Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Mangrove

85 pada tahun 2017 senilai Rp 13. 830.685.540,00. Namun juga mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2050. Perkembangan produksi udang dan TR pada kondisi optimal disajikan pada Gambar 17. Sehingga dapat dilihat bahwa dengan mengkonservasi pada luasan optimal akan meningkatkan produksi udang dan pendapatan TR. Persamaan matematis simulasi dan nilai variabel pada kondisi existing dan pada kondisi optimal dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16.

6.5. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Mangrove

Pengelolaan sumberdaya mangrove perlu dilakukan untuk menjaga pemanfaatan sumberdaya tersebut secara lestari sehingga pemanfaatan yang dilakukan secara optimal dapat diwarisi untuk generasi mendatang. Gambar 17. Grafik Produksi Udang dan TR pada Luasan Mangrove kondisi Optimal Produksi Udang TR 86 Menurunnya luasan sumberdaya mangrove akibat adanya perubahan alih fungsi ekosistem mangrove tersebut akan mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat perikanan disekitarnya. Kehilangan sumberdaya ini secara menyeluruh akan mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman sumberdaya hayati lainnya seperti berbagai jenis ikan dan fauna lainnya. Hal inipun dapat membuat hasil tangkapan udang berkurang. Keberadaan sumberdaya mangrove tersebut memerlukan strategi kebijakan dalam mempertahankan keberadaannya, diantaranya 1. Dapat mengimplementasikan pengelolaan pada tingkat luasan mangrove optimal yaitu dengan merealisasikan kawasan sumberdaya mangrove menjadi kawasan perlindungan kawasan konservasi di titik optimal yaitu 117,368 Ha. Karena b erdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan Pasal 2. Dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi Pasal 43. Selain itu berdasarkan hasil analisis pada grafik pada Gambar 16 yaitu jika mengkonservasi 100 pada kondisi existing pada Tahun 2004 terjadi peningkatan produksi udang pada 16 tahun mendatang, namun jika mengkonservasi 100 pada kondisi optimal Gambar 17 maka peningkatan produksi akan lebih cepat dicapai yaitu 5 tahun lebih cepat dan akan meningkatkan pendapatan nelayan. Pada kondisi pengelolaan optimal dihasilkan jumlah total produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 87 pengelolaan exsisting serta jumlah penurunan TR yang lebih rendah dalam jangka panjang. Sehingga kebijakan pengelolaan optimal menunjukkan tingkat pengelolaan yang lebih baik, 2. Sumberdaya mangrove yang telah terdegradasi perlu dilakukan rehabilitasi lahan. Kegiatan rehabilitasi adalah langkah perbaikan kawasan dengan melakukan tindakan penanaman pohon mangrove dalam upaya menghindari kerusakan yang lebih besar. Untuk meningkatkan intensitas penguasaan teknologi dan diseminasi informasi mangrove dapat dilakukan berbagai upaya seperti yang telah dilakukan Departemen Kehutanan yaitu mengembangkan Pusat Rehabilitasi Mangrove Mangrove Centre di Denpasar – Bali untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang selanjutnya akan difungsikan untuk kepentingan pelatihan, penyusunan dan sebagai pusat informasi. Mengembangkan Sub Centre Informasi Mangrove di Pemalang – Jawa Tengah untuk wilayah Pulau Jawa, di Sinjai – Sulawesi Selatan untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, di Langkat – Sumatera Utara untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. 3. Kebijakan yang terkait dengan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan mangrove secara lestari. 4. Perlunya regulasi dari pemerintah dengan menata perizinan dan kawasan usaha, 5. Penguatan pengawasan dan penegakan hukum, dengan berbagai ketentuan hukum dalam pengelolaan sumberdaya mangrove tersebut yang memberikan sanksi kepada pengusaha pemilik izin yang tidak patuh ataupun masyarakat perikanan yang memanfaatkan sumberdaya tersebut.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai informasi penting dalam keterkaitan pengelolaan sumberdaya mangrove dan udang yang berkelanjutan di Pulau Belakang Padang, sebagai berikut : 1 Luas mangrove di Pulau Belakang Padang mengalami penyusutan dari 206,6 ha 1989 menjadi 110,5 ha 2004 yang disebabkan diantaranya oleh tumpahan minyak Natuna Sea pada Oktober tahun 2000 seluas 150 ha dan perubahan lahan menjadi pemukiman rata-rata pertahun seluas 174,81 ha, 2 Berdasarkan hasil analisis perhitungan dan model, didapat hubungan antara produksi udang, upaya penangkapan effort dan luas mangrove sebagai : h = 0,0268EM + 1,141E-05 E 2 , yang dapat dipergunakan untuk menghitung manfaat hutan mangrove sebagai tempat pemijahan spawning ground , 3 Produktivitas marjinal dari mangrove area MP M adalah 57,994 ton per km 2 dan marjinal produktivitas dari upaya penangkapan MP E adalah 0,085 ton per trip kapal trammel net. Keduanya memiliki hubungan yang linear, dimana jika terjadi perubahan luas mangrove yang positif akan mengakibatkan perubahan produksi udang yang positif pula. Demikian juga dengan perubahan upaya penangkapan yang positif akan mengakibatkan perubahan produksi udang yang positif, 4 Berdasarkan hasil analisis simulasi dari efek kehilangan luasan mangrove pada saat ekuilibrium open access di Pulau Belakang Padang pada periode