Identifikasi Boraks Dan Formalin Pada Mie Kuning Yang Beredar Di Pasaran Secara Kualitatif

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan ke dalam pangan umtuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi BTP di tambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Wahyu, 2005).

Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI No.772/menkes/per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak di gunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuat, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpangan (Cahyadi, 2009).

Dalam praktiknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen


(2)

sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan negatifnya (Wahyu, 2005).

Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:

1. Menggunakan BTP yang dilarang penggunaannya untuk makanan 2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan

Penggunaan BTP beracun yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP, serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP (Wahyu, 2005).

Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk: 1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba

perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan 5. Menghemat biaya (Wahyu, 2005).

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan nya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan sebagai; pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, penyedap,


(3)

dan penguat rasa serta aroma pengatur keasaman, pemutih, pengemulsi, pemantap, pengental dan pengeras (Wahyu, 2005).

Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut.

1. BTP yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai conto pengawet,pewarna, dan pengeras.

2. BTP yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penggunaanya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi (Cahyadi, 2009).

BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintetis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artificial atau sintetik mempunyai resiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya, biasanya, produsen pangan sekala rumah tangga atau industri kecil memakai BTP yang telah dinyatakan berbahaya karena alasan biaya. Tidak jarang produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya


(4)

untuk tekstil dan cat. Tidak aneh kalau badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) menemukan adanya formalin dalam mie, padahal, formalin bersifat desinfektan,pembunuhan hama, dan sering dipakai untuk mengawetkan mayat (Wahyu, 2005).

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut permenkes RI No.772/menkes/per/IX/88 dan No.1168/menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:

1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chloramfenicol)

5. Kalium klorat (potassium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,DEPC) 7. Nitrofiranzon (nitrofuranzone)

8. P-phenitilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) (Cahyadi, 2009). 2.2 Bahan Pengawet

Bahan pengawet dapat didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak,atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhannya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau


(5)

menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Wahyu, 2005).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbedabeda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum di gunakan adalah benzoate, propionate, nitrit, nitrat, sorbat dan sulfit (Wahyu, 2005).

Bahan pengawet mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut:

1. Gangguan sistem genetik

Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosoma dan menghambat sintesa protein. Jika gen-gen dipengaruhi oleh bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen akan dihambat.

2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran

Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membran dapat mengubah permeabilitas


(6)

sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun (Cahyadi, 2009).

Untuk melaksanakan pengawasan kualitas bahan pangan diperoleh hasil yang baik, diperlukan tiga sarana pokok, yaitu:

1. Peraturan perundang-undangan 2. Organisasi pelaksana

3. Laboratorium pengujian (Cahyadi, 2009).

Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik bagi konsumen. Akan tetapi, penambahan zat aditif tersebut bukan merupakan suatu penipuan. Sedangkan, zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat merupakan penipuan bagi konsumen, dapat menurunkan nilai gizi makanan, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan, dan tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis. Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang disebut zat aditif alami. Selain itu, zat aditif dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi tertentu, atau yang dikenal dengan zat aditif sintetik (Rosmauli dan Wuri, 2014). 2.3 Formalin

Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan


(7)

fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh (Nurchasanah, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Formalin Penggunaan formalin:

• Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih; lantai, kapal,gudang, dan pakaian

• Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain

• Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak

• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea • bahan pembuatan parfum

• bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku • pencegah korosi untuk sumur minyak

• bahan untuk insulasi busa

• bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

Formalin sering juga dipakai untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya. Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda


(8)

gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna jingga, karena potensi bahayannya terhadap tubuh manusia formalin dilarang digunakan dalam produk pangan (Wahyu, 2005).

Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga menyebabkan degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam jumlah yang banyak menyebabkan timbulnya gejala umum dan dapat menimbulkan kematian. Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran lambung atau usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formit dan sebagian kecil metil format. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang, menyebabkan muntah dan diare berdarah (Cahyadi, 2009).

Orang yang mengonsumsi tahu, mie, bakso, atau ayam berformalin beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Efek dari bahan makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin yang tinggi akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi, hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. Larutan formaldehid atau formalin bila mengenai kulit dapat menimbulkan warna keputihan disertai dengan pengerasan, serta memberikan efek arestetik. Dermatitis dan reaksi sensitivitas dapat terjadi setelah penggunaan pada konsentrasi yang


(9)

lazim digunakan, dan setelah kontak dengan residuformaldehid dalam resin (Cahyadi, 2009).

Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat,dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi adalah hak setiap orang. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan, dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, presepsi yang sama dan kerja sama antar sector tersebut mempunyai peranan penting dalam keberhasilan program keamanan pangan (Cahyadi, 2009).

Untuk meminimalisir masuknya formalin kedalam tubuh, sebaiknya mulai selektif dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Biasanya formalin digunakan dalam pembuatan makanan seperti bakso, daging olahan, mie, tahu, tempe, ikan, dan sebagainya. Secara kasat mata kita memang sulit mendeteksi makanan mana yang tercemar formalin atau bebas formalin. Sebagai konsumen kita juga harus benar-benar mencermati cirri-ciri fisik makanan yang memiliki formalin. Berikut merupakan cirri makanan yang mengunakan formalin. Ciri-ciri mie basah yang berformalin:

- Mie terasa sangat kenyal ketika dipegang

- Aromanya sangat menyengat. Tercium aroma seperti obat meskipun sudah berulang kali dibilas dengan air bahkan direbus


(10)

- Mie tahan lama jika disimpan. Apalagi dibiarkan dalam suhu ruangan bias bertahan selama 1-2 hari (Rosmauli dan Wuri, 2014).

