Waktu dan Tempat Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH

III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai dengan Mei 2008, bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3000 kg jagung pipil varietas hibrida dengan kadar air rata-rata 18 b.k range 18-20 b.k, setelah melalui proses pengeringan dengan laju tinggi suhu udara pengering 50-60 o C pada pengering ERK-hybrid.

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi bangunan In-Store Dryer ISD, termokopel CA, hybrid recorder HR-2500E, chino recorder, anemometer merek Kanomax Model A541, moisture tester, oven drying tipe SS-204D, termometer bola basah dan bola kering, timbangan digital Tipe EK-1200 A, kain kasa, kawat kasa, botol kaca 140 ml, jangka sorong, mistar ukur, note book dan personal computer PC dengan software Visual Basic 6.0, Gambit 2.2.30 Fluent 6.1.18

3.2.3 Bangunan In-Store Dryer

Bangunan ISD yang diuji adalah suatu bangunan silo yang berbentuk silinder dengan ukuran tinggi 3.50 m dan diameter 2.50 m, memiliki kapasitas 7.5 ton jagung. Seluruh dinding ISD terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan 0.002 m, yang diperkuat oleh rangka dari pipa-pipa besi. Dinding terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar dan dalam. Diantara kedua lapisan dinding tersebut diisi dengan busa glasswool sebagai insulator agar pemanasan oleh radiasi matahari tidak mempengaruhi kondisi dalam bangunan ini, sehingga dinding dalam kondisi adiabatis. Pada bagian atas bangunan ini terdapat lubang sebagai outlet udara dan juga untuk lubang loading bahan dengan diameter bukaan 0.60 m. Gambar 6 menunjukkan skema bangunan ISD. Untuk lebih jelas posisi ISD di dalam sistem pengering terintegrasi, dapat dilihat pada gambar Pengering Efek Rumah Kaca ERK-Hybrid dan In-Store Dryer ISD terintegrasi yang disajikan pada Lampiran 1. Keterangan : 1 Pipa input 2 Pipa output 3 Outlet udara ISD 4 Kipas ISD 5 Katup penutup 6 Lantai pengering berlubang 7 Saluran outlet biji-bijian 8 Pintu kontrol Gambar 6 Skema Bangunan ISD Bagian dalam bangunan ISD ini dilengkapi dengan 13 buah pipa penyalur udara dengan posisi yang diatur untuk meratakan distribusi aliran udara di dalam ISD. Pipa-pipa tersebut terbuat dari plat esser berpori diameter pori 0.004 m yang digalvanis dengan ketebalan 0.002 m, pipa-pipa ini menurut fungsinya terdiri dari dua jenis; yaitu pipa input dan pipa output. Pipa input berjumlah 9 pipa dengan diameter 0.15 m dan tingginya 0.22 m dari lantai ISD. Pipa input ini berhubungan langsung dengan lantai pengering, ujung pipa bagian bawah merupakan bukaan sebagai input udara dari ruang plenum. Pipa input dikondisikan setengah berpori dengan bagian yang berpori menghadap ke dinding ISD. Pengkondisian pipa input setengah berpori didasarkan profil aliran udara seperti yang diberikan secara skematis oleh Brooker et al. 1992 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara pipa output berjumlah 4 pipa dengan diameter 0.20 m dan tingginya 2.0 m, pipa output ini ditempatkan dalam posisi tidak berhubungan langsung dengan lantai ISD, sehingga pipa ini dianggap sebagai pipa melayang dengan jarak 0.30 m diatas lantai ISD. Penempatan pipa input dan output udara di dalam ISD adalah berdasarkan pada profil aerasi udara, sehingga 1 2 3 4 7 8 6 5 udara dapat menyebar dengan merata. Hal ini didasarkan pada arah aliran udara pada pipa input dan output melalui tumpukan biji seperti yang dikemukakan oleh Brooker et al. 1992 yang secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3. Lokasi dari pipa-pipa penyalur udara pada koordinat bidang xz dapat dilihat pada Tabel 9, sementara penyajian gambar susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 9 Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz. xm z m Diameter m Fungsi Unit xm z m Diameter m Fungsi Unit 0.8 0.8 0.15 Input 1 0.8 0.15 Input 1 0 - 0.8 0.15 Input 1 0.15 Input 1 -0.8 0.8 0.15 Input 1 0.4 -0.4 0.20 Output 1 0.8 - 0.8 0.15 Input 1 0.4 0.4 0.20 Output 1 0.8 0.8 0.15 Input 1 -0.4 0.4 0.20 Output 1 - 0.8 - 0.8 0.15 Input 1 -0.4 -0.4 0.20 Output 1 -0.8 0 0.15 Input 1 - - - - - Jumlah 7 6 Lantai ISD berbentuk plenum yang dilengkapi dengan lubang unloading bahan. Lantai terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis, dengan ukuran sesuai dengan ukuran bangunan ISD yaitu diameter atas 2.50 m, sementara tinggi plenum ini 0.20 m. Pada bagian bawah plenum terdapat dua buah lubang berbentuk persegi berukuran 0.32 m x 0.20 m yang berfungsi untuk unloading bahan setelah selesai proses pengeringan dan penyimpanan. Pada bagian bawah ISD, di bawah lantai terdapat kipas axial sebagai penghembus udara lingkungan kedalam sistem ISD untuk proses pengeringan dengan laju rendah. Ukuran dan kapasitas ISD yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk skala penelitian, sementara ukuran dan kapasitas silo yang banyak digunakan untuk skala lapangan dan skala komersial sesuai dengan standar ASAE dapat lihat pada Lampiran 5.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah kerja pada penelitian ini ditunjukkan pada diagram alir penelitian Gambar 7. Gambar 7 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Simulasi CFD : Suhu, RH dan Aliran Udara Pengering In-Store Dryer Validasi Tanpa Beban Valid Pemrograman Simulasi Model Pengeringan Tumpukan Pengujian dan Validasi Model dengan beban Jagung Suhu, RH, Kecepatan udara, Kadar air, Mutu pengeringan dan penyimpanan, hasil evaluasi akhir untuk pengembangan ISD Valid Selesai Ya Tidak Ya Tidak

