89
terjadi disebabkan oleh perbedaan bentuk abutmen. Hal ini dikarenakan bentuk abutmen mempengaruhi besarnya kedalaman dan lebar gerusan.
4.6. Perhitungan Empiris Kedalam Gerusan Lokal 4.6.1. Perhitungan Karakteristik Aliran
Data Parameter Aliran B = 0.076 m
h = 0.055 m Q = 0.5 lts
d
50
= 0.23 mm Gs = 2.65
Menghitung Kecepatan Aliran U :
U =
Q A
=
Q B h
=
0.0005 0.076 x 0.055
= 0.12 ms
Menghitung Angka Reynold Re :
Re =
U h v
=
0.12 x 0.055 10
−6
= 6600 Re 1000 maka alirannya adalah aliran turbulen.
Menghitung Bilangan Froude Fr :
Fr =
U �g h
=
0.12 √9.81 x 0.055
= 0.163
Fr 1 maka alirannya adalah aliran sub kritis.
Universitas Sumatera Utara
90
Menghitung jari-jari Hidrolis R :
A= B h P = B + 2h
R =
A P
=
0.076 x 0.055 0.076+2x0.055
= 0.02247 m
Menghitung Koefisien Manning n :
n =
d
50 16
21
=
0.00051
16
21
= 0.013
Menghitung Kemiringan Saluran S :
U = C √R S
C =
1 n
R
16
Maka, U =
1 n
R
23
S
12
S = �
U x n R
23
�
2
= �
0.12 x 0.013 0.02247
23
�
2
= 0.000384
Menghitung Selisih Massa Relatif
∆ :
∆ =
ρs−ρ ρ
= Gs − 1 = 2650 − 1000 = 1650
Universitas Sumatera Utara
91
Menghitung Tegangan Geser
τ
o
: �
�
= � � ℎ � = 1000 � 9.81 � 0.055 � 0. 000384 = 0.2072 ��
2
Menghitung Kecepatan Geser U
:
�
∗
= �
�
�
�
�
0.5
= �
0.2072 1000
�
0.5
= 0.0144 ��
Berdasarkan grafis Shield untuk d
50
= 0.51 mm dan U = 0.0144 ms,
maka didapat nilai koefisien shield �
�
= 0.023
Persamaan Shield : �� =
�
�
� � ∆ �
=
�
∗� 2
� ∆ �
Menghitung Tegangan Geser Kritik τ
c
: �
�
= �� � ∆ � = 0.023 � 9.81 � 1650 � 0.00051 = 0.1897 ��
2
Menghitung Kecepatan Geser Kritik
�
∗�
= ��� � ∆ � = √0.023 � 9.81 � 1650 � 0.00051 = 0.436 ��
Dimana �
�
�
�
�
∗�
�
∗
butiran bergerak Sehingga analisis didasarkan pada persamaan clear water scour, akan tetapi
jika ditinjau rasio kecepatan aliran yang terjadi yaitu kecepatan aliran permukaan dan kecepatan aliran kritik, maka analisisnya adalah:
Universitas Sumatera Utara
92
�
�
= �
∗�
�5.75 log � ℎ
2 �
50
� + 6� = 0.41 �5.75 log � 0.055
2 � 0.00051�
+ 6 �
= 6.957 ��
Dari hasil di atas tersebut didapat bahwa U
c
= 6.957 ms dan U = 0.12 ms. Sehingga untuk nilai UU
c
= 0.017 1.0 yang berarti belum terjadinya proses transfer sedimen.
4.6.2. Perhitungan Kedalaman Gerusan A. Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Garde dan Raju 1977
Persamaan kedalaman gerusan pada pilar dan abutmen untuk clear water scour menurut persamaan Garde dan Raju 1977 adalah sebagai berikut :
� �
�
= 4.0
� �
1
�
2
�
3
�
4
� �
�� �� �
�
∗
dengan: D = keadalaman gerusan maksimum diukur dari muka air Do + Ds,m
Do = kedalaman aliran m Ds = kedalaman gerusan m
U = kecepatan rata-rata aliran ms
Universitas Sumatera Utara
93
� = perbandingan bukaan B-LB η
1
= koefisien ukuran sedimen η
2
= perbandingan ukuran pilar, diambil 1.0 η
3
= koefisien sudut datang η
4
= koefien terhadap bentuk geometri abutmen n = eksponen, fungsi ukuran sedimen dan geometri halangan
Kedalaman Gerusan pada Abutmen Vertikal Tanpa Sayap Berdasarkan Persamaan Garde dan Raju 1997.
