Analisis distribusi suhu, aliran udara, Rh dan kadar air dalam In-store dryer (ISD) untuk biji jagung

(1)

DAN KADAR AIR DALAM

IN-STORE

DRYER

(ISD)

UNTUK BIJI JAGUNG

DISWANDI NURBA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-StoreDryer (ISD) untuk Biji Jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Diswandi Nurba NRP F151060061


(3)

Content Distribution inside In-Store Dryer (ISD) for Shelled Corn. Academic advisor: DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO and RAFFI PARAMAWATI.

In-Store Dryer (ISD) is commonly used as second step in drying process of grains. ISD is usually utilized ambient temperature and consist of dryer and storage system. Temperature, air flow and RH are key parameters during drying process using ISD. The objective of this study were to analyze the distribution of temperature, air flow, RH and water content inside ISD and to analyze the quality of shelled corn during drying process. Computational Fluid Dynamic (CFD) was used to analyze the distribution of temperature, air flow and RH inside ISD. Deep bed drying process was used to analyze the distribution of water content. The capacity of ISD used in this study was 7500 kg of corn, with dimensions of 3.5 m in high and 2.5 m in diameter. ISD have 13 aeration pipes of air flow, consist of 9 input pipes and 4 output pipes. All walls of ISD were assumed to be in condition of adiabatic. Validation of water content that simulation with the measurement has been done at capacity of ISD were 1500 kg. The result showed that CFD simulation of temperature, air flow and RH have coefficient of correlation of 0.66, 0.73 and 0.66 respectively. Deep bed drying simulation of water content at Layer 10 and 40 have coefficient of correlation of 0.90 and 0.35 in rainy season, 0.88 and 0.84 in dry season. The results showed that only a minor changes in the quality of shelled corn dried and stored using ISD.


(4)

RINGKASAN

DISWANDI NURBA. Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung. Dibimbing oleh DYAH WULANDANI, Y. ARIS PURWANTO dan RAFFI PARAMAWATI.

Pengeringan dan penyimpanan merupakan proses penting dalam penanganan pascapanen biji-bijian dan produk pertanian pada umumnya. Penanganan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi susut dan turunnya kualitas hasil panen sehingga dapat bertahan lebih lama.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Rancang Bangun Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) Terintegrasi untuk Biji-Bijian”. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini. Metode yang digunakan pada ISD adalah pemanfaatan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, yang mengandalkan aliran udara (gas) sebagai media utama untuk keberhasilan proses pengeringan maka penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain : 1) melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik Computational Fluid Dynamics (CFD), 2) mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH dengan Microsoft excel, 3) melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0, 4) analisis mutu jagung hasil pengeringan dan peyimpanan di dalam ISD berdasarkan SNI.

Simulasi sistem thermal 3D pada bagunan ISD dibuat dengan menggunakan software CFD yaitu Gambit 2.2.30 & Fluent 6.1.18. Simulasi dilakukan dengan dua kondisi terhadap pipa saluran udara yang ditempatkan di dalam ISD, yaitu: Simulasi 1 bangunan ISD dikondisikan sesuai dengan bangunan ISD di lapangan dengan 9 buah pipa input setengah berpori, sisi dari pipa yang berpori diposisikan menghadap ke dinding. Sementara 4 buah pipa output seluruhnya berpori. Simulasi 2 bangunan ISD dengan pipa input dan output yang seluruhnya berpori, simulasi ini merupakan modifikasi pada jenis pipa input. Pada simulasi ini seluruh pipa input dikondisikan memiliki pori keseluruhan pada permukaannya.

Simulasi pengeringan tumpukan jagung dibuat dalam program komputer Visual Basic 6.0, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan secara simultan meliputi: a) persamaan keseimbangan massa, b) persamaan laju pengeringan, c) persamaan keseimbangan panas dan d) persamaan laju perpindahan panas. Simulasi dilakukan dengan kondisi: ketebalan tumpukan 2.50 m, kadar air awal biji jagung 18%, suhu biji jagung 29.5 oC dan laju massa udara 12.7 kg/mnt-m2. Kondisi suhu udara dan RH input dibedakan untuk dua musim yaitu: pada musim


(5)

hujan dengan suhu udara masuk 31 oC dan RH 73%, sementara untuk musim kemarau dengan suhu udara masuk 33 oC dan RH 59.8%.

Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dan hasil simulasi pada titik-titik dan lokasi tertentu. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metode curve-fitting dan standar deviasi. Sementara besarnya error dalam validasi dihitung dengan persamaan mean absolute error (MAE), disamping itu juga ditentukan korelasi antara data simulasi dan hasil pengukuran dengan koefisien korelasi. Validasi data pada CFD meliputi suhu, aliran udara dan RH, sementara validasi data kadar air bahan dilakukan berdasarkan hasil simulasi model pengeringan tumpukan pada Visual Basic 6.0. Selanjutnya dilakukan pengujian mutu meliputi parameter-parameter yang menjadi persyaratan mutu jagung untuk perdagangan, untuk benih dan juga untuk dijadikan pakan ternak menurut SNI, meliputi; kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, kotoran, kandungan nutrisi (kimia), dan kontaminasi aflatoxin. Disamping itu juga dilakukan uji viabilitas dengan metode perkecambahan.

Hasil analisis distribusi suhu, aliran udara dan RH menunjukkan bahwa tingkat keseragaman sebaran suhu, aliran udara dan RH pada ISD dengan menggunakan jenis pipa input dengan pori seluruhnya lebih seragam dibandingkan jenis pipa input setengah berpori. Sementara validasi antara nilai simulasi CFD terhadap nilai pengukuran didapat korelasi untuk sebaran suhu, kecepatan aliran udara dan RH sebesar 0.66, 0.73 dan 0.66.

Hasil analisis perubahan kadar air biji jagung dengan simulasi pengeringan tumpukan didapatkan: pada musim hujan membutuhkan waktu 150 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 16.6% b.k. Sementara pada musim kemarau membutuhkan waktu 120 jam untuk mengurangi kadar air dari 18% b.k mencapai kadar air keseimbangan 13.5% b.k. Validasi antara hasil simulasi model pengeringan tumpukan terhadap nilai pengukuran pada layer 10 dan 40 didapatkan nilai korelasi sebesar 0.90 dan 0.35 pada musim hujan, pada musim kemarau didapatkan nilai korelasi sebesar 0.88 dan 0.84.

Hasil pengujian mutu sampel jagung setelah proses pengeringan selama 40 jam dan penyimpanan selama 30 hari dalam ISD, kontaminasi aflatoxin pada jagung tidak jauh berubah, yaitu dari rata-rata 18.48 ppb sebelum proses menjadi 21.10 ppb. kandungan tersebut masih berada di bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan SNI untuk pakan ternak sebesar 50 ppb. Sementara komposisi nutrisi yang diuji juga masih memenuhi standar SNI. Dari analisis mutu biji jagung menunjukkan bahwa proses pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD mampu mempertahankan mutu biji jagung dengan baik sebagai bahan pakan ternak.


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya


(7)

UNTUK BIJI JAGUNG

DISWANDI NURBA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

(9)

NRP : F151060061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Ketua

Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

PRAKATA

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai pemilik segala kesempurnaan, dan shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW manusia mulia sebagai uswatun hasanah dalam kehidupan ini hingga akhir zaman kelak. Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil ‘alamin dan mengharap ridho-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH dan Kadar Air Dalam In-Store Dryer (ISD) untuk Biji Jagung”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada :

1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, atas segala arahan dan bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis.

2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala koreksian, bimbingan dan motivasinya.

3. Dr. Ir. Raffi Paramawati, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya, pemikiran dan masukan-masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

4. Dr. Leopold Oscar Nelwan, STP.,M.Si selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T atas kepercayaan terhadap penulis sebagai bagian dalam Tim Peneliti dan juga atas segala masukan dan arahannya.

5. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian.

6. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran bagi penulisan tesis ini.

7. Depertemen Pendidikan Nasional RI, khususnya DIKTI melalui Program BPPS atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan.

8. Departemen Pertanian RI melalui Proyek Penelitian KKP3T Tahun 2007 yang telah membantu membiayai penelitian.


(11)

9. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian, dan khususnya kepada Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian FATETA IPB, Pak Harto, Mas Firman dan Mas Darma, terima kasih atas semua bantuan teknis selama perkuliahan, praktikum dan juga saat melaksanakan penelitian. 10. Teman-teman satu tim peneliti; Mas Lilik, Mas Deni, dan Kak Tamaria,

terimakasih atas kerjasamanya. Seluruh teman-teman angkatan 2006; Mas Susanto, Mas Warji, Mas Surya, Mas Farry, dan Kak Riswanti, terimakasih atas kebersamaannya selama pendidikan.

11. Teman-teman Prodi TEP : Bang Hendri, Mas Nuruddin, Mas Bayu, Bang Yaziz, Bang Iqbal dan seluruh rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih semuanya.

12. Rekan-rekan IKAMAPA : Pak Samingan, Pak Ali, Bang Daud, Bang Faisal, Bang Safrizal dan seluruh anggota IKAMAPA.

Ketulusan kasih sayang, pengorbanan serta do’a yang tiada henti dari Ayahanda dan Ibunda selama ini adalah penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini, ketulusan yang tidak mungkin akan terbalas. Do’a dan dukungan dari Kakak, Dinda dan Adik-adikku serta seluruh keluarga merupakan dorongan yang memberikan energi positif dalam menjalani pendidikan ini.

