Pengaruh religiusitas dan moral disengagement terhadap agresivitas masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Pesyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

SONIA PEBRIANI NR NIM: 1110070000015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Pesyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

SONIA PEBRIANI NR NIM: 1110070000015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v

Untuk kedua orang tuaku

Yang dalam setiap hela nafasnya adalah doa untuk sang anak

Untaian kata dalam skripsi ini adalah baktiku

Mohonku hanya doa dan restu kalian

Untuk lembaran baru kehidupanku kelak

Tak perlu menjelaskan tentang dirimu pada siapapun.

Karena yang menyukaimu tidak membutuhkannya.

Dan yang membencimu tidak akan mempercayainya.

(Ali bin Abi Thalib)

Seperti bintang di langit yang kelam,

aku akan berlalu seiring berjalan waktu


(7)

vi

D) Pengaruh Religiusitas dan Moral Disengagement terhadap Agresivitas Masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang E) xvii + 115 Halaman + Lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh religiusitas, moral disengagement dan demografi (jenis kelamin) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda ini mengambil masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang sebagai populasinya. Dari populasi tersebut peneliti menggunakan teknik accidental sampling untuk pemilihan sampel sebanyak 190 orang yang berusia 20-50 tahun. Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan skala agresivitas, religiusitas dan moral disengagement. Analisis data penelitian menggunakan software SPSS, sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan Lisrel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin terhadap agresivitas masyarakat. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari independent variable hanya satu dimensi dari variabel religiusitas yang berpengaruh terhadap agresivitas masyarakat, yaitu unvengefulness. Selanjutnya dari variabel moral disengagement hanya dimensi blaming/dehumanizing the victim yang berpengaruh terhadap agresivitas masyarakat. Adapun variabel demografi (jenis kelamin) tidak berpengaruh terhadap agresivitas masyarakat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan proporsi varians dari agresivitas yang dijelaskan oleh seluruh independent variabel adalah sebesar 36.6%, sedangkan 63.4% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar menggunakan variabel lain seperti emosi, kontrol diri, tipe kepribadian, konformitas, budaya atau independent variable lain yang mungkin berpengaruh terhadap agresivitas.


(8)

vii B) December 2014

C) Sonia Pebriani NR

D) The Effect of Religiosity and Moral Disengagement of the village of Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang Community to Aggressiveness E) xvii + 115 pages + appendix

F) This study aimed to examine the effect of religiosity, moral disengagement, and demographics (gender) to the villagers of Kampung Melayu Timur aggressiveness subdistrict Teluknaga. The study, using a quantitative approach with multiple regression analysis is taking the villagers of Kampung Melayu Timur subdistrict Teluknaga as population. Of the population of researcher using accidental sampling technique for the selection of a sample of 190 people aged 20-50 years. The data collection instrument using a scale of aggressiveness, religiosity and moral disengagement. The research data analysis using SPSS software, while for the construct validity testing using Lisrel.

The results showed that there was a significant effect of religiosity, moral disengagement, and gender of the aggressiveness of the community. The result of the hypothesis test that examines the effect of minor independent variable is only one dimension of religiosity variables that affect the aggressiveness of society, namely unvengefulness. Furthermore, the moral disengagement of variable dimensions just blaming/dehumanizing the victim that affect the aggressiveness of society. The demographic variables (sex) do not affect the aggressiveness of society. The results of this study also shows the proportion of variance explained by the aggressiveness of the entire independent variable is equal to 36.6%, while 63.4% influenced by other variables outside of this research. For further research, the authors suggest that the use of other variables such as emotion, self control, personality type, conformity, cultural or any other independent variables that may affect the aggressiveness.


(9)

viii

izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh

Religiusitas dan Moral Disengagement terhadap Agresivitas Masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang”.

Tak lupa shalawat serta salam peneliti selalu curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat. Penelitian skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajarannya serta seluruh civitas akademik Fakultas Psikologi. Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, dan arahannya selama ini.

2. Ibu Solicha, M.Si selaku dosen pembimbing I dan ibu Ima Sri Rahmani, M.A., Psi selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti. Semoga Allah membalas budi baik ibu berlipat ganda.


(10)

ix

Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang atas bantuan dan kerjasamanya dalam memperoleh data-data selama penulis melakukan penelitian.

