stakeholder adalah stakeholder yang berasal dari unsur-unsur diluar pemerintah daerah atau biasa juga disebut Non Government Organizations NGO.
Menurut Kim 2000 saat ini negara dalam hal ini pemerintah sudah tidak lagi menjadi institusi satu-satunya yang menjadi penyedia layanan yang sah di
ranah publik. Namun, masyarakat sipil dengan organisasi yang dinamakan organisasi non pemerintah NGO telah berkembang sebagai lembaga unggul
yang sekarang mengambil alih fungsi publik dengan inisiatif pribadi. “The state is no longer the sole guardian and provider of forms and
institutions to constitute the public domain. Instead, civil society and its prominent
organizations, namely
non-governmental organizations
hereafter NGOs have emerged as an institutional hybrid that undertakes public functions with private initiatives”
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi NGO sebagai eksternal stakeholder seringkali ikut dalam proses-proses kebijakan publik dan salahsatunya adalah
keikutsertaan mereka dalam pengembangan KLA di Kota Surakarta ini.
3. Kota Layak Anak KLA a. Konsep Anak
Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya
berdasarkan Keppres nomor 39 tahun 1990 yang merupakan hasil ratifikasi dari Convention on the Rights of the Child atau Konvensi Hak Anak KHA 1989
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 ampai dengan 18 tahun. Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa
definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Yang menjadi dasar pertimbangan
penentuan batas usia tersebut mengacu pada ketentuan dalam Konvensi Hak Anak KHA yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36
Tahun 1990. Sementara itu di dalam Undang-undang yang lain yakni Undang- Undang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Pengadilan Anak, definisi anak
adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan dibatasi dengan syarat “dan belum pernah kawin”. Walaupun didalam UU Kesejahteraan anak dan UU
Pengadilan Anak usia anak dibatasi dengan syarat “dan belum pernah kawin” namun UU Perlindungan Anak tidak mensyaratkan “belum pernah kawin” dalam
menentukan batas usia anak agar undang-undang ini dapat memberikan perlindungan kepada anak secara utuh tanpa adanya diskriminasi antara yang
sudah kawin dan yang belum pernah kawin dimana persyaratan tersebut lebih menekankan pada segi legalistiknya, sedangkan dalam perlindungan anak
penentuan batas usia anak lebih dititikberatkan pada aspek untuk melindungi anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabatnya. Jika dicermati dari pengertian-pengertian diatas, maka secara keseluruhan
dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang
umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.
Menurut Leksono 2003 lihat Tim Kajian Kota Layak Anak Kota Surakarta, 2008:16 bahwa dalam memahami persoalan anak haruslah mulai dari
pendekatan atau kacamata dengan memperhatikan tempat dan wilayah di mana dia tinggal dan hidup saat ini, dan kemudian dia mendefinisikan anak-anak
sebagai berikut: “Anak-anak bukanlah tubuh kecil yang semata-mata memerlukan
makanan dan obat-obatan atau pendidikan. Mereka adalah manusia kecil yang semula hidup di dalam dengan tradisi yang khas, dan dalam
komunitas-komunitas yang khas pula. Mereka mempunyai cita-cita dan harapan,
serta kemampuan
bertahan yang
sesungguhnya bisa
dikembangkan. Maka penting betul untuk menyediakan kesempatan mendengarkan anak-anak ini; untuk bersedia melihat persoalan anak-anak
ini sepenuhnya demi kepentingan anak-anak itu sendiri. Di dalam semua tindakan menyangkut anak maka semua pertimbangan haruslah didasarkan
atas the best interest of the children.”
Kemudian Herlina 2003 lihat Tim Kajian Kota Layak Anak Kota Surakarta, 2008:16 dengan mengacu kepada UU No.23 tahun 2002 menjelaskan
mengenai konsep perlindungan anak yaitu sebagai berikut: “dengan mengacu pada Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak maka didefinisikan bahwa konsep perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Yang wajib dan bertanggung jawab memberikan perlindungan negara dan Pemerintah,
masyarakat, serta orang tua dan keluarga. Semua bentuk perlindungan didasarkan pada asas Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 dan Prinsip-
prinsip dasar Konvensi Hak Anak KHA”.
Unicef dalam buku panduannya menyebutkan bahwa istilah “perlindungan anak” child protection digunakan secara berbeda oleh organisasi yang berbeda
di dalam situasi yang berbeda pula. Dalam buku panduan ini, istilah tersebut mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak sang anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak
lainnya dan menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan
agar mereka
bertahan hidup,
berkembang dan
tumbuh. http:www.unicef.orgindonesiaidFa_Isi_DPR.pdf
b. Konsep KLA