Chairul Aspan Siregar, 2014 Penerapan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode-problem solving
laboratory menggunakan model group investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi rangkaian listrik
arus searah Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi akhir-akhir ini semakin pesat, sehingga dapat mempermudah pekerjaan manusia. Hal ini tidak terlepas dari ilmu-ilmu dasar
seperti ilmu fisika sebagai salah satu pondasi akan perkembangan tersebut. Semua yang berkaitan akan perkembangan teknologi yang begitu pesat sekarang ini tidak
terlepas dari temuan-temuan konsep fisika. Selain itu ilmu fisika juga mengajarkan kepada manusia akan keselarasan alam, sehingga manusia dapat
lebih peduli dengan lingkungannya untuk mempertahankan keselarasan tersebut dan bukan sebaliknya membuat dan membiarkan kerusakan-kerusakan terjadi
pada alam. Pada tingkat Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah, fisika sangat
penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata
pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-
hari Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Fisika sebagai bagian dari sains juga harus mengikuti perkembangan diera
globalisasi tanpa meninggalkan hakikat sains yang meliputi: pengembangan kemampuan berpikir mind on, keterampilan hands on.
Sebagaimana tujuan fisika yang dituangkan dalam Kompetensi Inti, siswa harus memiliki kompetensi
sebagai berikut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013 : 1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2.
Mengembangkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan
proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
Chairul Aspan Siregar, 2014 Penerapan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode-problem solving
laboratory menggunakan model group investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi rangkaian listrik
arus searah Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Bila dianalisis dari tujuan diatas, khususnya poin ke 3 dan 4 dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains KPS
perlu dilatihkan kepada siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Pencapaian kompetensi pembelajaran fisika tersebut tentunya bergantung pada berbagai aspek
yang saling berkaitan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat hasil belajar melalui proses pembelajaran yang diterima siswa. Dimana proses ini melibatkan
metode mengajar, kurikulum serta saranan dalam pembelajaran. Melalui proses yang baik dalam pembelajaran tentunya akan menghasilkan output yang baik
pula. Sehingga kompetensi inti yang dituangkan dalam kurikulum 2013 tersebut dapat dimiliki oleh setiap peserta didik.
Akan tetapi dari apa yang diharapkan dalam pembelajaran fisika khususnya, masih ditemukan nilai rata-rata fisika siswa SMA di Kota
Selatpanjang. Salah satu penyebab masih rendahnya perolehan nilai fisika siswa sekolah menengah di Kota Selatpanjang Riau khususnya bidang IPA Fisika,
adalah masih rendahnya hasil belajar siswa serta proses pembelajaran yang belum melatihkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses
sebagaimana hakikat sains yang seharusnya dapat mengembangkan kemampuan berpikir mind on, keterampilan hands on, dimana hal ini dapat ditingkatkan
salah satunya melalui metode laboratorium, baik berupa eksperimen nyata maupun berupa eksperimen virtual.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dibeberapa sekolah SMA di Propinsi Riau diperoleh data bahwa :
1. Kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa masih
rendah sebagaimana tes yang telah dilakukan. 2.
Dari hasil observasi menunjukkan pembelajaran yang berlangsung dikelas tidak memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah dan KPS, dimana guru
masih banyak menggunakan metode ceramah dan kegiatan eksperimen jarang dilakukan, serta jika melakukan ekperimen, masih bersifat verifikatif.
