Penggunaan Zeolit dan Tanah Aluvial Sebagai Media Penyaring

12 plants seperti enceng gondok Eichornia crassipes, kayambang Lemna minor, paku air Azolla pinnata, ki apu Spirodella polyrrhira, 2 kelompok tumbuhan di dalam air submerged plants seperti Elodia, Ceratophyllum, Hydrilla, 3 kelompok tumbuhan ampfibius amphibious plants seperti wawalingian Typha domingensis, mendong Fimbristylis globulosa, kangkung Ipomoea aquatica, genjer Limnocharis flava, seladah air Nosturium officinale. Tindakan pemulihan remediasi limbah dan pencemaran lingkungan dengan menggunakan tumbuhan air dikenal sebagai teknologi fitoremediasi, yaitu suatu konsep yang didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik senyawa organik maupun anorganik.

2.3. Penggunaan Zeolit dan Tanah Aluvial Sebagai Media Penyaring

Banyak cara yang dilakukan untuk melakukan pengolahan terhadap air limbah. Pengolah limbah yang banyak dikenal ialah teknik penyaringan, pengendapan, penyerapan dan penjerapan. Media yang sering digunakan adalah pasir, ijuk, arang batok, kerikil, tawas, bubuk kapur. Saat ini zeolit banyak digunakan sebagai media penyaring. Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang terutama tersusun oleh kation- kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga demensi dan mempunyai pori- pori atau ruang yang dapat diisi oleh kation lain ataupun molekul air. Penelitian dan penggunaan zeolit di sektor pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan pengontrol polusi telah banyak dilakukan. Dari hasil penelitian tersebut, pada 10 tahun terakhir telah merubah kedudukan zeolit dari bahan yang hampir tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi mineral yang ekonomis untuk dikembangkan Poerwadi, 1997. Penggunaan zeolit pada umumnya didasarkan kepada sifat-sifat kimia dan fisika zeolit, seperti zeolit mempunyai kemampuan menukar kation-kation dengan kation lain, seperti kation yang dibutuhkan oleh tanaman kalium dan kalsium. Zeolit juga mempunyai daya jerap yang baik terhadap ammonium Goto, 1990. Zeolit juga berperan sebagai adsorpsi yang selektif, sebagai penukar kation. Kation-kation dalam zeolit dapat dipertukarkan dengan kation lain dalam suatu larutan, zeolit juga bisa sebagai penukar anion. Zeolit saat ini telah banyak digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk menurunkan bahan pencemar. Hal ini didasarkan oleh kemampuan zeolit untuk 13 mengubah kation suatu limbah dalam jumlah yang besar secara selektif. Zeolit mempunyai spesifikasi secara umum, komposisi kimia : SiO 2 55-56, Al 2 O 3 28-30, Fe 2 O 2 0.5, CaO, MgO 2, TiO 2 0.03, Na 2 O 0.05, K 2 O 7. Zeolit sebagai pengontrol limbah telah digunakan pada limbah radioaktif, limbah rumahtangga, limbah peternakan, limbah pabrik asam sulfat Arifin, 1991; Tsitsishvili et al., 1992. Di Jepang dan Amerika zeolit telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan industri, untuk meningkatkan hasil pertanian, maupun untuk perbaikan lingkungan Suwardi. 1995. Poerwadi 1997 melaporkan, bahwa zeolit mempunyai kapasitas tukar ion dan sebagai adsorpsi yang selektif terhadap kation NH 4 + , Pb 2+ , Zn 2+ , Cu 2+ , Fe 2+ , dan Mn 2+ , sedangkan untuk anion fosfat, sulfat, dan nitrat, ukuran zeolit yang digunakan adalah 40 mesh atau 0.37 cm. Untuk limbah organik mampu dikurangi sampai kurang-lebih 35. Tanah aluvial inceptisol, fluvisol, entisol merupakan tanah muda, dan belum berkembang lanjut, tanah ini biasanya cukup subur, kandungan pasirnya kurang dari 60 Hardjowigeno, 1987. Tanah aluvial sering dijumpai dari dataran rendah sepanjang aliran sungai, rawa air tawar, pasang surut, teras sungai, sampai ke dataran dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut dpl, yang merupakan tanah yang sangat produktif untuk pertanian Buckman dan Brady, 1982; Foth, 1994; Hakim et al., 1986. Secara umum limbah cair dapat diolah dengan menggunakan kombinasi teknologi fisika, kimia, dan biologi. Bioteknologi biasanya diaplikasikan untuk pengolahan limbah cair dalam bentuk senyawa yang larut dalam air, dan yang tidak dapat diendapkan seperti koloida, pati serta bahan organik terlarut Barnes, 1990. Metode yang biasa dipakai adalah dengan menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, khamir dan mikroalga. Namun penggunaan mikroorganisme ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah kemampuan tanaman yang kurang pada konsentrasi limbah yang tinggi dan resiko pencemaran lingkungan sekitar oleh mikroorganisme itu sendiri. Limbah cair biasanya mengandung berbagai bahan pencemar berbahaya, seperti yang disajikan pada Tabel 1, dengan tingkat percemaran berbeda-beda seperti yang disajikan pada Tabel 2. Pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis tumbuhan saat ini telah mendapat perhatian luas di negara-negara maju dan berkembang. Metode pemanfaatan media penyaring dengan membuat rawa buatan dan tumbuhan air 14 sebagai penyerap bahan pencemar banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair dengan tingkat pencemaran sedang dengan kadar kebutuhan oksigen biologi BOD 5 kurang dari 300 mgl Gray dan Biddlestone, 1995. Pemanfaatan tumbuhan air dengan media penyaring rawa buatan secara langsung pada limbah cair dengan konsentrasi bahan pencemar yang tinggi bisa menyebabkan tumbuhan tidak mampu beradaptasi dengan baik dan akhirnya tumbuhan akan mati. Hal ini dapat dipahami mengingat teknologi yang digunakan biasanya sangat sederhana. Untuk pengolahan limbah cair dengan tingkat pencemaran BOD 5 lebih besar dari 300 mgl dapat digunakan enzim yang diektrak dari tanaman Gray dan Biddlestone, 1995. Tabel 1. Berbagai unsur dan zat pencemar yang terdapat dalam limbah cair. Jenis Unsur Bentuknya Karbon Nitrogen Fosfor Partikel tersuspensi  logam berat  patogen Senyawa yang mudah terdegradasi diukur sebagai BOD 5 Senyawa yang lambat terdegradasi dan senyawa yang tidak mudah terdegradasi diukur sebagai COD Terdapat dalam berbagai bentuk diukur sebagai N-total, N-organik, NH 4 –N, NO 3 -N dan NO 2 –N. Terdapat dalam berbagai bentuk diukur sebagai orthofosfat dan fosfat total. Seperti Fe, Mn, Pb, Zn, dan unsur logam lainnya Diukur dalam unit pembentukan koloni per gram bobot kering atau bobot basah. Sumber : Gray dan Biddlestone, 1995 Tabel 2. Klasifikasi tingkat pencemaran bahan organik dari limbah cair Tingkat Pencemaran Nilai BOD 5 mgl Sumber limbah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat  45 45 – 300 300 – 3000  3000 Efluen dari pengolahan limbah sekunder Efluen dari pen golahan limbah primer Limbah industri Limbah industri Sumber : Gray dan Biddlestone, 1995 Belajar dari proses pembersihan air yang terjadi di lahan rawa alami, maka para ahli lingkungan mengembangkan teknologi pengolah limbah cair dengan menciptakan rawa buatan, dengan cara mendesain wadah yang mirip dengan lahan rawa alami dan menanaminya dengan tumbuhan air yang dapat hidup dalam suasana basah. Dari hasil percobaan dengan menggunakan substrat limbah cair yang berasal dari lingkungan pemukiman, telah dicoba pada lahan rawa buatan, dilaporkan bahwa tumbuhan seperti 15 Ipomea aquatica Forsk dan Sagittaria sagittifolia K, mampu menyerap N-total sebesar 92, dan fosfat-total 99 Ozaki, 1999. Tumbuhan air yang timbul dan tumbuhan air mengapung lebih banyak digunakan dalam melakukan kajian pengolahan limbah cair dengan lahan rawa buatan. Jenis vegetasi yang timbul seperti Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae, Panicum helitomom, Pontederia cordat, Sagitaria lancifolia, dan Thypa latifolia, adalah jenis tumbuhan air yang telah dicoba pada pengolahan limbah cair yang berasal dari daerah peternakan, dengan memanfaatan lahan rawa buatan berbasis tumbuhan air Surrency, 1993. Jenis tumbuhan mengapung seperti Eichornia crassipes, Silvinia natans, Azolla pinnata di Indonesia telah lama digunakan untuk pengolahan limbah cair secara tradisioanl, dan bahkan proses pencucian limbah terjadi secara alamiah di hulu sungai. Tumbuhan air yang mengapung banyak digunakan karena tingkat pertumbuhan tumbuhan air yang tinggi dan kemampuannya untuk langsung menyerap hara secara langsung dari lahan basah. Karena akar tanaman berfungsi sebagai filtrasi dan mampu mengadsorpsi padatan tersuspensi serta tempat hidup mikroorrganisme yang mampu menghilangkan unsur hara dari lahan rawa Reddy dan deBusk, 1985. Sejak tahun 1970-an di AS telah dibangun sekitar 1600 unit rawa buatan, dan di Eropa beroperasi sekitar 5000 unit rawa buatan untuk membersihkan air limbah. Pada tahun 2002, jumlah rawa buatan untuk membersihkan air telah melebihi 8000 unit, yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara maju. Sedangkan rawa alami yang terdapat di sekitar danau atau laut, yang dulunya direklamasi untuk pertanian atau terbengkalai karena dieksploitasi secara berlebihan, sekarang direstorasi untuk pembersih air dan pelestarian lingkungan hidup Khiatudin, 2003. Dalam suatu kajian awal di Swedia dengan memanfaatkan air limbah yang telah diolah, sehingga tahap pengolahan kedua, telah dicoba digunakan untuk mengairi tanaman Salix viminalis yang dibudidayakan untuk bahanbakar. Dari hasil percobaan tersebut dilaporkan bahwa tanaman tersebut mampu menghilangkan senyawa fosfor antara 90 - 97 dan BOD 5 antara 74 - 82 dari air limbah, dan nitrogen antara 82 - 93. Kinerja tersebut sebanding dengan yang dicapai oleh fasilitas pembersih air limbah konvensional hingga tahap ketiga Khiatuddin, 2003. 16

2.4. Bentuk Media Penyaring Buatan