31
2. Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 beratnya melebih
5 lima gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga.
Pasal 124 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual,
menjual, membeli, menerima menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, di pidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahundan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 2. Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 beratnya melebihi 5
lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima
belas tahun dan pidana denda maksimum sebagaimna dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga.
Pasal. 25 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000,00 empat ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah.
2. Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 beratnya melebih
5 lima gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10
sepuluh tahun
dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 detambah 13 sepertiga.
32
E. Upaya Penanggulangan Kejahatan
Penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Peradilan Pidana SPP atau disebut juga penanggulangan secara penal.
Disamping itu penanggulangan lain dapat juga dengan non sistem pearadilan atau disebut juga non penal.
a. Upaya penal, adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat represif
bagi pelanggar hukum atau pelaku kejahatan. Jadi upaya ini dilakakan setelah kejahan terjadi.
b. Upaya non penal
adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat
preventif, yaitu upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Meskipun demikian apabila
pencegahan diartikan secara luas maka tindakan represif yang berupa pemberian
pidana terhadap
pelaku kejahatan
dapatlah damasukan
kedalamnya, sebab pemberian pidana juga dimakssudkan agar orang yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak
pidana.
44
Penanggulangan sistem ini dilakukan kepada pelaku kejahatan. Jadi disini penanggulangan yang dilakukan disamping yang menggunakan sifat penderitaan
bersifat deterrence, juga dilakukan penyuluhan
dan pengarahan agar tidak melakukan tindak pecurian setelah ia lepas dari masa hukuman. Dalam kamus
besar bahasa
Indonesia, pengertian
penanggulangan kejahatan
adalah menanggulangi, menghadapi, mengatasi, sedangkan penanggulangan adalah suatu
proses perbuatan
cara menanggulangi.
Dalam kriminologis
istilah
44
Barda Nawawi Arif .Kebijakan Hukum Pidana.Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 1996.hlm.5
33
penanggulangan kejahatan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk mencegah dan menanggulangi suatu tindakan kejahatan atau suatu pelanggaran
untuk melihat ketertiban dalam masyarakat.
34
III. METODE PENELITIAN
Metode merupakan suatu bentuk atau cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan mengolah, dan menyimpulkan data yang
memecahkan suatu masalah.
45
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian hukum yuridis empiris adalah
peneltian yang dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada khususnya dalam penegakan hukum. Penelitian hukum yuridis empiris merupakan
penelitian yang menitikberatkan prilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.
46
Penelitian hukum yuridis-normatif adalah penelitian mengenai pemberlakuan atau impelementasi ketentuan hukum normatif kodefikasi, undang-
undang, atau kontrak secara in action pada setiap pristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
47
45
Soerjono Soekanto. Penagntar penelitian hukum. Jakarta. Indonesia Pers: 1986, hlm. 5.
46
Suratman, H. Philips Dillah. Metode Penelitian hukum. Alfabeta. Bandung. 2012. hlm. 88.
47
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan penelitian hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004. hlm. 134.