2.4 Boraks

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Wahyu, 2005).

Gambar 2.2 Struktur Boraks

Gejala yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram, asam borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan Boraks:

• Untuk mematri logam


(11)

• Untuk pengawet kayu

• Untuk pembasmi kecoa (Nurchasanah, 2008).

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal, kalau digunakan berulang-ulang serta komulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang system saraf pusat dan menimbulkan gejala kerasukan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit, dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma bhakan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah (Nurchasanah, 2008).

Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya, boraks berbentuk balok padat, kristal, tepung bewarna putih kekuningan. Bila dilarutkan boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah digunakan orang sebagai zat pembersih (cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak kulit, boraks juga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).


(12)

Makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dari cirinya. Bakso yang berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. Mie basah yang mengandung boraks biasanya bertekstur kental, tidak lengket, lebih mengilat, dan tidak mudah putus (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi, mekanisme racun pada boraks berbeda dengan mekanismeracun pada formalin. Racun boraks tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat. Boraks yang terkandung dalam makanan akan diserap oleh tubuh kemudian disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, dan testis.. Bila akumulasi dosis boraks dalam tubuh anak kecil dan bayi mencapai 5 gram atau lebih, dapat menyebabkan kematian. Sedangkan, pada orang dewasa, dosis boraks dalam tubuh yang dapat menyebabkan kematian adalah 10-20 gram atau lebih (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan eksresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).


(1)

fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh (Nurchasanah, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Formalin Penggunaan formalin:

• Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih; lantai, kapal,gudang, dan pakaian

• Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain

• Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak

• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea • bahan pembuatan parfum

• bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku • pencegah korosi untuk sumur minyak

• bahan untuk insulasi busa

• bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

Formalin sering juga dipakai untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya. Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda


(2)

gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna jingga, karena potensi bahayannya terhadap tubuh manusia formalin dilarang digunakan dalam produk pangan (Wahyu, 2005).

Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga menyebabkan degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam jumlah yang banyak menyebabkan timbulnya gejala umum dan dapat menimbulkan kematian. Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran lambung atau usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formit dan sebagian kecil metil format. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang, menyebabkan muntah dan diare berdarah (Cahyadi, 2009).

Orang yang mengonsumsi tahu, mie, bakso, atau ayam berformalin beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Efek dari bahan makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin yang tinggi akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi, hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. Larutan formaldehid atau formalin bila mengenai kulit dapat menimbulkan warna keputihan disertai dengan pengerasan, serta memberikan efek arestetik. Dermatitis dan reaksi sensitivitas dapat terjadi setelah penggunaan pada konsentrasi yang


(3)

lazim digunakan, dan setelah kontak dengan residuformaldehid dalam resin (Cahyadi, 2009).

Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat,dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi adalah hak setiap orang. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan, dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, presepsi yang sama dan kerja sama antar sector tersebut mempunyai peranan penting dalam keberhasilan program keamanan pangan (Cahyadi, 2009).

Untuk meminimalisir masuknya formalin kedalam tubuh, sebaiknya mulai selektif dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Biasanya formalin digunakan dalam pembuatan makanan seperti bakso, daging olahan, mie, tahu, tempe, ikan, dan sebagainya. Secara kasat mata kita memang sulit mendeteksi makanan mana yang tercemar formalin atau bebas formalin. Sebagai konsumen kita juga harus benar-benar mencermati cirri-ciri fisik makanan yang memiliki formalin. Berikut merupakan cirri makanan yang mengunakan formalin. Ciri-ciri mie basah yang berformalin:

- Mie terasa sangat kenyal ketika dipegang

- Aromanya sangat menyengat. Tercium aroma seperti obat meskipun sudah berulang kali dibilas dengan air bahkan direbus


(4)

- Mie tahan lama jika disimpan. Apalagi dibiarkan dalam suhu ruangan bias bertahan selama 1-2 hari (Rosmauli dan Wuri, 2014).

2.4 Boraks

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Wahyu, 2005).

Gambar 2.2 Struktur Boraks

Gejala yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram, asam borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan Boraks:

• Untuk mematri logam


(5)

• Untuk pengawet kayu

• Untuk pembasmi kecoa (Nurchasanah, 2008).

Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal, kalau digunakan berulang-ulang serta komulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang system saraf pusat dan menimbulkan gejala kerasukan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit, dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma bhakan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah (Nurchasanah, 2008).

Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya, boraks berbentuk balok padat, kristal, tepung bewarna putih kekuningan. Bila dilarutkan boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah digunakan orang sebagai zat pembersih (cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak kulit, boraks juga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).


(6)

Makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dari cirinya. Bakso yang berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. Mie basah yang mengandung boraks biasanya bertekstur kental, tidak lengket, lebih mengilat, dan tidak mudah putus (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi, mekanisme racun pada boraks berbeda dengan mekanismeracun pada formalin. Racun boraks tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat. Boraks yang terkandung dalam makanan akan diserap oleh tubuh kemudian disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, dan testis.. Bila akumulasi dosis boraks dalam tubuh anak kecil dan bayi mencapai 5 gram atau lebih, dapat menyebabkan kematian. Sedangkan, pada orang dewasa, dosis boraks dalam tubuh yang dapat menyebabkan kematian adalah 10-20 gram atau lebih (Rosmauli dan Wuri, 2014).

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan eksresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009).