4. Mamah dan Aa yang tak pernah hentinya mendoakan anakmu ini, maaf selalu membuat kalian cemas. Terima kasih untuk segala asa kalian yang tak akan pernah ternilai oleh apapun. Mengingat kalian adalah kekuatan terbesar dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kakak-kakakku, Ujang, Nde, Asep, Ai yang selalu bersedia untuk direpotkan. Terima kasih telah melindungi dan menjadi saudara terbaik untuk adikmu ini. Keluarga besar Emak dan Bapak. Kalian adalah keluarga terbaik yang peneliti miliki.

6. Ahmad Fauzi yang tidak pernah bosan mengajarkan peneliti untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Terima kasih atas kesabaran dan kesetiannya. Keluarga besar Pondok Pesantren Dzunnuraini. Terima kasih selalu memberikan bantuan, nasehat dan doa untuk peneliti. Dukungan kalian adalah salah satu motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas semangat dan nasehat ibu di dalam ataupun luar perkuliahan.


(11)

x indah yang selalu dikenang.

9. Fauzia, Nurul, Putri, sahabat yang sudah seperti saudara dan setia menemani sejak kecil. Yuni dan Ajri, terima kasih telah menemani masa putih abu-abu. Kalian sahabat terbaik yang selalu mendukung dan memberi semangat. Semoga selamanya kita menjadi sahabat.

10.Teman-teman kelas A angkatan 2010, terima kasih atas berbagai pengalaman berharga yang telah diberikan saat masa-masa kuliah. Terkhusus untuk teman seperjuangan Dewi Mayangsari, Intan Suryani, Rahmatul Aufa, Khirza Nurmala dan Ferdiansah Daulay. Semoga ilmu yang kita dapat bermanfaat.

11.Ita Siti Nurhalimah dan Isna Ernawati yang selalu ceria dan ramai setiap harinya. Terima kasih atas bantuan moril dan materilnya.

12.Teman-teman kosan, Nina Nurmilah, Epin Kurniasih, Ifa, Iin, Ai Nur Fatwa. Terima kasih untuk bantuan, dukungan, doa dan sarannya, semoga silaturahmi di antar kita tetap terjaga sampai nanti.

13.Pak deden yang selalu menyapa dan memberikan senyuman manis. Terima kasih telah menemani peneliti saat di perpustakaan. Semoga Allah selalu membalas kebaikan bapak.


(12)

xi

saran yang bersifat membangun sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi pada penelitian selanjutnya.

Jakarta, 22 Desember 2014


(13)

xii

Lembar Orisinalitas………. iii

Lembar Pengesahan……… iv

Lembar Persembahan dan Motto……….. v

Abstrak………. vi

Kata Pengantar……… viii

Daftar Isi………... xii

Daftar Tabel………. xv

Daftar Gambar………. xvi

Daftar Lampiran……….. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1-13 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah………... 9

1.2.1 Pembatasan masalah……….. 9

1.2.2 Perumusan masalah………... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 11

1.3.1 Tujuan penelitian………... 11

1.3.2 Manfaat penelitian………. 11

1.4 Sistematika Penulisan………... 12

BAB 2 LANDASAN TEORI……….. 14-41 2.1 Agresivitas………. 14

2.1.1 Definisi agresivitas……… 14

2.1.2 Bentuk-bentuk agresivitas………. 15

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas…….. 17

2.1.4 Pengukuran agresivitas……….. 19

2.2 Religiusitas………... 21

2.2.1 Definisi religiusitas………... 21

2.2.2 Dimensi-dimensi religiusitas……… 22

2.2.3 Pengukuran religiusitas………. 24

2.3 Moral Disengagement... 26

2.3.1 Definisi moral disengagement……….. 26


(14)

