab sedang atau

berat.

8. Biaya honor dan transportasi guru untuk kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah lainnya seperti LPMP, SKB, dan Pemda.

9. Dana BOS dipinjamkan sementara untuk membiayai honor guru bantu atau honor guru tidak tetap yang belum dibayarkan oleh pemerintah daerah.


(17)

kabupaten).

Di dalam proses penyaluran dana BOS pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyimpangan sehingga mengakibatkan banyaknya keluhan para orang tua siswa. Contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu; Komisi A DPRD Kabupaten Tapanuli Utara menemukan beberapa SD di Kecamatan Siborongborong belum memiliki kepala sekolah dan belum menerima dana Biaya operasional sekolah (BOS) periode Juni-Desember 2009 antara lain SD Inpres No 178314 dan SD No 173285 Parik Sabungan Siborongborong. Di kabupaten Simalungun Kejari menemukan indikasi penyimpangan dana BOS 2007/2008 sebanyak 61 Sekolah Dasar. Kamis (22/7) Seratusan massa yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatur Negara, berunjuk rasa di Kantor Walikota Medan, mereka menyoroti dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah dan Dana Alokasi Khusus tahun anggaran 2007 dan 2008 di Dinas Pendidikan Kota Medan. Dari contoh kasus tersebut, penyaluran dana BOS sangat rentan penyimpangan mengingat penyaluran dana BOS ditangani oleh banyak pihak mulai dari pemerintah (menteri) sampai kepala sekolah yang bersangkutan menerima dana BOS. Dalam penyaluran dana BOS sangat dibutuhkan penanganan yang baik agar alokasi tepat sasaran sebagaimana dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Penyelewengan BOS bisa terjadi karena lemahnya kontrol dan kuatnya otoritas sekolah. Disamping itu kepala sekolah sebagai pemegang kekuasaan


(18)

mengelola dana BOS merupakan ujian tersendiri. Penyimpangan bisa terjadi jika pengawasannya lemah. Bahkan bisa terjadi semacam kolaborasi antara kepala sekolah dan pengawas.

Sebagaimana dimaksudkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pada bab XV pasal 54 s/d pasal 56 diuraikan tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan secara lengkap, mulai dari peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha sampai dengan organisasi kemasyarakatan. Peranserta masyarakat dapat dimulai dari penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan, penyelenggaraan satuan pendidikan, sampai dengan peran serta untuk peningkatan mutu pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.Untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana BOS sangat dibutuhkan peran Komite Sekolah. Komite sekolah merupakan kelompok yang ada dan dibentuk di dalam sekolah yang anggotanya terdiri dari orang tua siswa serta pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan. Di dalam Lampiran Kepmendiknas No 044/U/2002 terkait Acuan Pembentukan Komite Sekolah. Komite sekolah bertujuan meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, diantaranya:

a. Sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan

b. Mediator antara pemerintah dan dengan masyarakat di satuan pendidikan c. Komite sekolah berfungsi memberikan masukan, pertimbangan, dan


(19)

pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS), kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, hal-hal yang terkait dengan pendidikan.

Dalam penyaluran dana BOS, pihak sekolah harus terbuka untuk menerima kritik dari pihak manapun. Segala yang bersifat untuk kepentingan umum harus ada pengawasan dari masyarakat. Komite sekolah dituntut perannya sebagai lembaga pengawas dan aktif menjadi lembaga pengawas publik untuk dapat membantu mengurangi terjadinya penyelewengan penggunaan dana BOS dan menghasilkan penyaluran yang tepat sasaran.

Pada tahun anggaran 2006 kondisi faktual Komite Sekolah menunjukkan beberapa kenyataan antara lain sebagai berikut:

1. Banyak Komite Sekolah yang dibentuk secara instan, bahkan ada yang hanya ditunjuk oleh kepala sekolahnya. Jadi proses pembentukannya pada umumnya hanya untuk memenuhi aturan dalam penerimaan subsidi; 2. Ada beberapa Komite Sekolah yang belum dapat menyusun AD dan ART; 3. Dalam pelaksanaan peran dan fungsinya, beberapa Komite Sekolah ada

yang lebih menekankan peran pengawasan sosial ketimbang melakukan ketiga peran yang lain;

Permasalahan dalam Komite Sekolah pada umumnya disebabkan oleh proses pembentukan yang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai mana diatur dalam Kepmendiknas No. 44 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Untuk menghindari masalah-masalah yang dapat muncul di masa mendatang perlu kiranya untuk melaksanakan


(20)

Program Pemberdayaan Komite Sekolah. Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi Komite Sekolah secara optimal, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan beberapa program dan kegiatan Pembinaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Renstra Depdiknas 2004 – 2009, khususnya dalam pilar peningkatan tata kekola, akuntabilitas, dan citra publik, disebutkan tentang tonggak kunci keberhasian (key development milestone) pembangunan pendidikan dasar dan menengah adalah: (1) 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional terbentuk pada tahun 2009.

Disadari bahwa berbagai usaha peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan. Akan tetapi hasilnya dirasakan belum optimal yang bisa dilihat dari Angka Putus sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM), nilai UAN, angka buta aksara, kualitas guru dan kepala sekolah, sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya memadai, penyelewengan dana, alokasi dana BOS yang salah dan tidak tepat sasaran yang mengakibatkan ketidakpuasan orang tua siswa. Dengan dilaksanakannya berbagai program pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan dibentuknya Komite Sekolah di SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara membawa peneliti untuk melakukan penelitian bagaimana peran komite Sekolah dalam Penyaluran Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah tersebut.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimanakah Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penetapan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pengelolaan dana BOS di SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

2. Untuk mengetahui proses pembentukan Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

3. Untuk mengetahui partisipasi pemerintah (termasuk pemerintah profinsi dan kabupaten/kota), orang tua, komite sekolah, masyarakat dan pihak yang terkait dalam mengelola dana BOS di SD.N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :


(22)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai Kelembagaan Komite Sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan penulis

b. Menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial dan masyarakat.

1.5. Defenisi Konsep

Untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti, penggunaan konsep sangat penting. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk suatu kejadian . Konsep adalah generalisasi dari sejumlah fenomena.

• Peran

Peran adalah fungsi yang dijalankan oleh lembaga dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan bersama.

• Komite Sekolah

Komite Sekolah adalah kelompok yang ada dan dibentuk di dalam sekolah yang anggotanya terdiri dari pegawai, guru, dan orang tua siswa serta pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan.

• Peran Komite Sekolah

Peran Kelembagaan Komite Sekolah adalah fungsi yang dijalankan oleh kelembagaan komite sekolah dengan membantu dan mengawasi tugas kepala


(23)

sekolah dalam mengelola dana BOS.

• Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan dana yang berasal dari realokasi/kompensai pengurangan subsidi BBM bidang dibidang pendidikan sebagai salah satu layanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah setingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain, dengan harapan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.

• Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat z potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, dimana setiap unit sosial yang sifatnya berkelanjutan serta memiliki identitas tersendiri dan dapat dibedakan dengan unit sosial lainnya bisa dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Artinya bahwa terdapat susunan skematis yang menjadi bagian dari unit tersebut yang memiliki hubungan ketergantungan antar bagian. Masyarakat memiliki batas yang berhubungan dengan lingkungan (secara fisik, teknis dan sosial), serta memiliki proses eksternal dan internal.

Setiap individu sebagai bagian dari masyarakat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya dan hal itu sekaligus berarti bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran lebih menunjukkan kepada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Dalam suatu lembaga, peran diartikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada lembaga yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peran juga digambarkan pada apa yang diharapkan dan apa yang dituntut oleh masyarakat (Narwoko,2004).

Loomis dan Boyle (1981) menyatakan bahwa sistem sosial merupakan komposisi pola interaksi anggotanya. Boyle (1981) mendefinisikan beberapa unsur dalam sistem sosial yaitu tujuan, norma, status, peran, kekuatan, jenjang sosial, sanksi, fasilitas dan daerah kekuasaan. Selain itu terdapat proses yang


(25)

terjadi dalam sistem tersebut yaitu komunikasi, pembuatan keputusan, pemeliharaan batasan, dan keterkaitan sistem. Sistem nilai mengacu pada bagaimana anggota masyarakat menyesuaikan dirinya untuk bertingkah laku berdasarkan acuan.

Dalam analisanya tentang sistem sosial, parsons menggunakan status-peran sebagai unit dasar dari sistem. Status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya tersebut. Parsons juga menjelaskan dalam teorinya sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari orang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, harus dapat dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa (Ritzer, 2008:125).

(www.teori pembangunansosiologi.com).

Struktural fungsionalisme sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai kebutuhan fungsional tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Fungsi merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan


(26)

kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi, yaitu ; Adaptation (adaptasi), Goal attainment

(pencapaian tujuan), Integration (integrasi), dan Latency atau Latent pattern maintenance (pemeliharaan pola).

Adaptation yaitu kemampuan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Hal ini mencakup segala hal; mengumpulkan sumber-sumber kehidupan dan menghasilkan komoditas untuk redistribusi sosial.

Goal-Attainment adalah kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan-tujuan masa depan dan membuat keputusan yang sesuai dengan itu. Pemecahan permasalahan politik dan sasaran-sasaran sosial adalah bagian dari kebutuhan ini.

Integration atau harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial setelah sebuah general agreement mengenai nilai-nilai atau norma pada masyarakat ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem sosial

Latency (Latent-Pattern-Maintenance) adalah memelihara sebuah pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyarakatan tertentu seperti budaya, norma, aturan dan sebagainya.

2.1. Partisipasi Masyarakat

Menurut Craig dan Mayo (dalam Hikmat : 2003) bahwa partisipasi masyarakat adalah adanya proses pemberdayaan terlebih dahulu. Dengan kata lain, mustahil kita membicarakan partisipasi masyarakat tanpa diawali dengan diskusi pemberdayaan. Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua buah


(27)

konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan masyarakat yang dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat berdaya dengan menggunakan berbagai model pemberdayaan. Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan yang dikerjakan di masyarakat local. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.

Dalam partisipasi terkandung pengertian bahwa seseorang bisa terlibat (berpartisipasi) sesuai dengan relevansinya, kepentingan (masalahnya), ataupun tingkat kemampuannya. Atau dengan kata lain, seseorang dapat berpartisipasi secara parsial, dalam pengertian hanya terlibat dalam salah-satu atau beberapa aktifitas saja atau berpartisipasi secara parsial, dalam pengertian dapat terlibat dalam semua fase dari awal hingga akhir dari aktifitas dimagsudkan (Kaho, 2007:130).

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan prose itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dna pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan


(28)

kelompok tersebut.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial, yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Jaringan merupakan lintasan bagi proses berlangsungnya pertukaran. Sementara kepercayaan menjadi stimulus agar proses pertukaran tersebut berjalan lancer sementara norma atau aturan merupakan jaminan bahwa proses pertukaran itu berlangsung adil atau tidak.

Dalam partisipasi (konteks organisasi) yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana memungkinkan terjadinya pertukaran tersebut. Kapital sosial adalah nilai-nilai dalam struktur sosial yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan aktor. George Homans (1987) menyebutkan bahwa “bagi semua tindakan yang dilakukan orang, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh imbalan, semakin cenderung orang tersebut

melakukan tindakan tersebut”. Proposisi ini dapat diartikan bahwa semakin sering seseorang mendapatkan imbalan karena mengikuti kegiatan desa, kelompok atau suatu organisasi maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan tindakan tersebut. Agar seseorang aktif dalam suatu kegiatan maka harus dijamin bahwa keaktifannya tersebut akan memperoleh imbalan atau manfaat (Saragi, 2004 : 51).

Dalam rangka pembangunan bangsa yang meliputi segala aspek kehidupan, partisipasi masyarakat memainkan peranan penting. Bintoro Tjokroaminoto menegaskan :


(29)

Sosial budaya itu baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat didalam suatu Negara”.

Masyarakat dapat berpartisipasi pada beberapa tahap, terutama dalam pembangunan, yakni : pada tahap inisiasi, legitimasi dan eksekusi. Atau dengan kata lain, pada tahap decision, makin, implementation, benefit dan tahap evaluatif. Atau seperti yang dirumuskan Bintoro Tjokroamidjojo :

Pertama keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan….

Kedua adalah keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan” (Kaho, 2007 : 126).

Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan. Hal ini biasanya disebapkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri, seperti yang dikemukakan oleh hikmat (2003 : 23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumber daya alam maupun dari sumber daya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan


(30)

masyarakat. Didalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan strategi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Dari pendapat yang ada tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang, yakni :

1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, 2. Partisipasi dalam pelaksanaan,

3. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil,

4. Partisipasi dalam evaluasi (Koho, 2007 : 126).

2.2. Pemberdayaan Komite Sekolah

Bank Dunia memberikan definisi pemberdayaan sebagai “the process of increasing the capacity of individuals or groups to make choices and to transform

those choise into desired actions and outcomes” (http://web.worldbank.org

Dalam konteks kelembagaan komite sekolah, peningkatan kapasitas yang dimagsud adalah para pengurus komite sekolah agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di ). Dengan kata lain, pamberdayaan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kapasitas individual atau kelompok untuk membuat pilihan-pilihan dan untuk melaksanakan pilihan-pilihan tersebut kedalam kegiatan-kegiatan dan hasil yang diharapkan.