3.3.1 Simulasi Sistem Thermal ISD

Simulasi sistem thermal pada bagunan ISD dibuat dengan menggunakan software CFD yaitu Gambit 2.2.30 Fluent 6.1.18, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a pembuatan geometri bangunan ISD menggunakan Gambit 2.2.30, meliputi: bangunan, lantai, pipa-pipa penyalur udara, inletkipas kecepatan udara masuk dan outlet. b pembuatan mesh volume pada geometri dengan menggunakan Gambit 2.2.30. c pendefinisian variabel operasi meliputi; sifat termal bahan, menentukan kondisi batas yang sesuai pada sel yang merupakan batas domain berdasarkan bentuk saluran dalam ruangan, model simulasi berupa model energi, dan satuan yang digunakan pada geometri yang dibuat dengan menggunakan Fluent 6.1.18. d inisiasi dilakukan pada Fluent 6.1.18 .e penentuan zona permukaan hasil simulasi yang akan ditampilkan pada Fluent 6.1.18. Adapun asumsi, kondisi awal dan kondisi batas dalam simulasi aliran udara dengan CFD dapat dilihat pada Lampiran 7. Simulasi CFD dilakukan dengan dua kondisi terhadap pipa saluran udara yang ditempatkan di dalam ISD, yaitu: 1. Simulasi 1: Bangunan ISD dikondisikan sesuai dengan bangunan ISD di lapangan dengan 9 buah pipa input setengah berpori, sisi dari pipa yang berpori diposisikan menghadap ke dinding. Sementara 4 buah pipa output seluruhnya berpori. 2. Simulasi 2: Bangunan ISD dengan pipa input dan output yang seluruhnya berpori, Simulasi ini merupakan modifikasi pada jenis pipa input. Pada Simulasi ini seluruh pipa input dikondisikan memiliki pori keseluruhan.

3.3.2 Simulasi Pengeringan Tumpukan Lapis Tebal Jagung

Simulasi pengeringan tumpukan lapis tebal jagung yang dibuat dalam program komputer Visual Basic 6.0, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan secara simultan, yaitu; Persamaan 23, Persamaan 27, Persamaan 37 dan Persamaan 45. Algoritma dan parameter simulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9, sementara kode program Visual Basic dan Interface dari program simulasi tersebut disajikan pada Lampiran 10 dan 11. Simulasi dilakukan dengan dua kondisi yaitu: 1. Simulasi 1: untuk kondisi proses pengeringan pada musim hujan, dilakukan dengan ketebalan tumpukan 2.50 m, dengan kadar air awal jagung 18 b.k, suhu jagung 29.5 o C, suhu udara masuk 31 o C dengan RH 73 dan laju massa udara 12.7 kgmnt-m 2 . 2. Simulasi 2: untuk kondisi proses pengeringan pada musim kemarau, dilakukan dengan ketinggian tumpukan 2.50 m, dengan kadar air awal jagung 18 b.k, suhu jagung 29.5 o C, suhu udara masuk 33 o C dengan RH 59.8 dan laju massa udara 12.7 kgmnt-m 2 . 3.3.3 Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan Jagung Percobaan pengeringan dan penyimpanan jagung di dalam ISD dilakukan pada kapasitas 1500 kg dari kapasitas total ISD sebesar 7500 kg. Pengeringan dilakukan dalam 2 kali percobaan untuk waktu yang berbeda yaitu : Percobaan 1 : dilakukan pada musim hujan, yaitu pada bulan Nopember 2007 dengan massa jangung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m. Percobaan 2 : dilakukan pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Mei 2008 dengan massa jagung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m.