xiii

BAB 3 METODE PENELITIAN………... 42-84

3.1 Populasi dan Sampel………. 42

3.2 Variabel Penelitian……… 43

3.2.1 Identifikasi variabel penelitian………. 43

3.2.2 Definisi operasional variabel……… 43

3.3 Instrumen Pengumpulan Data……….. 45

3.4 Uji Validitas Konstruk……….. 49

3.4.1 Uji validitas konstruk agresivitas……….. 51

3.4.1.1 Agresivitas fisik……… 51

3.4.1.2 Agresivitas verbal………. 53

3.4.1.3 Agresivitas anger………. 54

3.4.1.4 Agresivitas hostility……….. 56

3.4.2 Uji validitaas konstruk religiusitas………... 58

3.4.2.1 General religiosity……… 58

3.4.2.2 Social religiosity……….. 61

3.4.2.3 Forgiveness………... 63

3.4.2.4 God as judge………. 64

3.4.2.5 Thankfulness………. 66

3.4.2.6 Unvengefulness………. 68

3.4.2.7 Involve god………... 70

3.4.3 Uji validitas konstruk moral disengagement... 72

3.4.3.1 Cognitive restructuring………. 72

3.4.3.2 Minimizing agency………... 74

3.4.3.3 Distortion of negative consequences……… 76

3.4.3.4 Blaming/dehumanizing the victim……… 77

3.5 Prosedur Pengumpulan Data……… 79

3.6 Metode Analisis Data………... 81

BAB 4 HASIL PENELITIAN……… 85-100 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Derdasarkan Data Demografi.. 85

4.2 Hasil Analisis Deskriptif………... 86

4.3 Kategorisasi Skor Variabel………... 88


(15)

xiv

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN……… 101-110

5.1 Kesimpulan………... 101

5.2 Diskusi………... 102

5.3 Saran……….. 108

5.3.1 Saran metodologis……….. 108

5.3.2 Saran praktis………... 109

DAFTAR PUSTAKA


(16)

xv

Tabel 3.3 Blue print skala religiusitas……… 47

Tabel 3.4 Blue print skala moral disengagement………... 48

Tabel 3.5 Muatan faktor dimensi agresivitas fisik………. 52

Tabel 3.6 Muatan faktor dimensi agresivitas verbal……….. 54

Tabel 3.7 Muatan faktor dimensi agresivitas anger………... 56

Tabel 3.8 Muatan faktor dimensi agresivitas hostility………... 58

Tabel 3.9 Muatan faktor dimensi general religiosity………. 60

Tabel 3.10 Muatan faktor dimensi social religiosity………... 62

Tabel 3.11 Muatan faktor dimensi forgiveness……… 64

Tabel 3.12 Muatan faktor dimensi god as judge……….. 66

Tabel 3.13 Muatan faktor dimensi thankfulness……….. 68

Tabel 3.14 Muatan faktor dimensi unvengefulness……….. 70

Tabel 3.15 Muatan faktor dimensi involve god………... 72

Tabel 3.16 Muatan faktor dimensi cognitive restructuring………. 74

Tabel 3.17 Muatan faktor dimensi minimizing agency……… 75

Tabel 3.18 Muatan faktor dimensi distortion of negative consequences…. 77 Tabel 3.19 Muatan faktor dimensi blaming/dehumanizing the victim……. 79

Tabel 4.1 Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi…….. 85

Tabel 4.2 Analisis deskriptif……….. 86

Tabel 4.3 Norma skor variabel………... 88

Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel……….. 89

Tabel 4.5 Tabel model summary……… 91

Tabel 4.6 Anova pengaruh keselurusan IV terhadap DV………. 92

Tabel 4.7 Koefisien regresi……… 93

Tabel 4.8 Proporsi varians………. 96


(17)

xvi

Gambar 3.1 Path diagram faktor agresivitas fisik……… 51

Gambar 3.2 Path diagram faktor agresivitas verbal………. 53

Gambar 3.3 Path diagram faktor agresivitas anger……….. 55

Gambar 3.4 Path diagram faktor agresivitas hostility……….. 57

Gambar 3.5 Path diagram faktor general religiosity……… 59

Gambar 3.6 Path diagram faktor social religiosity……….. 61

Gambar 3.7 Path diagram faktor forgiveness………... 63

Gambar 3.8 Path diagram faktor god as judge………. 65

Gambar 3.9 Path diagram faktor thankfulness………. 66

Gambar 3.10 Path diagram faktor unvengefulness………. 69

Gambar 3.11 Path diagram faktor involve god……….. 71

Gambar 3.12 Path diagram faktor cognitive restructuring……….... 73

Gambar 3.13 Path diagram faktor minimizing agency………... 74

Gambar 3.14 Path diagram faktor distortion of negative consequences… 76 Gambar 3.15 Path diagram faktor blaming/dehumanizing the victim…… 78