(31)

daerah. Kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:

1. Penyusunan 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah yang akan menjadi bahan dasar yang akan digunakan sebagai bahan rujukan dalam pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Komite Sekolah.

2. Pelaksanaan kegiatan TOT (training of trainer) atau pelatihan untuk pelatih tingkat pusat yang bertugas sebagai fasilitator tingkat pusat. Materi yang diberikan pada kegiatan TOT ini adalah 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut.

3. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota menerbitkan surat keputusan tentang pembentukan Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota. Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota ini harus menguasai materi dalam 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut, atau dapat dilakukan dengan TOT dengan skala kecil.

4. Dewan Pendidikan kabupaten/kota juga membentuk Tim Fasilitator tingkat kecamatan, atau dapat menggunakan Forum Komunikasi Komite Sekolah tingkat kecamatan yang kapasitasnya ditingkatkan melalui kegiatan pendalaman materi modul pemberdayaan komite sekolah. Materi disampaikan oleh Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota.

5. Tim Fasilitator tingkat kecamatan dapat membentuk gugus Komite Sekolah Inti (KSIn) dan didalamnya ada sejumlah Komite Sekolah Imbas (KSIm) yang ada di daerah kecamatan.


(32)

fasilitasi kepada Komite Sekolah di daerah kecamatan, misalnya ketiga Komite Sekolah melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Pembentukan Komite Sekolah atau pemilihan pengurus baru b. Membentuk atau menyempurnakan AD/ART

c. Membahas RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretase objek sesuai dengan apa adanya.

Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. Alasan pengunaan pendekatan kualitatif yakni agar dalam pencarian makna dibalik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komprehensif, mendalam, alamiah, dan tanpa banyak campur tangan dari peneliti. Dimana dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dimagsudkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan peran Kelembagaan Komite Sekolah dalam mendorong efektifitas penyaluran dana BOS bagi peningkatan mutu pendidikan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi di sekolah tersebut karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang menerima bantuan Dana BOS. Hal lain yang mendorong pemilihan lokasi tersebut dikarenakan tersedianya akses bagi peneliti sehingga mudah dalam mengambil data untuk penyelesaian penelitian.


(34)

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah Komite Sekolah dan Kepala Sekolah yang terdapat di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

3.3.2. Informan

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Komite Sekolah yang terdapat di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap penyusunan yang digolongkan menjadi dua yaitu :

Data Primer

1 Observasi Langsung, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti terhadap objek yang akan diteliti. Hal ini dilakukan oleh sipeneliti untuk mengamati dan melihat bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Kelembagaan Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

2 Wawancara Mendalam, yang merupakan proses tanya jawab secara langsung ditujuka n kepada informan dilokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas peran dan partisipasi yang dimiliki Komite Sekolah.


(35)

Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk magsud berbeda. Data tersebut dapat berupa fakta, tabel, gambar, dan lain-lain. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dan menghimpun berbagai informasi dari buku-buku referensi, jurnal yang diperoleh sipeneliti dari perpustakaan ataupun internet, dan lain-lainnya yang dianggap sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini.

3.5. Interpretasi Data

Data yang diperoleh dalam catatan hasil wawancara dengan bantuan catatan lapangan, hasil observasi langsung, dan hasil kajian pustaka akan dibaca dan ditelaah kembali. Kemudian selanjutnya, data-data yang sudah terkumpul akan dilakukan analisa data. Data-data yang diperoleh tersebut akan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan, lalu dipisahkan secara kategorial dan dicari hubungan yang dimunculkan dari data, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu analisis data yang baik yang dapat mengungkapkan permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Sedangkan hasil observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus untuk melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menggambarkan dengan jelas keadaan yang ada.


(36)

3.6. Jadwal Kegiatan

No

Jenis Kegiatan

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

4 Seminar Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penyerahan Hasil Seminar Proposal √

7 Operasional Penelitian √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √


(37)

2.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatasan peneliti mengenai kurangnya pengetahuan peneliti dalam metode penelitian, keterbatasan buku-buku ataupun referensi yang mendukung penelitian, keterbatasan waktu yang dimiliki informan, terutama informan kunci. Keterbatasan pengetahuan tentang metode penelitian menyebapkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan dan data-data yang didapat dari lapangan menjadi tidak terlalu dalam, walaupun teknik pengumpulan data secara observasi dan wawancara mendalam telah mampu menjawab permasalahan yang dimagsud.

Terbatasnya data-data yang diperoleh dari pihak Komite Sekolah ataupun referensi berupa buku-buku, situs internet, serta peraturan perundang-undangan menyebapkan peneliti menemukan kesulitan untuk menjelaskan secara rinci magsud dari penelitian ini. Sampai sejauh ini peneliti sudah berusaha mencari bahan-bahan yang dapat mendukung permasalahan penelitian, tetapi hasil yang didapat belum sesuai dengan harapan peneliti dalam mengkaji permasalahan penelitian.


(38)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4. 1.1. Sejarah Umum Kabupaten Tapanuli Utara

Berikut sejarah mengenai kabupaten Tapanuli Utara yang diolah dari www.bpssumut.go.id/taput

Keresidenan Tapanuli yang dulu disebut Residentie Tapanuli terdiri dari 4 afdeling (Kabupaten) yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang Sidempuan,

Afdeling Sibolga dan Afdeling Nias. Afdeling Batak Landen dipimpin seorang Asisten Residen yang ibukotanya Tarutung yang terdiri dari 5 Onder Afdeling (Wilayah) yaitu Onder Afdeling Silindung (Wilayah Silindung) ibukotanya Tarutung. Onder Afdeling Hoovlakte Van Toba (Wilayah Humbang) ibukotanya Siborong-borong. Onder Afdeling Toba (Wilayah Toba) ibukotanya Balige.

Onder Afdeling Samosir (Wilayah Samosir) ibukotanya Pangururan. Onder Afdeling Dairi Landen (Kabupaten Dairi sekarang) ibukotanya Sidikalang. Tiap-tiap Onder Afdeling mempunyai satu Distrik dipimpin seorang Distrikchoolfd

bangsa Indonesi yang disebut Demang dan membawahi beberapa Onder Distriken

(Kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Asisten Demang.

. Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kedalam keresidenan Tapanuli. Kabupaten Dairi, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan yang sekarang termasuk juga dalam keresidenan Tapanuli yang dipimpin seorang Residen Bangsa belanda yang berkedudukan di Sibolga.


