Pengaruh kemiskinan terhadap prilaku keberagamaan kaum buruh tani : studi kasus kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg-Tangerang

(1)

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN KAUM BURUH TANI

( Studi Kasus Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg- Tangerang )

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas ushuluddin dan Filsafat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana (S1) Sosiologi Agama

Oleh: Siti Jaojah 101032221678

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H / 2008


(2)

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN KAUM BURUH TANI

( Studi Kasus Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg- Tangerang )

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas ushuluddin dan Filsafat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana (S1) Sosiologi Agama

Oleh: Siti Jaojah 101032221678

Dibawah Bimbingan:

Drs. Yusran Razak, MA

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H / 2008


(3)

KATA PENGANTAR

Tiada kata seindah kata puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas Karunia dan Rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan Salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Penulisan skripsi ini bukan tanpa liku dan hambatan, uluran tangan berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemiskinan Terhadap Perilaku Keberagamaan Kaum Buruh Tani, Studi kasus: Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg-Tangerang

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan sapa dan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung turut membantu menyelesaikan pembuatan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dr. M. Amin Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengarahan secara umum terhadap penulisan skripsi ini.

2. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

3. Dra. Ida Rasyidah, MA., selaku ketua jurusan Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan rekomendasi untuk melaksanakan penulisan skripsi ini.

4. Dra. Yusran Razak, MA., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan kemudahan bagi penulis dalam pembuatan skripsi ini.


(4)

5. Ibu Joharutul Jamilah, MSI., selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam masalah akademik.

6. Drs.Chaider S. Bamualim, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan kemudahan bagi penulis dalam pembuatan skripsi ini.

7. Pihak Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan pinjaman buku atau bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Bpk. Endang Masdar, selaku Kepala Desa Sukamanah yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam menjalankan penelitian sebagai bahan pelengkap skripsi.

9. Bpk. Abd. Manan selaku Sekdes Sukamanah yang telah berkenan memberikan data-data dan informasi mengenai kondisi buruh tani di wilayah tersebut.

10.Seluruh informan yang telah memberikan informasi yang sangat berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan seperti ini.

11.Suamiku tercinta “Ferly” terima kasih untuk semua dukungan dan motivasi yang telah kamu berikan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12.Ibunda tercinta, aku bisa buktikan bahwa aku bisa menyelesaikan skripsiku, itu berarti aku bisa menyelesaikan kuliahku. Kepada Kakak-kakakku: A. Jueni, Ahwanuddin, Neneng Hamimah, Hayumi “Elay”, Adikku M. Jumat, yang telah mensuport untuk keberhasilan skripsi ini.


(5)

14.Sahabat-sahabtku tercinta: Murniati, Nure, Ani, dan teman-teman Sosiologi Agama (A) yang selalu memberikan semangat untuk keberhasilan skripsi ini.

Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa mereka yang telah membantu dan memberikan perhatiannya kepada penulis. Teriring do’a selalu menyertai mereka dan semoga kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT.

Akhirnya penulis mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya kepada semua pihak, atas kekurangan dan kekhilafan yang telah penulis lakukan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja selama penulisan skripsi ini.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk Suami dan Ibunda tercinta.

Jakarta, Februari 2008


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN

A....Latar

Belakang Masalah... 1 B....Pembata

san dan Perumusan Masalah ... 6 C....Tujuan

dan Manfaat Penelitian ... 7 D...Metodol

ogi Penelitian ... 8 E...Sistemati

ka Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI

A...Pengerti

an Kemiskinan dan Ciri-ciri Kemiskinan ... 13 B...Faktor

Penyebab Terjadinya Kemiskinan ... 16 C....Pengerti


(7)

D....Dimensi

Keberagamaan ... 31

E...Fungsi Agama Bagi Manusia dan Masyarakat ... 33

F. ...Pengerti an dan Ciri-ciri Buruh Tani ... 35

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN A. Letak Geografis ... 38

B. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 39

C. Kondisi Ekonomi Kaum Buruh Tani ... 42

D. Riwayat Hidup Narasumber ... 43

BAB IV PERILAKU KEBERAGAMAAN BURUH TANI DAN KEMISKINAN A...L atar Belakang Pendidikan Buruh Tani ... 51

1....P endidikan Formal ... 51

2....P endidikan Non Formal ... 52

B....M akna Agama Bagi Kaum Buruh Tani... 53


(8)

C....P

andangan Kaum Buruh Tani Tentang Nasib Sebagai Orang Miskin. 53 D...P

engaruh Kemiskinan Terhadap Keberagamaan Bagi Kaum Buruh

Tani ... 56 E....P

erilaku Keberagamaan Buruh Tani ... 60

BAB V PENUTUP

A....K

esimpulan ... 64 B....S


(9)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri. Bagi mereka yang tergolong miskin, kemiskinan adalah suatu yang nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari, mereka merasakan dan menjalani kehidupan sebagai orang miskin. Akan tetapi kelompok yang menurut kita berada di garis kemiskinan boleh jadi tidak menganggap dirinya miskin1. Kesadaran akan kemiskinan yang mereka jalani baru terasa ketika mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan orang lain yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

Dalam data statistik yang ada, kemiskinan khususnya di Indonesia telah menjadi masalah rasional, kemiskinan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Semenjak masa orde baru gagal menanggulangi krisis ekonomi kemiskinan berkisar 22,5 juta jiwa, namun setelah terjadi krisis ekonomi yang melanda bangsa ini, kemiskinan meningkat menjadi 78,9 juta jiwa2. Kita bisa bayangkan dengan kondisi ekonomi yang sekarang, PHK besar-besaran terjadi. BBM menaik melambung tinggi, serta upah yang diterima oleh kaum buruh tani tidak sesuai dengan kerja mereka mengakibatkan kemiskinan meningkat pesat.

1

Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h.127

2

Data diambil dari internet, {HYPERLYNK”http : www.indo ausaid. Govau}, dalam artikel Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan.


(10)

Data statistik tahun 2005 menunjukkan kemiskinan Indonesia meningkat sebanyak 49,5%.3 Dari data statistik tersebut dapat dilihat, bahwa kemiskinan belum bahkan jauh untuk dihilangkan. Kemiskinan yang ada saat ini lebih banyak dialami orang-orang yang tinggal dipedesaan yang jauh dari jangkauan pemerintah. Kemiskinan sering dipahami sebagai akibat dari kebodohan, kurang keterampilan teknis, etos kerja yang tumpul sehingga terapinya sering dihubungkan dengan kemiskinan need for achievment melalui berbagai program pelatihan. Namun kalau dipahami secara mendalam kemiskinan bukan semata-mata akibat dari sistem budaya, tetapi juga sangat berkaitan dengan masalah struktur-sosial, bahkan kemiskinan sangat berkaitan dengan ketidakberdayaan, sehingga pengentasan kemiskinan yang menimbulkan proses pemberdayaan masyarakat merupakan sesuatu yang mustahil. Dengan kata lain, kemiskinan dan ketidakberdayaan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang logam.4 Kemiskinan dapat didefinisikan suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Menurut data statistik 70 % dari rakyat Indonesia berada di pedesaan dan hidupnya tergantung pada sektor pertanian. Namun, hasil yang mereka peroleh

3

Data diambil dari internet, www.indo ausaid govau, dalam artikel Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan.

4

Heru Nugroho, Menimbulkan Ide-ide Kritis,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), Cet. Ke-2, h. 44-45


(11)

terkadang tidak menucukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, maka untuk mencukupinya selain sebagai petani mereka bekerja juga sebagai buruh tani.

Buruh tani biasanya tidak mempunyai lahan atau garapan untuk bertani, dalam kamus besar Bahasa Indonesia buruh tani diartikan sebagai orang yang bekerja dengan mendapat upah.5 Upah berupa uang adalah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim diseluruh Indonesia ataupun di negara-negara lain. Walaupun cara ini merupakan suatu sistem yang relatif baru di Indonesia, tarif upah di Indonesia tentu berbeda-beda menurut daerahnya, yang tentu erat kaitannya dengan besar kecilnya penawaran tenaga buruh tani.6 Pada zaman kolonial istilah buruh tani digunakan untuk pekerja kasar, misalnya saja kuli, tukang dan mandor. Namun dalam konteks Barat disebut pertama dinamakan blue collar, kemudian yang selanjutnya disebut dengan white collar.7 Terlepas dari itu buruh tani merupakan kelompok sosial dalam masyarakat pada saat dimana buruh tani berada di lapisan terbawah yang oleh Karl Mark disebut sebagai kaum proletar yang hidupnya serba kekurangan, dan tidak mempunyai latar belakang kecerdasan untuk mengurus usaha pertanian. Akan tetapi yang perlu ditekankan disini adalah ciri terpenting dari buruh tani yaitu sikapnya yang menyerahkan diri kepada majikannya dengan digaji sebagai pekerja harian.

Selain petani dan buruh tani dalam masyarakat pedesaan Sukamanah terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan batu akan tetapi inti dari pekerjaan penduduk adalah sebagai petani, pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian hanya

5

J.S. Badudu Sota Mohamad Zain, Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pustaka Sionar Harapan, 1994), h.11

6

Koentjaraningrat, Masalah-masalah Pembangunan, Bunga Rampai Antropologi Terapan,(Jakarta: LP3ES,1982),Cet. Ke-1, h.107-108

7

Abdul Rahman Budiono,Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h.1


(12)

merupakan pekerjaan sambilan saja bila masa panen sudah tiba pekerjaan-pekerjaan sambilan tersebut ditinggalkan sementara waktu.8

Memang ada baiknya dari pekerjaan sambilan tersebut, mereka dapat mencukupi kebutuhan penyediaan bahan makanan, karena jika mereka menggantungkan hidup mereka pada hasil kerjanya sebagai buruh tani, tanpa adanya bertani, maka mereka tidak akan mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, apalagi bagi mereka yang telah berkeluarga.

Kaum buruh tani selain memikirkan kehidupan keduniaan mereka juga tidak lepas dari kehidupan akhirat, yaitu kehidupan setelah mati, dalam ungkapan Dus seorang episcopeldi eropa, menyatakan bahwa kaum buruh tani dalam kehidupannya lebih religius dibandingkan dengan status kelas sosial atas, walaupun dalam hal ini membantah pernyataan tersebut. Menurutnya gambaran umum kaum proletariat

(Kelas buruh tani), semata-mata adalah ciptaan romantisme Eropa yang mengedialisir masa lampau pedesaannya.

Meminjam kata Aristoteles, bahwa manusia adalah “zoon politicon” mahluk sosial yang menyenangi hidup berkelompok tapi manusia juga merupakan makhluk beragama (homo religius). Bagi manusia, agama adalah pegangan dalam bersikap dan mengaplikasikannya dalam berperilaku.