Data untuk abutmen vertikal tanpa sayap: U = 0.12 ms
Do = 0.055 m n = 0.761
� =
�−� �
=
0.076 −0.02
0.0076
= 0.74 η
1
= 1.097 η
2
= 1.5 η
3
= 1.1 η
4
= 1.0
Universitas Sumatera Utara
94
Dari data di atas dapat diketahui besarnya kedalaman gerusan :
� �
�
=
4.0 �
�
1
�
2
�
3
�
4
�
� �� ��
�
�
∗
�� + �� �
�
= 4.0
0.74 1.097
� 1.5 � 1.1 � 1 � � 0.12
√9.81 � 0.055 �
0.761
�� + 0.055 0.055
= 5.41 � 1.097 � 1.5 � 1.1 � 1 � �
0.12 √9.81 � 0.055
�
0.761
�� = 2.4624 � 0.055 − 0.055 �� = 0.0804 �
Maka kedalaman gerusannya adalah 8.04 cm
�� �
=
8.04 2
= 4.02
Kedalaman Gerusan pada Abutmen Vertikal dengan Sayap Berdasarkan Persamaan Garde dan Raju 1997.
Data untuk abutmen vertikal dengan sayap: U = 0.12 ms
Do = 0.055 m n = 0.761
� = 0.74
Universitas Sumatera Utara
95
η
1
= 1.097 η
2
= 1.5 η
3
= 1.1 η
4
= 0.82
Dari data di atas dapat diketahui besarnya kedalaman gerusan :
� �
�
=
4.0 �
�
1
�
2
�
3
�
4
�
� �� ��
�
�
∗
�� + �� �
�
= 4.0
0.74 1.097
� 1.5 � 1.1 � 0.82 � � 0.12
√9.81 � 0.055 �
0.761
�� + 0.055 0.055
= 5.41 � 1.097 � 1.5 � 1.1 � 0.82 � �
0.12 √9.81 � 0.055
�
0.761
�� = 2.019 � 0.055 − 0.055 �� = 0.056 �
Maka kedalaman gerusannya 5.6 cm
�� �
=
5.6 2
= 2.8
Universitas Sumatera Utara
96
B. Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Froehlich 1987
�� ��
= 2.27 �1 �2 �
�� ���
0.43
��
0.61
+ 1
dengan : Ds = kedalaman gerusan m
Do = kedalaman aliran m K1 = koefisien untuk bentuk abutmen
K2 = koefisien untuk sudut embankment terhadap aliran La = Lebar abutmen m
Fr = bilangan Froude dari aliran upstream pada abutmen
Kedalaman Gerusan pada Abutmen Vertikal Tanpa Sayap Berdasarkan Persamaan Froehlich 1987.
Data untuk abutmen vertikal tanpa sayap: Do = 0.055 m
La = 0.02 m Fr = 0.163
K1 = 1
Universitas Sumatera Utara
97
K2 = �
� 90
�
0.13
= �
90 90
�
0.13
= 1
Dari data di atas dapat dihitung besarnya kedalaman gerusan :
�� ��
= 2.27 �1 �2 �
�� ��
�
0.43
��
0.61
+ 1
�� 0.055
= 2.27 � 1 � 1 � �
0.02 0.055
�
0.43
0.163
0.61
+ 1
�� 0.055
= 1.486 �� = 1.486 � 0.055
�� = 0.0817 �
Maka kedalaman gerusannya adalah 8.17 cm
�� �
=
8.17 2
= 4.09
Kedalaman Gerusan pada Abutmen Vertikal dengan Sayap Berdasarkan Persamaan Froehlich 1987.
Data untuk abutmen vertikal tanpa sayap: Do = 0.055 m
La = 0.02 m Fr = 0.163
K1 = 0.82
Universitas Sumatera Utara
98
K2 = �
� 90
�
0.13
= �
90 90
�
0.13
= 1
Dari data di atas dapat dihitung besarnya kedalaman gerusan :
�� ��
= 2.27 �1 �2 �
�� ��
�
0.43
��
0.61
+ 1
�� 0.055
= 2.27 � 0.82 � 1 � �
0.02 0.055
�
0.43
0.163
0.61
+ 1
�� 0.055
= 1.398 �� = 1.398 � 0.055
�� = 0.0769 �
Maka kedalaman gerusannya adalah 7.69 cm
�� �
=
7.69 2
= 3.84
Hasil perhitungan kedalaman gerusan dengan menggunakan rumus empiris dan hasil penelitian dilaboraturium diperoleh perbedaan yang cukup
signifikan seperti ditunjukan oleh oleh Tabel 4.5. Dapat dilihat bahwa hasil penelitian di laboraturium pada abutmen dinding vertikal tanpa sayap dan
abutmen dinding vertikal dengan sayap nilai Dsb adalah 1.70 dan 1.20, sedangkan dengan menggunakan rumus empiris menurut Froehlich Dsb adalah
4.09 dan 3.84, menurut Garde dan Raju nilai Dsb adalah 4.02 dan 2.80. Secara umum hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang antara lain adalah
Universitas Sumatera Utara
99
parameter-parameter yang dipergunakan, seperti: debit aliran, kedalaman aliran, ukuran butiran, bentuk dan ukuran abutmen.
Tabel 4.5 Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya.