(18)

xvii

Lampiran D Contoh syntax CFA agresivitas fisik Lampiran E Contoh output CFA agresivitas fisik


(19)

1

Dalam bab pendahuluan ini diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyak sekali insiden yang terjadi sebagai manifestasi perilaku agresif, baik secara verbal (kata-kata) maupun non-verbal. Saat ini, ekspose berbagai ragam perwujudan daripada perilaku agresi bisa kita jumpai hampir pada setiap media massa, bahkan dalam kehidupan lingkungan kita. Mencaci maki, mengumpat, perampokan, pembunuhan, kerusuhan dan tindak kekerasan serta segala jenis perilaku kriminal baik yang dilakukan secara individu maupun kelompok merupakan perwujudan dari perilaku agresif ini.

Konflik antar warga merupakan salah satu persoalan yang tidak ada habisnya untuk dibahas. Konflik antarwarga ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk dari agresivitas karena perilaku tersebut merupakan perilaku negatif yang merupakan suatu tingkah laku yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai makhluk hidup yang tidak ingin diperlakukan demikian (Baron & Byrne, 2005). Kemarahan dan kekerasan yang terjadi seolah menggantikan sopan-santun dan jiwa gotong-royong masyarakat yang dahulu sering dislogankan di ruang-ruang publik. Kini label


(20)

yang mudah melekat bukan lagi bangsa yang ramah, melainkan bangsa yang mudah marah. Konflik antarwarga itu nyaris sepanjang tahun dan bertebaran hampir di seluruh daerah di Indonesia. Berdasarkan data yang dimiliki Kemendagri, jumlah konflik sosial pada 2010 sebanyak 93 kasus, kemudian menurun pada 2011 menjadi 77 kasus, namun kemudian meningkat pada 2012 menjadi 89 kasus hingga akhir Agustus (Antaranews.com, 25/9/2012). Sekarang sudah menurun angkanya, dari 128 kasus di 2012 menjadi 85 kasus di 2013 (Kompas.com, 6/12/2013).

Secara umum ada beberapa sebab yang melatarbelakangi konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang paling banyak di antaranya adalah dipicu oleh ekses pilkada atau pemilihan kepala daerah secara langsung yang kerap kali memunculkan kelompok-kelompok di antara masyarakat yang mendukung pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Akibatnya, terjadilah persaingan antar kelompok di masyarakat. Hal itu sering mengarah pada persaingan sengit, terkadang menjurus pada perpecahan bahkan tidak jarang mengarah pada penggunaan fisik dan kekerasan yang menyebabkan terjadinya gesekan antar pasangan beserta kelompok pendukungnya, bahkan sampai terjadi bentrok dan tindakan anarkis.

Seperti halnya konflik yang terjadi di Kabupaten Tangerang pada pemilihan kepada desa (pilkades) serentak yang digelar di 147 desa, pada 30 Juni 2013 lalu, hingga kini masih menyisakan persoalan. Di Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, massa pendukung salah satu calon kepala desa meminta pelaksanaan pilkades digelar ulang. Selain itu, ratusan warga Desa Cirarab


(21)

Kecamatan Legok, menggelar aksi unjuk rasa di kantor Bupati Tangerang, Jumat (19/07/2013). Sempat terjadi keributan antara pengunjuk rasa dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kabupaten Tangerang, saat pengunjuk rasa mencoba merangsek masuk ke dalam kantor Bupati Tangerang untuk menemui Kabag Pemerintah Desa (TrustKota.com, 9 Juli 2013). Bahkan Petugas Reskrim Polresta Tangerang berhasil mengamankan tujuh orang yang diduga sebagai pelaku pengerusakan kantor Desa Pondok Jaya Kecamatan Sepatan, Tangerang, Minggu (30/6) malam lalu. Mereka melakukan pengerusakan karena tidak puas terhadap penghitungan suara hasil pemilihan kepala desa (pilkades) di desa tersebut (Merdeka.com, 2 Juli 2013).

Perilaku agresif yang terjadi di kalangan masyarakat akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas. Tindakan agresif yang dilakukan bukan hanya terjadi secara secara kebetulan atau musiman, melainkan sudah menjadi kebiasaan bahkan terencana. Tingkah laku agresif oleh sebagian orang juga dilakukan untuk mengungkapkan emosinya ketika ada sesuatu yang tidak menyenangkan bagi orang tersebut. Sebagaimana yang dimaksud oleh Buss dan Perry (1992) bahwa yang dimaksud agresivitas adalah mengacu pada kecenderungan yang relatif tetap untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Di mana agresi itu sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang berupa agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan.