Agama dapat didefinisikan sebagai penentu kehidupan manusia yaitu sebuah ikatan yang menyatukan buah pikiran manusia dengan misterius yang menguasai

8


(13)

dunia dan diri yang dia sadari dan hal-hal yang menimbulkan ketentraman bila terikat dengan hal-hal tersebut.9

Agama juga harus dilihat dari fungsinya seperti diungkap oleh Thomas F O’dea bahwa agama harus dilihat dari fungsinya sebagai daya guna, sarana-sarana supra empiris semata-mata untuk maksud-maksud non empiris atau kekuatan supra empiris. Kekuatan supra empiris digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan masyarakat sekitar, yang dimaksud dengan kepentingan adalah keselamatan di dalam dunia sekarang dan keselamatan di “dunia lain” yang dimasuki manusia setelah kematian yaitu dalam konsep Islam disebut akhirat.10 Pendeknya, dan yang paling penting agama selalu mencakup konsep dunia eksistensi supra natural yang berada diatas dan dibalik dunia sehari-hari.

Berbeda dengan Weber, menurut Weber agama adalah suatu dasar bagi pembentukan kelompok atau status dan berbagai tipe struktur kepemimpinan dalam kelompok agama. Weber juga menyadari adanya saling ketergantungan timbal balik antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak. Jadi, orang yang berbeda atau tipe kondisi sosial dan materi yang berbeda pula dalam “selera” agamanya.11 Tetapi bukan kondisi sosial dan materi saja yang membedakan agamanya, kondisi geografis juga banyak menentukan religiusitas seseorang, dan sebaliknya agama banyak mempengaruhi bentuk struktur melalui dampaknya terhadap pandangan individu mengenai tujuan hidup dan melalui tuntutan etika, ada alasan untuk mengharapkan

9

Emile Durkheim, Sejarah Agama, terj. Insyiak Ridwan Muzir, (Yogyakarta: IRCiSO, 2003), h.56

10

Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius,1983) h.34

11

Roland Robertson, (ed), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-4, h.244


(14)

adanya banyak pengaruh agama terhadap struktur ekonomi dan sosial “agama dan kehidupan manusia saling berkaitan”.

Pada dasarnya agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan yang lainnya. Selain itu agama juga berkaitan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan seperti kekerabatan, kepemimpinan kualifik, ekonomi dan sebagainya, jadi agama bersifat operasional dalam kehidupan sosial masyarakat.

Setiap wilayah atau daerah yang berlainan tempat berbeda adat dan istiadat dan perilaku agamanya, makanya penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Kemiskinan Terhadap Perilaku Keberagamaan Kaum Buruh Tani Studi Kasus di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg Tangerang”.

Pembatasan dan Perumusan Masalah Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan dalam rangka menghasilkan pembatasan yang sistematis, terarah dan jelas, maka penulis membuat batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

Ciri-ciri kemiskinan di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg – Tangerang.

Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg – Tangerang.

Sikap keberagamaan buruh tani dengan masyarakat di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg – Tangerang.


(15)

Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku keberagamaan kaum buruh tani di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg Tangerang

a. Rumusan Masalah

Rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut : Bagaimana kemiskinan berpengaruh terhadap perilaku keberagamaan Kaum buruh tani di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg – Tangerang?

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi secara jelas tentang perilaku keberagamaan kaum buruh tani yang ada di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg Tangerang dan juga untuk mengetahui apakah kemiskinan dapat berpengaruh terhadap perilaku keberagamaan kaum buruh tani di Kampung Keusik Desa Sukamanah kec. Rajeg – Tangerang, tujuan yang lebih khususnya adalah Pertama, untuk mengetahui bagaimana perlaku keberagamaan buruh tani. Kedua, untuk memberikan penjelasan keberadaan umum tentang fungsi agama bagi kehidupan masyarakat buruh tani. Ketiga, memberikan pengetahuan dan wawasan terhadap masyarakat umum terutama bagi kaum buruh tani.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan mampu memberikan suatu kontribusi khasanah ilmuan terhadap kajian keagamaan kepada masyarakat di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg-Tangerang khususnya dalam pembangunan masyarakat yang lebih baik dan pemahaman agama yang lebih


(16)

terarah dan ini dapat juga menjadi referensi atau rujukan bagi mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama kedepan.

Metodologi Penelitian

Dalam mempermudah penyelesaian skripsi ini ada langkah-langkah metodologi penelitian yang disusun oleh penulis sebagai berikut :

Tempat penelitian

Penelitian ini bertempat Di Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg – Tangerang

Pendekatan Penelitian

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis melakukan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sesuai dengan pengertiannya metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12

Dengan berdasarkan penelitian ini, penulis hanya mendeskripsikan apa yang diamati dan ditemukan dalam penelitian. Dalam menunjang dan memperkuat hasil penelitian ini, penulis tidak mengabaikan metode wawancara, observasi kepada objek penelitian yaitu buruh tani.

12

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997)h.3


(17)

Metode Pengumpulan Data Pengamatan (Observasi)

Peneliti langsung terjun kepada objek penelitian untuk mengambil data yang dengan tidak menggunakan alat bantu atau alat standar lainnya. Dalam hal ini, pengamatan digunakan untuk melihat secara langsung begaimana perilaku buruh tani, baik perilaku dalam bermasyarakat ataupun perilaku keberagamaan yang didasari dari pemahaman keberagamaan serta dari pengalaman nilai-nilai keagamaan mereka.

Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data atau keterangan-keterangan yang mendalam dengan cara menggali informasi sebanyak mungkin dari responden, melihat definisinya, wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan responden13.

Wawancara ini sendiri dilakukan dengan mengacu kepada teknik pengumpulan data tak berstruktur, artinya penulis tidak menempatkan pertanyaan yang baku, akan tetapi tanya jawab berlangsung secara bebas dan terbuka, dengan senantiasa berusaha menjalin keakraban. Wawancara sendiri menggunakan bahan elektronik seperti tape recorder. Namun wawancara ini dilakukan dengan berdasarkan pada fokus permasalahan penelitian, sedangkan pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaannya disesuaikan dengan situasi responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya.

13

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru ilmu Komunikasidan Sosial lainnya, (bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2001), Cet. Ke-1, h.138


(18)

Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder dari berbagai literatur-literatur yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Baik itu berupa buku, majalah, koran maupun jurnal. Metode ini diharapkan dapat menunjang gagasan primer yaitu hasil dari wawancara dan pengamatan dilapangan, serta mendukung teori-teori yang relevan, yang sebelumnya telah dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan permasalahan yang hendak penulis bahas untuk kemudian penulis jadikan rujukan.

Instrumen Pengumpulan Data

Dalam menunjang penelitian ini, penulis menggunakan berbagai alat bantu baik tape recorder ataupun semacamnya, ini diharapkan untuk memudahkan penulis mengulang kembali hasil wawancara agar memperoleh data yang utuh, sesuai dengan yang disampaikan oleh subjek dalam wawancara, disamping berguna untuk meminimalkan bisa yang mungkin terjadi karena keterbatasan peneliti. Dan tidak lupa juga kertas dan pulpen sebagai alat untuk mencatat poin-poin penting dari responden.

Metode Analisis data

Analisis data merupakan salah satu langkah paling penting untuk memperoleh temuan-temuan hasil penelitian, dalam penelitian ini analisa data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analisis. Maksudnya adalah analisis penelitian ini didasarkan pada penggambaran secara objektif terhadap tema penelitian dengan pendekatan kualitatif, datanya diperoleh melalui wawancara dan pengamatan.


(19)

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian. Maksud utama analisis data adalah untuk membuat data itu dapat dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain.

Sistematika Penulisan

Penulisan ini mempunyai sistematika penulisan terdiri dari V bab sebagai berkut : BAB I : Pendahuluan, Bab ini mencakup latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan itu sendiri. BAB II : Kajian Teori, Bab ini memuat masalah pengertian kemiskinan,

ciri-ciri kemiskinan, faktor penyebab terjadinya kemiskinan, pengertian keberagamaan, dimensi keberagamaan, fungsi agama bagi manusia dan masyarakat, pengertian dan ciri-ciri buruh tani.

BAB III : Bab ini berisi tentang deskripsi wilayah penelitian, letak geografis, gambaran umum subjek penelitian, kondisi ekonomi kaum buruh tani, kondisi sosial budaya, dan riwayat hidup nara sumber.

BAB IV : Bab ini merupakan inti dari bahasan yang berisi, analisa penemuan lapangan, latar belakang pendidikan buruh tani pada sub bab ini terdiri dari pendidikan formal dan pendidikan non formal, makna agama kaum buruh tani, pandangan kaum


(20)

buruh tani tentang nasib sebagai orang miskin, pengaruh kemiskinan terhadap keberagamaan bagi kaum buruh tani, dan perilaku keberagamaan buruh tani.

BAB V : Penutup, sebagai bab akhir, bab ini hanya berisikan mengenai kesimpulan dan saran


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

B. Pengetian Kemiskinan dan Ciri-ciri Kemiskinan

Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan perkembangan perdagangan keseluruh dunia, dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Kehidupan manusia selalu menghadapi kebutuhan yang tidak mungkin dihindari, manusia ada yang mempu memenuhinya secara berlebihan, sebaliknya ada yang serba kekurangan, walaupun sering tidak disadari kehadirannya sebagai masalah bagi yang bersangkutan, bagi mereka yang tergolong miskin, kemiskinan merupakan salah satu yang ada dalam kehidupan mereka sehari-hari, karena mereka itu merasakan dan menjalani sendiri bagaimana hidup dalam kemiskinan.

Walaupun demikian, belum tentu mereka itu sadar atas kemiskinan yang mereka jalani itu. Kesadaran akan kemiskinan yang mereka jalani akan baru terasa ketika pada waktu mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan orang lain yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.


(22)

Kemiskinan yang dimaksud disini adalah dalam arti ekonomi, yaitu keadaan “Serba Kekurangan”.1

Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis akan mengutip beberapa pengertian tentang kemiskinan menurut beberapa orang pakar sebagai berikut :

Emil Salim memberikan batasan tentang kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. 2

Sar A Levitan, kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.3

Parsudi Suparlan mengemukakan bahwa kemiskinan adalah dapat didefinisikan sebagai suatu sumber tingkat hidup yang rendah yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan orang yang umum berlaku pada masyarakat. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan sosial dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.4

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan mobilitas yang dibutuhkan dari segi kurang atau tidak memiliki aset-aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, dan lain-lain. Dan juga kemiskinan non material yang meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, kurangnya

1

W.J.S. Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1976), Cet. 1X, h.652

2

Emil Salim, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Penduduk, (Jakarta Yayasan Indrayu: 1980), h.3

3

Andre Bayo Ala, (editor), Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, (Yogyakarta: Liberti, 1981), h.3

4

Parsudi Suparlan, Kemiskinan Dalam ( Individu, Keluarga dan Masyarakat), editor: A.W. Wijaya, (Jakarta: Akademika Presindo), h.129


(23)

kerja dan terbatasnya kesempatan dalam usaha. Maka kemiskinan tidak saja berkaitan dengan aspek-aspek materi saja, tetapi juga menyangkut aspek non materi.

