Jumlah Tunas Evaluasi Stabilitas Genetik Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Hasil Kultur In Vitro

1. Jumlah Tunas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa baik eksplan yang berasal dari tunas aksilar maupun tunas adventif yang ditanam pada media dasar MS dengan penambahan ZPT BAP atau TDZ berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas yang dihasilkan selama 12 MST Lampiran 2. Rata-rata jumlah tunas kumulatif akibat pengaruh pemberian BAP atau TDZ pada eksplan yang berasal dari tunas aksilar dan adventif dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Hasil pengamatan terhadap jumlah tunas planlet gaharu selama 12 MST menunjukkan bahwa eksplan yang berasal dari tunas aksilar yang diberi perlakuan BAP 0,50 ppm atau TDZ 0,25 ppm memberikan respons yang terbaik dan optimum terhadap proses induksi tunas dan menghasilkan rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu sebanyak 5,67 dan 5,28 tunas Gambar 13. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, eksplan yang berasal dari tunas aksilar yang ditanam pada media dengan perlakuan BAP 0,50 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAP 0,75 ppm tetapi berbeda nyata dengan perlakuan BAP 1,0 ppm dan kontrol dalam menghasilkan jumlah tunas Gambar 13. Pada media yang diberi perlakuan TDZ menunjukkan bahwa perlakuan TDZ 0,25 ppm berbeda nyata dengan perlakuan TDZ 0,50 ppm, TDZ 0,75 ppm dan kontrol Gambar 13. 2.67 5.67 5.33 4.44 1 2 3 4 5 6 0,5 0,75 1,0 Konsentrasi BAP Ju m lah T u n as c a a b 2.67 5.28 4.39 3.17 1 2 3 4 5 6 0,25 0,50 0,75 Konsentrasi TDZ J um la h Tuna s c a b c Gambar 13. Grafik Pengaruh BAP atau TDZ terhadap Rerata Jumlah Tunas, dengan Sumber Eksplan dari Tunas Aksilar. Keterangan: Angka-angka di atas bar yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0,01 DMRT. Eksplan yang berasal dari tunas adventif yang ditanam pada media yang diberi perlakuan BAP 0,50 ppm atau TDZ 0,25 ppm juga memiliki respon yang terbaik dan lebih optimum dalam menghasilkan rata-rata jumlah tunas yaitu secara berturut-turut 6,11 dan 5,61 tunas Gambar 14. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan BAP 0,50 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAP 0,75 atau BAP 1,0 tetapi berbeda nyata dengan kontrol Gambar 14. Media yang diberi perlakuan TDZ 0,25 ppm berbeda nyata dengan perlakuan TDZ 0,50 dan kontrol, tetapi perlakuan TDZ 0,50 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan TDZ 0,75 ppm Gambar 14. 2.61 6.11 5.22 4.55 2 4 6 8 0,5 0,75 1,0 Konsentrasi BAP J u m la h Tuna s c a ab b 2.61 5.61 3.89 3.33 1 2 3 4 5 6 0,25 0,50 0,75 Konsentrasi TDZ J u m la h Tu na s c a b b Gambar 14. Grafik Pengaruh BAP atau TDZ terhadap Rerata Jumlah Tunas, dengan Sumber Eksplan dari Tunas Adventif. Keterangan: Angka-angka di atas bar yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada 0,01 DMRT. Gambar 13 dan 14 terlihat bahwa baik pada eksplan tunas aksilar maupun tunas adventif dengan perlakuan BAP 0,5 ppm atau TDZ 0,25 ppm adalah perlakuan yang terbaik dan optimum dalam menghasilkan jumlah tunas, sedangkan pada perlakuan lainnya terjadi penurunan dalam menghasilkan jumlah tunas. Jumlah tunas yang terendah dihasilkan oleh kontrol. Hal ini berarti bahwa konsentrasi BAP 0,5 ppm atau TDZ 0,25 ppm dapat meningkatkan jumlah tunas, sedangkan pada perlakuan lainnya terjadi penurunan jumlah tunas. Hal ini didukung oleh pernyataan Tiwari et al. 2000 bahwa konsentrasi sitokinin yang tinggi dapat menyebabkan jumlah tunas berkurang, dan BAP melebihi kadar optimum yang dibutuhkan tanaman umumnya menyebabkan perkembangan tajuk atau tunas terhambat. Abidin 1983, menyatakan bahwa ZPT pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung promote, menghambat inhibit dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologi, yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut dapat menimbulkan pengaruh secara biokimia, fisiologis dan morfologis Wattimena, 1988. Sesuai dengan fungsinya, baik ZPT BAP maupun TDZ adalah merupakan ZPT yang termasuk ke dalam kelompok sitokinin yang banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan tunas dalam kultur jaringan tanaman. Walaupun ZPT tersebut berasal dari golongan yang sama tetapi mempunyai daya aktivitas yang berbeda. Pemberian konsentrasi BAP atau TDZ yang tepat dan tidak