(22)

Berdasarkan studi literatur, peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi agresivitas, seperti: tipe kepribadian, religiusitas (Kundarto, 2012), self-esteem, kecerdasan emosi, konformitas (Fajri, 2013), kontrol diri (Hasanah, 2014), terjadinya moral disengagement, tekanan teman sebaya (Hymel, Henderson & Bonanno, 2005) dan lain sebagainya. Hasil penelitian Hymel, et.al., (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif pada remaja diantaranya: moral disengagement (peregangan moral), poor home environments (lingkungan rumah yang buruk), ineffective parenting and school practices (pola asuh dan kebiasaan yang tidak efektif di sekolah), peer pressure or exposure to violent media (tekanan teman sebaya atau keterbukaan media). Hasil penelitian Hardy, Walker, Rackham dan Olsen (2012) menemukan adanya hubungan antara religious commitment dan agresi dan empati dengan moral identity sebagai mediator. Dari beberapa faktor yang sudah disebutkan sebelumnya, peneliti hanya menentukan beberapa faktor yang mempengaruhi agresivitas, yaitu: religiusitas dan moral disengagement yang merupakan faktor internal yang mempengaruhi agresivitas seseorang. Religiusitas merupakan salah satu faktor yang mengacu pada faktor sosio-kultural dalam perilaku agresif. Faktor ini dijadikan sebagai faktor internal bagaimana perilaku agresif tersebut terjadi pada seseorang dan untuk mengukur sejauh mana nilai-nilai agama terinternalisasi dalam dirinya dan bagaimana implikasi hal tersebut terhadap perilaku agresif yang dilakukan secara umum.


(23)

Penelitian Mufidha (2008) tentang hubungan religiusitas dengan perilaku agresif remaja pada siswa Madrasah Tsanawiyah Persiapan Negeri Batu Malang, menunjukkan hasil perhitungan skor religius dan perilaku agresif sebesar -0,418 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang negatif antara variabel religiusitas (x) dengan perilaku agresif (y), artinya semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin rendah tingkat agresivitas pada siswa remaja MTs Persiapan Negeri Batu, sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin tinggi tingkat agresivitas. Penelitian Kundarto (2012) mengenai pengaruh kepribadian dan religiusitas terhadap perilaku agresi ibu kepada anak, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan religiusitas terhadap perilaku agresif ibu kepada anak.

Shaw, Quezada dan Zarate (2011) meneliti tentang bagaimana kekerasan yang diprediksi dari adanya pengaruh religiusitas dan keteguhan moral (moral certainty). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pada tingkat keteguhan moral yang lebih tinggi, religiusitas memiliki peranan yang lebih besar pada munculnya bentuk kekerasan yang dilakukan. Namun kekurangan pada penelitian ini adalah religiusitas yang diukur hanya pada religious identity.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh religiusitas terhadap agresivitas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa. Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah sampel yang digunakan. Jika penelitian yang dilakukan oleh Mufidha (2008) dengan sampel remaja dan Kundarto


(24)

(2011) dengan sampel para ibu, maka dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah masyarakat umum yang berusia 20-50 tahun. Selain itu penulis juga mengukur religiusitas yang bersifat multidimensional sehingga diharapkan dapat mengukur religiusitas, baik dari segi ekstrinsik yang berupa ritual/kegiatan keagamaan serta segi intrinsiknya, yang tergabung dalam dimensi religiusitas seperti general religiosity (coping religious); social religiosity forgiveness; Tuhan sebagai penentu/hakim (god as judge); rasa berterima kasih (thankfulness); perasaan tidak dendam (unvengefulness) dan keterlibatan Tuhan dalam aktifitas keseharian (involve god) (Kendler, Liu, Gardner, McCullough, Larson, & Prescott, 2003).

Aspek lain yang dapat mempengaruhi agresivitas adalah moral disengagement. Menurut Bandura (dalam Hymel et.al, 2005) moral disengagement sebagai suatu proses sosiokognitif di mana rata-rata orang mampu melakukan perbuatan yang mengerikan terhadap orang lain. Mekanisme yang terjadi dalam proses moral disengagement menurut Hymel, et.al., (2005) meliputi: cognitive restructuring (restrukturasi kognitif), minimizingagency (agensi yang diminimalisir), distortion of negative consequences (menghilangkan konsekuensi negatif) dan blaming/dehumanizing the victim (menyalahkan atau merendahkan korban).