Diantara definisi tentang kemiskinan, menurut Nabil Subhi Ath-Thawil adalah “Tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok. Kebutuhan-kebutuhan itu dianggap pokok, karena ia menyediakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia yang layak dengan tingkat kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.”5

Definisi tersebut menitikberatkan pada tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan pokok yang minimal dapat hidup secara layak dan manusiawi. Ada beberapa hal yang masih belum terumuskan dalam definisi tersebut adalah mengenai tingkat ukuran kebutuhan dasar dan tingkat kehidupan yang layak atau manusiawi.6

Karena adanya permasalahan ukuran tingkat kebutuhan tersebut. Neils Mulder membuat definisi tentang kemiskinan : “... yang tidak sampai pada suatu tingkat kehidupan minimal seperti ditujukan oleh garis kemiskinan yang mengungkapkan taraf minimal untuk bisa hidup dengan cukup dan wajar”.7 Tapi rumusan definisi tersebut oleh Mudler segera disusul dengan keterangan bahwa “ Konsep mengenai garis kemiskinan tersebut sukar didefinisikan”.8

5

Nabil Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan Di Negara-negara Muslim, terjemahan Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1985), Cet ke-1, h.36, Dalam Ahmad Sanusi. Agama ditengah Kemiskinan, (Jakarta: Logos, 1999), h.2

6

F. Magnis Suseno, S.J. (ed), Kemiskinan dan Analisis Sosial:Segi-segi Etis,dalam J.B. Banawiratman, S.J. (ed) Kemiskinan dan Pembenasan, (Yogyakarta:Kanisius,1987), Cet Ke-1, h.37. dalam Ahmad Sanusi, Agama ditengah Kemiskinan, h.12

7

Neil Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Pres, 1984), Cet Ke-5, h.76, dalam Ahmad Sanusi,Agama ditengah Kemiskinan, h. 13

8


(24)

Dalam hal ini Emil Salim menyebutkan beberapa ciri masyarakat miskin sebagai berikut :

Pertama, mereka pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor produksi yang mereka miliki sedikit sekali sehingga kemampuan mendapatkan penghasilan menjadi sangat terbatas.

Kedua, mereka tidak mempunyai watak memproleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha, sedangkan untuk mendapatkan kredit perbankan tidak memenuhi syarat, sehingga pada umumnya mereka berpaling pada lintah darat yang biasanya memungut bunga yang cukup tinggi.

Ketiga, tingkat pendidikan mereka pada umumnya rendah, tidak tamat Sekolah Dasar, juga anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tua menjaga adik-adik mereka dirumah, sehingga secara turun temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan.

Keempat, kebanyakan mereka yang tinggal dipedesaan banyak diantaranya yang tidak mempunyai tanah. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar dibidang pertanian, karena pertaniannya adalah musiman, maka kesinambungan kurang menjamin. Banyak diantara mereka bekerja bebas dalam arti berusaha apa saja dalam penawaran tenaga kerja yang besar, maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka di bawah garis kemiskinan.9

9


(25)

C. Faktor Penyebab Tejadinya Kemiskinan

Dari sekian banyak masalah kemanusiaan yang kini tengah dihadapi umat manusia di penjuru dunia, terutama di negara-negara berkembang, adalah masalah kemiskinan dengan berbagai macam sebab dan akibatnya. Ada kemiskinan yang bersifat eksidental atau perorangan, seperti karena sikap mental atau cacat fisik. Ada juga kemiskinan struktural karena eksploitasi dalam pola hubungan yang tidak adil dan menindas dari suatu kelompok dan seseorang pada kelompok lain yang terkadang muncul dalam bentuk kemiskinan massal.

Karena kompleksitas masalah kemiskinan terkait erat dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia, maka analisa atau kajian mengenai penyebab terjadinya kemiskinan akan meliputi berbagai macam segi : sosial, politik, budaya ekonomi, agama, juga lingkungan alam dan sebagainya. Karena itu kajian tentang penyebab kemiskinan, selain akan sangat tergantung pada bentuk atau jenis kemiskinan itu sendiri.

Kemiskinan dari segi sebabnya, dapat dibedakan antara kemiskinan temporer atau aksidental dan kemiskinan struktural, atau antara kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan.

Kemiskinan temporer adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh cacat jasmani atau jiwa, atau akibat malapetaka yang menimpa seseorang.10 Cacat jasmani atau mental membuat seseorang tidak bisa bekerja, sehingga dia tidak produktif dan menjadi miskin. Demikian juga bencana alam dalam bentuk gunung meletus, atau serangan hama atau kemarau panjang yang menimpa kaum petani dapat

10

Hidayat Naatmaja, Masalah Kemiskinan ditinjau dari Ajaran Islam,dalam Amrulla Ahmad et.al. (eds), Islamisasi Ekonomi, (Yogyakarta: LP2M,1985), h. 109, dalam Drs. Masri Mansur, Religiusitas Masyarakat Miskin, (Prasejahtera) Di Pamulang, (Jakarta: P2M, 2000), h. 10


(26)

menyebabkan kemiskinan tapi jenis kemiskinan semacam ini biasanya bersifat individual atau hanya menimpa sekelompok orang saja, dan terjadinya bersifat temporer. Karenanya akibat yang ditimbulkan dan cara penanggulangannya relatif lebih sederhana jika dibandingkan dengan jenis kemiskinan struktural yang biasanya bersifat massal dan telah berkembang sedemikian kompleks.

Sebelum membahas kemiskinan struktural lebih lanjut, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai sebab-sebab kemiskinan serta beberapa akibatnya. Suatu masyarakat atau bangsa selalu dipandang mengalami kemiskinan karena keadaan alamnya yang kurang subur, seperti tanahnya berbatu-batu, kering, tidak cukup luas, tidak mengandung mineral atau kekayaan alam lainnya. Dengan demikian, wilayah tersebut tidak memiliki potensi untuk dikembangkan.

Pandangan semacam ini mendapat kritik dengan mengajukan contoh beberapa negara yang sempit (kecil) atau keadaan alamnya yang tidak subur, tapi mampu menjadi negara maju. Diantaranya adalah Jepang, Belanda, Singapura, Taiwan.11

Beberapa sebab lain yang dianggap penyebab timbulnya kemiskinan adalah : Pendidikan, kekurangan gizi, pola asuh dalam keluarga, atau karena kesalahan dalam sistem ekonomi yang dikembangkan suatu negara dalam proses pembangunan atau modernisasi beserta sistem politik dn ideologinya. Bahkan agama sering dipandang sebagai suatu takdir dan mendapat tempat terhormat (salah satu bentuk kesalehan) untuk mendekatkan diri pada Tuhan bagi kesempurnaan diri.

11

Jhon Kennet Galbraith,Hakikat Kemiskinan Masa, terj. Tom Anwar (Jakarta: Sinara Harapan, 1983), h.23


(27)

Saling keterkaitan sebab kemiskinan dalam hampir semua aspek kehidupan oleh Gunnar Myrdal dikatakan sebagai “vicionus cirle”, suatu lingkaran tak berujung pangkal. Sulit dibedakan antara faktor penyebab dan akibat dari kemiskinan.

Contoh dari lingkaran tak berujung pangkal itu dikemukakan Myrdal dengan mengutip Prof. Ragnar Nurkes yang mengatakan bahwa karena seseorang kurang makan, maka kesehatan menjadi lemah : karena tubuhnya lemah maka kemampuan kerjanya pun rendah, dimana hal tersebut akan mengakibatkan dirinya berada pada tingkat kemiskinan, dan keadaan ini selanjutnya mengakibatkan kurang makan.

Selanjutnya Myrdal mengatakan bahwa masalah tersebut adalah masalah sirkuler dan kumulatif yang terus menerus menurun ke tingkat yang lebih rendah, dimana suatu faktor negatif memerankan dua peranan sekaligus : menjadi penyebab dan akibat dari faktor-faktor penyebab negatif lainnya.12

Adapun dalam masalah kemiskinan struktural, analisa mengenai faktor penyebab timbulnya kemiskinan bertolak dari keadaan struktural sosial yang eksploratif dalam pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya dan sebagainya.13 Maka kemiskinan yang timbul dalam suatu masyarakat bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada pada dirinya sendiri, misalnya kurangnya pendidikan atau kurangnya kalori, melainkan sebagai akibat dari eksploitasi.14 Lebih lanjut seperti juga dikatakan oleh Magnis Suseno tentang kemiskinan struktural sebagai berikut :

12

Gunnar Myrdal, Bangsa-bangsa Kaya dan miskin, terj. Paul Sihotang, (Jakarta: Gramedia, 1980), Cet Ke-2, h. 35-37

13

A. Suryawasita ,SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Banawiratman, SJ.,(ed), Kemiskinan dan Pembebasan, h.12-13

14


(28)

“Masalah kemiskinan bukanlah akibat kehendak jelek orang miskin sendiri, (Misalnya : ia malas, suka main judi) atau orang kaya (misalnya : ia pribadi rakus) melainkan akibat strukturisasi proses-proses ekonomi, politik (Bahwa hanya kelompok-kelompok kecil mengusai sarana-sarana produksi dan pengambilan keputusan mengenai kehidupan masyarakat), sosial (misalnya hak-hak tradisional golongan atas), budaya (misalnya perbedaan akses terhadap penidikan) dan ideologis, bahwa masyarakat di belenggu faham-faham yang menutup-nutupi ketidakadilan, kemiskinan dan memperlihatkan sebagai akibat faktor-faktor objektif belaka.15

Masalah kemiskinan struktural tersebut, dapat dilihat dalam skala makro dari perkembangan dunia dalam seluruh sektor kehidupannya yang berkembang dengan pesat kearah yang meninggalkan bencana kemanusiaan. Diantara kompleksitas permasalahan tersebut dapat dilihat dari saling keterkaitan dan ketergantungan setiap perkembangan suatu masyarakat tertentu dengan realitas perkembangan suatu masyarakat tertentu dengan realitas perkembangan masyarakat lainnya dalam skala global. Semuanya secara struktural saling berkaitan. Berbagai sudut dunia yang dahulu terpisah dan terpencar-pencar, kini telah diintegrasikan menjadi suatu kawasan-kawasan dunia, salah satu faktor pengintegrasian ini adalah lewat perkembangan ilmu dan teknologi. Dan perkembangan ini telah menimbulkan suatu hubungan jenis dunia dalam bentuk hirarkis yang tersusun sedemikian rupa. Ada negara yang dominan sebagai pusat dan negara pengikut di pinggiran.16

Perkembangan tersebut telah menimbulkan perubahan persepsi mengenai gejala saling hubungan antara berbagai persoalan yang tadinya dilihat secara terpisah : antara kemiskinan dan kepincangan sosial dengan sistem kekerasan (violence),