3. Sarana dan prasarana pembelajara sangat mendukung, seperti laboratorium
yang lengkap dengan KIT IPA-nya, serta laboratorium komputer. Sehingga memungkinkan untuk melakukan ekperimen fisika baik secara riil maupun
virtual. Kesenjangan antara harapan yang dituangkan dalam tujuan pembelajaran
fisika dengan kenyataan dilapangan, selain pembelajaran yang kurang memfasilitasi siswa dalam melatihkan kemampuan pemecahan masalah dan
keterampilan proses sains yang dihadapkan pada konsep-konsep fisika melalui pendekatan matematis. Fisika juga merupakan begian konsep-konsep yang
kongkrit, abstrak serta merupakan konsep yang menggambarkan atribut atau sifat yang semakin membuat siswa kesulitan dalam mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah dan KPS nya. Indrawati 1999
:3 mengatakan bahwa “keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah baik kognitif maupun psikomotor
yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk
melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan falsifikasi”. Salah satu metode yang dianggap dapat digunakan dalam meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah dan KPS adalah metode eksperimenkegiatan lobaratory, baik nyata maupun virtual. Dimana metode eksperimen merupakan
metode pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memperkenalkan, membiasakan dan melatihkan siswa untuk melaksanakan
langkah-langakah ilmiah dan pengetahuan prosedural Rustaman, 2005: 108. Kegiatan eksperiman atau kegiatan laboratory yang dilakukan di sekolah-
sekolah masih berupa praktikumeksperimen tradisional yang bersifat verifikatif, dimana eksperimen seperti ini sering mendorong siswa untuk tidak jujur, karena
hasil pengamatannya dikendalikan oleh teoriprinsip konsep yang sudah diketahuinya. Jika demikian halnya, kegiatan laboratorium sains yang diharapkan
sebagai wahana pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah malah menjadi kebalikannya. Kelemahan lainnya terletak pada proses kegiatannya,
modul yang digunakan dalam eksperimen tradisional, secara rinci memuat prosedur-prosedur baku yang harus dilaksanakan siswa tahap demi tahap,
sehingga kurang merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalarnya untuk merencanakan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Dengan demikian
diperlukan model yang baik untuk memfasilitasi kegiatan tersebut. Berangkat dari kekurangankelemahan akan kegiatan laboratorium
tradisional tersebut, maka diperlukan kegiatan laboratory yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa secara utuh dan mengembangkan
keterampilan proses sains yang dalam hal ini ditawarkan adalah strategi Problem Solving Labolatory.
Problem Solving
Laboratory merupakan
kegiatan eksperimen
laboratorium yang memberi kesempatan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, merancang prosedur, mengumpulkan informasi, dan
melaporkan hasil temuan. Peserta didik akan merasa terlibat dalam mengatur belajarnya dan mempunyai kecenderungan untuk berpikir dan memahami apa
yang mereka lakukan. Peserta didik akan menjadi tertarik dalam belajar ketika mereka mengambil bagian dalam mengorganisasi cara belajarnya. Dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah pendidik dapat memotivasi dan memenuhi keinginan untuk mengetahui peserta didik.
Hal ini didukung atas hasil penelitian Basori 2010 yang menyatakan “pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis problem solving
secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan model
kegiatan eksperimen verifikasi ”. Penelitian Solehudin 2010 juga menyatakan
“kegiatan laboratorium pemecahan masalah secara signifikan dapat meningkatkan keterampi
lan berfikir kreatif, sikap ilmiah dan penguasan konsep”. Kegiatan problem solving laboratory adalah berupa pengajuan masalah
nyata yang dijumpai dalam kehidupan siswa, kemudian disediakan alat dan bahan yang diperlukan. Lalu siswa diarahkan untuk memprediksi tentang alternatif
solusi dari masalah yang disajikan. Untuk mengarahkan siswa agar dapat melakukan eksplorasi dengan benar, maka guru memberikan pertanyaan-
pertanyaan metodepengarah. Jika langkah kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk memperoleh data
yang akan dianalisis. Dari hasil analisis data maka diperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh.
Menurut De Porter Hidayatullah etal , 2011: 3 bahwa „manusia dapat
menyerap suatu materi sebanyak 70 dari apa yang dikerjakan, 50 dari apa yang didengar dan dilihat dan dilihat audio visual, sedangkan dari yang dilihat
saja hanya 30, dari yang didengarnya hanya 20 dan dari yang dibaca hanya 10‟.
