Identifikasi Boraks Dan Formalin Pada Mie Kuning Yang Beredar Di Pasaran Secara Kualitatif

(1)

IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN

PADA MIE KUNING YANG BEREDAR DI PASARAN

SECARA KUALITATIF

TUGAS AKHIR

OLEH:

NURLIZA UTARI

NIM 122410114

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATEA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN PADA MIE KUNING YANG BEREDAR DI PASARAN SECARA KUALITATIF”. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik isi maupun teknik penyusunannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca terutama, Bapak/ Ibu staf pengajar demi kesempurnaan Tugas Akhir ini sebagai mana mestinya.

Selama proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, masukan serta bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

5. Ibu Dra. Hj. Ernawati, Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktik Kerja Lapangan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan PKL.

6. Rekan - rekan Mahasiswa/i Program Studi Diploma III Analisa Farmasi dan Makanan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih khususnya penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta Ruslizar dan Ibunda tercinta Nur’aini serta seluruh keluarga yang telah memberikan restu dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan tugas akhir ini, semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Juli 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... …. i

LEMBAR PENGESAHAN ... …. ii

KATA PENGANTAR ... …. iii

DAFTAR ISI ... …. v

DAFTAR TABEL ... …. vii

DAFTAR GAMBAR ... …. viii

BAB I PENDAHULUAN ... …. 1

1.1 Latar Belakang ... …. 1

1.2 Tujuan ... …. 3

1.3 Manfaat ... …. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... …. 4

2.1 Bahan Tambahan Pangan ... …. 4

2.2 Bahan Pengawet ... …. 7

2.3 Formalin ... …. 9

2.4 Boraks ... …. 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... …. 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... …. 16

3.2 Alat ... …. 16

3.2.1 Alat Pemeriksaan Formalin ... …. 16

3.2.2 Alat Pemeriksaan Boraks ... …. 16

3.3 Bahan ... …. 16

3.3.1 Bahan Pemeriksaan Formalin ... …. 16


(6)

3.4 Prosedur Kerja ... …. 17

3.4.1 Cara Kerja Formalin ... …. 17

3.4.2 Cara Kerja Boraks ... …. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... …. 19

4.1 Hasil ... …. 19

4.2 Pembahasan ... …. 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... …. 21

5.1 Kesimpulan ... …. 21

5.2 Saran ... …. 21

DAFTAR PUSTAKA ... …. 22


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Boraks pada Mie Kuning

Secara Kualitatif yang Beredar di Pasaran ... …. 19 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Formalin pada Mie Kuning


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Formalin ... …. 10

Gambar 2.2 Struktur Boraks ... …. 13

Gambar L.1 Sampel Mie Kuning ... …. 23

Gambar L.2 Alat Pengabuan Sampel ... …. 23

Gambar L.3 Alat Destilasi Sampel... …. 23

Gambar L.4 Hasil Uji Kromatropat Pada Sampel yang Mengandung Formalin ... …. 24

Gambar L.5 Hasil Uji Kertas Kurkumin Pada Sampel yang Mengandung Boraks ... …. 24


(9)

Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja mempunyai risiko menjadi tidak aman untuk di konsumsi karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik kimia, fisik, maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus di pahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus di perhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian di kenal dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP)


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja mempunyai risiko menjadi tidak aman untuk di konsumsi karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan-bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik kimia, fisik, maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus di pahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus di perhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan-bahan pangan, yang kemudian di kenal dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Wahyu, 2000).

Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam kesehariannya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan (Wahyu, 2000).

Untuk menghindarkan masyarakat dari resiko gangguan kesehatan akibat penyalah gunaan BTP, melalui permenkes No. 772/menkes/per/IX/88, pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah BTP yang aman untuk ditambahkan kedalam produk pangan, selain menetapkan BTP yang aman, peraturan tersebut


(11)

juga menetapkan daftar BTP yang dilarang digunakan. BTP tersebuat adalah asam borat; asam salisilat; dietilpirokarbonat; dulsin; kaliumklorat; kloramfenikol; minyak nabati yang dibrominasi; nitrofurazon dan formalin (Wahyu, 2000).

Pengunaan BTP dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Dibidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing secara pasar global (Cahyadi, 2009).

Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh (Nurchasanah, 2008).

Dalam industri makanan, bahan tambahan pangan seperti boraks juga banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).


(12)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah mie kuning yang beredar di pasaran sampel yang diperoleh dari POLDA SUMUT mengandung formalin dan boraks.

1.3 Manfaat Penelitian

Dapat mengetahui bahaya dari kandungan bahan tambahan pangan seperti formalin dan boraks yang terkandung didalam mie kuning yang beredar di pasaran bebas.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan ke dalam pangan umtuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi BTP di tambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Wahyu, 2005).

Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI No.772/menkes/per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak di gunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuat, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpangan (Cahyadi, 2009).

Dalam praktiknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen


(14)

sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan negatifnya (Wahyu, 2005).

Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:

1. Menggunakan BTP yang dilarang penggunaannya untuk makanan 2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan

Penggunaan BTP beracun yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP, serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP (Wahyu, 2005).

Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk: 1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba

perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan 5. Menghemat biaya (Wahyu, 2005).

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan nya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan sebagai; pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, penyedap,


(15)

dan penguat rasa serta aroma pengatur keasaman, pemutih, pengemulsi, pemantap, pengental dan pengeras (Wahyu, 2005).

Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut.

1. BTP yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai conto pengawet,pewarna, dan pengeras.

2. BTP yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penggunaanya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi (Cahyadi, 2009).

BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintetis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artificial atau sintetik mempunyai resiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya, biasanya, produsen pangan sekala rumah tangga atau industri kecil memakai BTP yang telah dinyatakan berbahaya karena alasan biaya. Tidak jarang produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya


(16)

untuk tekstil dan cat. Tidak aneh kalau badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) menemukan adanya formalin dalam mie, padahal, formalin bersifat desinfektan,pembunuhan hama, dan sering dipakai untuk mengawetkan mayat (Wahyu, 2005).

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut permenkes RI No.772/menkes/per/IX/88 dan No.1168/menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:

1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chloramfenicol)

5. Kalium klorat (potassium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,DEPC) 7. Nitrofiranzon (nitrofuranzone)

8. P-phenitilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) (Cahyadi, 2009). 2.2 Bahan Pengawet

Bahan pengawet dapat didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak,atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhannya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau


(17)

menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Wahyu, 2005).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbedabeda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum di gunakan adalah benzoate, propionate, nitrit, nitrat, sorbat dan sulfit (Wahyu, 2005).

Bahan pengawet mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut:

1. Gangguan sistem genetik

Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosoma dan menghambat sintesa protein. Jika gen-gen dipengaruhi oleh bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen akan dihambat.

2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran

Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membran dapat mengubah permeabilitas


(18)

sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun (Cahyadi, 2009).

Untuk melaksanakan pengawasan kualitas bahan pangan diperoleh hasil yang baik, diperlukan tiga sarana pokok, yaitu:

1. Peraturan perundang-undangan 2. Organisasi pelaksana

3. Laboratorium pengujian (Cahyadi, 2009).

Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik bagi konsumen. Akan tetapi, penambahan zat aditif tersebut bukan merupakan suatu penipuan. Sedangkan, zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat merupakan penipuan bagi konsumen, dapat menurunkan nilai gizi makanan, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan, dan tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis. Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang disebut zat aditif alami. Selain itu, zat aditif dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi tertentu, atau yang dikenal dengan zat aditif sintetik (Rosmauli dan Wuri, 2014). 2.3 Formalin

Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan


(19)

fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh (Nurchasanah, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Formalin Penggunaan formalin:

• Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih; lantai, kapal,gudang, dan pakaian

• Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain

• Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak

• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea • bahan pembuatan parfum

• bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku • pencegah korosi untuk sumur minyak

• bahan untuk insulasi busa

• bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

Formalin sering juga dipakai untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya. Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda


(20)

gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna jingga, karena potensi bahayannya terhadap tubuh manusia formalin dilarang digunakan dalam produk pangan (Wahyu, 2005).

Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga menyebabkan degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam jumlah yang banyak menyebabkan timbulnya gejala umum dan dapat menimbulkan kematian. Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran lambung atau usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formit dan sebagian kecil metil format. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang, menyebabkan muntah dan diare berdarah (Cahyadi, 2009).