15

F. Magnis Suseno, SJ., Keadilan dan Analisis Sosial: Segi-segi Etis dalam J.B. Banawirayman SJ., Kemiskinan dan Pembebasan, h. 38, Ahmad Sanusi, Agama ditengah Kemiskinan, h. 28

16

Fachry Ali, Islam Keprihatinan Univesal dan Politik Di Indonesia, (Jakarta Antar Kota, 1984), h. 7-9, dalam Drs. Masri Mansur, Religiusitas Masyarakat Miskin (Prasejahtera) Di Pamulang Timur, h. 15


(29)

dominasi dan eksploitasi : antara polusi dan pencemaran lingkungan hidup dengan lingkungan hidup yang ekspansionis : antara pola hubungan ketergantungan pusat pinggiran (centreperiphery) dengan sistem teknologi yang mengandung kode ekonomi dan nilai kognitif : antara sistem politik yang represif didunia ketiga dengan orde ekonomi internasional. Semua gejala tersebut mempunyai kaitan satu sama lain dalam suatu hubungan struktural. Masalah keterbelakangan disuatu daerah yang paling terpencil pun telah atau segera akan mempunyai kaitan dengan sistem kepitalisme internasional yang melakukan ekspansi dan penetrasi.17

Diantara masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang ; termasuk Indonesia menjadi bagian dari proses transnasionalisasi sistem kapitalisme dunia sebagai “global interprise” suatu perusahaan tingkat dunia. Melalui proses mana dunia dijadikan sebagai sumber ekonomi dalam bentuk sumber daya manusia, alam atau pasar. Maka muncullah proses komersialisasi dari seluruh sektor kehidupan. Semua dilihat dan diuraikan dari segi fungsinya bagi proses kelangsungan dan perkembangan struktur yang ada secara pragmatis. Suatu struktur dalam bentuk hubungan yang timpang dan eksploitatif antara negara maju dan negara terbelakang, antara pemerintah dengan rakyat, antara perusahaan besar dengan sektor informal pengusaha kecil dan sebagainya.

Selanjutnya, pengalaman histori di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kapitalisme industrial yang masuk telah mensyaratkan keperluan adanya kekuasaan negara yang kuat dan bercorak birokrasi authoritarian

negara-negara tersebut menjadi ajang negara besar. Tata hubungan internasional

17

M. Dawam rahardjo, Pembangunan dan Kekerasan Struktural: Agenda Riset Perdamaian,


(30)

menjadi struktural dominasion (dominasi struktural) yang dinegara-negara berkembang melahirkan apa yang dimaksud struktural voilence (kekerasan struktural). Suatu bentuk kekerasan yang bukan sekedar saling bunuh karena masalah pribadi atau suku, tetapi adalah kekerasan yang timbul dari pertumbuhan kapital yang tidak merata dan berkembang tidak terbatas. Kekerasan ini mengambil bentuk eksploitasi, fragmentasi masyarakat, rusaknya solidaritas, dan marginalisasi masyarakat, sehingga meniadakan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang nasib mereka.

Lebih lanjut, kekerasan ini melahirkan kemiskinan massal, ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, ketidakadilan sosial dan aliensi, atau peniadaan individualitas karena proses penyeragaman negara. Bentuk kekerasan ini juga berakibat pada alam dan lingkungan, seperti dalam bentuk pencemaran lingkungan dan pengrusakan sumber-sumber alam yang tidak dapat diperbaharui.18

Dalam konteks perkembangan dunia dengan persoalan manusia tersebut, beberapa kritik juga dilontarkan terhadap model pembangunan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dengan sistem politik dan ideologi yang dianut beberapa negara. Diantara kritik tersebut, seperti yang dilontarkan Peter L. Berger yang dalam salah satu tesisnya mengatakan bahwa kebijaksanaan politik dalam kapitalisme menyetujui kelaparan pada waktu sekarang, sementara menjanjikan kemakmuran di hari esok, sebagai janji yang harus dipertanyakan. Sedangkan sosialisme menyetujui teror di waktu sekarang demi janji suatu tatanan manusiawi dihari esok yang juga

18

Dawam Rahardjo, KekerasanAgama dan Gerakan Perdamaian, Pengantar dalam Agama dan Kekerasan, (Jakarta Kelompok Studi Proklamasi, 1985), 9-21, dalam Ahmad Sanusi, Agama ditengah Kemiskinan, h.31


(31)

harus dipertanyakan untuk dipercayai kebenarannya. Bagi Peter L. Berger, dari kedua sistem ideologi tersebut beserta model pembangunan yang berlaku dewasa ini telah meninggalkan “human cost” (biaya-biaya manusiawi) yang tinggi dan terlalu mahal dalam bentuk penderitaan fisik dan kesengsaraan.19

Menggejalanya ketimpangan hubungan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang yang mengejar keterbelakangannya lewat program modernisasi, dari pengalaman-pengalaman di negara-negara Amerika Latin telah mengundang perhatian beberapa ekonomi untuk mengkaji masalah kemiskinan yang tak kunjung tertanggulangi. Diantara kesimpulan dari pertemuan-pertemuan para ekonomi Amerika Latin di Mexico City adalah bahwa rintangan-rintangan utama yang menghambat dan merusak perkembangan ekonomi dan sosial Amerika Latin adalah merupakan rintangan yang struktural sifatnya, baik yang terdapat dalam struktur ekonomi, struktur sosial maupun dalam sifat ketergantungan atau kekuatan asing. Dari pemikiran ini kemudian melahirkan beberapa gagasan dan pemikiran yang dikenal dengan “thesis ketergantungan dan keterbelakangan” (dependency and underdevelopment theses).

Tesis ketergantungan dan keterbelakangan tersebut bertolak dari pemikiran Paul Baran yang mengatakan bahwa faktor utama penyebab keterbelakangan negara Amerika Latin yang kaya dengan bahan-bahan mentah ialah karena proses eksploitasi oleh pihak asing akibat hubungan ekonomi yang tidak adil. Thesis ini mengolah thesis yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi negara-negara miskin akan terjadi akibat hubungan ekonomi negara maju yang akan menimbulkan difusi modal,

19

Peter L. Berger, Piramida Kurban Manusai,Terj. A. Rahman Tolleng, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 30-31


(32)

teknologi, nilai-nilai institusi dan faktor-faktor dinamika lainnya. Tapi sebaiknya bahwa masuknya modal asing dari negara maju ke negara miskin hanya bertujuan untuk menyedot keuntungan dari negara miskin dengan diiringi pula oleh masuknya sistem kapitalisme yang menggeser kebiasaan sosial yang pada masyarakat di negara miskin. Masuknya modal asing dalam proses pembangunan ekonomi di negara berkembang dipermudah dengan adanya jaringan kerjasama antara pemodal asing, pengusaha domestik, dan elite pengusaha sebagai comprador yang bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan asing.20

Diantara penyebab kegagalan pembangunan di negara-negara berkembang dikemukakan oleh Habib ul Haq terutama sebagai akibat dua kesalahan pokok.

1. Strategi-strategi pembangunan pertama-tama dimaksudkan untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi, bukan untuk memberantas kemiskinan dan pengangguran massa.

2. Strategi-strategi pembangunan itu didasarkan atas anggapan bahwa kebijakan pembangunan pendapatan dapat dilakukan kemudian. Dan tidak lupa bahwa pola serta organisasi produksi itu memaksakan suatu pola konsumsi dan pembagian yang sulit diubah.21 Hingga jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin semakin melebar.

Sehubungan dengan itu, Jalaludin Rahmat mengutip beberapa pendapat yang sampai pada kesimpulan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial dan ekonomi; karena adanya kelompok kecil orang-orang elit yang hidup

20

Sritua Arif dan Adi Sasono, Indonesia Ketergantungan dan Keterbelakangan, (Jakarta: LLPS, 1981), h.19

21

Mahbub Ul Haq, Tirai Kemiskinan, Terj. Masri Maris, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1983), h. 45-47


(33)

mewah diatas penderitaan orang banyak. Baik elit dalam negeri maupun pada peranan negara-negara maju yang menciptakan ketergantungan negara-negara berkembang dan mengeruk keuntungan lewat kolaborasi dengan elit lokal. Bahkan Susan Goerge mengatakan bahwa kelaparan tidak ada hubungannya dengan kelebihan penduduk. Diantara bukti yang diungkap Susan adalah kelaparan yang terjadi Di Bolivia dengan kepadatan penduduk 5 orang perkilometer persegi, Di India dengan kepadatan 172 orang perkilometer persegi, tetapi tidak terjadi Di Belanda dengan kepadatan 326 perkilometer persegi.22

Memang tampak seperti sepanjang jalan sejarah dan hingga kini menjadi masalah dunia, adalah terjadinya gelombang pengungsi yang terkena bencana kelaparan serta wabah penyakit akibat peperangan. Perkembangan lomba senjata dalam sistem perang (war system) beserta sistem persenjataannya (armament system)

telah menyedot biaya yang sangat besar ditengah masalah kemiskinan dalam berbagai belahan dunia, dalam situasi seperti ini timbul kesan bahwa umat manusia telah tidak lagi bisa menguasai dirinya dan telah dikuasai oleh suatu sistem dan teknologi dalam bentuk sistem perang yang diciptakannya sendiri.

Milliterisasi ada hubungannya dengan perbenturan nilai dan sistem kepercayaan tentang bagaimana membentuk hari depan bangsa atau dunia. Pembangunan persenjataan merupakan salah satu cara terpenting untuk mempertahankan keadaan status Quo dan memelihara kepentingan kelompok-kelompok elit yang melakukan dominasi dan eksploitasi. Karena itulah maka gejala

22

Jalalludin Rahmat, Kunci Surga Yang Terbuang, Kata Pengantar dalam Nabil Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, h.12, dalam Ahmad Sanusi, Agama ditengah Kemiskinan,h. 35


(34)

militerisasi dunia berkeoksistensi dengan kepincangan pendapatan yang terwujud secara global.23

Dari beberapa pendapat dan analisa mengenai sebab-sebab terjadinya kemiskinan, tampak bahwa pendapat masing-masing mengenai sebab-sebab kemiskinan selain tergantung pada jenis kemiskinan, juga sangat tergantung pada kerangka berpikir atau cara memandang masalah kemiskinan serta kedudukan dan kepentingannya. Kerangka berpikir tersebut menurut A. Suryawasita, SJ, disebut sebagai “model”, yang secara garis besar terbagi pada: model konsesus dan model konflik.24

Model konsesus tersebut terbagi pada ideologi konservatif dan ideologi liberal yang melatar belakangi pemikirannya. Menurut ideologi konservatif masalah kemiskinan adalah sebagai kesalahan orang miskin sendiri. Mereka dinilai bodoh, malas tidak, punya motivasi berprestasi yang tinggi, tidak punya keterampilan dan sebagainya. Maka kaum konservatif percaya bahwa masalah kemiskinan akan terselesaikan dengan sendirinya. Sedangkan menurut pemahaman ideologi liberal, masalah kemiskinana harus dipecahkan lewat struktur politik, ekonomi yang ada dengan menciptakan kesempatan yang sama untuk berusaha bagi setiap orang tanpa diskriminasi. Orang miskin pasti dapat mengatasi kemiskinan mereka asal mendapat kesempatan berusaha yang memadai.