(39)

Sekitar tahun 1940 atau ketika menjelang Perang Dunia II, setiap distrik diseluruh keresidenan Tapanuli dihapuskan dan beberapa Demang yang mengepalai distrik-distrik sebelumnya diperbantukan ke kantor Controleur

masing-masing dan disebut namanya Demang Terbeschingking. Dengan penghapusan ini para Asisten Demang yang ada di kantor Demang itu ditetapkan menjadi Asisten Demang di Onder Distrik yang bersangkutan. Kemudian tiap

Onder Distrik membawahi beberapa negeri yang dipimpin oleh seorang kepala Negeri yang disebut Negeri Hoofd. Pada waktu berikutnya diubah dan dilaksanakan pemilihan, tetapi tetap memperhatikan asal usulnya. Negeri-negeri ini terdiri dari beberapa kampung yang dipimpin oleh seorang kepala kampung yang disebut Kampung Hoofd dan juga diangkat serupa dengan pengangkatan Negeri Hoofd. Negeri dan Kampung Hoofd statusnya bukan pegawai negeri, tetapi pejabat-pejabat yang berdiri sendiri di negeri/kampungnya. Mereka tidak menerima gaji dari pemerintah tetapi dari upah pungut pajak dan khusus Negeri

Hoofd menerima tiap-tiap tahun upah yang disebut Yoarliykse Begroting.

Tugas utama Negeri dan Kampung Hoofd ialah memelihara keamanan dan ketertiban, memungut pajak/blasting/rodi dari penduduk Negeri/Kampung masing-masing. Blasting/rodi ditetapkan tiap-tiap tahun oleh Kontraleur sesudah panen dilakukan.

Pada masa pendudukan tentara Jepang Tahun 1942-1945 struktur pemerintahan di Tapanuli Utara hampir tidak berubah, hanya namanya yang berubah seperti Asistent Resident diganti dengan nama Gunseibu dan menguasai


(40)

seluruh tanah batak dan disebut Tanah Batak Sityotyo. Demang-demang

Terbeschiking menjadi Guntyome memimpin masing-masing wilayah yang disebut Gunyakusyo. Asisten Demang tetap berada di posnya masing-masing dengan nama Huko Guntyo dan kecamatannya diganti dengan nama Huku Gunyakusyo. Negeri dan Kampung Hoofd tetap memimpin Negeri/Kampungnya masing-masing dengan mengubah namanya menjadi Kepala Negeri dan Kepala Kampung. Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulai membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan daerah. Dengan diangkatnya Dr. Ferdinand Lumbantobing sebagai Residen Tapanuli, disusunlah struktur pemerintahan dalam negeri di Tapanuli khususnya di Tapanuli Utara sebagai berikut : Nama Afdeling Batak Landen diganti menjadi Luhak Tanah Batak dan sebagai luhak pertama diangkat Cornelis Sihombing. Nama Budrafdeling diganti menjadi Urung dipimpin Kepala Urung, Para Demang memimpin Onder Afdeling sebagai Kepala Urung.

Onder Distrik diganti menjadi Urung kecil dan dipimpin Kepala Urung Kecil yang dulu disebut Asisten Demang. Selanjutnya dalam waktu yang tidak begitu lama terjadi perubahan, nama Luhak diganti menjadi kabupaten yang dipimpin Bupati. Urung menjadi Wilayah yang dipimpin oleh Asisten Demang.

Pada tahun 1946 Kabupaten Tanah Batak terdiri dari 5 (lima) wilayah yaitu Wilayah Silindung, Wilayah Humbang, Wilayah Toba, Wilayah Samosir, dan Wilayah Dairi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Demang. Kecamatan-kecamatan tetap seperti yang ditinggalkan Jepang.


(41)

menduduki daerah Sumatera Timur maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan strategis dan untuk memperkuat pemerintahan dan pertahanan, Kabupaten Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) kabupaten. Wilayah menjadi kabupaten dan memperbanyak kecamatan. Pada masa Agresi Militer II yaitu sekitar tahun 1948 oleh Belanda, untuk mempermudah hubungan sipil dan Tentara Republik , maka pejabat-pejabat Pemerintahan Sipil dimiliterkan dengan jabatan Bupati Militer, Wedana Militer dan Camat Militer. Untuk mempercepat hubungan dengan rakyat, kewedanan dihapuskan dan para camat langsung secara admininstratip ke Bupati.

Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan, pada permulaan tahun 1950 di Tapanuli dibentuk Kabupaten baru yaitu Kabupaten Tapanuli Utara (dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Tengah ( dulu Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten Sibolga), dan Kabupaten Nias (dulu Kabupaten Nias). Dengan terbentuknya Kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada tahun 1947 dibubarkan. Disamping itu ditiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat.

Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Dairi pada waktu itu, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan, pada tahun 1956 dibentuklah Kabupaten Dairi yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Salah sat upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan stabilitas keamanan


(42)

adalah dengan jalan pemekaran wilayah. Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal. Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan.

Potensi yang terdapat di Kabupaten ini adalah beberapa jenis mineral seperti Kaolin, Batu gamping, Belerang, Batu besi, Mika, Batubara, Panas Bumi dan sebagainya. Potensi sumber daya manusia sudah tidak diragukan lagi bahwa cukup banyak putera-puteri Tapanuli yang berjasa baik di pemerintahan, dunia usaha dan sebagainya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sector pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan, pemerintahan, perindustrian dan pariw◦◦◦isata. Pada era informasi dan globalisasi peranan pemerintah maupun pihak swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di berbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat semakin meningkat.


(43)

4. 1. 2. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara secara geografis terletak di bagian tengah Profinsi Sumatera Utara, terletak pada 1°20’ – 2°41’ Lintang utara dan 9841’ Lintang utara dan 98°05’ – 99°16’ Bujur Timur pada peta bumi. Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 300 – 1500 meter diatas permukaan laut dan kemiringan tanah antara15 – 44%. Berdasarkan letak geografis ini maka daerah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah yang memiliki topografi dan kontur tanah yang beragam yaitu datar, berombak, bergelombang, dan terjal dengan batas-batas admininstratif yaitu:

1 Sebelah Utara : Kabupaten Tobasa

2 Sebelah Timur : Kabupaten Labuhan Batu 3 Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan

4 Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Tengah dan Humbang Hasundutan

Sedangkan luas Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 3.800,31 Km², yang terdiri dari luas daratan 3.793,71 Km² (379.371 Ha) dan perairan Danau Toba yang berada di Kecamatan Muara dengan luas 6,60 Km². Dari luas wilayah 379.371 Ha terdapat luas wilayah yang dapat dipergunakan untuk lahan sawah seluas 30.376 Ha dan untuk lahan kering seluas 348.788 Ha, dimana daratannya dipergunakan untuk pemukiman, sarana dan prasarana social, ekonomi dan budaya, pertanian dalam arti luas, perhubungan, pertambangan khususnya bahan galian C, dan hutan semak belukar.


(44)

Menurut status pemilikan tanah, kurang lebih 288.922,97 Ha atau 76,20 % dari luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan tanah adat/marga, sebagian lainnya yakni sekitar 70,34 atau sekitar 18,62 merupakan tanah Negara, sedangkan selebihnya merupakan tanah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.

