8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi dan Sumberdaya Alam
Ilmu ekonomi secara konvesional didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumberdaya yang langka. Sumberdaya menurut
ensikklopedia Webster dalam Fauzi 2004 adalah kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu; sumber persediaan penunjang atau bantuan; sarana yang dihasilkan
oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Dalam pengertian umum, sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumberdaya
adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia Fauzi, 2004.
Ilmu ekonomi sumberdaya alam adalah ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya alam seperti air, lahan, ikan, hutan. Sehingga secara eksplisit ilmu ini
mencari jawaban seberapa besar sumberdaya harus di ekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Fauzi, 2004. Menurut Conrad dan
Clark 1995 dalam Adrianto 2005 ekonomi sumberdaya adalah cabang ilmu ekonomi yang memfokuskan pada alokasi sumberdaya optimal baik statik maupun dinamik untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Akar dari setiap permasalahan ekonomi adalah kelangkaan sumberdaya dimana pada saat yang sama kebutuhan manusia senantiasa
dipenuhi Adrianto, 2005. Terdapat empat implikasi ekonomi untuk mengatasi masalah kelangkaan sumberdaya tersebut, yaitu Hussen, 2000 dalam Adrianto 2005: 1 Pilihan
choice, implikasi ini menunjukan bahwa manusia harus memilih sumberdaya yang paling sesuai dan men-set prioritas untuk pemenuhan kebutuhannya; 2 Oportunity cost,
setiap pilihan yang dilakukan akan berimplikasi pada timbulnya biaya untuk mendapatkan pilihan tersebut; 3 Efisiensi, implikasi dari kelangkaan sumberdaya
adalah bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara efisien; 4 Institusi
9 sosial, implikasi kelangkaan sumberdaya adalah adanya konflik, maka diperlukan
pendekatan institusi yang mampu mengalokasikan sumberdaya.
2.2 Jenis, Penyebaran Mangrove dan Luasan Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air,
dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Sehingga hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan
daerah pantai yang terlindung Bengen, 2002. Salah satu tipe zonasi ekosistem mangrove di Indonesia, daerah yang paling
dekat dengan laut, sering ditumbuhi Avicennia yang sering kali berasosiasi dengan Sonneratia, jika kondisi lumpurnya kaya bahan organic. Kearah darat tumbuh Bruguiera
cylindrica yang membentuk tegakan-tegakan yang kokoh. Dibelakang zona ini tumbuh
Bruguiera cylindrica bercampur dengan Rizophora apiculata, Rizophora mucronata,
Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Dan paling belakang antara hutan
mangrove dengan hutan dataran rendah tumbuh jenis Nypa fruticans, dan pandan laut Pandanus spp Bengen, 2002.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis. Beberapa jenis pohon yang banyak
dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah Bakau Rhizophora. spp., Api-api Avicennia spp., Pedada Sonneratia spp., Tanjang Bruguiera spp., Nyirih
Xylocarpus spp., Tenger Ceriops spp dan, Buta-buta Exoecaria spp. Kusmana, 2002.
10 Di Indonesia jenis-jenis mangrove yang mendominasi antara lain : bakau
Rizophora spp, api-api Avicennia spp, pedada Sonneratia spp, tanjang Bruguiera spp
, nyirih Xylocarpus spp, tengar Ceriops spp dan buta-buta Exocaria spp. Komunitas hutan mangrove yang terbesar di Indonesia tersebut berkaitan dengan sifat
dasar lingkungan laut dan iklim tropis Indonesia. Penyebarannya dibatasi oleh letak lintang. Hal ini dikarenakan mangrove sensitive terhadap suhu dingin. Umumnya
mangrove akan tumbuh dengan baik di daerah yang suhunya pada musim dingin tidak lebih rendah dari 20
C. Selain itu penyebaran hutan mangrove juga dipengaruhi oleh limpasan air tawar. Terdapat juga jenis-jenis mangrove yang memiliki adaptasi terhadap
salinitas yang tinggi, bila tidak ada suplai air tawar akan mempengaruhi kemampuan toleransi mangrove dan biota yang terkait terhadap salinitas Bengen, 2002.