Baik ideologi konservatif maupun ideologi liberal, keduanya mempertahankan struktur sosial yang sudah ada beserta perbedaan tingkat sosial, sistem ekonomi

23

M. Dawam Rahardjo, Pembangunan dan Kekerasan Struktural: Agenda Riset Perdamaian, h. 4, Dalam Ahmad Sanusi, Agama ditengah Kemiskinan, h.37

24

A.Suryawasita, Analisis Sosial, dalam J.B. Banawiratman, Kemiskinan dan Pembebasan, h. 15-35


(35)

kapitalis dan demokrasi politik. Perbedaannya dalam melihat masalah kemiskinan, kaum konservatif cenderung menyalahkan orang miskin, yang dinilai tidak cukup berusaha menggunakan kesempatan-kesempatan yanng ada yang telah disediakan oleh masyarakat : sedangkan kaum liberal memandang bahwa kesempatan yang ada belum cukup memadai sehingga orang miskin tidak bisa hidup sebagaimana yang diharapkan. Maka bagi kaum liberal usaha yang dilakukan ialah bagaimana memungkinnkan orang miskin hidup dalam struktur sosial yang sudah ada, sedangkan kaum konservatif lebih cenderung membiarkannya.

Selanjutnya, model konflik berbeda dengan model konservatif, dalam melihat kemiskinan model ini memandang bahwa struktur sosial yang ada sebagai penyebab kemiskinan. Sebab struktur sosial adalah dominasi sekelompok kecil dan kepatuhan serta ketundukan sebagai warga masyarakat atas dominasi kelompok kecil tersebut. Bahkan masalah kultur dan mentalitas orang miskin yang dinilai sebagai penyebab kemiskinan oleh kaum konservatif, dipandang menurut model konflik sebagai akibat dari struktur sosial itu sendiri yang disengaja ditanamkan dan dipertahankan. Oleh karena itu bagi model konflik, untuk mengatasi kemiskinan harus melalui perombakan struktur sosial yang ada kearah yang lebih demokratis dan partisipatif.

Melalui klasifikasi kerangka berpikir atau model analisa ntentang pandangan mengenai penyebab kemiskinan seperti yang di kemukakan oleh Suryawasita, tampak jelas ada perbedaan pendapat. Tapi sudah barang tentu, karena kompleksitas masalah kemiskinan itu sendiri, masing-masing model tidak bisa secara langsung diterapkan dalam melihat penyebab realitas kemiskinan. Dalam hal tertentu, sikap mental perorangan atau masyarakat memang bisa menjadi penyebab timbulnya kemiskinan.


(36)

Demikian juga untuk jenis kemiskinan yang bersifat struktural, analisa konflik bisa diterapkan. Semuanya tergantung pada jenis kemiskinan itu sendiri seperti telah disebutkan diatas.

D. Pengertian Keberagamaan 1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi atau kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan hal itu mempunyai arti bagi dirinya. Kata perilaku dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi si pelaku mempunyai arti subyektif (gemeinter sinn). Atau dengan kata lain, pelaku hendak mencapai suatu tujuan yang didorong oleh adanya motivasi. Entah kelakuan itu bersifat lahiriah atau batiniah berupa permenungan, perencanaan, pengambilan keputusan, dan sebagainya, entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif kedalam suatu situasi, atau sikap pasif yang sengaja tidak mau terlibat, pemakaian kata kelakuan itu hanya untuk perbuatan manusia yang mempunyai arti bagi dia. Kesadaran akan arti dari apa yang diperbuat itulah ciri hakiki manusia. Walaupun banyak tindakan manusia bercorak rutin saja dan konfromitas, namun suatu kesadaran minimal akan arti dari hal yang dibuat minimal harus ada supaya mereka dapat disebut kelakuan.

Dengan demikian perilaku merupakan ekspresi dan manifestasi dari gejala-gejala hidup yang bersumber dari kemampuan-kemampuan psikis yang berpusat adanya kebutuhan, sehingga segala perilaku manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan


(37)

mahluk berketuhanan. Jadi perilaku mengandung sebuah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) bukan saja badan atau ucapan.25

Perilakuan akan menjadi sosial hanya kalau dan sejauh mana arti maksud subjektif dari tingkah laku membuat individu memikirkannya. Oleh orientasi itulah perilakuan memperoleh suatu kemantapan sosial dan menunjukan suatu keseragaman yang kurang lebih tetap. Perilaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan-penetapan atau harapan-harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan dibekukan kedalam undang-undang. Orang yang dimotivasi untuk melakukan balas dendam atas suatu penghinaan yang dialaminya pada masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Perilaku demikian itu dinamakan kelakuan sosial. Begitu juga orang yang langsung menanggapi suatu penghinaan sekarang, atau yang menyiapkan tindakan pembalasan untuk masa datang. Masalah kapan hal itu akan dilakukan tidak menjadi soal. Juga apakah orang lain itu hanya satu atau banyak, apakah dikenal atau tidak dikenal. Karena pemakaian uang misalnya adalah kelakuan sosial juga, sebab penerimaannya atau pengeluarannya selalu berarah kepada harapan bahwa sebagian besar orang sekalipun mereka tidak dikenal, akan menganggap dan memperlakukan uang sebagai alat pertukaran.

Sebaliknya, kelakuan orang yang diarahkan pada benda-benda sambil mengharap suatu efek, misalnya memutar sakelar penghubung listrik, tidak bercorak sosial. Juga kelakuan religius yang dilakukan sendiri, tidak bercorak sosial. Jadi menurut Weber, perilakuan sosial berakar dalam kesadaran individual

25

Pusat Pembianaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), Cet Ke-3, h.671


(38)

dan bertolak dari situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis, bukanlah keluarga, negara, partai, dan lain-lain.26

2. Pengertian Keberagamaan

Kata “keberagamaan” berasal dari kata “beragama”, kata beragama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan antara lain: 1. Menganut (memeluk) agama, 2. Beribadah, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama). Misalnya ia berasal dari keluarga yang taat beragama.27

Istilah keberagamaan, penelitian sosial keagamaan lebih dikenal dengan sebutan “religiusitas/religiusity”. Religiusitas berbeda dengan pemahaman tentang agama, agama lebih menunjukan kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada “dunia atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukumnya.

Keberagamaan (religiusitas) lebih melihat aspek-aspek yang “didalam hati”, riak getaran hati nurani, dan sikap personal.28

E. Dimensi Keberagaman

Konsepsi-konsepsi keberagamaan tidak sama bagi semua orang, baik masyarakat kompleks, modern, maupun bagi sebagian besar masyarakat primitif yang homogen. Jika kita perhatikan agama-agama dunia terlihat nyata bahwa pembahasan

26

K.J. Veeger, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu- Masyarakat dalam Cakrawala, Sejarah Sosiologi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), Cet Ke-4, h. 172

27

J.S. Badudu Sota Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka sinar harapan, 1994), Cet Ke-1, h.11

28

Masri Singarimbun, dan Sofian Efendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet Ke-1, h.126-127


(39)

terinci tentang ekspresi agama sangat bervariasi, agama-agama yang berbeda diasumsikan memiliki perbedaan pula dalam kepenganutannya.

Dalam buku “Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi” Robertson mengutip R. Stark dan C.Y. Glock, yang menjelaskan bahwa agama diluar perbedaan-perbedaan yang bersifat khusus dalam keyakinan dan dalam peraktek agama, terdapat lima dimensi utama yang menjadi konsesus umum dalam semua agama. Lima dimensi tersebut adalah:

a. Dimensi Keyakinan, Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang bereligius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Dengan kata lain dimensi ini berisikan tentang keyakinan pemeluk suatu agama kepada ajaran-ajaran agamanya, terutama ajaran-ajaran agama yang fundamental dan dogmatic. Dalam Islam misalnya, orang diharapkan meyakini atau percaya adanya Allah, Malaikat-malaikat, Rosul-rosul, dan Kitab-kitab Allah , serta Surga dan Neraka.

b. Dimensi Peraktek. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan serta ketaatan dan hal-hal yang dilakukan oleh orang untuk menunjukan sebuah komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dengan perkataan lain, dimensi ini menunjukan kepada kepatuhan seseorang pemeluk agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan oleh agamanya. Dimensi ini ada yang bersifat public

(memasyarakat) dan bersifat private (pribadi). Dalam Islam misalnya, Sholat lima waktu berjamaah, sholat Idl fitri dan lain sebagainya. Sedangkan ibadah yang bersifat private antara lain: puasa (wajib/sunah), sholat tahajud, berdo’a dan ibadah lain yang dilakukan secara pribadi.

c. Dimensi Pengalaman. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang


(40)

dengan yang transenden.29 Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi perasaan dekat dengan Allah, perasaan syukur karena do’a atau permintaannya dikabulkan, perasaan bertawakal dan sebagainya.

d. Dimensi intelektual. Dimensi ini berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Dimana orang- orang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi agama yang dianutnya. Dimensi ini tidak selalu sejalan dengan perakteknya, tidak semua pengetahuan bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.

e. Dimensi Konsekuensi. Dimensi ini berisikan tentang identifikasi akibat-akibat keyakinan, peraktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain dimensi ini mengacu kepada seberapa besar agama yang dipeluknya mempengaruhi atau terwujud dalam bentuk nyata, khususnya dalam hubungan manusia di bumi. Bagi orang muslim dimensi ini identik dengan “amal sholeh”

F. Fungsi Agama Bagi Manusia dan Masyarakat

Menurut Hendropuspito pemahaman mengenai fungsi agama itu tidak dapat lepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakat. Dimana tantangan-tantangan yang dihadapi manusia itu dikembalikan pada tiga hal, yaitu ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi itu semua lari pada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang devinitife dalam menolong manusia.30

29

Roland Robertson, Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet Ke-4, h.295-296

30


(41)

Menurut Thomas F. O’ Dea funngsi agama bagi masyarakat adalah melestarikan masyarakat, memeliharanya dihadapan manusia dalam arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan dasar manusia baginya. Bagi kepribadian manusia, agama menyediakan dasar pokok yang menjamin usaha dan kehidupan yang menyeluruh, dan menawarkan jalan keluar bagi pengungkapan kebutuhan dan rasa haru serta penawar bagi emosi manusia. Sebaliknya agama mendukung disiplin melalui pemuasan melalui norma dan nilai masyarakat, yang karena itu memainkan peran mensosialisir individu dan dalam mempertahankan stabilitas sosial.31