Penulis telah berupaya optimal untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, namun demikian tentunya masih sangat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kiranya kritik, saran dan koreksian sangat kami harapkan demi perbaikan dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, seiring doa dan harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Semoga kita semua selalu mendapat bimbingan-Nya dalam mengamalkan ilmu dengan baik dan menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur.

Bogor, Juli 2008


(12)

RIWAYAT HIDUP

Diswandi Nurba dilahirkan di Manjeng pada tanggal 28 April 1982, adalah putra kedua dari empat bersaudara dari Ayahanda Bangsawan dan Ibunda Nur Asiah.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Meulaboh pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan Sarjana pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Selama pendidikan S1, Penulis menjadi Asisten pada Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian tahun 2004 dan juga menjabat sebagai Sekjend Pemerintah Mahasiswa (PEMA) Unsyiah periode 2004-2005. Pada tahun 2005 Penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan selanjutnya mengabdi sebagai Staf Pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Teungku Dirundeng Meulaboh, disamping itu pada tahun 2006 Penulis juga mengisi waktu sebagai Staf Teknis Bidang Pemberdayaan Pertanian dan Perikanan Dewan Pengawas BRR NAD dan Nias.

Pada medio Agustus tahun 2006, Penulis melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor BPPS Ditjen DIKTI. Selama pendidikan S2, Penulis menjabat sebagai Sekretaris Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMAPA) periode 2006-2007 dan Sekretaris Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian (FORMATETA) IPB periode 2007-2008.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SIMBOL ... xx

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Hipotesa ... 5

1.3 Tujuan ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pengeringan ... 6

2.1.1 Proses Pengeringan ... 7

2.1.2 Paramater Pengeringan ... 8

2.1.3 Aliran Udara Pengeringan ... 10

2.1.4 Karakteristik Pengeringan Jagung ... 11

2.1.5 Sorpsi Isotermi ... 12

2.1.6 Aktivitas Air ... 13

2.2 Penyimpanan ... 14

2.2.1 Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan ... 16

2.2.2 Kelembaban dan Suhu Penyimpanan ... 17

2.2.3 Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan ... 18

2.2.4 Persyaratan Mutu Jagung ... 18

2.3 Perkembangan Penelitian In-Store Dryer ... 20

2.4 Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 22

2.4.1 Pre-processor ... 22

2.4.2 Solver ... 23

2.4.3 Post-processor ... 25

2.5 Model Pengeringan Tumpukan (Deep Bed Drying) ... 25

2.5.1 Keseimbangan Massa ... 27

2.5.2 Laju Pengeringan ... 28

2.5.3 Keseimbangan Panas ... 28

2.5.4 Laju Perpindahan Panas ... 29

III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Waktu dan Tempat ... 31

3.2 Bahan dan Alat ... 31

3.2.1 Bahan ... 31

3.2.2 Alat ... 31

3.2.3 Bangunan In-Store Dryer ... 31


(14)

xiii

3.3.1 Simulasi Sistem Thermal ISD ... 35

3.3.2 Simulasi Pengeringan Tumpukan (Lapis Tebal) Jagung ... 35

3.3.3 Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan Jagung ... 36

3.3.4 Distribusi Udara ... 36

3.3.5 Pengukuran Kecepatan Udara dan Suhu ... 37

3.3.6 Pengukuran RH ... 38

3.3.7 Pengukuran Kadar Air Jagung ... 39

3.3.8 Validasi Model Simulasi ... 39

3.3.9 Uji Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan di dalam In-Store Dryer ... 40

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Simulasi Aliran Udara pada ISD ... 41

4.1.1 Pembentukan Grid Perhitungan ... 41

4.1.2 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 1 ... 42

4.1.3 Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering Simulasi 2 ... 45

4.1.4 Distribusi RH Udara Hasil Simulasi ... 48

4.1.5 Keragaman Kecepatan Udara, Suhu dan RH ... 48

4.2 Validasi Suhu, Kecepatan Aliran Udara dan RH ... 53

4.3 Perubahan Kadar Air Jagung pada Simulasi ... 56

4.3.1 Kadar Air Jagung Simulasi 1 ... 56

4.3.2 Kadar Air Jagung Simulasi 2 ... 58

4.4 Perubahan Kadar Air Jagung Percobaan ... 60

4.4.1 Kadar Air Jagung Percobaan 1 ... 60

4.4.1 Kadar Air Jagung Percobaan 2 ... 62

4.5 Validasi Perubahan Kadar Air Jagung ... 63

4.5.1 Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 1 ... 63

4.5.2 Validasi Kadar Air Jagung Percobaan 2 ... 65

4.6 Analisis Mutu Jagung Hasil Pengeringan dan Penyimpanan ... 67

4.6.1 Mutu Perdagangan ... 67

4.6.2 Mutu Benih ... 69

4.6.3 Mutu Pakan Ternak ... 70

V SIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Simpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan

penggunaannya ... 10 

2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan. ... 11 

3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8) ... 12 

4 Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora ... 14 

5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat ... 18 

6 Persyaratan mutu jagung ... 19 

7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak ... 19 

8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium ... 19 

9 Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz. ... 33 

10 Koordinat lokasi titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ISD dengan termokopel ... 38 

11 Koordinat lokasi titik-titik pengambilan sampel untuk pengukuran kadar air bahan ... 39 


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric... 7 

2 Sorpsi isotermi yang menunjukkan hysterisis ... 13 

3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970) ... 17 

4 Elemen pada bak (Bala1997) ... 26 

5 Gridfinite different untuk persamaan deep bed drying ... 27 

6 Skema Bangunan ISD ... 32 

7 Diagram Alir Penelitian ... 34 

8 Model ISD 3 Dimensi untuk simulasi CFD ... 37 

9 Pembentukan grid pada domain perhitungan ... 41 

10 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 1 ... 42 

11 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 1. ... 43 

12 Distribusi kecepatan udara didalam ISD pada Simulasi 1 ... 44 

13 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 1 ... 44 

14 Distribusi suhu udara di dalam ISD Simulasi 2 ... 45 

15 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap sebaran suhu ISD pada Simulasi 2 ... 46 

16 Distribusi kecepatan udara di dalam ISD pada Simulasi 2 ... 47 

17 Pengaruh pipa input berpori sebagian terhadap vektor aliran udara dalam ISD pada Simulasi 2 ... 48 

18 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 1 ... 49 

19 Profil suhu pada 5 ketinggian Simulasi 2 ... 49 

20 Keragaman suhu pada kedua simulasi ... 50 

21 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 1 ... 51 

22 Profil kecepatan aliran udara pada 5 ketinggian Simulasi 2 ... 51 


(17)

24 Keragaman RH udara pada kedua simulasi ... 53 

25 Validasi suhu udara hasil simulasi terhadap suhu pengukuran ... 54 

26 Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi terhadap data pengukuran. ... 54 

27 Validasi RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran ... 55 

28 Perubahan kadar air pada Simulasi 1 ... 56 

29 Perubahan kadar air pada Simulasi 2 ... 58 

30 Kadar air hasil pengukuran selama 50 jam pengeringan pada Percobaan 1 ... 60 

31 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan 1 ... 61 

32 Kadar air hasil pengukuran selama 40 jam pengeringan pada Percobaan 2 ... 62 

33 Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air bijian pada Percobaan 2 ... 63 

34 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 1 ... 64 

35 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 1 ... 64 

36 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 10 pada Percobaan 2 ... 66 

37 Validasi kadar air bijian hasil simulasi terhadap hasil pengukuran Layer 40 pada Percobaan 2 ... 66 

38 Perbandingan parameter mutu hasil percobaan dengan SNI jagung untuk perdagangan ... 68 

39 Hasil pengujian tingkat kemurnian benih dan viabilitas sebelum dan setelah proses dalam ISD dan perbandingan dengan SNI ... 69 

40 Perbandingan kandungan nutrisi (kimia) jagung antara hasil percobaan dan persyaratan SNI ... 71 


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sistem Pengering ERK-Hybrid dan In-Store Dryer Terintegrasi ... 78 

2. Profil aliran udara pada pipa setengah berpori (Brooker et al. 1992) ... 79 

3. Arah aliran udara pada pipa input dan output (Brooker et al. 1992) ... 80 

4. Susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD... 81 

5. Standar ASAE untuk ukuran dan kapasitas Silo ... 82 

6. Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE (Versteeg & Malalasekera 1995) ... 84 

7. Asumsi, kondisi awal dan kondisi batas yang digunakan pada simulasi CFD ... 85 

8. Algoritma simulasi pengeringan tumpukan tebal ... 87 

9. Parameter yang digunakan dalam simulasi pengeringan tumpukan ... 88 

10. Kode program Visual Basic untuk simulasi pengeringan tumpukan ... 90 

11. Interface program simulasi pengeringan tumpukan ... 95 

12. Perhitungan pressure drop dan tekanan statis kipas ... 96 

13. Lokasi titik pengukuran suhu dan kecepatan udara di dalam ruangan ISD ... 100 

14. Lokasi titik pengambilan sampel pengukuran kadar air ... 101 

15. Hasil Simulasi 1 CFD ... 102 

16. Hasil Simulasi 2 CFD ... 105 

17. Perbandingan keragaman suhu, kecepatan udara dan RH di dalam ISD pada kedua simulasi CFD. ... 108 

18. Data validasi suhu dan kecepatan udara hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai error dan standar deviasinya ... 109 