3.3.4 Distribusi Udara

Sebagai instrumen pengering dan penyimpanan yang terintegrasi dengan alat pengering ERK-Hybrid, pengeringan dan penyimpanan dalam ISD dilakukan setelah mengalami tahapan pengeringan dengan laju tinggi pada pengering ERK- Hybrid. Setelah kadar air pada kisaran 18-20 b.k, jagung dari ERK-Hybrid dipindahkan ke dalam bangunan ISD untuk proses penyimpanan dan pengeringan dengan laju pengeringan rendah sampai mencapai kadar air pada kisaran 15-16 b.k 13-14 b.b, dan mempertahankannya dengan mengontrol hembusan laju udara lingkungan ke dalam ruang ISD. Pengontrolan ini dilakukan dengan cara menghidupkan dan mematikan ONOFF kipas berdasarkan perbandingan suhu dan RH udara bagian dalam bangunan ISD dengan suhu dan RH lingkungan. Pengontrolan tersebut dilakukan dengan seperangkat sensor suhu dan RH yang terhubung dengan komputer, kipas dihidupkan pada kisaran suhu 25-34 o C dengan RH antara 50-90. Secara rata-rata dalam kondisi cuaca yang cerah, kipas dihidupkan selama 10 jam yaitu antara pukul 7.00-17.00 WIB. Udara lingkungan sebagai media pengering dihembuskan ke dalam bangunan ISD dengan menggunakan kipas axial berukuran 15” sebagai pendistribusi udara, kipas ini digerakkan oleh motor dengan daya 2 hp 1.5 kW, perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas disajikan pada Lampiran 12. Ruangan ISD yang berkapasitas 7500 kg dibagi menjadi 5 tingkatan loading sesuai dengan kapasitas proses dari ERK-Hybrid yaitu 1500 kg setiap kali proses. Untuk mendapatkan distribusi udara yang merata, lantai ISD yang terbuat dari plat esser berpori juga dilengkapi dengan pipa-pipa penyalur udara. Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam model ISD 3 dimensi dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Model ISD 3 Dimensi untuk simulasi CFD

3.3.5 Pengukuran Kecepatan Udara dan Suhu

Kajian terhadap distribusi udara dalam ruangan ISD diamati melalui pengukuran parameter suhu, kecepatan udara, RH dan perubahan massa produk dan kadar air produk yang dikeringkan dengan selang waktu tertentu. Pengukuran parameter suhu dan kecepatan dilakukan pada posisi-posisi tertentu yang dianggap mewakili distribusi dalam ruangan ISD. Perubahan massa dan kadar air produk diukur dengan pengambilan sampel produk pada setiap lapisan dalam ruangan ISD dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan dengan menggunakan anemometer. Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada titik-titik yang sama dengan pengukuran suhu. Titik pengukuran kecepatan udara sesuai titik-titik unit termokopel pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 10. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermokopel CA yang dihubungkan dengan hybrid recorder, pencatatan dilakukan setiap 2 jam selama proses pengeringan berlangsung. Lokasi titik-titik pengukuran suhu dan kecepatan dilakukan pada bidang zx untuk ketinggian y dari 0 lantai ISDdasar bahan untuk masing-masing tingkatan tumpukan, dan pada bidang zy untuk jarak dari sisi dinding ISD untuk masing-masing tingkatan tumpukan. Tebal setiap tumpukan untuk setiap kali loading adalah 0.50 m. Pembentukan posisi pengukuran dilakukan dengan membuat grid dari kawat halus, gambar titik-titik pengukuran sebanyak 20 titik dapat dilihat pada Lampiran 13, koordinat lokasi titik-titik pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Koordinat lokasi titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ISD dengan termokopel Xm Y m Z m Unit Xm Y m Z m Unit 0.8 0.75 0.2 1 0.2 1.75 - 0.8 1 - 0.8 0.75 - 0.2 1 - 0.2 1.75 0.8 1 0.2 0.75 - 0.8 1 0.8 2.25 0.2 1 - 0.2 0.75 0.8 1 - 0.8 2.25 - 0.2 1 0.8 1.25 0.2 1 0.2 2.25 - 0.8 1 - 0.8 1.25 - 0.2 1 - 0.2 2.25 0.8 1 0.2 1.25 - 0.8 1 0.8 2.75 0.2 1 - 0.2 1.25 0.8 1 - 0.8 2.75 - 0.2 1 0.8 1.75 0.2 1 0.2 2.75 - 0.8 1 - 0.8 1.75 - 0.2 1 - 0.2 2.75 0.8 1 1.05 0.75 1 bk RH1 3.25 1 bk RH3 1.07 0.75 1 bb RH1 3.25 1 bb RH3 -1.05 1.75 0 1 bk RH2 - - - - -1.07 1.75 1 bb RH2 - - - - Jumlah 14 12