Luasan mangrove di Indonesia menurun secara signifikan dalam dasawarsa terakhir yakni dari 4,25 juta hektar menjadi 2,50 juta hektar yang diakibatkan oleh
perubahan pemanfaatan yang dapat berdampak pada kelestarian sumberdaya perikanan. Perubahan tersebut dapat dianalisis melalui pemanfaatan citra landsat ETM+7.
Satelit penginderaan jauh memiliki sensor tertentu untuk merekam citra, beberapa citra satelit yang sering digunakan meliputi : NOAA, GMS, SPOT, Landsat dan
SeaWIFS. Penggunaan citra disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan, misalnya untuk pemantauan cuaca digunakan citra NOAA dan GMS sedangkan untuk penggunaan lahan
dan ekstraksi informasi perairan umumnya digunakan citra Landsat. Landsat adalah Land Satelite
yang merupakan produksi Amerika Serikat yang diluncurkan pada tahun 1972 dengan nama Earth Resources Technologi Satelite ERTS, pada perkembangan
selanjutnya berubah nama menjadi Landsat LAPAN, 2003. Menurut Lilleand dan Kiefer 1990, penginderaan jauh merupakan suatu ilmu
dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa kontak langsung dengan
11 obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Informasi mengenai obyek yang terdapat pada
suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor pada satelit yang dapat menghasilkan beberapa bentuk citra, kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang
akan dilakukan, informasi mengenai obyek tersebut diolah, dianalisis dan diintepretasikan dan disajikan dalam bentuk informasi spasial dan peta tematik yang
menghasilkan data bermanfaat untuk aplikasi di berbagai bidang, seperti pertanian, arkeologi, geografi, geologi, kehutanan, perikanan, perencanaan wilayah dan sebagainya
LAPAN, 2003. Untuk memudahkan analisis seperti yang telah dilakukan Ratih Dewanti 2003
dalam menganalisis perubahan hutan mangrove di Segara Anakan, Pantai Bekasi- Subang, Delta Brantas, Pulau Tibi dan Lampung Timur adalah dengan mengelompokkan
objek yang terbagi kedalam 3 kelas utama yaitu mangrove, tambak dan kelas di luar mangrove dan tambak seperti pemukiman, lahan terbuka, perkebunan dan sebagainya.
Dari hasil pengolahan citra landsat dengan metode klasifikasi terbimbing dengan ketelitian klasifikasi rata-rata lebih besar dari 85 dan ketelitian tiap-tiap kelas 75
dapat dihitung dan diperoleh informasi luasan mangrove di masing-masing kawasan pengamatan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan luas kawasan mangrove dari analisis data satelit
Kawasan yang
diamati Luas mangrove ha
1984 1985 1986 1988 1990 1991 1992 1994 1995 1996 Bekasi
817 784
923 1.243
Karawang 527
290 841
1.225 Subang
2.088 1730
958 3.074
Segara anakan
15.172 15.689 15.268 14.133 12.670
12.707 Delta
Brantas 16.163
7.782 7.540
10.337 Lampung
Timur 8.342
6.128 P.
Tibi 7.460
7.400 5.460
Dari hasil klasifikasi diperoleh informasi penyusutan luas mangrove dari 15.712 ha 1984 menjadi 12.707 ha 1994. Penyusutan terjadi di kawasan sebelah barat, barat
12 laut dan tanah timbul Segara Anakan. Jika penyusutan dibiarkan terus, maka
dikhawatirkan dalam 30 tahun mendatang laguna akan hilang yang tentunya membawa dampak terhadap masyarakat sekitar laguna yang umumnya adalah nelayan miskin.
2.3 Fungsi, Manfaat dan Potensi Ekosistem Mangrove