Orang yang mengonsumsi tahu, mie, bakso, atau ayam berformalin beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Efek dari bahan makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin yang tinggi akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi, hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. Larutan formaldehid atau formalin bila mengenai kulit dapat menimbulkan warna keputihan disertai dengan pengerasan, serta memberikan efek arestetik. Dermatitis dan reaksi sensitivitas dapat terjadi setelah penggunaan pada konsentrasi yang


(21)

lazim digunakan, dan setelah kontak dengan residuformaldehid dalam resin (Cahyadi, 2009).

Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat,dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi adalah hak setiap orang. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan, dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, presepsi yang sama dan kerja sama antar sector tersebut mempunyai peranan penting dalam keberhasilan program keamanan pangan (Cahyadi, 2009).

Untuk meminimalisir masuknya formalin kedalam tubuh, sebaiknya mulai selektif dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Biasanya formalin digunakan dalam pembuatan makanan seperti bakso, daging olahan, mie, tahu, tempe, ikan, dan sebagainya. Secara kasat mata kita memang sulit mendeteksi makanan mana yang tercemar formalin atau bebas formalin. Sebagai konsumen kita juga harus benar-benar mencermati cirri-ciri fisik makanan yang memiliki formalin. Berikut merupakan cirri makanan yang mengunakan formalin. Ciri-ciri mie basah yang berformalin:

- Mie terasa sangat kenyal ketika dipegang

- Aromanya sangat menyengat. Tercium aroma seperti obat meskipun sudah berulang kali dibilas dengan air bahkan direbus


(22)

- Mie tahan lama jika disimpan. Apalagi dibiarkan dalam suhu ruangan bias bertahan selama 1-2 hari (Rosmauli dan Wuri, 2014).

2.4 Boraks

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Wahyu, 2005).

Gambar 2.2 Struktur Boraks

Gejala yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram, asam borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan Boraks:

• Untuk mematri logam


(23)

• Untuk pengawet kayu

• Untuk pembasmi kecoa (Nurchasanah, 2008).

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal, kalau digunakan berulang-ulang serta komulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang system saraf pusat dan menimbulkan gejala kerasukan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit, dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma bhakan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah (Nurchasanah, 2008).

Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya, boraks berbentuk balok padat, kristal, tepung bewarna putih kekuningan. Bila dilarutkan boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah digunakan orang sebagai zat pembersih (cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak kulit, boraks juga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).


(24)

Makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dari cirinya. Bakso yang berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. Mie basah yang mengandung boraks biasanya bertekstur kental, tidak lengket, lebih mengilat, dan tidak mudah putus (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi, mekanisme racun pada boraks berbeda dengan mekanismeracun pada formalin. Racun boraks tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat. Boraks yang terkandung dalam makanan akan diserap oleh tubuh kemudian disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, dan testis.. Bila akumulasi dosis boraks dalam tubuh anak kecil dan bayi mencapai 5 gram atau lebih, dapat menyebabkan kematian. Sedangkan, pada orang dewasa, dosis boraks dalam tubuh yang dapat menyebabkan kematian adalah 10-20 gram atau lebih (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan eksresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan

Identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran, dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan-Estate.

3.2 Alat

Alat untuk identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran yaitu:

3.2.1 Alat Pemeriksaan Formalin

Alat yang digunakan pada pemeriksaan formalin ini ialah Neraca analitik, Erlenmeyer, Alat Destilasi, Tabung reaksi, Penangas air.

3.2.2 Alat Pemeriksaan Boraks

Alat yang digunakan pada pemeriksaan boraks ini ialah Api bunsen, Cawan porselin, Lumpang, Tabung reaksi.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan pada identifikasi boraks dan formalin adalah mie kuning sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran

3.3.1 Bahan Pemeriksaan Formalin

Bahan-bahan yang digunakan pada pemeriksaan formalin yaitu Asam Fosfat 85%, Asam Kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60%, Larutan AgNO3, Larutan NH4OH 2 N, Larutan Fehling A & Fehling B.


