Pengertian dan Pengaturan Akad

3. Rukun dan Syarat Sahynya Akad

a. Rukun Akad :

1 Aqid adalah orang yang berakad 2 Ma‟qud‟alaih adalah benda-benda yang diakadkan 3 Maudhu‟al‟-aqad adalah tujuan atau maksud pokok mengakadkan 4 Shighat al-aqad adalah ijab Kabul

b. Syrat Syahnya Akad :

1 Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak ahli 2 Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya 3 Akad itu dizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqad yang memiliki barang 4 Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara‟ seperti jual beli mulasamah saling merasakan 5 Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn gadai dianggap sebagai imbangan amanah kepercayaan 6 Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi Kabul, maka apabila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum Kabul maka batallah ijabnya. 7 Ijab dan Kabul mesti bersambung, sehingga bila sseorang yang berijab telah berpisah sebelum akadnya Kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

4. Unsur-Unsur Akad

Hukum Perjanjian Islam adalah hukum yang memandang suatupersoalan atau akad sebagai sesuatu yang sangat penting tanpa perjanjian yang benar danshahih sebuah perjanjian kontrak atau akad tidak menjadi sah dan tidak halal dalam mataagama, karena pentingnya maka akad dijelaskan di dalam Al Qur’an seperti tertuangdi dalam Surah An Nisa’ ayat 29. Yang menjadi dasar hukum dari akad atau perjanjian itusendiri di dalam agama Islam. yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yangBerlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamumembunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Maksud dari akad cacat adalah hal-hal yang merusak terjadinya akad karenatidak terpenuhinya unsur sukarela antara pihak-pihak yang bersangkutan.Pada hakikatnya, suatu akad itu dipicu oleh kehendak, pilihan dan ataskerelaan diri sendiri. 3 Namun unsur-unsur yang demikian letaknya di hati, makadijadikanlah ijab qabul sebagai penerjemah bahasa hati. Dalam sighah harus selaras antara ijab dan qabul. Apabila suatu pihakmenawarkan ijab benda A dengan harga seratus rupiah, pihak lain harus menerimaqabul dengan menyebutkan benda A senilai seratus rupiah pula, bukan denganbenda B yang harganya seratus lima puluh 3 Teungku Muhammad Hasb Ash-Shiddieqy, 2000, Memahami syariat Islam, Cet I, Semarang, Putra Rizki Putra, hlm.27.