(19)

19. Data validasi RH udara hasil pengukuran dan perhitungan serta

nilai error dan standar deviasinya. ... 110  20. Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 150

jam pada Simulasi 1. ... 111  21. Perubahan kadar air setelah simulasi pengeringan selama 120

jam pada Simulasi 2. ... 114 

22. Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 50 jam pada

Percobaan 1 ... 117 

23. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air

pengukuran pada Percobaan 1 ... 120 

24. Hasil pengukuran nilai kadar air bijian selama 40 jam pada

Percobaan 2 ... 121 

25. Pengaruh fluktuasi RH terhadap perubahan kadar air

pengukuran pada Percobaan 2 ... 123 

26. Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada

Percobaan 1. ... 124 

27. Validasi perubahan kadar air pengukuran dan simulasi pada

Percobaan 2 ... 125  28. Mutu jagung pada percobaan ... 126 

29. Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium

sebelum proses pengeringan dan penyimpanan ... 127 

30. Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji

laboratorium sebelum proses pengeringan dan penyimpanan ... 128  31. Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium sebelum

proses pengeringan dan penyimpanan ... 129  32. Kontaminasi aflatoxin pada jagung hasil uji laboratorium setelah

proses pengeringan dan penyimpanan ... 130 

33. Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji

laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan ... 131  34. Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium setelah

proses pengeringan dan penyimpanan ... 132  35. Sistem Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid (ERK-Hybrid) dan


(20)

xix


(21)

DAFTAR SIMBOL

aw : aktivitas air (desimal)

Cpa : panas jenis udara kering (J/kgoK)

Cpg : panas jenis bijian (J/kgoK)

Cpl : panas jenis air pada bijian (J/kgoK)

Cpw : panas jenis uap air (J/kgoK)

Cv : kalor molekul (K)

C2 : koefisien porous jump plat (1/m)

D : diameter spesifik (m)

Dp : diameter lubang pada plat (m)

Ga : laju aliran massa udara (kg/mnt m2)

H : kelembaban mutlak (kg/kg)

hcv : coefisien panas volumetric air (kJ/mnt-m3-K)

Hfg : panas laten penguapan (kJ/kg)

i : energi dalam (J)

i : data ke-i

k : konstanta pengeringan (dalam mnt-1)

k : konduktivitas panas (W/m K)

La : panas laten penguapan air (kJ/kg)

Lg : panas laten penguapan dari bijian (kJ/kg)

M : kadar air bijian basis kering (% b.k)

MAE : mean absolute error

Me : kadar air keseimbangan (% b.k)

Mw : kadar air bijian basis basah (% b.b)

N : jumlah data

p : tekanan parsial air (Pa)

pw : tekanan keseimbangan uap air (Pa)

Patm : tekanan atmosfer (Pa)

Ps : tekanan jenuh air (Pa)

Pv : tekanan uap (Pa)

Pr : bilangan Prandtl (desimal)


(22)

xxi

Qo : nilai hasil pengukuran

R : konstanta gas ideal (J/mol K)

Re : bilangan Reynold (desimal)

RH : kelembaban nisbi (%)

RHa : kelembaban udara lingkungan (%)

RHr : kelembaban udara pengering (%)

Si : sumber gerakan energi dalam

SMx : sumber gerakan momentum arah x

SMy : sumber gerakan momentum arah y

SMz : sumber gerakan momentum arah z

t : waktu (mnt)

T : suhu (oC)

Ta : suhu udara (oC)

Tg : Suhu bijian (oC)

u : exponen

u : kecepatan arah x (m/s)

v : kecepatan arah y (m/s)

w : kecepatan arah z (m/s)

Wd : bobot bahan kering (kg)

Ww : bobot bahan basah (kg)

x : koordinat arah x (m)

y : koordinat arah y (m)

z : ketebalan tumpukan biji (m)

z : koordinat arah z (m)

α : permeabilitas permukaan plat (m2)

ε : porositas bak (desimal)

ρd : massa jenis bijian (kg/m3)

ρ : densitas fluida (kg/m3)


(23)

1.1Latar Belakang

Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan yang baik untuk menjaga dan mempertahankan kuantitas dan kualitasnya. Pengeringan adalah proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau memperlambat perkembangannya (Hall 1980). Penyimpanan hasil pertanian berhubungan dengan waktu penggunaan, baik distribusi maupun konsumsi atau pengolahan lebih lanjut. Penyimpanan bertujuan agar bahan tidak mengalami kerusakan dan penyusutan selama masa simpannya. Pada umumnya, penyimpanan biji-bijian dilakukan setelah proses pengeringan hingga kadar air yang dianggap aman.

Pengeringan dapat dilakukan menggunakan cara alamiah (penjemuran) ataupun cara buatan (artificial drying). Penjemuran merupakan cara pengeringan yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis pada daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit dilakukan. Pengeringan buatan dengan energi konvensional pada umumnya dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut, akan tetapi kendala utamanya adalah biaya pengoperasian yang relatif tinggi, terutama ketika akhir-akhir ini biaya bahan bakar meningkat pesat. Selain itu pada biji-bijian terutama jagung pipilan, kesalahan penanganan pada pengeringan dan penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kontaminasi mikotoksin terutama jenis aflatoxin yang berbahaya bagi kesehatan ternak dan manusia.

Salah satu tipe pengering berenergi surya yang telah dikembangkan adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) (Abdullah 1993). Pengering ini merupakan bangunan dengan struktur terintegrasi antara kolektor surya dengan wadah produk yang dikeringkan. Pengembangan alat pengering surya tipe ERK pada skala penelitian dan lapangan telah dilakukan diantaranya untuk berbagai produk biji-bijian (gabah dan jagung), perkebunan (kopi, kakao dan cengkeh),


(24)

2

buah-buahan (pisang dan pepaya), benih (cabai dan mentimun) dan ikan (Abdullah 1995, 1998, 1999; Nelwan 1997, 2005; Wulandani 2005; Manalu 1999). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39-50 oC untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Untuk menjamin kontinuitas operasi, pengering ini juga dapat mengandalkan energi biomassa sebagai salah satu sumber energi termalnya. Alat pengering yang menggunakan dua sumber energi termal ini disebut sebagai pengering ERK-hybrid.

Pengembangan ERK-Hybrid menjadi alternatif yang sangat baik dalam hal peralihan penggunaan sumber energi, disamping itu usaha konservasi energi juga penting dilakukan dalam proses pengeringan. Untuk maksud tersebut, dapat dilakukan pengeringan dua tahap, yaitu pengeringan dengan laju relatif tinggi kemudian diikuti dengan laju rendah. Menunda atau melakukan pengeringan pada laju rendah sesaat setelah panen merupakan hal yang cukup beresiko. Kadar air tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas biji, sehingga harus diturunkan pada tingkat kadar air tertentu untuk kemudian dapat dilakukan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju relatif lebih rendah. Pemindahan produk ke pengering tahap ke dua dapat menjadi solusi penghematan energi termal, dibandingkan apabila pengeringan dilakukan secara

lengkap pada pengering ERK-hybrid. Energi termal yang dibutuhkan untuk

pengeringan secara lengkap pada ERK-hybrid lebih besar untuk mendukung laju penurunan kadar air yang tinggi pada awal proses pengeringan, sehingga diperlukan bahan bakar biomassa agar proses dapat berjalan dengan baik.

Sistem pengeringan tahap kedua pada umumnya dapat disebut sebagai pengering dalam penyimpan (In-Store Dryer/ISD). Pada kadar air sekitar 18%, biji-bijian termasuk jagung pipilan lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama pada suhu dan kelembaban umum di Indonesia. Apabila menggunakan asumsi suhu biji-bijian 27 oC umur simpan yang aman pada kadar air 18% dapat lebih dari 20 hari, sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi (misalnya 20%) pada suhu yang sama umur aman simpan menjadi hanya

kurang dari 10 hari (Brooker et al. 1992). Pada kondisi udara (suhu dan


(25)

mempunyai potensi yang sangat besar untuk diterapkan sebagai media pengering berbagai produk bebijian termasuk jagung pipilan. Metode yang digunakan pada ISD umumnya menggunakan udara lingkungan yang dihembuskan melalui tumpukan biji-bijian yang akan dikeringkan. Dengan metode ini, penggunaan pemanas yang membutuhkan perawatan serta biaya operasi lebih tinggi dapat direduksi, selain itu juga dapat dilakukan penghematan energi secara signifikan karena rendahnya kebutuhan energi termal pada operasi, yang biasanya membutuhkan energi cukup tinggi untuk memanaskan udara.

ISD sebagai sebuah sistem pengeringan konvektif, mengandalkan aliran udara (gas) yang merupakan kunci utama untuk keberhasilan proses pengeringan karena udara berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air. Distribusi aliran udara yang kurang baik dapat menyebabkan ketidakseragaman kadar air dan menyebabkan pula tidak seragamannya kualitas produk, seperti diperlihatkan pada pengeringan rak untuk kakao (Nelwan 1997).