Dari pernyataan tersebut, pembelajaran dengan experimen memang harus tetap diutamakan. Namun, untuk bagian-bagian yang sulit dilakukan percobaan,
yang dikarenakan kendala waktu yang terbatas atau karena alat dan bahan yang terlalu mahal, dan juga hal-halfenomena yang sifatnya abstrak sehingga tidak
dapat diperlihatkan dalam kegiatan eksperimen, maka diperlukan alternatif lain sebagai alat bantu pembelajaran seperti simulasi komputer. Dengan berbantukan
simulasi komputer seperti animasi flash dapat membantu siswa dalam melakukan abstraksi fenomena fisika dan dapat memvisualisasikan fenomena yang sifanya
abstrak tersebut secara interaktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa.
Sebelumnya penelitian Bajpai 2012 menyatakan eksperimen virtual dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan
eksperimen nyata. Penelitian lainnya, yang menyatakan penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran berdampak positif terhadap peningkatan
pemahaman konsep maupun kompetensi lainnya seperti dalam penelitian Supriyatm
an 2008 menyatakan “penggunaan model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif secara signifikan dapat lebih
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilain proses sains mahasiswa calon guru dibandingkan tanpa menggunakan simulasi ko
mputer”. Penelitian lainnya seperti Khairyah 2013 menyimpulkan “secara umum pembelajaran
kontruktivisme menggunakan media simulasi virtual lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran kontruktivisme tanpa menggunakan media simulasi virtual”.
Penelitian Renngiwur 2010 menyatakan “setelah mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan konseptual interaktif menggunakan animasi, pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa mengalami peningkatan yang lebih
baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif tanpa menggunakan animasi”. Sehingga menarik untuk
dilakukkan penelitian penggunaan eksperimen virtual maupun riil yang dipadupadankan dalam metode problem solving laboratory.
Mengingat kegiatan problem solving laboratory ini merupakan kegiatan eksperimen yang memerlukan kelompok kecil yang menuntut kerja sama antar
siswa agar keterlaksanaan tercapai dengan baik, maka diperlukan model pembelajaran yang mendukung seperti model pembelajaran kooperatif.
Sebagaim ana Arends 2007 : 4 menyatakan “model kooperatif learning menuntut
kerja sama dan interpendensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan dan struktur rewadnya”. Sehingga dengan model kooperatif akan lebih menekankan
pembelajaran tutor sebaya, hal ini didukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan dengan pendekatan ini penguasaan konsep siswa dapat
meningkat. Sebagaimana Santyasa 2009 mengatakakan bahwa “lingkungan
merupakan salah satu fasilitas bagi peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan problem solving, maka konsepsi interaksi
merupakan salah satu faktor penting untuk dipahami”. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif menjadi penting agar dapat memberdayakan potensi
dialog antara siswa. Young Santyasa, 20
09 menyatakan “pemecahan masalah dalam seting investigasi kelompok dapat mempercepat pembentukan konsensus dan resolusi
konflik kognitif antar anggota kelompok yang menjadi bagian penting dalam pengkonstruksian struktur kognitif baru dan pemahaman yang lebih baik dalam
belajar”. Mengingat Problem Solving Laboratory merupakan kegiatan eksperimen
laboratorium yang memberi kesempatan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, merancang prosedur, mengumpulkan informasi, dan
melaporkan hasil temuan, maka model yang tepat digunakan dalam penerapaan Metode Problem Solving Laboratory ini adalah model kooperatif dengan
pendekatan investigasi kelompok, karena pendekatan ini berorientasi penyelidikan dan penelitain sebelumnya yang dilakukan Junaedi 2010 menyatakan
“pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa
dibandingkan pembelajaran konvensional”.
Atas dasar hasil observasi yang dilakukan dan hasil penelitian sebelumnya, maka akan dilaksanakan sebuah penelitian untuk menguji coba penerapan
pembelajaran inovatif yaitu penggunaan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group
insvestigation di kelas X salah satu SMA Kab. Kepulauan Meranti. Berdasarkan masalah yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan
beserta solusi yang telah dipaparkan dan didukung oleh beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dipandang perlu suatu penelitian
mengenai penggunaan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA kelas X pada materi rangkaian listrik arus searah.
B. Rumusan Masalah