Agama menurut Mukti Ali, mempunyai fungsi sebagai faktor motivatif, kreatif, sublimatif, dan integrative. Faktor motif adalah yang mendorong, melandasi dan mendasari cita-cita serta amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Ia merupakan syarat mutlak untuk tiap usaha yang ingin dilakukan secara bertanggung jawab. Dan faktor kreatif adalah yang mendorong dan menghasung manusia, bukan untuk melakukan kerja produktif saja, melainkan juga karya produktif dan baru. Sedangkan fungsi agama sebagai faktor sublimatif adalah mengkuduskan segala perbuatan manusia, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat keduniawian. Dengan dasar dan sikap batin itu kehidupan manusia mempunyai makna dan nilai luhur sebagai bentuk ibadat kepada Tuhan. Kemudian dengan fungsi sebagai faktor integratif, agama dapat menundukkan segenap kegiatan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dalam berbagai

31

Thomas F O’ Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h.31-34


(42)

bidang kehidupan, sehingga terhindar dari bencana “kepribadian yang pecah” dan mampu menghadapi tantangan serta resiko kehidupan.32

Fungsi agama bagi kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi dan rasa puas, perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh dari seseorang untuk berbuat sesuatu.33

G. Pengertian dan Ciri-ciri Buruh Tani

Buruh tani dalam pengertian yang sesungguhnya memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka bekerja untuk jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari kehari. Sedangkan sebagian kecil dari mereka dipekerjakan dalam waktu jangka panjang: setahun atau lebih lama lagi. Dan satu hal yang perlu diingat, para buruh tani ini mendapatkan upah dari majikannya atas apa yang telah ia kerjakan. Biasanya buruh tani ini digaji Rp.15.000/hari, itu merupakan gaji bersih (mereka mendapatkan sarapan, makan siang setiap hari). Buruh tani hidup ditingkat terbawah dalam lapisan masyarakat, biasanya dalam keadaan yang serba kekurangan, penghasilan yang mereka dapatkan tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, apalagi bagi mereka yang telah berumah tangga dan mempunyai anak. Banyak diantara buruh tani yang melakukan pekerjaan sampingan, contohnya: dengan menjadi tukang becak atau tukang ojek disaat mereka tidak dipekerjakan oleh majikannya atau disaat musim panen belum tiba. Bahkan diantara istri buruh tani ada yang berjualan gorengan, atau warung kecil-kecilan, hal ini dilakukan untuk membantu keadaan ekonomi keluarga.

Menurut Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo, buruh tani yang tidak memiliki tanah pertaniaan sama sekali atau yang hanya memiliki tanah pekarangan sajalah yang dinamakan buruh tani dalam pengertian yang sesungguhnya. Tempat tinggal buruh tani yang tidak memiliki tanah itu terletak diatas tanah milik orang lain: kadang-kadang tanah milik orang tua, atanu kerabat yang lain, kadang-kadang tanah milik orang lain yang tidak memiliki hubungan sama sekali.34

Dalam hal ini tidak ada jawatan atau badan pemerintahan yang benar-benar memberikan perhatiannya, baik langsung ataupun tidak langsung kepada buruh tani dan nasibnya. Buruh tani hidup dari hari kehari saja dan tidak memperhatikan rencana masa depan, pada umumnya para buruh tani ini menyerah saja pada nasibnya karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memperbaiki nasibnya.

Untuk maksud-maksud penelitian ini ada beberapa ciri buruh tani diantaranya: 1. Kegiatan Ekonomi

a) Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja harian.

b) Diwaktu mereka tidak dipekerjakan sebagai tenaga buruh, mereka melakukan usaha kecil-kecilan yang hasilnya kira-kira sama dengan gaji mereka.

32

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), h. 178-186

33

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya,1997), Cet Ke-2, h. 226-229

34

Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1990), h. 111-114


(43)

2. Kedudukan Sosial

a) Buruh tani berada dilapisan terendah dalam masyarakat.

b) Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja karena tidak ada benda atau orang yang menjamin hidupnya dinasa depan.

c) Buruh tani pada umumnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan d) juga tidak mempunyai pengalaman untuk mengelola pertanian.


(44)

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN

A. Letak Geografis

Kampung Keusik adalah sebuah kampung yang berada didalam wilayah desa Sukamanah Kecamatan Rajeg–Tangerang, Kampung Keusik memiliki jarak tempuh 24 km dari desa ke Ibukota Kabupaten Tangerang dengan waktu lama tempuh 2 jam. Desa Sukamanah mempunyai luas 642 Ha. Secara administratif, desa tersebut berbatasan dengan beberapa desa yaitu sebelah utara Desa Daon, disebelah selatan Desa Pengarengan, di sebelah barat Desa Rajeg, dan disebelah timur adalah Desa Sukatani.

Secara Geografis desa ini terdiri dari sawah 142 Ha, dan 500 Ha tanah kering, yang terdiri dari tanah tegalan 185 Ha, dan tanah pemukiman 315 Ha, berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2006 jumlah penduduk Desa Sukamanah berjumlah 11.321 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.893 orang, dan jumlah perempuan sebanyak 5.428 orang. Dengan jumlah rumah tangga perkepala keluarga 2.476 kepala keluarga. Desa Sukamanah mempunyai 45 RT dan 10 RW dimana dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti RT. 03 RW. 05.1

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini pelaksanaan pembangunan Desa Sukamanah mengalami kemajuan yang cukup berarti, baik kemajuan dalam bidang pembangunan fisik maupun mental–spiritual disamping sarana dan prasarana yang lain. Hal ini tampak nyata diantaranya pembangunan sarana dan prasarana

1

Data diambil dari : daftar Isian Potensi Desa; Badan Pemberdayaan Masyarakat Banten 2006, h. 5


(45)

dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Desa Sukamanah telah memiliki 14 sarana pendidikan, terdiri dari 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), 4 Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP), 6 Sekolah Dasar (SD), 1 Taman Kanak-kanak (TK) dan 2 Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA).

Tabel I Sarana pendidikan

No Nama Sekolah Jumlah Sekolah

1. 2. 3. 4. 5.

TPA TK SD SMP SMU

2 Unit 1 Unit 6 Unit 4 Unit 1 Unit

Pertumbuhan penduduk Ekampung Keusik disebabkan adanya tingkat kelahiran alami dan juga di sebabkan banyak pendatang dari luar daerah (migran). Para migran yang datang ke Kampung Keusik ini cukup beragam, yaitu berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia dengan motivasi yang berbeda-beda. Ada migran yang menetap sementara dan ada migran yang menetap selamanya. Para migran yang menetap selamanya atau disebut “pindah penduduk” biasanya mereka bekerja pada sektor formal, sedangkan migran yang menetap sementara atau sirkuler berkecimpung dalam bidang sektor informal. Pada sektor informal kebanyakan bekerja sebagai wiraswasta (dagang), dan ada pula yang bekerja sebagai buruh pabrik di daerah Pasar Kemis karena daerah Pasar Kemis dikenal dengan daerah industri yang dikelilingi oleh bermacam-macam pabrik; ada pabrik sepatu, makanan ringan seperti biskuit, pabrik kertas, pabrik kayu, dan lain-lain. Akan tetapi pekerjaan orang pribumi atau orang asli Kampung Keusik adalah sebagai petani dan bahkan diantara mereka ada


(46)

yang bekerja sebagai buruh tani. Hal ini disebabkan karena keadaan Kampung Keusik yang bersifat agraris. Bukti nyata dari pernyataan tersebut adalah masih banyaknya lahan pertanian di desa ini yang bisa dikelola oleh masyarakat.

B. Kondisi Sosial dan Ekonomi Buruh Tani

Kampung Keusik mempunyai wilayah yang luas dan penduduk yang padat bila dibandingkan dengan kampung-kampung lain yang ada di di Desa Sukamanah Kecamatan Rajeg, dimana Kampung Keusik merupakan daerah yang yang menjadi salah satu sumber pertanian di Kecamatan Rajeg. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari penduduk Kampung Keusik yang bekerja sebagai petani dan buruh tani sehingga hasil dari sawah yang mereka kelola dapat mereka gunakan untuk membeli kebutuhan pokok mereka sehari-hari atau juga hasilnya dapat mereka jual ke pasar dan hasil dari penjualan tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lain, seperti membeli lauk pauk atau membeli perlengkapan anak untuk sekolah, misalnya sepatu, pakaian dan keperluan yang lainnya.

Kampung Keusik dari tahun ketahun banyak mengalami kemajuan dibidang pembangunan bila dibandingkan dengan kampung-kampung yang lainnya. Keberhasilan pembangunan ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, konsekuesnsi ini akan mendorong masyarakat sekitarnya untuk terus mencapai penghidupan yang lebih maju dari kehidupan yang mereka jalani sekarang ini.

Kampung ini mempunyai penduduk multi etnis, hal ini disebabkan karena jumlah kaum migran yang sangat banyak. Kaum migran ini mempunyai tujuan, antara lain bekerja di sektor informal maupun disektor formal. Dari fenomena tersebut


(47)

membawa konsekuensi logis terhadap pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi penduduk, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pekerjaan inti penduduk Kampung Keusik adalah sebagai petani dan buruh tani, namun lambat laun seiring kemajuan dibidang pembangunan dan teknologi, diantara penduduk Kampung Keusik ada yang bekerja sebagai buruh swasta di pabrik.

Menurut data tahun 2006 dari 11.321 orang penduduk Desa Sukamanah, 1.461 orang bekerja sebagai petani, 785 orang bekerja sebagai buruh tani, 136 orang sebagai buruh swasta, 346 orang sebagai pegawai negeri, 272 orang sebagai pengrajin, 873 orang sebagai pedagang, 8 orang sebagai montir dan 2 orang sebagai dokter.2 Data ini menunjukkan pada sektor pertanian merupakan pekerjaan yang terbanyak.

Tabel II Mata pencaharian

No Mata pencaharian Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Buruh tani Petani Pedagang/wiraswasta Pengrajin PNS Penjahit Montir Sopir Karyawan Kontraktor Tukang Kayu Tukang Batu Guru Swasta 785 1461 873 272 26 123 8 38 136 4 57 68 29

Berdasarkan daftar isian potensi desa dari 11.321 jumlah penduduk Desa Sukamanah, 1132 penduduk Kampung Keusik.

2


(48)

C. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Menurut Sekdes Desa Sukamanah, jumlah petani dan buruh tani yang berada di wilayah ini sangat banyak. Dari hasil observasi, buruh tani yang berada di desa ini mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah, yaitu Sekolah Dasar (SD), bahkan diantara mereka ada yang tidak mengenyam bangku sekolah sama sekali. Hal ini dikarenakan status sosial ekonomi keluarga buruh tani yang kebanyakan berasal dari kelas bawah. Sehingga dalam pendidikan untuk buruh tani kurang diperhatikan oleh orang tuanya, karena pekerjaan orang tuanya juga yang rata-rata sebagai buruh tani.