Sistem pengeringan tumpukan (deep bed drying) pada ISD akan sangat rentan terhadap permasalahan ketidakseragaman kadar air seperti juga terjadi pada pengeringan tumpukan lainnya, sehingga perlu mekanisme yang baik untuk mengurangi masalah ini. Ketidakseragaman kadar air biasanya dapat diatasi dengan cara pengadukan, namun kebutuhan energi untuk proses pengadukan ini biasanya cukup besar. Hal ini dikemukakan oleh Manalu (1999), yang melakukan percobaan pengadukan dengan menggunakan motor pada pengeringan kakao. Dalam percobaan tersebut dilaporkan bahwa untuk menggerakkan tumpukan kakao sebesar 300-400 kg dibutuhkan motor dengan daya sebesar 1.5 hp. Kenyataan ini membuat alternatif pengadukan menjadi tidak mungkin dilakukan pada ISD, karena konsep awalnya adalah penghematan energi, sehingga penataan saluran udara di dalam ISD menjadi alternatif yang sangat baik untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan biji-bijian dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam, karena secara prinsip penataan saluran udara dalam tumpukan biji adalah menyediakan rongga bebas untuk pergerakan udara, sehingga diharapkan udara menjadi bebas bergerak ke segala arah masuk dan keluar tumpukan biji. Sebenarnya konstruksi saluran udara


(26)

4

dapat dilakukan secara sederhana dan dengan bahan yang mudah diperoleh, akan tetapi banyaknya kombinasi saluran yang dapat dipilih membuat simulasi matematik menjadi penting untuk menghemat waktu dan biaya disain penataan saluran. Salah satu metode untuk mensimulasikan pola aliran udara, suhu dan tekanan dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics). CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan fenomena lainnya seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. Sementara untuk melihat penyebaran kadar air pada tumpukan biji dalam ISD, dapat dilakukan simulasi dengan menggunakan model pengeringan tumpukan (Brooker et al. 1992), sehingga didapatkan gambaran pengeringan dan perubahan kadar air pada setiap lapisan di dalam tumpukan.

Penyimpanan dalam silo besi telah umum digunakan untuk menyimpan produk biji-bijian seperti gabah dan jagung. Namun permasalahan penyimpanan menggunakan silo besi adalah mudahnya terjadi migrasi uap air dalam silo, sehingga kadar air pada bagian tertentu akan naik dan pada bagian lain akan menurun. Hal tersebut disebabkan oleh fluktuasi suhu udara dan RH lingkungan serta radiasi sinar surya. Kadar air yang tinggi pada penyimpanan dapat menurunkan mutu karena akan mudah terjadinya perkembangbiakan mikroorganisme. Permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan mengkondisikan silo yang memiliki aerasi udara yang baik dan juga mengurangi efek pemanasan dinding silo akibat radiasi sinar surya. Sebagai sebuah silo, ISD yang dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi udara dan dinding dengan insulator panas sehingga bersifat adiabatis, diharapkan mampu melakukan penyimpanan dan mempertahankan mutu produk dengan baik.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Rancang Bangun Alat

Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD)

Terintegrasi untuk Biji-Bijian”. ISD sebagai satu unit dari sistem terintegrasi tersebut, memerlukan pengkajian secara spesifik untuk melihat performa operasinya secara lebih mendalam yang juga akan menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan alat pengering dan penyimpan terintegrasi ini.


(27)

1.2Hipotesa

Distribusi aliran udara, suhu dan RH mempengaruhi keseragaman kadar air dan mutu biji-bijian di dalam ISD. Dengan simulasi CFD dapat diketahui sebaran aliran udara, suhu dan RH pada ISD, sementara distribusi kadar air dapat diketahui dengan simulasi model pengeringan tumpukan. Berdasarkan kedua hasil simulasi dan validasi terhadap data pengukuran maka akan dapat dijadikan rujukan bagi evaluasi dan pengembangan ISD.

1.3Tujuan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi aliran udara, suhu, RH dan kadar air di dalam ISD. Secara khusus penelitian ini terdiri dari beberapa tujuan antara lain :

1. Melakukan simulasi dan validasi model distribusi aliran udara dan suhu di dalam ISD dengan menggunakan teknik CFD.

2. Mendapatkan nilai perhitungan dan validasi RH.

3. Melakukan simulasi dan validasi kadar air jagung menggunakan model

pengeringan tumpukan biji-bijian dengan pemrograman Visual Basic 6.0.

4. Analisis mutu jagung hasil pengeringan dan penyimpanan di dalam ISD


(28)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengeringan

Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat kadar air tertentu. Secara spesifik pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan kerusakan (fisika/kimia) terhambat atau terhenti, sehingga bahan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan komoditas pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a) difusi antara cairan dan uap, b) gaya kapilaritas, c) gradien penyusutan dan tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan kadar air.

Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari: a) lapisan yang terbuka, b) perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, c) koefisien pindah massa, dan e) kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji. Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pangeringan menurun (Hall 1980). Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji ( Henderson & Perry 1976).


(29)

2.1.1 Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara melalui aliran udara panas atau udara bertekanan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan uap ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara.

Proses pengeringan biji-bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik. Selama proses pengeringan berlangsung, entalpi dan suhu bola basah udara pengering tetap, sedangkan suhu bola kering berkurang yang diikuti dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan parsial uap air dan suhu pengembunan udara pengering. Terjadinya proses pengeringan dengan udara pengering yang dipanaskan pada kurva psikometrik dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeringan dengan menggunakan udara alami berarti proses pemanasan udara (1)-(2) ditiadakan. Kenaikan suhu udara alami karena gesekan atau turbulensi udara dapat dianggap sebagai proses pemanasan udara sebelum masuk ruang pengering.

Gambar 1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric

Keterangan :

(1)-(2) : Proses pemanasan udara (2)-(3) : Proses pengeringan

i : udara masuk alat pengering p : udara pengering


(30)

8

Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam persen merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruang pengering, yang dinyatakan dalam persamaan (Brooker et al. 1974):

... (1) sedangkan kelembaban mutlak (H) konstan, maka :

.

... (2) dimana 255.38 ≤ T ≤ 533.16 oK dan Pv < Patm, sehingga tekanan uap (Pv) juga konstan. Bila kelembaban udara lingkungan (RHa) dan kelembaban udara pengering (RHr), maka :

... (3)

... (4) dimana 273.16 ≤ T ≤ 533.16 oK (Keenan & Keyes 1936 dalam ASAE Standard 1994), dimana :

R = 22105649.25 D = 0.12558 x 10-3 A = -27405.526 E = -0.48502 x 10-7 B = 97.5413 F = 4.34903

C = -0.146244 G = 0.39381 x 10 -2 2.1.2 Paramater Pengeringan

Menurut Brooker et al. (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain:

a. Suhu udara pengering

Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih singkat. Agar bahan yang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol terus menerus.

b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering

Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah maka


(31)

semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan.

c. Kecepatan aliran udara pengering

Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan, yang akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan.

d. Kadar air bahan

Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan akhir proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung.

Menurut Brooker et al. (1974), Kadar air dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu kadar air basis basah (Mw) dan kadar air basis kering (M). Untuk dipasarkan biasanya kadar air biji-bijian ditentukan berdasarkan basis basah, sementara kadar air basis kering sering digunakan dalam perhitungan-perhitungan engineering. Untuk menghitung kadar air biji-bijian digunakan Persamaan (5) dan (6).

...(5)

...(6) Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air dari biji-bijian yang dikeringkan. Variasi kadar air ini dipengaruhi oleh ketebalan tumpukan biji-bijian, kelembaban nisbi udara pengering, dan kadar air biji-bijian


(32)

10

itu sendiri. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa variasi kadar air biji-bijian yang dikeringkan dapat dikurangi dengan cara (1) menipiskan tumpukan biji-bijian, (2) menggunakan kecepatan aliran udara tinggi, (3) mempertahankan suhu udara pengering tetap rendah, dan (4) melakukan pengadukan.

Kerusakan fisik dan kimia biji-bijian dapat terjadi akibat pengeringan pada suhu udara pengering yang melebihi batas suhu udara pengering yang diizinkan untuk setiap jenis biji-bijian seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan penggunaannya

No Jenis biji-bijian Suhu udara pengering maksimum (

o

C)

Benih Dipasarkan Makanan ternak

1 Tongkol jagung 43.3 54.4 82.2

2 Biji jagung 43.3 54.4 82.2

3 Wheat 43.3 60.0 82.2

4 Oats 43.3 60.0 82.2

5 Barley 40.6 40.6 82.2

6 Butir sorgum 43.3 60.0 82.2

7 Kacang kedelai 43.3 48.9 -

8 Padi 43.3 43.3 -

Sumber : Hall (1970)

2.1.3 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pendistribusi panas untuk menguapkan kandungan air dari biji-bijian dan mengeluarkan uap air tersebut. Menurut Soemartono (1968), suhu udara dan kecepatan aliran udara pengering berpengaruh penting terhadap proses pengeringan. Air yang dikeluarkan dalam bentuk uap harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari biji-bijian sehingga tidak menyebabkan udara jenuh pada permukaan biji-bijian yang dapat memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bijian dan mencegah penjenuhan udara disekitar permukaan biji-bijian. Volume udara yang lebih besar dapat menampung dan membawa uap air lebih banyak. Semakin kering udara maka akan semakin cepat pula proses pengeringan yang terjadi. Udara kering dapat menampung uap air lebih banyak dari pada udara lembab. Tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan biji-bijian akan memiliki nilai yang berbeda pada saat udara pengering masuk dan keluar tumpukan biji-bijian. Perbedaan tekanan statik ini disebabkan


(33)

oleh adanya gesekan antara udara pengering dengan biji-bijian dan pengaruh turbulensi aliran udara pengering.

Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan bebijian tergantung pada: (a) kecepatan aliran udara pengering, (b) karakteristik bentuk dan permukaan bebijian, (c) jumlah, ukuran dan konfigurasi ruang antar bebijian, (d) variasi ukuran bebijian dan (e) tebal tumpukan bebijian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan statik aliran udara pengering adalah prosentase lubang lantai ruang pengering dan panjang pipa penyalur udara pengering (Hall & Davis 1979). Kebutuhan volume aliran udara pengering untuk biji-bijian menurut cara pengeringan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan.

Cara pengeringan Volume aliran udara

(m3/m3 det)

Aerasi 2.67 x 10-4

Tempering 0.0067

Udara pengering tanpa pemanasan 0.0267

Tumpukan tipis 0.0267

Udara pengering dengan pemanasan 0.4005

Sumber : Brooker et al. (1974) 2.1.4 Karakteristik Pengeringan Jagung

Brooker et al. (1992) mengemukakan suatu persamaan untuk konstanta pengeringan jagung yang diambil dari persamaan Pabis dan Henderson (1961) yaitu:

. . ...(7) dimana k dalam (dtk-1) dan T dalam (oR).

Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan setimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingnya. Kadar air pada keadaan setimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis (Henderson & Perry 1979).


(34)

12

Salah satu persamaan kadar air keseimbangan pada jagung pipilan adalah persamaan Henderson termodifikasi (Brooker et al. 1992) yaitu:

exp . . . ... (8)

. . . . ... (9) dimana Me adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu mutlak

udara (oC) dan RH adalah kelembaban nisbi. Apabila persamaan di atas

digunakan untuk kondisi udara alami yang umum di Indonesia, sebagai contoh pada suhu 30 oC dan RH 70%, maka nilai kadar air keseimbangan jagung pipilan yang diperoleh adalah 16.0% b.k. Tabel 3 menyajikan beberapa nilai yang diuji pada studi pendahuluan. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa udara alami tanpa pemanasan mempunyai potensi untuk menurunkan kadar air jagung pipilan sampai 13.8%b.k. Kadar air ini sudah memadai untuk penyimpanan dalam waktu yang cukup lama.

Tabel 3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8)

T (oC) RH (%) Me (%b.k)

25

60 14.3 70 16.5 80 19.3 30

60 13.8 70 16.0 80 18.8

Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata 12.8-18.6 oC dengan RH rata-rata berkisar antara 63.3-72.0%. Dengan kondisi tersebut sebanyak 2500-3000 kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal 17.2-21.9% sampai kadar air akhir 13.2-14.6%.

2.1.5 Sorpsi Isotermi

Sorpsi isotermi adalah suatu plot kadar air keseimbangan terhadap kelembaban relatif pada suatu temperatur tertentu. Isotermi yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermi adsorpsi, sedangkan isotermi yang diperoleh dengan memaparkan


(35)

p d a m ( t p m d t d h k b d 2 a s H A padatan pad desorpsi. Iso air padatan menunjukka (Devahastin Gamba tersebut dici pertanda me matrik pada dapat diguna tunggal uap desorpsi. Pa hingga di b karena air te bahkan terik digunakan u

2.1.6 Akti Devah atau pakan, spora dan ko Hal ini dik Aktivitas ai

da udara y otermi desor menurun s an hysterisis

2000). ar 2 menun irikan oleh ekanisme pe atan. Pada w

akan untuk air dan tid ada wilayah bawah tekan

ersebut terku kat lebih lo untuk reaksi

Gambar 2 vitas Air hastin (2000) ketersediaan ontribusi dal karena akti r didefinisik ang kelemb rpsi merupak secara prog

s dimana ke

njukkan ben tiga wilayah engikatan ai wilayah A, a

reaksi. Pada dak tampak p

B, air terik nan keseimb urung dalam onggar dala dan sebagai Sorpsi isote ) mengemuk n air untuk p lam beberap ivitas terseb kan sebagai

babannya m kan perhatian gresif. Keba

edua isoterm

ntuk umum h secara teg ir yang berb ir terikat ku a wilayah in perbedaan t kat lebih lon bangan uap

kapiler yang am kapiler

pelarut (Dev

ermi yang me

kakan bahwa pertumbuhan a reaksi kim but akan m

perbanding

menurun dik n utama pen anyakan bah mi tersebut

m isotermi s gas, A, B da beda pada t uat pada tem ni, terutama

tegas antara nggar. Penu

air pada su g lebih kecil yang lebih vahastin 200

enunjukkan

a dalam peng n mikroorgan mia, memerlu

mengakibatk gan antara t

kenal denga ngeringan ka han yang d tidak sama

sorpsi tipika an C, yang m

tempat terpi mpat tersebut terdapat ads isotermi ad urunan tekan uhu yang sa l. Air dalam h besar, air

00). hysterisis geringan bah nisme, perke ukan perhatia kan kerusak tekanan pars n isotermi arena kadar dikeringkan a sebangun al. Bentuk merupakan isah dalam t dan tidak sorpsi lapis dsorpsi dan nan uap air ama adalah m wilayah C

ini dapat

han pangan ecambahan an penting. kan bahan.


(36)

14

pada sistem padatan basah terhadap tekanan keseimbangan uap air (pw) pada suhu

yang sama, dalam persamaan dituliskan sebagai :

... (10) atau,

... (11)

Daftar nilai aw minimum terukur untuk pertumbuhan mikroba dan

perkecambahan spora disajikan pada Tabel 4. Jika aw diturunkan dibawah nilai ini

dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat seperti gula, gliserol atau garam, maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi seharusnya penambahan tersebut tidak mempengaruhi aroma, rasa atau kriteria mutu lainnya, sehingga proses pengeringan merupakan solusi yang baik untuk menurunkan aw pada bahan pangan dengan kadar air tinggi.

Tabel 4 Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan

mikroba dan perkecambahan spora

Mikroorganisme Aktivitas air

Organisme penghasil lendir pada daging 0.98 Spora Pseudomonas, Bacillus cereus 0.97 Spora B.subtilis, C.botulinum 0.95

C.Botulinum, Salmonela 0.93

Bakteri pada umumnya 0.91

Ragi pada umumnya 0.88

Aspergillus niger 0.85

Jamur pada umumnya 0.80

Bakteri halofolik 0.75

Jamur Xerofilik 0.65

Ragi Osmifilik 0.62

Sumber : Brockmann 1973 dalam Devahastin 2000 2.2Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu cara pengamanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Hasil pertanian terutama bebijian selama penyimpanan masih mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Proses respirasi merupakan proses produksi energi yang digunakan oleh sel-sel tanaman, pada proses respirasi terjadi pemindahan energi dari ikatan kimia dalam bahan kepada ikatan kimia

Adenosin Tri Phospat (ATP) yang berenergi tinggi dan langsung digunakan dalam proses kehidupan (Suseno 1974). Menurut Hall (1970), air dan panas yang dihasilkan dari proses respirasi akan menaikkan kadar air bahan dan suhu,


(37)

sehingga laju respirasi meningkat. Kadar air dan panas hasil respirasi membuat kondisi yang baik bagi pertumbuhan kapang. Wijandi (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi mutu komoditi yang disimpan.

Menurut Soesarsono (1977), penyimpanan dapat dibagi dalam berbagai tahapan/kelompok antara lain: berdasarkan perjalanan hasil panen, waktu, tempat, modifikasi udara dan berdasarkan teknologi. Dalam penyimpanan berdasarkan perjalanan hasil panen, dikenal penyimpanan tingkat panen, tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, transit, tingkat pengecer dan tingkat konsumen. Berdasarkan waktu dilakukan penyimpanan jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, transit dan penyimpanan panjang. Penyimpanan berdasarkan tempat digolongkan menjadi penyimpanan di atas atmosfer, di dalam tanah, di udara dan di bawah permukaan air. Berdasarkan modifikasi udara dikenal penyimpanan alami, penyimpanan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosfer storage) dan penyimpanan atmosfr yang dikendalikan (control atmosfer storage). Sedangkan berdasarkan teknologi, penyimpanan dapat digolongkan menjadi penyimpanan tradisional dan penyimpanan modern. Cara penyimpanan modern merupakan pengembangan dari penyimpanan tradisional.

Menurut Wiliam (1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji-bijian antara lain: tipe dari bebijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, kandungan bahan asing, proteksi fisik dan kelembaban relatif. Jagung dapat disimpan dalam beberapa cara seperti curah (pipilan), kemas (pipilan) dan gantung (dengan tongkol). Berdasarkan pengaruh udara lingkungan pada kondisi penyimpanan, penyimpanan dapat dibedakan menjadi penyimpanan udara bebas dan penyimpanan rapat udara (Thahir et al. 1988).

Penyimpanan udara bebas adalah penyimpanan yang dilakukan pada kondisi udara bebas dengan suhu kamar, pada kondisi ini lingkungan berpengaruh langsung terhadap proses penyimpanan. Sistem penyimpanan udara bebas kurang menguntungkan bagi biji dengan kadar air awal rendah pada daerah dengan


(38)

16

kelembaban yang tinggi, karena kadar air biji akan naik menyesuaikan dengan kelembaban udara lingkungan. Kerusakan akan tetap terjadi meskipun telah diterapkan persyaratan penyimpanan yang cukup baik (Thahir et al. 1988).