3.3.6 Pengukuran RH

RH udara pengering diukur dengan menggunakan termokopel yang dibuat sebagai bola basah dan bola kering. Pengukuran dilakukan pada 4 titik yaitu: RH lingkungan 1 titik dan 3 titik di dalam bangunan ISD dengan jarak masing-masing kearah sumbu y dari bidang zx lantai pengering. Pengukuran RH dilakukan setiap 2 jam selama proses pengeringan berlangsung. Koordinat titik pengukuran RH dalam ruang ISD dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk data pengukuran yang digunakan pada validasi terhadap hasil simulasi CFD, pengukuran RH menggunakan bola kering dan bola basah dilakukan pada 20 titik sesuai dengan titik pengukuran suhu yang hanya dilakukan satu kali pada kondisi steady.

3.3.7 Pengukuran Kadar Air Jagung

Kadar air jagung diukur dengan menggunakan moisture tester dan oven drying. Metode pengukuran kadar air dengan oven drying adalah berdasarkan metode primer Henderson Perry 1976, persentase kadar air dihitung dengan Persamaan 5 dan 6. Pengambilan sampel ukur dilakukan pada 6 titik pada garis tengah diameter ISD Lampiran 14 koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel pada bidang xz dengan ketinggian y dapat dilihat pada Tabel 11. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam, selama masa pengeringan dan 1 kali setelah selesai penyimpanan. Tabel 11 Koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel untuk pengukuran kadar air jagung xm y m z m Sampel xm y m z m Sampel 0 0.1 0.9 1 0 0.4 0.9 1 0 0.1 0.55 1 0 0.4 0.55 1 0 0.1 0.2 1 0 0.4 0.2 1 0 0.1 -0.2 1 0 0.4 -0.2 1 0 0.1 -0.55 1 0 0.4 -0.55 1 0 0.1 - 0.9 1 0 0.4 - 0.9 1 Jumlah 6 6

3.3.8 Validasi Model Simulasi

Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dan hasil simulasi yang didapat, pada titik-titik dan lokasi tertentu. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metode curve-fitting dan standar deviasi. Sementara besarnya error dalam validasi dihitung dengan persamaan mean absolute error MAE berikut ini: ∑ | | .......................................................... 46 Validasi data pada CFD meliputi suhu, aliran udara dan RH, sementara validasi data kadar air jagung dilakukan berdasarkan hasil simulasi model pengeringan tumpukan pada Visual Basic 6.0.

3.3.9 Uji Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan di dalam In-

Store Dryer Pegujian mutu jagung hasil pengeringan menurut SNI dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik BALITRO untuk pengujian proksimat meliputi: kadar protein Metode SNI 2356-1991, kadar abu Metode AOAC 942-05, kadar lemak Metode SNI 01-2363-1991, kadar serat AOAC 962.09 tahun 1982. Sementara pengujian kontaminasi aflatoxin menggunakan metode ELISA dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner BBALITVET. Sampel untuk pengujian diambil pada awal dan akhir proses pengeringan dan setelah penyimpanan selama 30 hari, dengan cara sampling pada layer yang mewakili. Disamping itu juga dilakukan uji viabilitas Metode SNI 01-6944-2003 dengan cara mengkecambahkan biji. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simulasi Aliran Udara pada ISD

4.1.1 Pembentukan Grid Perhitungan

Untuk memecahkan persoalan aliran fluida salah satu yang penting diperhatikan dalam simulasi CFD adalah pembentukan grid. Pada permasalahan aliran fluida dalam penelitian ini, ukuran grid yang digunakan adalah 0.001 m untuk seluruh bentuk bangunan geometri ISD. Volume grid sebesar 72108 volume dan jumlah titik node sebanyak 17747. Grid dalam batas volume ISD dibuat menggunakan element yang tidak terstruktur dengan model tethybrid dan tipe Tgrid, selanjutnya grid tersebut dilengkapi dengan kondisi batas. Hasil pembentukan grid untuk model ISD yang disimulasikan disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Pembentukan grid pada domain perhitungan