melebihi dosis mampu menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dan vigour. Sebaliknya pemberian konsentrasi yang melebihi kebutuhan eksplan akan menghambat induksi tunas yang terbentuk. Seperti yang terlihat pada Gambar 13 dalam penelitian ini, baik pada eksplan tunas aksilar maupun eksplan tunas adventif, semakin tinggi konsentrasi BAP maupun TDZ yang digunakan, maka jumlah tunas semakin menurun. Pada konsentrasi yang rendah memberikan hasil yang lebih baik. Meskipun demikian, visualisasi perkembangan eksplan menunjukkan bahwa pada dua sumber eksplan yang ditanam pada konsentrasi yang lebih tinggi terlihat adanya mata tunas yang akan berkembang menjadi tunas, hal ini mengindikasikan bahwa ada kemungkinan bertambahnya jumlah tunas pada perlakuan konsentrasi BAP atau TDZ yang lebih tinggi, tetapi proses pertumbuhannya terlihat lebih lambat, sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi BAP yang tinggi tidak meningkatkan jumlah tunas. Secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti sitokinin yang dinamakan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen ditanaman terdapat pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh dan membelah. Sehingga pemberian hormon eksogen sangat mempengaruhi kerja hormon endogen sebagai fungsinya dalam proses cytokinesis proses pembelahan sel pada berbagai organ tanaman. Pemberian hormon eksogen dengan konsentrasi yang melebihi kebutuhan tanaman dapat menyebabkan pembentukan tunas terhambat. Pemberian hormon eksogen BAP dapat merangsang pembentukan tunas yang berbeda. Salah satu kinerja BAP adalah memacu pembentukan RNA Ribonucleic Acid dan enzim Wattimena, 1988. Pendugaan ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi jika terdapat zat penghambat sintesis RNA atau protein, maka kinerja sitokinin terhambat. Salisbury dan Ross 1995, menyatakan bahwa sitokinin mendorong pembelahan sel dalam jaringan dengan meningkatkan laju sistesis protein. Menurut Davies 2004, di dalam tanaman variasi dan distribusi sitokinin tidak merata tergantung dari spesies, jaringan dan tahap perkembangan tanaman. Meskipun beberapa sitokinin telah diidentifikasi, fungsinya secara fisiologi terhadap suatu spesies, namun secara lengkap belum dapat dipahami. Sitokinin dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama yaitu dalam bentuk aktif, dalam bentuk translokasi dan dalam bentuk tersimpan dan tidak aktif. Pemberian TDZ 0,25 ppm pada media perlakuan memberikan jumlah tunas yang terbaik dibanding perlakuan yang lainnya, baik pada eksplan tunas aksilar maupun tunas adventif, sedangkan pada perlakuan lainnya terjadi penurunan jumlah tunas. Hal ini diduga karena semakin tinggi konsentrasi TDZ yang digunakan dapat menyebabkan toksik bagi tanaman. Khawar et al. 2004, juga melaporkan bahwa penggunaan TDZ pada konsentrasi tinggi dapat menurunkan regenerasi tunas, regenerasi tunas tertinggi dihasilkan pada media MS dengan konsentrasi TDZ 0,25 ppm. Hasil penelitian Gajdosova et al. 2006, juga melaporkan bahwa penggunaan TDZ pada kosentrasi tinggi dapat menghambat regenerasi tunas dan menyebabkan pencokelatan nekrosis pada eksplan. Ozturk et al. 2004, menyatakan konsentrasi TDZ yang sangat rendah lebih efektif dalam proliferasi tunas dan meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk. Penggunaan TDZ pada konsentrasi yang lebih rendah umumnya dapat menghasilkan proses induksi dan multiplikasi tunas yang lebih baik Yunita, 2004; Thomas dan Puthur, 2004; Huetteman dan Preece, 1993; Onamu, et al. 2003; dan Gyves et al. 2001. Thidiazuron menurut Lu 1993 dapat menstimulasi pembelahan sel dan proliferasi tunas aksilar dan efektif untuk tanaman berkayu. Thidiazuron telah banyak digunakan untuk kultur jaringan tanaman karena mempunyai aktivitas menyerupai sitokinin. Lu 1993, menyatakan bahwa TDZ dapat mendorong terjadinya perubahan sitokinin ribonukleotida menjadi nukleotida yang lebih aktif. Menurut Thomas dan Katterman 1986, TDZ dapat mendorong sintesis sitokinin alami. Kemudian Suttle 1985, menyatakan bahwa komponen organik TDZ pada konsentrasi tinggi dapat meningkatkan produksi etilen yang menghambat pertumbuhan tunas dan Tang et al. 2002, menyatakan TDZ pada level tinggi kurang efektif dibandingkan dengan BAP dalam regenerasi tunas pada eksplan daun cherry yang diteliti.

2. Panjang Tunas