Penyimpanan rapat udara merupakan sistem penyimpanan dengan prinsip membatasi dampak negatif dari udara lingkungan sehingga laju kerusakan dapat dihambat. Penyimpanan ini juga sering disebut penyimpanan kedap udara. Tujuan dari sistem penyimpanan tersebut adalah untuk memperpanjang daya simpan. Kerusakan butir bijian terjadi karena kegiatan biologis hama, kapang dan bakteri. Kegiatan biologis berupa pernafasan dapat dihambat dengan cara kemasan diisi biji penuh, kadar air butiran rendah pada awal penyimpanan, digunakan wadah dengan sistem kedap udara. Tingkat pernafasan dapat dihambat dengan cara pemberian CO2, pengurangan O2. Keuntungan dari sistem penyimpanan ini memperpanjang daya simpan jagung dari tiga bulan menjadi paling sedikit 12 bulan, serta tidak membutuhkan insektisida dan fungisida, yang diperlukan adalah kadar air yang rendah (Thahir et al. 1988).

2.2.1 Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan

Dalam mencegah kerusakan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan. Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air selama penyimpanan (Wiliam 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan daya hidupnya (Covanic 1991 dalam Dharmaputra et al. 1997).

Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau melepaskan uap air.

Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5 hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim hujan. Untuk menghemat biaya, pengeringan mekanis dipadukan dengan metode

pengeringan field drying, yaitu dengan membiarkan jagung tetap di pohon


(39)

mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban relatif. Di Thailand selama

musim hujan menggunakan field drying selama 1 sampai 4 minggu efektif

mengeringkan jagung dari kadar air >26% menjadi 18 – 22%, juga menjaga dari kerusakan fisik serta mengontrol aflatoksin (Negler et al. 1986).

2.2.2 Kelembaban dan Suhu Penyimpanan

Chikubu (1974) mengemukakan bahwa kelembaban dan suhu ruang merupakan faktor lingkungan yang penting dalam penyimpanan. Kelembaban lebih berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kelembaban akan mempengaruhi kadar air bahan, dan kadar air bahan juga selalu dipengaruhi oleh kelembaban ruangan, sehingga terjadi suatu keseimbangan. Selain itu suhu ruangan juga sangat menentukan tingkat keseimbangan kelembaban dengan kadar air tersebut. Batas suhu dan kadar air aman pada penyimpanan biji-bijian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970)

Kelembaban ruangan, suhu dan kadar air bahan selain mempengaruhi aktifitas di dalam bahan juga akan mempengaruhi kegiatan hidup organisme perusak. Setiap organisme perusak memerlukan syarat hidup tertentu sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Soesarsono (1977) mengemukakan bahwa pada umumnya aktivitas serangga tidak dipengaruhi oleh


(40)

18

kelembaban, tetapi dipengaruhi oleh perubahan suhu. Sedangkan jamur dipengaruhi oleh kadar air dan relatif tidak terpengaruh oleh suhu.

Menurut Hall (1970), kondisi yang sesuai untuk mencegah kerusakan selama penyimpanan dan perdagangan adalah pada kelembaban sebesar 70%. Pada kelembaban 70% dan suhu 27 oC jagung memiliki kadar air keseimbangan 13.5%. Selanjutnya dijelaskan bahwa suhu yang tinggi (berkisar antara 21-43 oC) akan mempercepat kehidupan organisme, disamping itu reaksi kimia juga akan meningkat karena peningkatan suhu. Kenaikan suhu bahan juga disebabkan oleh kegiatan respirasi, aktifitas serangga, aktifitas kapang dan bakteri.

2.2.3 Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan

Menurut Francis dan Wood (1982), kondisi lingkungan yang berpengaruh pada penyimpanan adalah suhu dan kelembaban relatif, dan hanya terpengaruh kecil oleh oksigen dan cahaya. Suhu dan kelembaban relatif tidak hanya berpengaruh terhadap laju perubahan kimia tapi juga berpengaruh pada perkembangan serangga dan kapang. Perubahan kimia berhubungan erat dengan aktivitas kapang dan serangga. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat

Kadar air (%) RH pada 20-30oC (%) Aktivitas Biologis Aktivitas Kimia

< 8 30 Tidak nyata oksidasi lemak, peningkatan

peroksida 8 – 14 30 – 70

>60

Serangan serangga Serangan serangga

Peningkatan asam urat ReaksiMaillard

12 – 20 70 – 90 Serangan serangga

Pertumbuhan kapang Produksi mikotoksin

20 – 25 90 – 95 Serangan serangga

Pertumbuhan kapang

Peningkatan produksi mikotoksin

> 25 - Pertumbuhan bakteri

Kehilangan fisik dan depolimerisasi pati dan protein

Sumber : Francis dan Wood (1982) 2.2.4 Persyaratan Mutu Jagung

Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi:


(41)

2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam).

3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida. 4. Memiliki suhu normal.

Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persyaratan mutu jagung

No Komponen Utama Persyaratan Mutu (% Maks)

I II III IV

1 Kadar air 14 14 15 17

2 Butir rusak 2 4 6 8

3 Butir warna lain 1 3 7 10

4 Butir pecah 1 4 3 5

5 Kotoran 1 1 2 2

Sumber: SNI 01-03920-1995 dalam Kristanto, 2007

Standar Mutu jagung yang digunakan untuk bahan baku pakan meliputi zat makanan dan kandungan bahan berbahaya/racun serta kemurnian, standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak

No Komponen Persyaratan

1 Kadar air (maksimum) % 14.0

2 Kadar protein kasar (minimum) % 7.5

3 Kadar serat kasar (maksimum) % 3.0

4 Kadar abu (maksimum) % 2.0

5 Kadar lemak (minimum) % 3.0

6 Mikotoksin:

a) Aflatoksin (maksimum) ppb b)Okratoksin (maksimum) ppb

50.0 5.0

7 Butir pecah (maksimum) % 5.0

8 Warna lain (maksimum) % 5.0

9 Benda asing (maksimum) % 2.0

10 Kepadatan minimum kg/m3 700

Sumber: SNI 01-4483-1998

Untuk dijadikan benih, biji jagung hibrida harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium

No Komponen Persyaratan (%)

1 Kadar air (maksimum) 12.0

2 Benih murni (minimum) 98.0

3 Daya berkecambah (minimum) 85.0

5 Kotoran Benih (maksimum) 2.0


(42)

20

2.3Perkembangan Penelitian In-Store Dryer

Gagasan yang mutakhir mengenai proses penyimpanan yang disatukan dengan pengeringan telah banyak dilakukan dengan berbagai bentuk bangunan maupun metode pengeringan dan penyimpanannya. Di beberapa negara ASEAN yang beriklim tropis dan sub-tropis, telah berkembang penelitian serta percobaan untuk mengetahui sejauh mana sistem penyatuan proses pengeringan dan penyimpanan dapat mengurangi susut bahan pascapanen.

Koto (1983) telah melakukan penelitian mengenai penyimpanan dalam silo besi kedap udara. Penelitian menggunakan gabah sebagai bahan uji ini bertujuan untuk melihat perubahan kadar air selama penyimpanan akibat pengaruh fluktuasi suhu udara dan radiasi sinar surya. Percobaan menggunakan gabah varietas bolon, yang disimpan dalam silo besi dengan diameter 150 cm dan tinggi 100 cm, yang diletakkan pada udara terbuka sehingga dinding silo dapat terkena sinar matahari langsung. Hasil pengamatan selama 100 hari penyimpanan menunjukkan adanya perbedaan kadar air antara hasil perhitungan sebesar 0.62% dan hasil pengamatan sebesar 0.58%. Pada lokasi pusat lapisan bawah silo dan di lokasi sepanjang 5 cm dari dinding terjadi penurunan kadar air sebesar 3%. Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna beras, sementara peningkatan butir retak paling banyak terjadi di sekitar dinding dan paling sedikit pada lokasi pusat silo. Peningkatan populasi kapang sangat kecil dan pengaruhnya tidak nyata terhadap mutu beras.

Beberapa percobaan modifikasi lumbung pengering telah dibuat oleh Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Serpong. Soemangat et al. (1987) melakukan studi implementasi pengering tipe lahat dalam tanah untuk jagung. Karakteristik utama alat ini adalah; (a) berukuran 4.6 m x 2.1 m x 1.8 m, terdiri atas ruang piramida, tungku, plenum, cerobong dan atap, (b) kapasitas pengering 1 ton, (c) waktu

pengeringan 13 jam pada suhu 68 oC untuk menurunkan kadar air dari 35%

menjadi 17% basis basah, (d) beroperasi pada malam hari dan musim hujan pada suhu lingkungan 24 oC dan RH 96%. Pengering ini pertama kali dikembangkan oleh SUCA (Silliman University College of Agriculture) pada tahun 1984 di Afrika.


(43)

Lumbung pengering bahan bakar non-konvensional IRRI (Harlos et al.

1983) dikembangkan lebih lanjut oleh Jeon et al. (1983), dengan kapasitas pengeringan 8 ton/proses dapat mengeringkan gabah dari kadar air 20% menjadi 14% basis basah selama 6-12 jam pada suhu 39-42 oC dan laju hisapan udara sebesar 9.83 m3/ m3 /mnt.