Peneliti Karakterist
ik Aliran Jenis
Pilarabutmen Dsb
Uji lab
Dsb Pers. Empiris
Raudki vi
Melvill e
Froehlic h
Garde dan
Raju 1. Pilar
Gunawan, H. A
2006 Q = 3.85
lts H = 0.09 m
d
50
= 0.77mm
Gs = 2.99 Pilar segiempat
dengan lebar. 1.
b = 15 mm
2. b =
22.5 mm 3.
b = 30 4.
b = 37.5 mm
5. b = 45
mm 0.60
0.62 0.63
0.64 0.64
1.76 1.77
1.78 1.80
1.80 -
- -
Okky Martanto
Wibowo 2007
Q = 3.56 lts
H = 0.10 m d
50
= 0.49 mm
Gs = 2.99 Pilar
Lenticular dengan variasi
sudut terhadap arah aliran:
1.
α = 0° 2.
α = 5° 3.
α = 10° 4.
α = 15° 0.30
0.40 0.47
0.53 13.889
15.316 16.592
17.731 0.99535
1.09787 1.18944
1.27044 -
-
Syarvina 2013
d
50
= 0.68 Gs = 2.68
Pilar silinder dengan
diameter b = 30 mm variasi
debit aliran: 1.
Q = 1.0 lts 2.
Q = 1.5 lts 3.
Q = 2.0 lts 0.83
1.70 3.20
1.201 0.513
0.632 0.752
- -
Universitas Sumatera Utara
100
Sarra Ramadhani
2014 Q = 1 lts
h = 0.12 m d
50
= 0.45mm
Gs = 2.65 Gerusan lokal
dengan variasi bentuk pilar
1.Pilar Persegi 2. Pilar persegi
sisi depan miring
0.9889 1.3000
1.235 0.769
0.554 0.345
- -
2. Abutmen
Mukhamm ad Risyal
Affandi 2007
Q = 3.78 ls
H = 0.09 m
d
50
= 0.49 mm
Gs = 2.99 Abutmen semi-
circular-end dengan variasi
kedalaman aliran.
1. h = 0,09 m 2. h = 0,10 m
3. h = 0,11 m 4. h = 0,12 m
1.40 1.03
0.83 0.53
- -
1,44 1,23
1,10 1,02
3,33 2,70
2,23 1,86
Fuad Halim
2014 H = 0.0644
m d
50
= 2.4 mm
Pengaruh debit terhadap pola
gerusan di sekitar
Abutmen.
1.Q = 1,434 ltrs
2.Q = 0,7032ltrs
1.45 1.09
- -
- -
Hasil Penelitian
di Laboratori
um Q = 0,5 ls
H = 0,055d d
50
= 0.51 mm
Gs = 2.65 Gerusan lokal
dengan variasi bentuk
abutmen 1.
Vertikal wall
2. Vertikal
wing wall 1.70
1.20 -
- 4.09
3.84 4.02
2.80
Pada perhitungan dengan menggunakan rumus empiris parameter- parameter yang berpengaruh diperoleh berdasarkan pada pembacaan tabel dan
Universitas Sumatera Utara
101
grafik. Sedangkan hasil penelitian di laboraturium dipengaruhi oleh banyak hal, baik dari pengaruh internal maupun eksternal, salah satu diantaranya seperti suhu
dan tekanan di ruangan laboratorium. Sehingga terjadi perbedaan kedalamaan gerusan dari hasil perhitungan empiris dengan hasil uji laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil yang diperoleh dari penelitian gerusan lokal dengan variasi bentuk abutmen ini adalah:
1. Bentuk abutmen menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya kedalaman gerusan. Perbedaan bentuk abutmen menyebabkan adanya perbedaan gerusan.
2. Nilai kedalaman gerusan maksimum terhadap abutmen dinding vertikal tanpa
sayap dan abutmen dinding vertikal dengan sayap masing-masing adalah 1.70 dan 1.20. Dimana semakin kecil nilai kedalaman gerusan yang didapat maka
semakin baik digunakan. 3.
Gerusan lokal terbesar pada kedua abutmen terjadi di bagian hulu abutmen. Pada abutmen dinding vertikal tanpa sayapgerusan yang terbesar terjadi pada
titik pengamatan 3 sedangkan pada abutmen dinding vertikal dengan sayap terjadi pada titik pengamatan 4. Dimana titik pengamatan 3 dan 4 ini sama-
sama berada disisi samping bagian depan masing-masing abutmen. 4.
Gerusan yang terjadi pada menit-menit awal penelitian berlangsung sangat cepat. Kemudian seiring waktu berangsur mengecil hingga pada waktu
tertentu mengalami keseteimbangannya equilibrium scour depth. 5.
Pola gerusan yang terjadi pada masing-masing abutmen relatif sama, yaitu hampir menyerupai sebuah lingkaran. Hanya saja lebar pola gerusan pada
Universitas Sumatera Utara