4.1.2 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 1

Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam ISD pada Simulasi 1 ditunjukkan pada Gambar 10, 11,12 dan 13. Nilai Hasil Simulasi 1 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Udara lingkungan yang dihembuskan oleh kipas pendistribusi terdorong ke depan sepanjang lubang inlet dan melewati lantai berpori kemudian disebarkan ke seluruh ruangan ISD. Suhu udara yang paling besar berada di depan inlet dan juga pada bagian bawah ISD yaitu pada kisaran 33.6-34 o C. Setelah menyebar ke seluruh ruangan ISD suhu mulai berkurang, namun sebaran suhu ruangan di bagian atas dan tengah cenderung seragam yang ditunjukkan oleh warna orange dengan nilai kisarannya 33.3-33.6 o C dan nilai rata-rata 33.5 o C. Sebaran suhu dalam ISD ini ternyata juga dipengaruhi oleh efek pori sebagian pada pipa input. Pipa input dengan sebagian berpori ini ternyata menghalangi sebaran udara yang membawa suhu masuk, sehingga sebaran suhu di sekitar pipa input menjadi sangat bervariasi yaitu antara 27-33.7 o C. variasi ini ditunjukkan oleh warna biru, hijau dan kuning pada Gambar 10. Gambar 10 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 1 Bagian tengah dan atas ISD, kisaran suhu 33.3-33.6 o C Bagian bawah ISD, kisaran suhu 33.6-34 o C Suhu di sekitar pipa input antara 27-33.7 o C Suhu di depan Inlet antara 33.6-34 o C Pengaruh pipa yang berpori sebagian terhadap variasi sebaran suhu di sekitarnya juga terjadi pada pipa-pipa di lokasi lainnya, sehingga secara akumulasi pengaruhnya terhadap ketidakseragaman sebaran suhu di sekitarnya juga semakin besar. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 1. Kecepatan aliran udara tertinggi terdapat di depan kipas yang masuk melalui inlet, yaitu pada kisaran 7.79-8.19 mdtk yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara ini melewati lantai pengering yang berpori dan sebagian lainnya juga masuk melalui pipa-pipa input dan pipa-pipa output menuju outlet ISD. Saat mencapai di tengah ruangan kecepatan udara mulai menurun berkisar pada 0.41- 0.81 mdtk ditunjukkan oleh warna biru, pada gambar juga terlihat adanya kecepatan aliran dengan kisaran 0-0.41 mdtk yang disebabkan oleh halangan pori-pori lantai ISD. Secara visual sebaran kecepatan aliran udara dapat dilihat pada Gambar 12. Pipa dengan berpori setengah juga mempengaruhi vektor aliran udara. Posisi pori yang tertutup dan menghadap ke bagian dalam ruangan menjadi penghalang bagi udara untuk menembus ke arah dinding ataupun sebaliknya, sehingga membuat udara harus memutar melalui pori di depannya dan menuju ke arah belakang pipa. Hal ini membuat kecepatan udara menjadi sangat berkurang Suhu disekitar pipa inlet antara 27-33.7 o C dan bahkan sampai kisaran 0-0.4 mdtk di lokasi-lokasi antara dinding dan bagian pipa yang tidak berpori, kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 12 Distribusi kecepatan udara didalam ISD pada Simulasi 1 Gambar 13 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 1 Lokasi antara pipa setengah berpori dan dinding, kecepatan aliran 0-0.41 mdtk. Aliran udara tidak bisa menembus langsung ke arah dinding Kecepatan aliran udara di depan inlet antara 7.79- 8.19 mdtk 0.81-1.23 mdtk 0.41-0.81 mdtk 0-0.41 mdtk Aliran udara memutar di depan bidang pipa setengah berpori untuk berbalik menuju arah dinding

