Seksualitas dan Kebudayaan Landasan Konseptual

Konstruksi sosial atau anggapan masyarkat mengenai homoseksualitas yang dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan sosial tidak terlepas dari adanya sosialisasi seksual yang diterima oleh masyarakat, di mana sosialisasi seksual yang berkaitan dengan biologis merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang dimulai dari belajar norma. Norma dalam masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan seksual itu sendiri sangat menentang adanya perilaku homoseksual. Namun problem homoseksualitas tidak sepenuhnya urusan biologis, tetapi juga merujuk ke urusan psikologis, dan tentu saja urusan sosial. Misalnya, secara biologis mereka tidak hanya menghadapi masalah jenis kelamin. Secara psikologis mereka tidak hanya berhadapan dengan kepuasan seksual. Begitu pula secara sosial, mereka memiliki masalah terhadap ketidaklaziman orientasi seksual.

2. Seksualitas dan Kebudayaan

Dewasa ini, kehidupan masyarakat terus berkembang. Tidak terkecuali dengan permasalahan seksualitas masyarakat yang memiliki orientasi seksualitas yang lebih beraneka ragam atau lebih variatif. Sebenarnya keanekaragaman orientasi seksual dalam masyarakat bukan merupakan hal yang baru, bahkan keanekaragaman tersebut telah ada sejak zaman dahulu. Namun kenyataan tersebut seringkali ditutupi oleh masyarakat karena pembicaraan tentang seksualitas , khususnya homoseksualitas masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Berbicara tentang seksualitas, khususnya homoseksualitas tentu saja tidak terlepas dari kebudayaan suatu masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa homoseksualitas merupakan sesuatu yang umum. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Zuhri 2006, bahwasannya homoseksualitas di Timur Tengah merupakan sesuatu yang umum. Padahal faktanya, negara-negara di Timur Tengah notabene merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga homoseksualitas merupakan sesuatu yang tabu bahkan dilarang keras. Namun bukti sejarah menunjukkan bahwa hubungan seks sesama laki-laki di Arab telah menjadi satu kebiasaan atau merupakan sebuah tradisi. Hal ini dibuktikan dalam buku-buku literature Arab, The Arabian Nights karya Robert Irvin; The Thousand and a Night terjemahan Madrus Mathers dan lain sebagainya. Kemudian ditambah lagi dengan bukti-bukti visual: gambar-gambar yang disuguhkan Stephen Murray -di dalam Islamic Homosexualities- yang diambil dari lukisan-lukisan di berbagai perpustakaan Timur Tengah Zuhri, 2006:42. Meskipun tidak semua negara melegalkan homoseksualitas, namun bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwasannya seksualitas atau homoseksualitas telah menjadi bagian dari suatu masyarakat dan terus berkembang dan mulai diakui sebagian masyarakat bahkan dijadikan sebagai gaya hidup seiring dengan perkembangan suatu masyarakat. Selain itu, fakta tentang permasalahan homoseksualitas yang terjadi di Timur Tengah dapat menjadi acuan bagi penulis untuk mengungkap fenomena homoseksualitas di pesantren karena negara-negara Timur Tengah dan pesantren memiliki acuan yang sama yakni ajaran agama Islam. Pada dasarnya fenomena homoseksualitas di pesantren dan di negara-negara Timur Tengah seperti yang diungkapkan oleh Zuhri tersebut merupakan bukti adanya kesenjangan pesantren yang notabene adalah lembaga pendidikan agama Islam ternyata terdapat budaya homoseksual. Kesenjangan tersebut tentu saja tidak terlepas dari kondisi di pesantren yang pada akhirnya melahirkan logika tentang homoseksualitas di pesantren.

3. Hoseksualitas dan Agama