Komar (1988) meneliti sebuah alat penyimpan sekaligus pengering berupa sebuah sistem lumbung pengering gabah bahan bakar sekam. Penelitian ini menghasilkan suatu bangunan lumbung berukuran 3 m x 2 m x 3 m yang dapat menghasilkan antara lain: suhu udara panas 35-40 oC, RH 55-58.72%, laju aerasi 3.09 x 10-3 kg/dtk selama pengeringan dan suhu udara ruangan 30-33 oC, RH 56.89-60% dengan laju aerasi 1.12 x 10-4 kg/dtk selama penyimpanan. Lumbung dengan muatan 500 kg gabah ini dapat menurunkan kadar airnya dari 27.63% basis kering menjadi 15% b.k dalam jangka waktu 36 jam, dengan konsumsi bahan bakar selama pengeringan adalah 3.3 kg/jam, efisiensi panas tungku yang digunakan adalah 60%. Percobaan penyimpanan gabah dalam lumbung selama dua bulan, dengan memanfaatkan panas surya yang dipindahkan melalui atap seng gelombang ke ruang lumbung untuk menurunkan dan mempertahankan kadar air gabah. Penyimpanan ini menghasilkan indeks kerusakan antara 1-5 dan susut bahan kering antara 1-1.5, dari nilai indeks tersebut lumbung dapat digunakan untuk penyimpanan gabah jangka panjang.

Widodo et al. (1994) di BBP MEKTAN Serpong melakukan analisis teknis

dan ekonomis pada pengering padi dengan menggunakan Drying and Storage

System (DS System). DS Sytem tersebut terdiri dari 8 kotak pengering, motor penggerak dan kipas penghembus. Pengering ini mampu mengeringkan gabah dari kadar air 27.75-28.97% b.b menjadi 11.4% b.b dalam waktu 16 jam, dengan laju pengeringan 0.98% per jam.

Kelima model pengering dan penyimpan tersebut masih memanfaatkan mekanisme pindah panas konveksi alami dan aliran udara dengan sumber panas dari bahan bakar pada tungku maupun sinar matahari.


(44)

22

2.4Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena lain seperti reaksi kimia

yang menggunakan simulasi dengan bantuan software komputer. CFD telah

dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft.

Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan

bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. Metode CFD

menggunakan analisa numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg & Malalasekera 1995).

Wulandani (2005) telah menggunakan teknik CFD untuk mensimulasi udara pengering pada pengeringan ERK tipe rak. Dalam riset ini dilakukan analisis distribusi aliran udara yang mencakup kecepatan, suhu dan RH serta dilanjutkan dengan melakukan validasi model tersebut terhadap hasil percobaan. Analisis ini penting untuk mengoptimisasikan bentuk saluran udara yang harus didisain untuk menyeragamkan aliran udara pada pengering, sehingga diperoleh keseragaman kadar air yang berarti juga keseragaman kualitas biji.

Dalam CFD, pola aliran udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan melalui persamaan diferensial berupa koordinat cartesian. Pemecahan secara matematik dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga dimensi dengan metode volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis distribusi dan simulasi suhu dan kecepatan udara pada ruangan ISD dalam CFD dapat dilakukan dengan menggunakan software gambit 2.2.30 (meshing dan

boundary condition) dan fluent 6.1.18 (mendefinisikan model 3D, pemakaian energi, viscous model, jenis material dan sifat termofisik fluida, input nilai

boundary condition, inisialisasi, iterasi dan visualisasi). Computational Fluid Dynamics (CFD) mengandung 3 komponen utama, yaitu : pre-processor, solver

dan post-processror (Versteeg & Malalasekera 1995). 2.4.1 Pre-processor

Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan


(45)

operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang dikehendaki (perhitungan domain); 2) pembentukan grid (mesh) pada setiap domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan. Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus selalu seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak mengalami perubahan.

2.4.2 Solver

Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam

CFD dengan software fluent 6.1.18 Metode yang digunakan adalah metode

volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference) khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation) (Lampiran 6).

Proses pemecahan matematika pada solver memiliki 3 tahapan yaitu: 1) aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi sederhana; 2) diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian persamaan aljabar.

Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton); 3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika).


(46)

24

Hukum Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State

Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas. Adapun bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Versteeg & Malalasekera 1995) :

... (12) Persamaan (10) merupakan persamaan kontinyuitas untuk fluida. Ruas kiri

menggambarkan laju netto massa keluar dari elemen melewati batas dan

dinyatakan sebagai faktor konveksi.

Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera 1995) sebagai berikut :

Momentum arah x:

... (13)

Momentum arah y :

... (14)

Momentum arah z:

... (15)

Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg & Malalasekera 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel.


(47)

... (16) Persamaan state:

Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ρ dan p, maka persamaan state untuk p dan i (Versteeg & Malalasekera 1995) adalah sebagai berikut :

, ... (17) , ... (18)

Untuk gas ideal, dimana : dan

2.4.3 Post-processor

Post-processor merupakan tahapan akhir dari simulasi CFD, tahap ini berupa penampilan hasil yang diperoleh dari proses sebelumnya dalam pre-processor dan solver. Tampilan tersebut dapat berupa: a) tampilan geometri domain dan grid; b) plot vektor; c) plot permukaan 2 dan 3 dimensi; d) pergerakan partikel; e) manipulasi pandangan; f) output warna.

2.5Model Pengeringan Tumpukan (Deep Bed Drying)

Brooker et al. (1992) mengemukakan bahwa suatu model pengeringan

tumpukan diturunkan berdasarkan keseimbangan panas dan massa. Menurut Sharp (1982) dalam Napitupulu (1993), ada beberapa model pengeringan lapis tebal yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi pengeringan tumpukan diantaranya adalah: model keseimbangan, model logaritmik dan model persamaan differensial parsial. Nugroho (1986) mengemukakan bahwa hasil simulasi yang didapatkan dengan model differensial parsial lebih mendekati hasil percobaan dibandingkan dengan model keseimbangan.

Suatu model persamaan differensial parsial merupakan analisis keseimbangan kalor dan massa melalui kontrol volume seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.


(48)

26

Gambar 4 Elemen pada bak (Bala1997)

Menurut Brooker et al. (1992), untuk mempermudah penyelesaian dari persamaan pengeringan yang ada, beberapa asumsi digunakan untuk menurunkan persamaan model tersebut yaitu: 1) selama proses pengeringan, penciutan volume bahan biji-bijian diabaikan, 2) gradien temperatur dalam setiap bahan diabaikan, 3) konduksi antar biji-bijian diabaikan, 4) aliran udara bersifat plug type dan

konstan, 5) / dan / dapat diabaikan terhadap / dan / , 6)

dinding alat pengering bersifat adiabatis selama proses pengeringan dan kapasitas panasnya diabaikan, dan 7) kapasitas panas uap air dan biji-bijian dianggap tetap selama pengeringan.

Bala (1997), juga mengemukakan beberapa asumsi untuk penurunan persamaan deep bed drying, antara lain: a) aliran udara satu dimensi, b) tidak ada kehilangan panas tegak lurus aliran udara, c) kehilangan panas konduksi di dalam bak diabaikan, d) panas spesifik bijian kering, moisture dan udara konstan, e) panas laten penguapan dipengaruhi oleh moisture content, f) penyusutan bijian di dalam bak dipengaruhi oleh moisture content, g) bulk density bijian dipengaruhi oleh penyusutan, h) kontribusi (dH/dt) dan (dTa/dt) diabaikan.

Dari parameter keseimbangan entalpi dan massa pada elemen bak yang ditunjukkan pada Gambar 4, ada empat parameter yang belum ditentukan dalam model ini, yaitu: a) kadar air biji-bijian (M), b) kelembaban mutlak udara (H), c) suhu udara pengering (T) dan d) suhu bahan biji-bijian (Tg).

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Bala (1997) menurunkan persamaan model matematis diferensial parsial tipe bak, meliputi: a) keseimbangan massa, b) laju pengeringan, c) keseimbangan panas dan d) laju perpindahan panas.


(49)

2.5.1 Keseimbangan Massa

Dalam unit waktu tertentu, aliran uap air yang masuk ke dalam elemen bak

dituliskan sebagai dan keluar sebagai . Selisih antara

keduanya adalah uap air yang bertambah ke udara dari bijian. Sehingga dalam unit waktu tertentu dituliskan sebagai:

...(19) Dengan menggunakan deret Taylor untuk H dan dengan mengabaikan semua batasan dz2, maka Persamaan (19) ditulis menjadi :

...(20) ...(21) Persamaan (21) jika ditulis dalam bentuk finite difference adalah:

∆ ∆

∆ ...(22) dengan mengacu pada grid (Gambar 5) maka :

∆ ∆ ...(23)


(50)

28

2.5.2 Laju Pengeringan

Kadar air pada suatu lapis tipis biji-bijian sesuai dengan ekspresi persamaan lapis tipis yaitu:

...(24) integrasi persamaan ini dari step 1 ke 2 pada Gambar 5 menjadi:

...(25) sehingga bila t2-t1 = Δt, maka:

∆ ∆ ...(26) Persamaan (26) ditulis dalam page equation (Hall 1970; Van Rest & Isaacs 1968

dalam Bala 1997) maka:

∆ ∆ ...(27) dimana :

/ / ...(28) 2.5.3 Keseimbangan Panas

Perubahan entalpi udara = perpindahan panas konveksi ke bijian – panas yang dibawa oleh uap ke udara.