4.1.3 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 2

Pada Simulasi 2, keseluruhan pipa input dibuat berpori, untuk melihat kemungkinan pengurangan hambatan dari sebaran suhu dan kecepatan aliran udara yang terdapat pada ISD di lapangan seperti yang telah terlihat pada Simulasi 1. Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam ISD pada Simulasi 2 ditunjukkan pada Gambar 14, 15, 16 dan 17. Nilai hasil Simulasi 2 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Kipas pendistribusi mendorong udara lingkungan sepanjang lubang inlet dan dihembuskan ke dalam ruang ISD. Kecepatan aliran udara yang membawa suhu udara lingkungan melewati lantai berpori untuk kemudian disebarkan ke seluruh ruangan ISD. Suhu udara yang paling besar berada di depan inlet, bagian bawah, dan sebagian sisi ISD di depan kipas velocity inlet yaitu pada kisaran suhu 33.7-34 o C. Setelah menyebar ke seluruh ruangan ISD suhu mulai berkurang, namun sebaran suhu ruangan dibagian atas dan tengah cenderung seragam antara range 33.4-33.7 o C yang ditunjukkan oleh warna orange, dengan nilai rata-rata 33.5 o C. Sebaran suhu pada Simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 2 kisaran suhu 33.4-33.7 o C kisaran suhu 33.7-34 o C kisaran suhu di depan inlet 33.7 -34 o C Sebaran suhu dalam ISD pada Simulasi 2 ternyata tidak dipengaruhi oleh efek pipa input. Hal ini dikarenakan pipa input yang berpori keseluruhan mampu memperlancar sebaran udara yang membawa suhu udara secara lebih merata. Sebaran suhu di sekitar pipa input terlihat masih sama dengan sebaran suhu secara keseluruhan yaitu berkisar 33.4-34 o C, kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 2 Kecepatan aliran udara tertinggi pada Simulasi 2 terdapat di depan kipas yang masuk melalui inlet, yaitu pada kisaran 7.79-8.19 mdtk yang ditunjukkan oleh warna merah. Aliran udara ini melewati lantai pengering yang berpori dan sebagian lainnya juga masuk melalui pipa-pipa input dan pipa-pipa output menuju outlet ISD. Pada bagian bawah ruang ISD setelah melalui lantai, kecepatan udara berkisar antara 0.81-1.23 mdtk, saat mencapai ditengah ruangan kecepatan udara mulai menurun berkisar pada 0.41-0.81 mdtk ditunjukkan oleh warna biru, pada Simulasi 2 ini juga menunjukkan bahwa masih ada lokasi-lokasi yang mempunyai kecepatan pada kisaran 0-0.41 mdtk akibat pengaruh tahanan lantai ISD yang berpori. Secara visual, profil sebaran kecepatan aliran udara dapat dilihat pada Gambar 16. Pipa inlet yang berpori seluruhnya tidak mempengaruhi sebaran suhu Gambar 16 Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi 2 Pipa input yang seluruhnya berpori pada Simulasi 2 ini ternyata mampu mengurangi halangan pergerakan aliran udara di dalam ISD, dibandingkan ketika menggunakan pipa input dengan setengah berpori yang mempengaruhi sebaran aliran udara pada Simulasi 1. Posisi pori di keseluruhan permukaan pipa mampu membantu aliran udara menembus ke segala arah. Khusus untuk bagian yang menghadap ke dalam ruangan ISD yang tadinya terhalangi oleh bidang tidak berpori sehingga menghalangi udara untuk menembus ke arah dalam ruangan ataupun ke arah dinding, pada Simulasi 2 tidak terjadi lagi. Karena udara bisa menembus langsung ke arah dalam ruangan maupun ke arah dinding tanpa harus memutar melalui bidang yang berpori. Hal ini ditunjukkan dengan ruang yang memiliki kecepatan aliran udara antara 0-0.41 mdtk antara pipa input dan dinding ISD menjadi berkurang, walaupun masih ada namun hal ini bukanlah halangan yang berasal dari pipa saja, tetapi merupakan akumulasi oleh halangan lantai dan pipa yang menyebabkan berkurangnya tekanan aliran udara. Namun demikian, pemakaian pipa yang berpori seluruhnya ternyata dapat membantu pergerakan aliran udara ke segala arah. Pengaruh pipa input terhadap vektor aliran udara pada Simulasi 2 dapat dilihat pada Gambar 17. 0.81-1.23 mdtk 0.41-0.81 mdtk 0-0.41 mdtk Kecepatan aliran udara di depan inlet antara 7.79-8.19 mdtk Gambar 17 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 2

4.1.4 Distribusi RH Udara Hasil Simulasi

RH di dalam bangunan ISD ditentukan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Persamaan 3. Pada kondisi suhu lingkungan 34 o C dan suhu bola basah 30 o C, diperoleh RH lingkungan sebesar 75. Secara keseluruhan RH hasil simulasi untuk bangunan ISD di lapangan Simulasi 1 rata-rata RH berkisar antara 67.1 sampai dengan 68, data selengkapnya disajikan pada Lampiran 15. Sedangkan sebaran RH rata-rata hasil Simulasi 2 berkisar antara 60.3 sampai dengan 60.5, yang disajikan pada Lampiran 16.

