Kerangka Teoritis dan Konseptual

untuk melakukan pelanggarantindak pidana tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi tindak pidana. 2. Preventif Upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana. Dalam upaya preventif ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya tindak pidana tersebut. 3. Represif Upaya Represif dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana yang tindakan berupa penegakan hukum law enforcement dengan menjatuhkan hukuman. Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan tindak pidana secara konsepsional yang ditempuh setalah terjadinya tindak pidana. Penanggulangan dengan upaya represif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukanya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat. 11 Selain itu, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, penegakan hukum tak hanya dalam pelaksanaan perundang-undangan saja, tapi terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu: 11 A.S Alam, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar , 2010, hlm. 79. 1. Faktor Perundang-undangan Substansi Hukum Praktek menyelenggarakan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. 2. Faktor penegak hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat, dan diaktualisasikan. 3. Faktor sarana dan fasilitas Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya. 4. Faktor masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. 5. Faktor kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis perundang-undangan harus mencerminkan nilai- nlai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum. 12 2. Konseptual Konseptional adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian. 13 Untuk mencegah salah pengertian atau perbedaan pemahaman terhadap istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, maka diberikan definisi operasionalnya antara lain: a. Upaya kepolisian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kepolisian untuk memperoleh sesuatu dan mencapai tujuan yang telah direncanakan 12 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hlm. 42. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar PenelitianHukum, Rineka Cipta Jakarta, 1983, hlm.74. sebelumnya dengan menggunakan berbagai potensi sumber daya yang dimiliki. 14 b. Kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 c. Penanggulangan tindak pidana adalah pelaksanaan kebijakan kriminal yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan oleh aparat penegak hukum, dengan menggunakan sarana pidanasarana penal maupun sarana di luar hukum pidanasarana nonpenal, dalam rangka penegakan hukum dan terciptanya kepastian hukum. 15 d. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orangsubjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan. 16 e. Pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seseorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar. 17 f. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak Pasal 1 ayat 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 14 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIK, 1997, hlm.44. 15 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti. Bandung, 2004, hlm.13. 16 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm.25. 17 Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm.40.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 lima bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pemerkosaan terhadap anak. III. METODE PENELITIAN Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai bagaimana upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pemerkosaan terhadap anak serta apa sajakah faktor yang menghambat dalam menanggulangi tindak pidana pemerkosaan terhadap anak. V. PENUTUP Bab ini merupakan kumpulan tulisan mengenai kesimpulan dan saran.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Upaya Kepolisian

Terdapat berbagai istilah yang dikenal dalam upaya kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi tindak pidana terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Hukum dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat, dengan maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita- citakan oleh masyarakat itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukannya. 18 18 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1986, hlm.7. ✁ Menurut Barda Nawawi Arief, pelaksanaan dari politik hukum pidana haruslah melalui beberapa tahap kebijakan yaitu sebagai berikut: 19 1. Tahan Formulasi Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut tahap kebijakan legislatif 2. Tahap Aplikasi Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan Hukum Pidana tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini dapat disebut sebagai tahap yudikatif. 3. Tahap Eksekusi Yaitu tahap penegakan pelaksanaan hukum seacra konkret oleh aparat- aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah 19 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm.13.