Kabupaten Tapanuli Utara terkenal dengan kesuburan tanah dan keindahan alamnya. Hal ini karena ditunjang oleh banyanya gunung-gunung, baik yang masih aktif maupun dalam kondisi yang sudah tidak aktif, sekaligus merupakan daerah tangkapan air dan menciptakan hulu-hulu sungai bagi sungai besar dan kecil yang tersebar di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Tapanuli Utara yang letaknya berbatasan pada Sbelah Utara dengan Kabupaten Toba Samosir, pada Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan & Tapanuli Tengah, pada Sebelah Barat dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan pada Sebelah Timur dengan Kabupaten Labuhan Batu, mempunyai posisi yang strategis dan memberikan dampak positif maupun negatif yang cukup besar terhadap kondisi dan perkembangan Sumatera Utara baik dari aspek ekonomi, Sumber Daya Manusia maupun kelestarian lingkungan hidup.

Sektor pertanian, bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah sebagai penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia lapangan pekerjaan sebagian besar penduduknya. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB pada tahun 2007 masih tetap dominant yakni mencapai 55,65% dari total PDRB yang dihasilkan. Mengingat pentingnya sektor


(45)

pertanian bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara yang mana memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah bagi perkembangan pembangunan kerakyatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara yakni “Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian”. Sektor pertanian yang dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sub sektor pertanian yang paling dominant yang dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam hal ini sub sektor tanaman bahan makanan mencakup tanaman padi, palawija dan holtikultura. Untuk tanaman padi dan palawija, padi memiliki luas panen terbesar seluas 27.827,78 Ha. Sedangkan untuk tanaman sayuran, cabe memiliki luas panen terbesar yaitu sebesar 887 Ha. Pada umumnya perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah perkebunan rakyat, belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan. Jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah tanaman kemenyan. Hal ini terlihat dari besarnya luas tanaman kemenyan yaitu seluas 16.395 Ha dan luas tanam terbesar ada di kecamatan pangaribuan seluas 5.084 Ha. Kemudian diikuti oleh tanaman kopi dengan luas tanam sebesar 14.934,50 Ha dengan luas tanam terbesar juga terdapat di kecamatan Pangaribuan yaitu seluas 2.883,00 Ha.

Dampak lain yang dirasakan oleh Kabupaten Tapanuli Utara adalah peluang pasar, baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri. Meningkatnya investasi yang masuk sangat membantu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Kedudukan strategis tersebut menjadi salah satu peluang didalam membantu meningkatkan laju pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara dalam pembangunan


(46)

jangka panjang. Pembangunan fisik di Kabupaten Tapanuli Utara pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan dalam segenap aspek kehidupa dan telah menetapkan dasar yang cukup untuk pengembangan selanjutnya. Pada kawasan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah produktif dalam menghasilkan komoditi pertanian dan perkebunan sehingga masih cukup potensial untuk tetap dipertahankan.

Perkembangan pemanfaatan ruang tumbuh dengan pesat selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama. Hal tersebut selain meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah juga berimplikasi pada timbulnya permasalahan ruang, antara lain lingkungan, kesenjangan pertumbuhan antar wilayah, perubahan fungsi lahan dan peningkatan kebutuhan akan prasarana serta sarana. Perkembangan transportasi selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah dapat mendukung perkembangan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Transportasi jalan raya masih mendominasi pelayanan pergerakan angkutan barang dan penumpang antar pusat pertumbuhan.

Perkembangan prasarana dan sarana pengairan selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama diindikasikan dengan meningkatnya penyediaan prasarana irigasi, dan pemenuhan kebutuhan akan air bersih melalui penyediaan air yang belum seimbang dengan penyediaannya walaupun potensi sumber daya air masih memungkinkan.


(47)

Tabel 4. 1

Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Menurut Jenjang Sekolah 2006/2007 – 2008/2009

No. Jenjang Sekolah 2006 – 2007 2007 – 2008

1 TK

a. Sekolah b. Guru c. Murid 12 30 513 15 37 583

2 SD

a. Sekolah b. Guru c. Murid 388 2.666 46.062 390 2.671 46.238

3 SMP

a. Sekolah b. Guru c. Murid 61 1.271 20.740 65 1.254 20.864

4 SMU

a. Sekolah b. Guru c. Murid 24 678 12.740 25 678 12.391

5 SMK

a. Sekolah b. Guru c. Murid 18 395 4.608 18 398 4.774

Sumber : Hasil pengolahan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2009.

Pembangunan sektor pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan merupakan asset utama yang sangat strategis dalam menggerakkan laju pembangunan. Keberhasilan sektor pendidikan salah satunya dapat dilihat dari indikator meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah


(48)

penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Ditingkat Sekolah Dasar (SD) jumlah sekolah pada tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 390 unit diantaranya Madrasah Ibtidayah, dengan jumlah guru sebanyak 2.825 orang dan banyaknya murid 46.186 siswa. Pada tingkat SMP/MTS jumlah sekolah sebanyak 71 unit dimana 2 diantaranya adalah MTS. Jumlah tenaga guru sebanyak 1.352 orang dan siswa yang menuntut ilmu sebanyak 21.205 orang. Pada tahun ajaran 2007/2008, jumlah Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 25 unit termasuk Madrasah Aliyah sebanyak 1 unit, jumlah tenaga guru sebanyak 690 orang dan murid sebanyak 11.621 siswa. Untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun ajaran 2007/2008 ini tercatat jumlah sekolah 19 unit, guru 422 orang, dan 5.452 siswa. Rasio murid SD/MI terhadap sekolah pada tahun ajaran 2007/2008 sebesar 118 dengan perkataan lain setiap SD/MI di Kabupaten Tapanuli Utara rata-rata menampung sekitar 118 murid. Untuk masing-masing tingkat SMP/MTS dan SMU/MA rasionya adalah sebesar 299 dan 465 sedangkan pada tingkat SMK 287. Rasio murid terhadap guru SD/MI tercatat sebesar 16 artinya rata-rata setiap guru mendidik sekitar 16 murid.

4. 1. 3. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung

Letak Astronomis dan Geografis 1.2.1. Letak Astronomis

Lintang Utara : 010 54’ – 020 07’ Bujur Timur : 980 52’ – 990 04’


(49)

1.2.2. Letak diatas Permukaan Laut : 500 s/dan 700 Meter 1.2.3. Luas Wilayah Kecamatan Tarutung : 107,68 Km²

1.2.4. Berbatasan Dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Sipoholon Sebelah Selatan : Kecamatan Pahae Julu Sebelah Barat : Kecamatan Adian Koting Sebelah Timur : Kecamatan Siatas Barita 1.2.5. Jarak Kantor Camat ke Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Utara adalah

sejauh 1,2 Km.