Penulis menggunakan metode pengambilan sampel persposif (purposal sampling), yaitu sampel dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Informan ditentukan sebanyak 5 orang dengan kriteria tertentu yaitu dengan latar belakang pendidikan 2 orang Sekolah Dasar (SD), 2 orang pernah duduk di bangku SLTP walau hanya sampai kelas 2, dan satu orang tidak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali. Usia subjek dipilih antara 20 – 40, dengan pertimbangan bahwa pada usia tersebut mereka mampu menilai, bertanggung jawan atas sikap dan perilakunya, sehingga dalam keseharian aktivitas mereka dapat dilihat perilaku keagamaannya.

Nama subjek penelitian sengaja di samarkan oleh penulis, yaitu dengan cara nama asli disingkat, ini dimaksudkan agar penulis mudah mengingat nama informan. Sehingga kerahasiaan subjek penelitian sesuai dengan yang disyaratkan dalam etika penelitian.


(49)

Pembahasan mengenai perilaku keagamaan dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan seorang buruh tani dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang, yang paling mendasar dilihat dari sudut latar belakang keluarga dan pendidikan. Begitu juga dalam hubungan dengan perilaku keagamaan yaitu mengenai content, frekwensi, dan intensitas pemahaman dapat diterangkan dengan melihat latar belakang pendidikan, keluarga dan lingkungan.

Tabel III

Penghasilan Responden

No Informan Jenis kelamin Pendapatan perhari

1. 2. 3. 4. 5. AH MI UN AE AI Wanita Wanita Laki-laki Laki-laki Laki-laki

Rp. 15.000,- Rp. 15.000,- Rp. 15.000,- Rp. 15.000,- Rp. 15.000,-

D. Riwayat Hidup Nara Sumber/Informan

1. Informan AH

AH dilahirkan di Kampung Putat Pasar Kemis, setelah dewasa AH kemudian menikah dengan seorang laki-laki dari Kp. Keusik Desa Sukamanah-Rajeg, setelah menikah kemudian AH ikut dengan suaminya hingga sekarang, AH dikaruniai 5 orang anak dan sekarang AH berusia 40 tahun. Jenjang pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar, itupun hanya sampai pada kelas 3 saja. Sebenarnya AH berasal dari keluarga yang cukup mampu dilingkungannya pada waktu itu, namun dikarenakan AH malas untuk sekolah maka AH tidak menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya.


(50)

Suami AH seorang kuli bangunan, hal tersebutlah yang membuat AH bekerja sebagai buruh tani, karena penghasilan dari pekerjaan suaminya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya dan ketiga anaknya, karena kedua anak AH yang telah besar telah menikah dan ikut dengan suaminya. Sedangkan ketiga anak AH yang kecil masih sekolah. Anak yang ketiga duduk di kelas 3 SMP, anak yang keempat duduk di kelas 6 SD, sedangkan anak yang terakhir atau anak yang kelima duduk di kelas 3 SD. Jika hanya mengandalkan penghasilan suaminya maka anak-anak AH tidak bisa bersekolah, seperti yang dikatakan kepada penulis :

“ saya bekerja juga untuk bantu-bantu suami, kalau hanya mengandalkan penghasilan suami sebagai kuli bangunan itu tidak cukup .... apalagi ketiga anak saya yang kecil butuh biaya untuk sekolah, saya ga mau anak-anak saya sampai ga sekolah kaya emaknya... biar emak sama bapaknya aja yang bodoh... ya mudah-mudahan anak saya ada yang jadi presiden biar emaknya ga perlu capek lagi jadi buruh tani....”3

AH juga mengaku karena kesibukannya bekerja, ia sering melupakan kewajibannya sebagai hamba ciptaan Sang Khalik, seperti yang diungkapkan kepada penulis :

“Sebenarnya bukan saya ga takut dosa ... tapi mo’ gimana lagi .... waktunya shalat dzuhur saya baru istirahat untuk menghilangkan capek, capek belum ilang kudu balik lagi ke sawah... trus kalo bulan puasa saya ga kuat deh kalo mesti dipaksain buat puasa ... perut kosong. Sedangkan pekerjaan saya ditengah terik matahari...”4

Karena itu AH sangat marah kalau anak-anaknya malas untuk belajar, karena ia pikir semua yang ia lakukan hanya untuk anaknya. Sampai-sampai ia harus meninggalkan kewajibannya untuk beribadah, itu semua demi anaknya.

3

Wawancara Pribadi Dengan Informan AH, Sukamanah: 10 April 2007

4


(51)

“.... Aduh sia-sia banget yang saya lakukan kalo anak-anak saya ga mo’ sekolah... ga mo ngaji... kalo gitu mending saya dirumah aja buat ibadah...”5

Menurut AH dulu ketika masih gadis ia merupakan seorang gadis yang taat. Karena keluarga AH mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai agama.

2. Informan MI

MI seorang buruh tani yang berasal dari Kp. Keusik, ia merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. MI menikah dengan seorang pemuda yang berasal dari kampung yang sama bahkan rumah mereka beredekatan. MI mempunyai 3 orang anak, 1 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki. Hingga usia pernikahannya menginjak 17 tahun MI belum mempunyai rumah. Rumah yang ia tempati menempel dengan rumah mertuanya itupun terbuat dari bilik-bilik yang rapuh.

Sedangkan suami MI juga seorang buruh tani yaitu AG, anak MI yang perempuan akan menikah tanggal 2 Juni, ia berharap sebelum anaknya menikah ia dapat memperbaharui rumahnya, seperti yang diungkapkannya kepada penulis :

“Sebenarnya saya malu, anak saya udah mau menikah tapi kami belu punya rumah .... saya malu sama calon besan saya ... saya juga kasian sama anak saya, pasti dia malu dengan keadaan kami yang seperti ini, makanya saya pengen sebelum anak saya nikah rumah kami udah diperbaiki....” 6

MI juga mengakui pengetahuan dan pemahaman keagamaannya kurang bahkan amat sangat kurang, Ia tidak mengerti tata cara sholat yang ia tahu sholat itu sehari lima kali; Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh. Akan tetapi dalam

5

Wawancara Pribadi Dengan Informan AH

6


(52)

prakteknya ia tidak tahu, bahkan do’a-do’a apa saja yang harus dibaca ketika sholat ia tidak mengerti. Seperti yang dikatakannya ;

“ Jujur saya jarang sekali sholat, bahkan mungkin bisa dihitung ... sebenarnya saya tahu agama itu untuk iita sendiri dan ibadah itu untukbekal kita diakhirat kelak, tapi saya cuma bisa berharap kelak kalau saya meninggal anak saya bisa mendo’akan saya.”7

Sebenarnya MI sering mendengarkan ceramah keagamaan yang disampaikan oleh Ustad dikampung tempat ia tinggal namun karena pekerjaannya yang menurutnya sudah menguras tenaganya yang membuatnya jauhd ari bilai – nilai agama.

3. Informan UN

UN seorang buruh tani yang berasal dari Kampung Gembong, tapi istri UN adalah seorang anak perempuan dari Kampung Keusik, UN mempynia 2 orang anak. Anak UN yang pertama sekarang duduk di bangku MTs kelas satu, sedangkan yang paling kecil baru berusia 5 tahun. UN Pernah sekolah di SLTP tapi itu hanya sampai kelas 2 (dua) saja. UN juga pernah tinggal di pesantren selama dua tahun jadi pengetahuan UN tentang agama lumayan ada, tidak seperti buruh tani lainnya. Dalam kesehariannya UN masih menjalankan sholat lima waktu bahkan ia juga sering menjalankan puasa sunnah Senin Kamis. Ini seperti yang diungkapkan kepada penulis :

“Sholat itukan tiangnya agama, ibarat rumah kalau ga ada tiangnya maka rumah itu akan rubuh, makanya saya berusaha menjalankan sholat lima waktu walau masih bolong-bolong... bahkan kalau saya lagi nga kerja terkadang saya menjalankan puasa sunah Senin Kamis”8

7

Wawancara Pribadi Dengan Informan MI

8


(53)

Untuk membantu perekonomian keluarga istri UN membuka warung kecil-kecilan yang menyediakan nasi uduk, gorengan, pecel, dll.

4. Informan AE

AE seorang buruh tani yang berasal dari Daerah Sukabumi, pada awalnya AE bekerja sebagai buruh pabrik di daerah Pasar Kemis, kemudian ia menikah dengan seorang gadis dari Kampung Keusik. Karena suatu alasan ia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai buruh pabrik. Lama ia menganggur, karena ajakan dari seorang teman kemudian AE mencoba bekerja sebagai buruh tani dan pekerjaan itu ia jalani hingga sekarang. AE mempunyai seorang putri yang berusia 4 tahun..

Istri AE juga bekerja sebagai buruh tani tidak tetap atau buruh tani musiman. AE tidak sempat menyelesaikan sekolahnya di bangku Sekolah Menengah Pertama (SLTP), karena pada waktu itu ia terarik melihat teman-teman sebayanya yang sukses merantau di Tangerang. Sehingga pada tahun 1998 ia memutuskan untuk pergi merantau, walau pada awalnya niatnya itu tidak disetujui oleh kedua orang tuanya. Hingga sekarang AE baru sekali pulang ke kampungnya itu pun ketika ia mendapat uang pengunduran diri dari pebriknya dulu.

Menurutnya sholat itu kewajiban yang harus dilaksanakan. Bahkan ia sering membaca Al-Qur’an setelah sholat maghrib. Dilingkungannya ia menyempatkan ikut pengajian, itupun jika tidak kecapean. Menurut AE agama itu penting untuk mengatur perilaku manusia sehari-hari. Seperti yang dikatakannya :


(54)

“.... Agama itu untuk kita sendiri, ya ... kalo Islam untuk mengatur perilaku... misalnya; mana yang halal dan mana yang haram ....”9

Sebenarnya AE suka membaca buku-buku tentang agama, tapi karena tidak ada waktu dan pulang sering dalam kondisi kecapean, jadi tidak sempat membaca buku.

5. Informan AI

AI seorang pemuda berasal dari Kampung Baru, sekarang berusia 25 tahun, ia tidak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu, AI anak ke–6 dari 8 bersaudara dan ibunya sudah meninggal dunia. Bapaknya bekerja sebagai buruh tani. Sekarang ia dan bapaknya serta adiknya yang lain ikut dengan kakaknya yang paling tua.

Setelah ikut dengan kakaknya kemudian ia bekerja sebagai buruh tani ditempat bapaknya bekerja. Pada prinsipnya, AI bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan adik-adiknya karena ia tidak mau mengandalkan bapaknya, karena sekarang sudah tua, otomatis tugas mencari nafkah digantikan olehnya. Hal inilah yang menyebabkannya mempunyai rasa tanggung jawab, berusaha untuk hidup mandiri dan mencari ketenangan jiwa. Dalam kehidupannya IA memang termasuk orang yang cuek, walaupun pemahaman keagamaannya kurang, AI mengaku melaksanakan sholat lima waktu walau tidak rutin atau kadang-kadang.

