mengaktifkan Natural Killer cell sel NK. Fagosit, makrofag, sel NK dan sel K berperanan dalam sistem imun non spesifik selular dan berperan untuk
menangkap, mamakan, membunuh dan akhirnya mencerna kuman Baratawidjaja, 1998.
2.2.3 Sistem imun spesifik
Berbeda dengan sistem imun non spesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Jika
sel imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan
olehnya. Sistem imun spesifik terbagi antara humoral dan selular di mana yang berperan dalam humoral adalah limfosit B manakala pada selular adalah limfosit
T. Antibodi yang dihasilkan sel B ini dapat pertahankan tubuh dari infeksi ekstraseluler virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya. Fungsi utama sistem
imun spesifik seluler pula untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan Baratawidjaja, 1998.
2.2.4 Imunologi infeksi 2.2.4.1 Imunitas terhadap virus
Virus merupakan golongan mikroorganisme yang untuk proliferasi memerlukan sel hidup, karena tidak memiliki perangkat biokimiawi yang
diperlukan untuk sintesis protein dan karbohidrat.Tubuh memerangi virus yang mempunyai berbagai fase infeksi. Sel K sebagai efektor pada Antibody
Universitas Sumatera Utara
Dependent Cell Cytotoxicity ADCC yang mempunyai reseptor Fc, dengan bantuan antibody dan sel Tc ikut berperan pada pertahanan terhadap virus. Pada
umumnya penghancuran virus di dalam sel menguntungkan tubuh, tetapi reaksi imun yang terjadi dapat menimbulkan pula kerusakan jaringan tubuh yang
disebut imunopatologik Baratawidjaja, 1998.
2.2.4.2 Imunitas terhadap bakteri
Pertahanan tubuh terhadap bakteri terdiri dari spesifik dan non spesifik. Epitel permukaan yang mempunyai fungsi proteksi akan membatasi masuknya
bakteri ke dalam tubuh. Menurut sifat patologik dinding sel, bakteri dibagi menjadi gram negatif, gram positif, mycobacterium dan spirochaet. Struktur
dinding sel bakteri yang sebenarnya menentukan jenis respon imun tubuh. Semua dinding sel bakteri mengandung membran lapisan dalam dan peptidoglikan.
Bakteri gram negatif masih mempunyai lapisan luar dari lipid yang kadang- kadang mengandung lipopolisakarida LPS. Enzim lisozim dapat
menghancurkan lapisan peptidoglikan, sedang komplemen dapat menghancurkan lipid lapisan luar bakteri gram negatif. Susunan dinding mycobacterium sangat
kompleks. Berbagai jenis bakteri mempunyai fimbriae atau flagella yang antigenik dan dapat bereaksi dengan antibodi. Beberapa bakteri mempunyai
kapsul luar sehingga bakteri lebih resisten terhadap fagositosis. Pada akhir respon imun, semua bakteri dihancurkan fagosit. Bakteri yang resisten terhadap fagosit
seperti M.Tuberkulosis atau parasit obligat intraseluler seperti M.leprae dikucilkan makrofag melalui pembentukkan granuloma atas pengaruh sel T
Baratawidjaja, 1998. 2.2.4.3 Imunitas terhadap jamur
Infeksi jamur biasanya hanya mengenai bagian luar tubuh saja, tetapi beberapa jamur dapat menimbulkan penyakit sistemis yang berbahaya, biasanya
Universitas Sumatera Utara
memasuki paru dalam bentuk spora. Mekanisme bawaan lini pertama adalah adanya hambatan fisik berupa kulit dan selaput lendir, yang dilengkapi dengan
membran sel, reseptor seluler dan faktor humoral. Untuk waktu yang lama dianggap bahwa kekebalan yang dimediasi sel CMI itu penting dan kekebalan
humoral memiliki peran sedikit atau tidak ada. Secara umum, CMI tipe Th1 diperlukan untuk pembersihan infeksi jamur, sementara imunitas Th2 biasanya
menghasilkan kerentanan terhadap infeksi. Makrofag yang diaktifkan limfokin dan sel T diduga dapat menghancurkan jamur melalui mekanisme seperti yang
terjadi pada reaksi tipe IV Blanco, JL dan Garcia ME, 2008.
2.2.4.4 Imunitas terhadap protozoa dan cacing
Infeksi parasit menimbulkan respon imun humoral dan seluler. Mekanisme mana yang lebih berperan tergantung pada jenis parasit. Infeksi
parasit biasanya terjadi kronik dan kematian pejamu akan merugikan parasit sendiri. Infeksi yang kronik akan meningkatkan kadar imunoglobulin dalam
sirkulasi, menimbulkan rangsangan antigen yang persisten dan pembentukan kompleks imun. Parasit dapat menimbulkan imunosupresi dan efek
imunopatologik pada pejamu. Pada umumnya respon selular lebih efektif terhadap protozoa intraseluler, sedang antibodi lebih efektif terhadap parasit
ekstraselular seperti dalam darah dan cairan jaringan. Sel T terutama sel Tc, dapat menghancurkan parasit intraseluler, misalnya T.cruzi. Limfokin yang
dilepas oleh sel T yang disensitisasi dapat mengaktifkan makrofag untuk lebih banyak membentuk reseptor untuk Fc dan C
3,
berbagai enzim dan faktor lain yang dapat meninggikan sitotoksisitas Baratawidjaja, 1998.
Cacing dalam lumen saluran cerna dapat dikeluarkan oleh sekresi selaput lendir usus. Dalam hal ini baik sel B maupun sel T ikut berperan. Se Th
merangsang sel untuk membentuk antibodi spesifik, terutama IgE selama terjadi infeksi parasit. Antigen-antigen yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
mitogen poliklonal yang T independen untuk sel B. Peranan antibodi dan imunitas selular bervariasi dan bergantung pada jenis infeksi. Eosinofil diduga
mempunyai tiga efek terhadap infeksi cacing yaitu fagositosis kompleks antigen- antibodi, modulasi hipersensitivitas melalui inaktivasi mediator dan membunuh
cacing tertentu melalui perantaraan IgG. Pengerahan eosinofil dipengaruhi mediator yang dilepas sel mastosit dan sel T. Di samping itu sel T berpengaruh
pula atas pengeluaran eosinofil dari sumsum tulang Baratawidjaja, 1998.
2.2.5 Imunologi Kanker 2.2.5.1 Respon imun terhadap sel kanker