4.1.4. Sejarah Singkat Kecamatan Tarutung

Kecamatan Tarutung adalah Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara. “TARUTUNG” berasal dari Bahasa Batak Toba yang artinya adalah Durian. Sebuah pokok durian yang besar berada di tengah kota ini, tepatnya berada di Kelurahan Huta Toruan X dekat dengan rumah dinas kepala daerah (Bupati) Kabupaten Tapanuli Utara. Pada zaman dulu para pedangan dan pelintas lainnya melepaskan lelah sekaligus membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan barang dagangannya di bawah Pokok Durian ini. Lama kelamaan tempat persinggahan ini semakin dikenal dan bahkan dikenang untuk memudahkan tujuan alamat seseorang selalu menyebut di Tarutung. Sehingga mulai saat itulah setiap orang yang melintas ataupun orang yang bermukim disana menyebut daerah tersebut kota Tarutung hingga saat ini.


(50)

4.1.5. Gambaran Umum SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara

SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara adalah salah satu sekolah dasar dari 390 sekolah dasar yang ada di kecamatan Tarutung, Tapanuli Utara. Sekolah yang terletak di jl. Op. Lalo Lumban Tobing/Komp.Aek Ristop ini memiliki jumlah siswa sebanyak 302 siswa diantaranya adalah 124 orang siswa dan 178 orang siswi. Sekolah yang dikepalai oleh ibu Resma Buaton, S.pd ini memiliki tenaga pendidik sebanyak 20 orang guru yang terdiri dari 5 orang guru laki-laki dan 15 orang guru perempuan. Dari dua puluh orang tenaga pengajar tersebut 7 diantaranya masih sebagai guru honorer dan selebihnya adalah pegawai negeri sipil.

Secara fisik keadaan SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara terlihat cukup baik dengan bangunan permanen yang dicat dengan warna putih yang terdiri dari dua belas ruangan belajar dan satu ruangan untuk guru dan kepala sekolah. Didalamnya terdapat satu kamar mandi untuk guru dan dua kamar mandi untuk murid. Sekolah ini memiliki halaman yang cukup luas dan berada dekat dengan jalan besar yaitu Jln, DI. Panjaitan sehingga sangat memudahkan orang yang ingin masuk ke lokasi tersebut.

4.2. Karakteristik Informan

Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya menjadi elemen yang sangat penting dalam pengumpulan data, yang pastinya menjadi kunci utama dalam penulisan laporan penelitian ini. Penetapan di dalam pengambilan informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi akurat dan


(51)

terjamin secara valid. Informan yang diabil oleh peneliti adalah sebanyak 4 orang diantaranya bapak Drs. M. Panjaitan sebaga informan kunci yang peneliti anggap sebagai orang yang mengetahui peran Komite Sekolah baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan program-program kegiatan yang telah ditetapkan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Informan berikutnya adalah informan biasa yaitu bapak Sahat Pasaribu selaku orang tua siswa dan ibu Resma Buaton SP.d selaku kepala sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

4.2.1. Bapak Drs. M. Panjaitan

Kesan ramah dan bersahabat yang peneliti dapatkan ketika pertama kali bertemu dengan ketua Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara ini. Usia bapak Drs. M Panjaitan saat ini berusia 54 tahun. Bapak Drs. M Panjaitan langsung menyambut ramah ketika peneliti memperkenalkan diri dan mengutarakan magsud dan tujuan dari kedatangan peneliti ke kediamannya.

Proses wawancara pertama peneliti lakukan di kediamannya yang terletak di Jl. Op. Lalo Lumban Tobing/Komp. Aek Ristop. Lokasi tempat tinggalnya sangat dekat dengan lokasi SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Rumah yang cukup asri dengan ditanaminya bermacam tanaman bunga di sekitar pekarangan miliknya. Bapak Drs, M Panjaitan tinggal bersama isterinya yang bernama Kurnia Lumban Tobing yang bekerja sebagai guru kepala sekolah di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di kecamatan Tarutung, Tapanuli Utara. Bapak Drs. M Panjaitan memiliki 4 orang anak hasil pernikahan mereka. Anak pertama dan kedua sudah tamat sekolah dan sekarang bekerja di perusahaan swasta, anak


(52)

ketiga sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Umum. Sedangkan anak yang paling bungsu saat ini duduk di Sekolah Menengah Pertama.

Sebagai seorang pegawai negeri sipil yang dipilih menjadi ketua komite sekolah, bapak Drs. M Panjaitan sangat memahami dengan baik bagai mana kondisi Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Dengan latar belakang pendidikan S2 yang dimiliki, beliau dianggap dapat menjalankan tugas sebagai ketua Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

Dari pertemuan kedua kalinya dengan Bapak Drs. M Panjaitan di kediamannya, peneliti mendapatkan banyak informasi tentang Komite Sekolah yang terdapat di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Mulai dari pembentukan Komite Sekolah, Pengangkatan ketua dan pengurus Komite Sekolah, hingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan komite sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

4.2.2. Ibu Resma Buaton SP.d (Kepala Sekolah SD. N 173105 Tarutung) Pertemuan pertama dengan Ibu Resma Buaton peneliti lakukan di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Ibu yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah ini langsung menyambut kedatangan peneliti dengan ramah ketika peneliti memperkenalkan diri dan menerangkan magsud dan tujuan kedatangan peneliti. Proses wawancara dengan Ibu Resma Buaton peneliti lakukan pada hari keempat setelah kedatangan peneliti pertama sekali dikarenakan Ibu Resma Buaton tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan keterangan kepada peneliti karena urusan kepala sekolah yang masih padat .


(53)

Dari pertemuan kedua kalinya dengan Ibu Resma Buaton di SD. N 173105 peneliti mendapatkan banyak keterangan mengenai SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara seperti profil sekolah, keadaan fisik serta keadaan guru dan murid.

Sebagai seorang Kepala Sekolah Ibu Resma Buaton memiliki tanggung jawab yang besar dimana Ibu Resma Buaton setiap hari harus mengetahui keadaan sekolah yang memiliki 20 orang guru dan 302 murid dan khususnya di dalam mengelola dana BOS untuk SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara yang dipimpinnya.

4.2.3. Bapak Sahat Pasaribu

Bapak Sahat Pasaribu berprofesi sebagai guru di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kecamatan Tarutung. Usia Bapak Sahat Pasaribu saat ini berusia 59 tahun. Tempat tinggalnya berada tidak jauh dari sekolah tempat beliau mengajar di desa Pansurnapitu Kecamatan Siatas Barita Kab. Tapanuli Utara.

Bapak Sahat Pasaribu memiliki tujuh orang anak hasil pernikahannya dengan Ibu R Hasibuan. Anak pertama hingga anak yang kelima sudah tamat dari perguruan tinggi dan sekarang sudah bekerja di instansi swasta di pulau jawa. Anak yang keenam sekarang sedang duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Umum di Tarutung. Sedangkan anak yang terakhir masih duduk di bangku SD kelas 2 tepatnya di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

Dari wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan informasi tentang partisipasi orang tua dalam rapat Komite Sekolah dan informasi tentang


(54)

bagaimana Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara meraih partisipasi dari orang tua siswa.