4.1.5 Keragaman Kecepatan Udara, Suhu dan RH

Tingkat keragaman kecepatan aliran udara, suhu dan RH pada kedua simulasi didapatkan dari nilai rata-rata hasil simulasi. Nilai keragaman dan masing-masing standar deviasi tersebut digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pemakaian jenis pipa input terhadap keseragaman kecepatan aliran udara, suhu dan RH pada kondisi operasi yang sama. Lokasi antara pipa inlet dan dinding, berkurangnya ruang dengan kecepatan aliran 0-0.41 mdtk Aliran udara dapat menembus langsung kearah dinding melalui pori-pori pipa input Keragaman sebaran suhu ditunjukkan oleh profil suhu pada 5 ketinggian dalam ruang ISD hasil simulasi. Untuk Simulasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19. Gambar 18 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 1 Gambar 19 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 2 Rata-rata 33.6 o C Rata-rata 33.6 o C Rata-rata 33.7 o C Rata-rata 33.7 o C Rata-rata 33.7 o C Rata-rata 31.8 o C Rata-rata 31.9 o C Rata-rata 31.9 o C Rata-rata 32 o C Rata-rata 31.8 o C Pada Simulasi 1 ISD lapangan, rata-rata suhu terendah terdapat pada ketinggian 0.75 dan 2.75 m yaitu 31.8 o C sementara suhu tertinggi terdapat pada ketinggian 1.25 m sebesar 32 o C, rata-rata suhu untuk kelima ketinggian sebesar 32 o C. Pada Simulasi 1 didapatkan standar deviasi untuk sebaran suhu sebesar 2.6 o C. Pada Simulasi 2 rata-rata suhu terendah terdapat pada ketinggian 2.25 dan 2.75 m sebesar 33.6 o C, sedangkan suhu tertinggi terdapat pada ketinggian 0.75, 1.25, dan 1.75 m sebesar 33.7 o C. Nilai standar deviasi sebaran suhu pada Simulasi 2 sebesar 0.06 o C. Perbandingan nilai keragaman suhu pada kedua simulasi secara grafis dapat dilihat pada Gambar 20, sementara datanya disajikan pada Lampiran 17. Gambar 20 Keragaman suhu pada kedua simulasi Profil kecepatan aliran udara pada ke-5 ketinggian hasil simulasi untuk Simulasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Kecepatan aliran udara pada kedua simulasi juga mengalami keragaman dan perbedaan. Pada Simulasi 1 kecepatan aliran udara terkecil terdapat pada ketinggian 2.75 m dengan nilai 0.23 mdtk, sementara yang kecepatan terbesar terdapat pada ketinggian 1.25 m sebesar 0.40 mdtk, sedangkan rata-rata untuk seluruh ketinggian sebesar 0.32 mdtk. Standar deviasi untuk sebaran kecepatan aliran udara pada Simulasi 1 sebesar 0.22 mdtk. 30.5 31.0 31.5 32.0 32.5 33.0 33.5 34.0 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 Su hu o C Ketinggian m Simulasi-1 Simulasi-2 Gambar 21 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 1 Gambar 22 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 2 Rata-rata 0.23 mdtk Rata-rata 0.27 mdtk Rata-rata 0.32 mdtk Rata-rata 0.40 mdtk Rata-rata 0.39 mdtk Rata-rata 0.37 mdtk Rata-rata 0.36 mdtk Rata-rata 0.44 mdtk Rata-rata 0.53 mdtk Rata-rata 0.59 mdtk Untuk Simulasi 2, kecepatan aliran udara terbesar berada pada ketinggian 0.75 m sebesar 0.59 mdtk, sedangkan kecepatan terkecil berada pada ketinggian 2.25 m sebesar 0.36 mdtk. Kecepatan aliran udara rata-rata pada Simulasi 2 adalah sebesar 0.46 mdtk dengan standar deviasi sebesar 0.20 mdtk. Perbandingan keragaman kecepatan aliran udara pada kedua simulasi disajikan secara grafis pada Gambar 23, sementara penyajian datanya dapat dilihat pada Lampiran 17. Gambar 23 Keragaman kecepatan aliran udara pada kedua simulasi Keragaman RH pada kedua simulasi juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Data perbandingan keragaman RH udara pada kedua simulasi disajikan pada Lampiran 17 dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 24. Pada Simulasi 1, didapatkan RH terendah sebesar 67.1 yang berada pada ketinggian 1.25 m, sementara nilai RH tertinggi terdapat pada ketinggian 2.75 m sebesar 68. Nilai RH rata-rata untuk Simulasi 1 adalah 67.6 dengan standar deviasi bernilai 10.7. Untuk Simulasi 2, RH terendah berada pada ketinggian 0.75 m sebesar 60.3 sementara RH tertinggi sebesar 60.5 yang terdapat pada ketinggian 1.75, 2.25 dan 2.75 m. Rata-rata RH pada Simulasi 2 adalah 60.4 dengan standar deviasi sebesar 0.2. 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 Kecep atan al iran ud ara m d tk Ketinggian m Simulasi-1 Simulasi-2 Gambar 24 Keragaman RH udara pada kedua simulasi Berdasarkan perbandingan nilai keragaman dan standar deviasi untuk parameter sebaran suhu, kecepatan aliran udara dan RH pada kedua simulasi, terlihat bahwa Simulasi 2 memiliki keragaman dengan nilai standar deviasi yang lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa Simulasi 2 memiliki tingkat keseragaman suhu, kecepatan aliran udara dan RH yang lebih baik dibandingkan Simulasi 1.