(26)

3.3.2 Bahan Pemeriksaan Boraks

Bahan-bahan yang digunakan pada pemeriksaan boraks yaitu CaO, Kertas kurkumin, NH4OH 2 N, Metanol, H2SO4(pekat)

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Cara Kerja Formalin (secara kualitatif)

a. Timbang ± 50 g mie kuning masukkan ke dalam labu destilat b. Tambahkan 100 ml aquadest dan 5ml asam fosfat 85%

c. Pasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat + 50 ml yang ditampung di dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest (ujung pendingin harus tercelup ke dalam aquadest)

d. Lakukan test kualitatif terhadap destilat yaitu : -Reaksi Asam Kromatropat

Sebagian di destilat masukkan ke dalam tabung reaksi + asam kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60%, panaskan di atas waterbath → warna ungu

-Reaksi Cermin perak ( reaksi pendukung)

Destilat dalam tabung reaksi + larutan AgNO3 dan NH3OH (e) + 1 tetes NaOH → cermin perak

-Reaksi Fehling ( reaksi pendukung)


(27)

3.4.2 Cara Kerja Boraks (secara kualitatif)

a. Sampel haluskan dan homogenkan di dalam lumpang timbang ±50 g masukkan ke dalam cawan porselin + 1 g CaO campur homogen

b. Bakar di atas api langsung sampai menjadi abu ( di dalam lemari asam) c. Setelah menjadi abu, abu dibagi dua (2) lakukan reaksi identifikasi

yaitu:

1. Reaksi Kurkumin

Sebagian abu larutkan dalam HCl 2 N, celupkan kertas kurkumin, bila boraks (+), akan terjadi perubahan warna kertas kurkumin dari kuning → merah coklat, bila diteteskan NH4OH 2 N warna merah coklat → abu-abu

2. Reaksi Nyala Api

Sebagian lagi dari abu yang ada di dalam cawan porselin + H2SO4 (p) + metanol, bakar dengan korek api → nyala hijau.


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Setelah dilakukan identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran, sampel mie kuning mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet berbahaya seperti formalin dan boraks. Setelah diteliti pemakaian bahan tambahan dan bahan pengawet sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan yang aman digunakan dan dilarang digunakan.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Boraks pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Formalin pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran

No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan

1. Mie kuning Reaksi Asam Kromatropat ungu Positif Formalin

No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan

1. Mie kuning

Reaksi Kurkumin Kertas kuning merah coklat

Positif Boraks Reaksi Nyala api Nyala hijau Positif


(29)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan pemeriksaan bahan tambahan pangan dan bahan pengawet sampel mie kuning positif mengandung formalin dan boraks. Hal ini ditandai dengan sifat mie kuning yang tahan lama walaupun sudah dibiarkan beberapa hari dan perubahan warna dari kertas kurkumin dari kuning menjadi coklat kemerahan, dan terjadi perubahan warna ungu dalam reaksi asam kromatropat.

Mie yang mengandung formalin bisa bertahan lama sampai 5 hari dalam suhu kamar dan bias tahan 15 hari di dalam lemari es. Mie berformalin terasa lebih kenyal dan warnanya mengkilap. Formalin yang terdapat pada mie dapat menghasilkan bau khas yang merupakan bau dari formalin (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Formalin akan memberikan efek negative yang cukup fatal bagi kesehatan tubuh. Sifat formalin sendiri yang sangat mudah diserap melalui saluran pencernaan ketika konsumen menggunakan zat ini, sehingga formalin yang dicampur dalam makanan akan bereaksi cepat dengan lapisan lender di saluran pernapasan dan pencernaan (Wahyu, 2005).

Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mi basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan iritasi (Nurchasanah, 2008).


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran dapat disimpulkan bahwa sampel mie kuning positif mengandung bahan tambahan dan bahan pengawet yang berbahaya yaitu formalin dan boraks. Hal ini dapat di tandai dengan adanya perubahan warna ungu pada reaksi asam kromatropat dalam mie kuning yang mengandung formalin, dan perubahan warna pada kertas kurkumin dari kuning menjadi merah coklat serta nyala hijau yang dihasilkan dari reaksi nyala api pada mie kuning yang mengandung boraks.