4.3. Interpretasi Data

4.3.1. Proses Pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara

Pada era otonomi daerah sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki. Nilai-nilai kedaulatan selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari kepentingan individu maupun golongan.

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pada hakekatnya pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Sumber daya pendidikan berupa sarana, prasarana, dan dana sebagai pendukung dan penunjang pendidikan perlu digali dan diarahkan bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat guna kepentingan peningkatan mutu pendidikan.


(55)

Dihubungkannya dengan diberlakukannya otonomi daerah ialah adanya peningkatan peran serta pemerintah, orang tua dan masyarakat dalam memikirkan, menggali, mengarahkan, dan menggerakan berbagai sumber daya yang ada pada pemerintah dan masyarakat guna menyumbangkan pemikiran di daerah perlu didukung oleh sebuah organisasi yang akan merupakan mitra sekolah. Organisasi yang dalam bentuk partisipasi orang tua dan masyarakat dapat dihimpun secara terorganisasi melalui suatu wadah yang disebut komite sekolah sebagai mitra sejajar dengan sekolah.

Parsons menjelaskan dalam teorinya sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari orang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.

Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, harus dapat dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa (Ritzer, 2008:125).

Mengacu kepada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor. 44 Tahun 2002 tentang Acuan Pembentukan Komite Sekolah Komite Sekolah sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Pengurus


(56)

dipilih dari dan oleh anggota dan ketua bukan berasal dari satuan pendidikan. Berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti, salah satu kelembagaan yang menjadi wadah aspirasi masyarakat dan sebagai mitra sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara adalah Komite Sekolah.

Sebagaimana tertulis di dalam Kepmendiknas nomor 44 tahun 2002, Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama sekali dengan surat keputusan Kepala Satuan Pendidikan dan selanjutnya diatur dalam AD/ART. Berikut penuturan Bapak Drs. M. Panjaitan yang peneliti wawancarai saat berada dikediamannya mengatakan ;

”Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara terbentuk sejak tahun ajaran 2003/2004 dengan nama Komite Sekolah. Dan pada waktu itu yang menerbitkan SK Pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung adalah Dewan Pendidikan dan Kepala Sekkolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.”

Demikian penuturan informan ini ketika ditanya tentang proses pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara serta respon masyarakat terhadap pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Ibu Resma Buaton, seorang informan yang merupakan Kepala SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara menyatakan:

“Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung sudah ada sejak tahun 2003. Masyarakat diikut sertakan pada waktu pembentukan dan pemilihan anggota. Masyarakat dan orang tua siswa selalu diikut sertakan di dalam setiap rapat yang dilaksanakan Komite Sekolah maupun Sekolah”.


(57)

Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dapat diterima dengan baik oleh orang tua siswa dan masyarakat. Tidak ditemukan kendala di dalam proses pembentukan Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Proses pembentukan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara didasarkan kepada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44 Tahun 2002 tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Di dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44 Tahun 2002, pembentukan Komite Sekolah harus mengikut sertakan orang tua siswa dan seluruh lapisan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Masyarakat dan orang tua siswa memahami pentingnya proses partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, salah satunya dapat diketahui masyarakat dari fungsi dan tujuan dibentuknya Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur dengan jelas mengenai hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah di dalam pendidikan. Merujuk pada hal tersebut, tampaknya persoalan partisipasi masyarakat dalam pendidikan harus diwadahi dalam kelembagaan yang memiliki fungsi dan tujuan yang jelas.

Di dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 44 Tahun 2002 telah diatur tentang pembentukan Komite Sekolah sebagai wadah partisipasi masyarakat di dalam pendidikan yang dibentuk di setiap satuan pendidikan. Komite Sekolah yang tujuannya adalah sebagai berikut;


(58)

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan

3. Menciptakan suasana kondusif transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

Melihat tujuan dari dibentuknya Komite Sekolah, dalam hal pendistribusian dana BOS Komite Sekolah berfungsi sebagai penggalang dukungan dari masyarakat dan masyarakat dapat memberikan aspirasinya mengenai apa yang menjadi kebutuhan mereka untuk dapat dijadikan sebagai pertimbangan di dalam pendistribusian dana BOS. Komite Sekolah berperan dalam meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat terhadap penyaluran dana BOS. Untuk menjaga rasa percaya masyarakat, Komite Sekolah harus dapat menciptakan kondisi transparansi yaitu di dalam melaksanakan penyaluran dana BOS Komite Sekolah senantiasa bersikap transparan. Masyarakat berhak untuk mengetahui pendistribusian baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan penggunaan dana BOS. Perencanaan pendistribusian maupun hasil pendistribusian dana BOS harus disusun secara akuntabel untuk kemudian diberitahukan kepada umum.


(59)

Tabel 4.2

Struktur Kepengurusan Komite Sekolah Dasar Negeri 173105 Tarutung, Tapanuli Utara

No JABATAN NAMA

1 PENASEHAT RAJA INDUK SITOMPUL

2 KETUA

WAKIL KETUA

DRS. MARULI PANJAITAN PARDAMEAN SIHOMBING

3 SEKRETARIS

WAKIL SEKRETARIS

DRS. NASIB HAULINA PANGGABEAN DRA. DERMAWAN SITEPU

4 BENDAHARA

WAKIL BENDAHARA

JANNEN SIMANJUNTAK SAUNUR SIREGAR

5 ANGGOTA 1. HOTMAN SIBARANI

2. AMIR PANGGABEAN

3. TOM JOSEPH PANGGABEAN 4. DRS. TAHADODO WARUWU 5. PDT. YOSHUA SUWIDI 6. RONA MUNTHE

7. HAMDAN NASUTION

Sumber : Lampiran Keputusan Kepala Sekolah SD. N 173105 Tarutung Nomor : 821/331/IV/2006 Tanggal 26 April 2006

Di dalam Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diatur tentang keanggotaan Komite Sekolah. Keanggotaan Komite Sekolah terdiri dari unsur masyarakat dan unsur dewan guru. Unsur masyarakat diantaranya


(60)

organisasi profesi tenaga pendidikan, wakil alumni dan wakil peserta didik. Sedangkan unsur dewan guru diantaranya; yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat dilibatkan (maksimal 3 orang). Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 3 orang dan jumlahnya gasal. Kepengurusan Komite Sekolah sekurang-kurangnya terdiri atas; Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Komite Sekolah tidak boleh berasal dari kepala satuan pendidikan. Berikut penuturan Bapak Drs. M Panjaitan ketika ditanya mengenai susunan keanggotaan Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara;

Susunan anggota Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dibantu dengan enam orang anggota. Kami tidak memiliki seksi-seksi di dalam keanggotaan. Di dalam melaksanakan tugas kami bersifat kolektif atau dilakukan secara bersama.