Panas yang masuk ke dalam elemen (z, z+dz) dalam suatu waktu tertentu adalah: ...(29) dan panas yang keluar adalah:

...(30) dari Persamaan (29) dan Persamaan (30)


(51)

dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (31) ditulis sebagai : ...(32) subsitusi (dH/dz)= -(ρd/Ga)(dM/dt):

...(33) Persamaan (33) menjadi :

...(34)

jika /

diasumsikan P dan Tg konstan untuk interval Δz (Gambar 5), Persamaan (34)

menjadi:

...(35) integrasi step 2 ke 4 didapatkan:

...(36) jika z4-z2=Δz , maka:

∆ ∆ ...(37)

2.5.4 Laju Perpindahan Panas

Perubahan entalpi bijian = perpindahan panas konveksi ke bijian – panas yang di supply untuk menguapkan uap air ke udara.

Pada awal waktu dt, panas bijian adalah :

...(38) dan pada t+dt adalah:


(52)

30

sehingga perubahan entalpi bijian:

...(40) dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (40) menjadi :

...(41) Persamaan (41) disusun ulang menjadi :

...(42)

Jika /

/

Diasumsikan P’ dan Q konstan terhadap waktu untuk interval dt, maka:

...(43)

Integrasi step 1 ke 2 (Gambar 5) didapatkan:

/

/ ...(44) jika t2 - t1 = Δt, maka Persamaan (44) dapat dituliskan :

/ ′ ...(45) Model pengeringan tumpukan bebijian pada prinsipnya disusun dengan membagi tumpukan (lapisan tebal) menjadi beberapa lapisan tipis, keluaran dari lapisan sebelumnya merupakan masukan untuk lapisan berikutnya dan pada setiap lapisan diasumsikan bahwa suhu dan kadar air bebijian dalam kondisi seragam.

Model persamaan differensial parsial biasanya digunakan untuk mempelajari pengeringan pada suhu tinggi. Tidak banyak model persamaan diferensial parsial yang memberikan hasil memuaskan untuk kondisi pengeringan dengan suhu rendah, kecepatan aliran udara rendah dan kedalaman bak cukup besar (Sharp 1982 dalam Napitupulu 1993).


(53)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai dengan Mei 2008, bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3000 kg jagung pipil varietas hibrida dengan kadar air rata-rata 18% b.k (range 18-20% b.k), setelah melalui proses pengeringan dengan laju tinggi (suhu udara pengering 50-60 oC) pada pengering ERK-hybrid.

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi bangunan In-Store Dryer (ISD),

termokopel (CA), hybrid recorder HR-2500E, chino recorder, anemometer merek Kanomax Model A541, moisture tester, oven drying tipe SS-204D, termometer (bola basah dan bola kering), timbangan digital Tipe EK-1200 A, kain kasa, kawat kasa, botol kaca 140 ml, jangka sorong, mistar ukur, note book dan personal computer (PC) dengan software Visual Basic 6.0, Gambit 2.2.30 & Fluent 6.1.18

3.2.3 Bangunan In-Store Dryer

Bangunan ISD yang diuji adalah suatu bangunan silo yang berbentuk

silinder dengan ukuran tinggi 3.50 m dan diameter 2.50 m, memiliki kapasitas 7.5 ton jagung. Seluruh dinding ISD terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan 0.002 m, yang diperkuat oleh rangka dari pipa-pipa besi. Dinding terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar dan dalam. Diantara kedua lapisan dinding tersebut diisi dengan busa glasswool sebagai insulator agar pemanasan oleh radiasi matahari tidak mempengaruhi kondisi dalam bangunan ini, sehingga dinding dalam kondisi adiabatis. Pada bagian atas bangunan ini terdapat lubang sebagai outlet udara dan juga untuk lubang loading bahan dengan


(54)

32

diameter bukaan 0.60 m. Gambar 6 menunjukkan skema bangunan ISD. Untuk lebih jelas posisi ISD di dalam sistem pengering terintegrasi, dapat dilihat pada gambar Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store Dryer (ISD) terintegrasi yang disajikan pada Lampiran 1.

Keterangan : 1 Pipa input 2 Pipa output

3 Outlet udara ISD

4 Kipas ISD 5 Katup penutup

6 Lantai pengering berlubang 7 Saluran outlet biji-bijian 8 Pintu kontrol

Gambar 6 Skema Bangunan ISD

Bagian dalam bangunan ISD ini dilengkapi dengan 13 buah pipa penyalur udara dengan posisi yang diatur untuk meratakan distribusi aliran udara di dalam ISD. Pipa-pipa tersebut terbuat dari plat esser berpori (diameter pori 0.004 m) yang digalvanis dengan ketebalan 0.002 m, pipa-pipa ini menurut fungsinya terdiri dari dua jenis; yaitu pipa input dan pipa output. Pipa input berjumlah 9 pipa dengan diameter 0.15 m dan tingginya 0.22 m dari lantai ISD. Pipa input ini berhubungan langsung dengan lantai pengering, ujung pipa bagian bawah

merupakan bukaan sebagai input udara dari ruang plenum. Pipa input

dikondisikan setengah berpori dengan bagian yang berpori menghadap ke dinding ISD. Pengkondisian pipa input setengah berpori didasarkan profil aliran udara seperti yang diberikan secara skematis oleh Brooker et al. (1992) yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara pipa output berjumlah 4 pipa dengan diameter 0.20 m dan tingginya 2.0 m, pipa output ini ditempatkan dalam posisi tidak berhubungan langsung dengan lantai ISD, sehingga pipa ini dianggap sebagai pipa melayang dengan jarak 0.30 m diatas lantai ISD. Penempatan pipa input dan

output udara di dalam ISD adalah berdasarkan pada profil aerasi udara, sehingga 1 2

3

4 7

8

6 5


(55)

udara dapat menyebar dengan merata. Hal ini didasarkan pada arah aliran udara pada pipa input dan output melalui tumpukan biji seperti yang dikemukakan oleh Brooker et al. (1992) yang secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3. Lokasi dari pipa-pipa penyalur udara pada koordinat bidang xz dapat dilihat pada Tabel 9, sementara penyajian gambar susunan pipa-pipa penyalur udara dalam ISD dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 9 Lokasi pipa-pipa penyalur udara dalam ISD menurut fungsinya pada bidang xz.

x(m) z (m) Diameter (m) Fungsi Unit x(m) z (m) Diameter (m) Fungsi Unit

0.8 0.8 0.15 Input 1 0.8 0 0.15 Input 1

0 - 0.8 0.15 Input 1 0 0 0.15 Input 1

-0.8 0.8 0.15 Input 1 0.4 -0.4 0.20 Output 1

0.8 - 0.8 0.15 Input 1 0.4 0.4 0.20 Output 1

0.8 0.8 0.15 Input 1 -0.4 0.4 0.20 Output 1

- 0.8 - 0.8 0.15 Input 1 -0.4 -0.4 0.20 Output 1

-0.8 0 0.15 Input 1 - - - - -

Jumlah 7 6

Lantai ISD berbentuk plenum yang dilengkapi dengan lubang unloading

bahan. Lantai terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis, dengan ukuran sesuai dengan ukuran bangunan ISD yaitu diameter atas 2.50 m, sementara tinggi plenum ini 0.20 m. Pada bagian bawah plenum terdapat dua buah lubang berbentuk persegi berukuran 0.32 m x 0.20 m yang berfungsi untuk unloading

bahan setelah selesai proses pengeringan dan penyimpanan. Pada bagian bawah ISD, di bawah lantai terdapat kipas axial sebagai penghembus udara lingkungan kedalam sistem ISD untuk proses pengeringan dengan laju rendah.

Ukuran dan kapasitas ISD yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk skala penelitian, sementara ukuran dan kapasitas silo yang banyak digunakan untuk skala lapangan dan skala komersial sesuai dengan standar ASAE dapat lihat pada Lampiran 5.


(1)

Lampiran 33 Kandungan abu, lemak dan serat pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan


(2)

Lampiran 34 Kandungan protein pada jagung hasil uji laboratorium setelah proses pengeringan dan penyimpanan


(3)

L

Lampiran 3

a

35 Sistem Pe Store Dry

a) Pengerin

a)

engering Efe yer Terintegr

ng ERK-Hyb

In-Store D

ek Rumah K rasi yang di

brid dan In-S

Dryer dan Bu

Kaca Hybrid ujicoba dala

Store Dryer t

cket Elevato

(ERK-Hybr am penelitian

terintegrasi

or

rid) dan In-n


(4)

L

Lampiran 36 Alat-alat u

a) Term tump

b) Termok menguk tempat a

ukur yang di

mokopel untu pukan biji jag

i kopel untuk kur bola bas

air sebagai b

c. Mois

igunakan dal

uk mengukur gung

mengukur sah dalam tu bola basah

sture tester d

lam penelitia

r suhu dalam

ii bola basah umpukan bij digital an m

h; i) untuk ji, ii) botol


(5)

L

Lampiran 366 (lanjutan)

a) H

b)

c)

Hybrid Recor

Chino reco

) Anemom rder

order


(6)

L

Lampiran 366 (lanjutan)

a) Ti

b)

c)

imbangan di

Jangka soro

Oven dryin igital

ng