5.2 Saran

-Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih dan membeli mie kuning yang di jual di pasaran bebas

-Disarankan kepada pemerintah untuk melakukan penga wasan secara ketat dan terus menerus terhadap makanan yang

mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet yang berbahaya serta melakukan penyuluhan terhadap masyarakat maupun pasar yang menjual mie kuning yang mengandung formalin dan boraks


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Halaman 57.

Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 253-282.

Nurchasanah, (2008). What Is In Your Food. Jawa Barat : Hayati Qualita. Halaman 130-133.

Rosmauli, dan Wuri, Y. (2014). Ini Dia Zat Berbahaya di Balik Makanan Lezat. Jakarta: Bhafana. Halaman 18-23

Wahyu, (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bandung: IPB Press. Halaman 5-20.


(32)

LAMPIRAN

Gambar L.1 Sampel Mie Kuning

Gambar L.2 Alat Pengabuan Sampel


(33)

Gambar L.4 Hasil Uji Kromatropat Pada Sampel yang Mengandung Formalin


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Setelah dilakukan identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran, sampel mie kuning mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet berbahaya seperti formalin dan boraks. Setelah diteliti pemakaian bahan tambahan dan bahan pengawet sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan yang aman digunakan dan dilarang digunakan.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Boraks pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Formalin pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran

No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan

1. Mie kuning Reaksi Asam Kromatropat ungu Positif Formalin No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan

1. Mie kuning

Reaksi Kurkumin Kertas kuning merah coklat

Positif Boraks Reaksi Nyala api Nyala hijau Positif


(2)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan pemeriksaan bahan tambahan pangan dan bahan pengawet sampel mie kuning positif mengandung formalin dan boraks. Hal ini ditandai dengan sifat mie kuning yang tahan lama walaupun sudah dibiarkan beberapa hari dan perubahan warna dari kertas kurkumin dari kuning menjadi coklat kemerahan, dan terjadi perubahan warna ungu dalam reaksi asam kromatropat.

Mie yang mengandung formalin bisa bertahan lama sampai 5 hari dalam suhu kamar dan bias tahan 15 hari di dalam lemari es. Mie berformalin terasa lebih kenyal dan warnanya mengkilap. Formalin yang terdapat pada mie dapat menghasilkan bau khas yang merupakan bau dari formalin (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Formalin akan memberikan efek negative yang cukup fatal bagi kesehatan tubuh. Sifat formalin sendiri yang sangat mudah diserap melalui saluran pencernaan ketika konsumen menggunakan zat ini, sehingga formalin yang dicampur dalam makanan akan bereaksi cepat dengan lapisan lender di saluran pernapasan dan pencernaan (Wahyu, 2005).

Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mi basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan iritasi (Nurchasanah, 2008).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran dapat disimpulkan bahwa sampel mie kuning positif mengandung bahan tambahan dan bahan pengawet yang berbahaya yaitu formalin dan boraks. Hal ini dapat di tandai dengan adanya perubahan warna ungu pada reaksi asam kromatropat dalam mie kuning yang mengandung formalin, dan perubahan warna pada kertas kurkumin dari kuning menjadi merah coklat serta nyala hijau yang dihasilkan dari reaksi nyala api pada mie kuning yang mengandung boraks.

5.2 Saran

- Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih dan membeli mie kuning yang di jual di pasaran bebas

- Disarankan kepada pemerintah untuk melakukan penga wasan secara ketat dan terus menerus terhadap makanan yang

mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet yang berbahaya serta melakukan penyuluhan terhadap masyarakat maupun pasar yang menjual mie kuning yang mengandung formalin dan boraks


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Halaman 57.

Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 253-282.

Nurchasanah, (2008). What Is In Your Food. Jawa Barat : Hayati Qualita. Halaman 130-133.

Rosmauli, dan Wuri, Y. (2014). Ini Dia Zat Berbahaya di Balik Makanan Lezat. Jakarta: Bhafana. Halaman 18-23

Wahyu, (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bandung: IPB Press. Halaman 5-20.


(5)

LAMPIRAN

Gambar L.1 Sampel Mie Kuning

Gambar L.2 Alat Pengabuan Sampel


(6)

Gambar L.4 Hasil Uji Kromatropat Pada Sampel yang Mengandung Formalin