Pembentukan Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dilakukan berdasarkan kepada peraturan pembentukan Komite Sekolah yang tertulis dalam buku panduan umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.


(1)

rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah menominasi kepentingannya,

2. Kondisi kedua bagi partisipasi adalah bahwa orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja local akan kecil insentif untuk berpartisipasi,

3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai

4. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. Hal ini berarti bahwa isu-isu seperti transportasi, keamanan, waktu dan lokasi kegiatan serta lingkungan tempat kegiatan akan dilaksanakan sangatlah penting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses-proses berbasiskan masyarakat. Kegagalan melakukan hak tersebut akan berakibat beberapa bagian dari masyarakat (biasanya perempuan dan etnis atau ras minoritas) tidak dapat berpartisipasi, meskipun mereka ingin (Ife, 2006:312).

Sebagai suatu wadah untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bidang pendidikan, Komite Sekolah dibentuk guna menggalang dukungan dari masyarakat. Di dalam Kepmendiknas no. 44 Tahun 2002 tertulis bahwa Komite Sekolah bertujuan meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Tanpa adanya dukungan dari masyarakat akan mengakibatkan tujuan dari pembangunan dalam pendidikan


(2)

sulit tercapai. Berikut penuturan dari Bapak Drs. M Panjaitan:

Menggalang dukungan dari masyarakat sudah menjadi tujuan dibentuknya Komite Sekolah, dan karena anggota Komite Sekolah juga adalah masyarakat. Jadi, hasil dari apa yang akan kita lakukan adalah dari dan untuk masyarakat. Komite Sekolah sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat baik itu berupa pemikiran maupun materi. Karena masih sangat banyak keterbatasan yang kita miliki. Dan untuk menjawab semua itu kita berusaha menggalang dukungan dengan cara membuat proposal kepada orang tua dan pihak-pihak dari masyarakat yang mampu secara ekonomi. Hasilnya, kita sudah mendapatkan berbagai bantuan dari tokoh masyarakat diantaranya perbaikan gedung sekolah dan rehab sederhana. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara juga sudah memberikan perhatiannya terhadap SD. N 173105 Tarutung dengan memberikan bantuan berupa dana setiap tahunnya. Pada tahun ajaran 2009/2010 Pemerintah Daerah Tapanuli Utara memberikan dana bantuan sebesar Rp. 258.299.100,-

Upaya-upaya yang dilakukan Komite Sekolah di dalam melaksanakan tugasnya di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara selalu melibatkan masyarakat dan pihak terkait. Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara sebagai mitra sekolah dan masyarakat tentunya akan melihat kembali bagai mana peran dan fungsi yang dijalankannya di dalam menciptakan hasil yang baik di dalam penyaluran dana BOS. Penyaluran dana BOS yang baik akan memberikan hasil yang baik terhadap keberadaan siswa di sekolah dan tentunya akan semakin meningkatkan mutu pendidikan khususnya SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara.

Komite Sekolah menyadari keterbatasan mereka di dalam menjalankan fungsi dan perannya khususnya dalam pendistribusian dana BOS. Di dalam


(3)

pihak lain. Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk dapat melaksanakan fungsi dan perannya di dalam merumuskan tujuan dan perencanaan apa yang akan di lakukan. Begitu juga halnya di dalam keanggotaan Komite Sekolah. Keharmonisan yang terjalin di antara setiap anggota Komite Sekolah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dapat melaksanakan fungsi dan peran Komite Sekolah di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara guna tercapainya mutu pendidikan yang baik.


(4)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Adapun beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Komite Sekolah telah dibentuk di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara sejak tahun ajaran 2003/2004 berjalan dengan baik dengan berpatokan kepada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional no. 44 tahun 2002.

2. Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara dibentuk dengan SK pembentukan Dewan Pendidikan dan Kepala Sekolah sesuai dengan Kepmendiknas no. 44 tahun 2002. Anggota Komite sekolah merupakan hasil pemilihan secara langsung dari hasil rapat dengan mengikut sertakan orang tua dan pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan.

3. Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara menjalankan peran dan fungsinya dalam penyaluran dana BOS dengan selalu melibatkan masyarakat dan pihak-pihak terkait.

4. Komite Sekolah SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara berperan dalam perbaikan fasilitas sekolah yaitu perbaikan kamar mandi umum dan wc dimana proses pengerjaannya ditangani sepenuhnya oleh Komite Sekolah. 5. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara sudah memberikan

perhatian yang cukup baik terhadap SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah bantuan yang diberikan pada


(5)

5.2. Saran

Sementara dari hasil penelitian tersebut, peneliti kiranya dapat memberikan saran terkait dengan Peran Komite Sekolah dalam Penyaluran dana BOS di SD. N 173105 Tarutung, Tapanuli Utara, yaitu :

1. Perlu semakin ditingkatkannya kemampuan anggota dan pengurus Komite Sekolah di dalam melaksanakan peran dan fungsi Komite Sekolah ke depan.

2. Perlu ditingkatkannya hubungan antara Komite Sekolah dengan masyarakat khususnya pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan guna meningkatkan bantuan baik berupa pemikiran maupun dana untuk keperluan pendidikan dan biaya operasional Komite Sekolah.

3. Perlu semakin ditingkatkannya pemberdayaan Komite Sekolah dengan mengadakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan anggota Komite Sekolah agar semakin memiliki kemampuan dalam menggalang partisipasi masyarakat bagi kemajuan pendidikan.

4. Seksi-seksi di dalam keanggotaan Komite Sekolah sebaiknya dibentuk untuk dapat memaksimalkan kinerja anggota Komite Sekolah sehingga didapatkan porsi kerja yang semakin jelas.

5. Pemerintah diharapkan lebih memberikan perhatian dalam hal pendidikan khususnya pendidikan dasar. Perhatian pemerintah sangat dibutuhkan mengingat dana BOS yang diberikan oleh pemerintah dirasakan masih terbatas.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Moleong, L. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya

Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial ( Format-format Kuantitatif dan Kualitatif). Airlangga University Press, Surabaya

Ritzer, George. 2008, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suyanto, Bagong. dkk. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Rudito, Bambang. 2008. Metode Pemetaan Sosial (Teknik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti), Bandung : Rekayasa Sains.

Gunawan, Ari. 2000. Sosiologi Pendidikan (Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem Pendidikan) : Rineka Cipta.

Sam M, Chan dan Tuti M, Chan. 2006. Analisis Swot Kebijakan Era Pendidikan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, 2004.

Sumber-sumber lain:

diakses tanggal 7 Agustus 2010 pada jam 15.00 WIB