4.2 Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH

Hasil simulasi model aliran udara menggunakan CFD berupa kontur distribusi suhu dan kecepatan aliran udara, menunjukkan besar dan arah aliran udara sebagai media pengering yang digunakan dalam ISD. Validasi model dilakukan dengan membandingkan data ukur kecepatan aliran udara dan suhu pada 20 titik hasil pengukuran dengan hasil simulasi. Nilai hasil simulasi dan hasil pengukuran suhu pada bidang xz dengan ketinggian y dapat dilihat pada Lampiran 18. Gambar 25 menunjukkan penyajian grafis hasil validasi suhu dengan membandingkan suhu hasil pengukuran dan hasil simulasi. Perbedaan antara data suhu hasil pengukuran dan suhu hasil simulasi CFD diberikan dalam nilai standar deviasi sebesar 0.45 o C. Penyimpangan dari validasi ini dinyatakan dalam total error sebesar 12.64 o C, dengan rata-rata error 0.63 o C pada range 0.22-1.19 o C. 56.0 58.0 60.0 62.0 64.0 66.0 68.0 70.0 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 RH u d ara Ketinggian m Simulasi-1 Simulasi-2 Hubungan antara suhu hasil simulasi CFD dengan suhu hasil pengukuran memiliki nilai korelasi sebesar 0.66. Gambar 25 Validasi suhu udara hasil simulasi terhadap suhu pengukuran Validasi kecepatan aliran udara antara hasil pengukuran dan hasil simulasi disajikan pada Gambar 26, sementara nilai hasil simulasi dan hasil pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 18. Gambar 26 Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi terhadap data pengukuran. 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Suh u C Point pengukuran pada bidang xz T-Ukur T-CFD y=1.25 m y=0.75 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m SD = 0.45 o C Total error = 12.64 o C Rata-rata error= 0.63 o C R = 0.66 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 K e cepatan ali ran u d ar a md tk Titik pengukuran pada bidang xz V Ukur V Cfd y=1.25 m y=0.75 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m SD = 0.20 mdtk Total error = 5.71 mdtk Rata-rata error = 0.29 mdtk R= 0.73 Dari grafik validasi terlihat bahwa kecepatan aliran udara hasil simulasi telah mengikuti data pengukuran, walaupun pada bebarapa titik terlihat jelas perbedaannya. Perbedaan ini disebabkan oleh penentuan jarak grid yang tidak persis sama antara pengukuran dan simulasi. Pada ketinggian 0.75 m sampai 1.25 m terlihat perbedaan yang besar antara nilai ukur dan simulasi, namun pada ketinggian 1.75 m sampai 2.75 m perbedaan berkurang dan nilai simulasi mendekati nilai pengukuran. Perbedaan nilai pengukuran dan hasil simulasi dinyatakan dalam nilai standar deviasi sebesar 0.20 mdtk. Sementara penyimpangannya dinyatakan dalam total error sebesar 5.71 mdtk dengan rata- rata error 0.29 mdtk pada range 0.04-0.97 mdtk. Hubungan antara kecepatan aliran udara hasil simulasi dengan hasil pengukuran memiliki nilai korelasi sebesar 0.73. Gambar 27 Validasi RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran Validasi RH dilakukan dengan membandingkan RH hasil pengukuran dengan RH perhitungan berdasarkan suhu hasil simulasi CFD Fluent 6.1. Hasil validasi ini dapat dilihat pada Gambar 27, nilai hasil perhitungan dan hasil pengukuran RH disajikan pada Lampiran 19. Secara umum terlihat bahwa adanya kesamaan antara RH hasil pengukuran dan RH hasil perhitungan dari suhu hasil simulasi CFD. Perbedaan dalam validasi ini dinyatakan dengan standar deviasi sebesar 0.91, sementara penyimpangannya dinyatakan dalam total error sebesar 45 50 55 60 65 70 75 80 85 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 RH Titik pengukuran pada bidang xz RH ukur RH-Hitung y=1.25 m y=0.75 m y=1.75 m y=2.25 m y=2.75 m SD = 0.91 Total error = 25.85 Rata-rata error= 1.29 R=0.66 25.85 dengan rata-rata error 1.29 pada range 0.03-2.66. Hubungan antara RH hasil perhitungan dengan RH hasil pengukuran pada ISD lapangan memiliki nilai korelasi sebesar 0.66.

4.3 Perubahan Kadar Air Jagung pada Simulasi