AI mengaku bahwwa sholat itu merupakan kewajiban orang Islam, AI sebenarnya merasa takut dosa jika meninggalkan sholat, tetapi karena kurangnya

9


(55)

kesadaran dan untuk meningkatkan iman. Seperti yang ia ungkapkan kepada penulis :

” ... Kadang-kadang, ya ... kalo ga males sholat, kalo males ga shalat, Iya dosa tapi kan ga kelihatan, jadi ya... begitulah takut dosa tapi kadang-kadang nga ada kesadaran, males gitu ....”10

AI tidak bisa membaca Al-Qur’an, pemahaman agama ia peroleh dari pengajian setiap malam jum’at yang diikutinya. Seperti yang dikatakannya kepada penulis :

“.... iya... kalo lagi sempet dan nga males saya ikut pengajian yang .. nambah pengetahuan, saya kan ga bisa baca jadi satu-satunya cara untuk belajar sholat ya saya ikut pengajian ....”11

Agama menurut AI sebagai pedoman dan aturan untuk manusia, dengan agama manusia bisa mengontrol perilakunya, seperti yang diungkapkan kepada penulis :

“ ... Menurut saya... agama itu ya pedoman untuk mengatur kita setiap hari ...”12

AI juga seorang pemuda yang jujur dan sabar, agama dijadikannya tolok ukur dalam bertingkah dan berperilaku.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kelima nara sumber diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka mengerti benar makna dan hakikat ibadah yang sesungguhnya, yakni untuk mendekatkan diri pada sang

10

Wawancara Pribadi Dengan Informan AI, Sukamanah: 04 April 2007

11

Wawancara Pribadi Denfan Inorman AI

12


(56)

khalik Allah SWT. Namun pada perakteknya mereka masih sering melalaikan ibadah tersebut dengan alasan kesibukan bekerja yang tidak memungkinkan mereka untuk benar-benar melaksanakan ibadah dengan sepenuhnya.


(57)

BAB IV

PERILAKU KEBERAGAMAAN BURUH TANI DAN KEMISKINAN

A. Latar Belakang Pendidikan

a. Pendidikan Formal

Latar belakang pendidikan formal buruh tani yang berada di wilayah ini sebagian besar relatif rendah, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Kenyataan yang seperti ini sangatlah dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Keadaan ekonomi keluarga mereka, mayoritas termasuk golongan menengah kebawah. Dalam arti ini bahwa kondisi kedua orang tua yang hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan makan bagi keluarga sehari-hari. Karena itu, untuk membiayai kebutuhan pendidikan anak-anaknya di sekolah dirasa sangat kesulitan. Dalam hal ini MI mengungkapkan kesulitan yang dijalani kedua orang tua semasa ia kecil dulu :

“... Gimana yah ! Orang tua saya Cuma petani yang ngerjain sawah orang. Berapa sih dapetnya? Paling cukup buat makan saja, makanya saya sama saudara-saudara saya cuma bisa sekolah sampe SD ....”1

Dari kisah diatas, menunjukkan bagaimana sulitnya kondisi ekonomi yang dialami oleh keluarga. Sehingga untuk pendidikan anaknya, kedua orang tua kurang memperhatikan. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi salah satu penyebab kurangnya pemahaman terhadap ilmu pengetahuan, baik itu yang umum ataupun pengetahuan keagamaan, Keadaan ini pula merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi perilaku keberagamaan.

1


(1)

3. Informan UN Identitas informan

a. Nama : UN

b. Usia : 32 tahun

c. Status : Menikah

d. Tempat Tinggal : Kampung Keusik e. Alamat Daerah : Kampung Gembong f. Tingkat pendidikan : SMP

g. Hari/tanggal : 03 April 2007 h. Jumlah Anak : 2 Orang

Tanya : Sudah berapa lama anda bekerja sebagai buruh tani Jawab : Saya bekerja sebagai buruh tani sudah 5 tahun.

Tanya : Sebelum bekerja sebagai buruh tani, apa pekerjaan anda?

Jawab : Sebenarnya selain bekerja sebagai buruh tani, saya juga mengelola satu petak sawah yang saya gadai dari orang.

Tanya : Kenapa anda bekerja sebagai buruh tani,

Kenapa nga mencoba melamar untuk menjadi buruh pabrik? Jawab : Saya sudah pernah melamar kerja ke pabrik tapi selalu ditolak Tanya : Pabrik, apa saja yang pernah anda datangi?

Jawab : Banyak, ada pabrik sepatu, kayu dan yang lainnya. Saya sudah lupa Tanya : Berapa jumlah anak anda?

Jawab : Tiga orang, tapi yang pertama meninggal dunia, jadi anak saya yang hidup tinggal dua orang

Tanya : Apa pekerjaan istri anda?

Jawab : Istri saya berjualan gorengan, pecel, makanan dan minuman ringan. Tanya : Anda dibayar harian atau minguan?

Jawab : Gaji saya nga diambil setiap hari, kadang gaji saya ambil seminggu sekali. Tanya : Anda belajar agama dari mana?

Jawab : Saya pernah belajar mengaji di Pesantren. Tanya : berapa lama anda menuntut ilmu di pesantren?


(2)

Jawab : Nga lama sich … Cuma dua tahun

Tanya : Karena anda pernah tinggal dipesantren, itu berarti anda suka menjalankan sholat lima waktu dan ibadah lainnya?

Jawab : Alhamdulillah sampai saat ini saya masih menjalankan sholat, bahkan puasa sunah Senin-Kamis sering saya jalankan

Tanya : Apakah pekerjaan anda dapat berpengaruh terhadap pengalaman ibadah anda? Jawab : Kalo menurut saya nga’ berpengaruh, waktunya sholat, yach saya sholat. Tanya : Bagaimana anda memandang kemiskinan yang anda jalani?

Jawab : Dalam menjalani hidu ini kita tidak boleh menyalahkan takdir, kita harus terus berusaha dan miskin bukan berarti hina, lagi pula nga’ apa-apa miskin harta asal jangan miskin iman.


(3)

4. Informan AE Identitas Informan

a. Nama : AE

b. Usia : 26 tahun

c. Status : Menikah

d. Tempat Tinggal : Kampung Keusik e. Alamat Daerah : Sukabumi

f. Tingkat pendidikan : SMP

g. Hari/tanggal : 03 April 2007 h. Jumlah Anak : 1 orang

Tanya : Sudah berapa lama anda bekerja sebagai buruh tani? Jawab : Kurang lebih dua tahun

Tanya : Sebelum bekerja sebagai buruh tani, apa pekerjaan anda? Jawab : Saya pernah bekerja sebagai buruh pabrik

Tanya : Kenapa, anda berhenti bekerja di pabrik?

Jawab : Waktu itu saya pengen istirahat, tapi ternyata mau bekerja di pabrik lagi susah. Yach udah dari pada jadi pengangguran saya mencoba kerja sebagai buruh tani. Tanya : Menurut anda enak mana, kerja sebagai buruh tani atau buruh pabrik?

Jawab : Jelas enakkan buruh pabrik, kalo bekerja sebagai buruh pabrik badan bersih, nga kaya sekarang ini badan saya item banget.

Tanya : Berapa jumlah anak anda? Jawab : Kalo anak baru satu. Tanya : Apa pekerjaan istri anda?

Jawab : Untuk membantu saya, istri saya bekerja sebagai buruh tani musiman.

Tanya : Anak anda kan baru satu, apa pengahsilan anda tudak bisa mencukupi kebutuhan keluarga anda, sehingga istri anda pun ikut bekerja sebagai buruh tani musiman?

Jawab : Istri saya kan bekerja sebagai buruh tani musiman, itu berarti kalo bekerja kadang-kadang saja dan hasilnya lumayan bisa untuk simpanan.


(4)

Jawab : Waktu kecil saya ikut pengajian anak-anak dan kalo sekarang untuk menambah pengetahuan saya tentang agama saya ikut pengajian/ceramah di masjid saya juga suka membaca buku pengetahuan agama.

Tanya : Dalam melakukan ibadah sehari-hari ibadah apa yang anda sering kerjakan? Jawab : Sholat, selain sholat saya juga melaksankaan puasa Ramadhan, terkadang yang

sunah juga saya kerjakan.

Tanya : Anda menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah dengan kesadaran atau terpaksa?

Jawab : Saya ngejalanin semua kewajiban ini dengan kesadaran sendiri. Tanya : Bagaimana anda memandang kemiskinan yang anda alami?

Jawab : Kemiskinan bukanlah hal yang memalukan, justru kemiskinan memotivasi saya untuk terus berusaha.

Tanya : Apa menurut anda kemiskinan dapat berpengaruh terhadap pengamalan ibadah anda?


(5)

5. Informan AI Identitas Informan

a. Nama : AI

b. Usia : 25 tahun

c. Status : Belum Menikah

d. Tempat Tinggal : Kampung Keusik e. Alamat Daerah : Kampung Baru f. Tingkat pendidikan : -

g. Hari/tanggal : 04 April 2007

h. Jumlah Anak : -

Tanya : Sudah berapa lama anda bekerja sebagai buruh tani?

Jawab : saya bekerja sebagai buruh tani belum lama ada delapan bulan.

Tanya : Kenapa anda memilih buruh tani sebagai kerjaan anda, kenapa tidak mencoba melamar menjadi buruh pabrik?

Jawab : Gimana mau ngelamar kerja di pabrik, sekolah aja nga, kerja di pabrikkan kudu pake ijazah.

Tanya : Berapa penghasilan anda sehari? Jawab : Sehari saya digaji Rp. 15.000 Tanya : Anda tahu tentang agama? Jawab : sedikit banyaknya sich tahu Tanya : Menurut Anda apa itu agama?

Jawab : Menurut saya agama adalah pedoman dan aturan untuk manusia, dengan agama manusia bisa mengontrol perilakunya.

Tanya : Anda belajar agama darimana?

Jawab : pemahaman agama saya peroleh dari pengajian setiap malam jum’at yang saya ikuti.

Tanya : Apakah anda menjalankan ajaran agama?

Jawab : Yach kalo lagi ga males kadang-kadang saya Sholat.


(6)

Jawab : Kemiskinan yang saya alami merupakan sesuatu yang sudah digariskan oleh Allah, saya menjalaninya dengan ikhlas dan terus berusaha.

Tanya : Apa selama ini anda sudah berusaha untuk memperbaikinya?

Jawab : berusaha sih terus … kan pak Ustadz pernah bilang kalo Allah nga akan merubah keadaan suatu kaum apabila ia tidak mau merubahnya.

Tanya : Menurut anda apakah kemiskinan dapat berpengaruh terhadap ibadah anda? Jawab : Nga, tuh … karena kemiskinan bukanlah hambatan untuk dekat dengan Sang