Hasil dari penelitian Rohmah (2013) yang telah dilakukan pada siswa SMPN 1 Sepatan membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan pola asuh, self-esteem, moral disengagement dan demografi terhadap kecenderungan bullying. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa variabel cognitive restructuring memiliki


(25)

pengaruh yang signifikan terhadap bullying artinya semakin tinggi cognitive restructuring maka semakin tinggi pula kecenderungan bullying.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hymel, et.al., (2005) yang menunjukkan bahwa anak yang melakukan bullying memiliki moral disengagement yang sangat tinggi. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian Paciello, Fida, Tramontano, Lupinetti, dan Caprara (2008) yang mengemukakan bahwa remaja yang mempertahankan tingkat yang lebih tinggi dari moral disengagement lebih cenderung menunjukkan tindakan agresif dan kekerasan. Namun, sampel dalam penelitian Paciello, et.al., (2008) berusia 14-20 tahun sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berusia 20-50 tahun.

Selain itu, agresi baik fisik maupun psikologis dapat terukur melalui faktor demografi yang dapat berupa jenis kelamin. Di satu sisi, laki-laki lebih cenderung untuk melakukan perilaku agresif dan menjadi target dari perilaku tersebut daripada perempuan. Namun di sisi lain, kadar perbedaan ini tampak bervariasi pada berbagai situasi. Pertama, perbedaan gender dalam agresi menjadi lebih besar dengan tidak adanya provokasi daripada ketika ada provokasi. Dengan kata lain, laki-laki secara signifikan lebih cenderung untuk melakukan perilaku agresif terhadap orang lain ketika orang lain tersebut tidak memprovokasi mereka dalam cara apapun daripada perempuan (Betancourt & Miller dalam Baron, 2005). Kedua, temuan penelitian mengindikasikan bahwa laki-laki cenderung terlibat dalam berbagai bentuk perilaku agresif langsung dibandingkan perempuan—tindakan yang ditujukan secara


(26)

langsung pada target dan secara jelas datang dari agresor (misalnya, kekerasan fisik, mendorong, menampik, melempar sesuatu pada orang lain, berteriak dan mengejek). Namun, perempuan daripada laki-laki lebih cenderung untuk terlibat dalam berbagai bentuk perilaku agresif tidak langsung—tindakan ini termasuk menyebarkan rumor mengenai target, bergosip di belakang target, mengarang cerita sehingga target mendapat masalah dan lain-lain (Bjorkqvist, Osterman & Hjelt-Back, dalam Baron, 2005).

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sampel yang digunakan yaitu masyarakat umum yang berusia 20-50 tahun. Rentang usia ini termasuk masa dewasa dini dan dewasa madya. Masa dewasa dini merupakan masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian pada pola hidup yang baru, sedangkan masa dewasa madya merupakan masa penyesuaian diri terhadap perubahan fisik, penyesuaian diri terhadap perubahan minat, penyesuaian diri terhadap standar hidup keluarga dan penyesuaian dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat (Hurlock, 1996).

Dari uraian dan berdasarkan fenomena yang sudah dipaparkan di atas, membuat penulis memutuskan penting untuk meneliti tentang agresivitas yang dipengaruhi oleh religiusitas dan moral disengagement khususnya pada orang


(27)

dewasa. Maka dari itu, penulis tertarik mengambil tema yang berjudul “Pengaruh

Religiusitas dan Moral Disengagement terhadap Agresivitas Masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh religiusitas dan moral disengagement terhadap perilaku agresif, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Agresivitas yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada pengertian agresivitas menurut Buss dan Perry (1992) bahwa yang dimaksud agresivitas adalah mengacu pada kecenderungan yang relatif tetap untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Di mana agresi itu sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang berupa agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan.

2. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perwujudan individu penganut agama yang menggambarkan bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya (dimensi religiusitas general religiosity), bagaimana individu dalam membina hubungan dengan individu lain maupun sesama penganut agamanya (dimensi religiusitas social religiosity), bagaimana individu melambangkan Tuhannya yang mencerminkan kepercayaan dan keyakinannya terhadap


(28)

keterlibatan Tuhan dalam urusannya (dimensi religiusitas involved God), bagaimana individu menggambarkan pendekatan kepedulian; rasa kasih sayang; dan saling memaafkan terhadap sekitar (dimensi religiusitas forgiveness), bagaimana individu menggambarkan kekuasaaan yang dimiliki Tuhan dan mempersepsi bahwa Tuhan lah sebagai penentu/hakim (dimensi religiusitas God as judge), bagaimana individu menggambarkan perilaku yang tidak menyimpan rasa dendam (dimensi religiusitas unvengefulness) dan bagaimana individu tersebut bersyukur (dimensi religiusitas thankfulness) (Kendler, et.al, 2003).

3. Moral disengagement yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol perilaku yang dilakukan sehingga memungkinkannya untuk melakukan perilaku yang tidak manusiawi berdasarkan empat klasifikasi, yaitu cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequence, dan blaming/dehumanizing the victim (Hymel et.al, 2005).

4. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di desa Kampung Melayu kecamatan Teluknaga, Tangerang.

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :


(29)

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan faktor religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin terhadap agresivitas?

2. Seberapa besar sumbangan masing-masing variabel bebas (religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin) terhadap agresivitas?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh yang signifikan faktor religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin terhadap agresivitas.

2. Mengetahui seberapa besar sumbangan masing-masing variabel bebas (religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin) terhadap agresivitas.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori dan penelitian-penelitian psikologi selanjutnya yang berkaitan dengan agresivitas, religiusitas dan moral disengagement.

2. Praktis


(30)

a. Mendorong minat individu yang berkecimpung di bidang psikologi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan agresivitas, religiusitas dan moral disengagement.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk meminimalisir dan menemukan pemecahan masalah pada agresivitas.

c. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang munculnya agresivitas pada masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang yang meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas dan penanganannya. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam hal meminimalisir konflik yang terjadi pada saat pilkada.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, penelitian ini terbagi dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah atau alasan yang menyebabkan penulis memilih masalah ini sebagi topik penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.


(31)

BAB 2: LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan mengenai teori perilaku agresi yang meliputi definisi, bentuk-bentuk perilaku agresi, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi dan pengukuran perilaku agresi; kajian teori mengenai religiusitas yang meliputi definisi, aspek-aspek, dan pengukuran religiusitas; kajian teori mengenai moral disengagement yang meliputi definisi, mekanisme dan pengukuran moral disengagement; serta kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB 3: METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, produser penelitian dan metode analisis data.

BAB 4: HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi, hasil analisis deskriptif, kategorisasi skor, uji hipotesis dan proporsi varians.

BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian serta saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya.


(32)

14

Pada bab ini, akan diuraikan mengenai teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti diantaranya adalah penjelasan dari teori variabel agresivitas, religiusitas dan moral disengagement. Selanjutnya terdapat pembahasan tentang kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.

2.1 Agresivitas

2.1.1 Definisi agresivitas

Baron dan Byrne (2005), mendefinisikan agresivitas adalah tingkah laku yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai makhluk hidup yang tidak ingin diperlakukan demikian. Menurut Buss dan Perry (1992) bahwa yang dimaksud agresivitas adalah mengacu pada kecenderungan yang relatif tetap untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Di mana agresi itu sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang berupa agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan.

Sedangkan menurut Taylor, Peplau dan Sears (2009) agresi adalah setiap tindakan yang diniatkan untuk menyakiti orang lain. Niat adalah faktor yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Jika mengabaikan niat, beberapa tindakan yang


(33)

menyakiti orang lain mungkin tidak disebut agresif karena tindakan itu ternyata tidak membahayakan. Jadi, perlu membedakan perilaku menyakiti dengan niat menyakiti.

Agresivitas adalah setiap perilaku yang diarahkan pada individu lain secara langsung yang dilakukan dengan maksud menyakiti. Selain itu, pelaku harus yakin bahwa perilaku tersebut akan merugikan dan target termotivasi untuk menghindari perilaku tersebut (Anderson & Bushman, 2002). Berdasarkan berbagai rumusan agresivitas yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agresivitas yaitu perilaku yang ditujukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan pihak lain yang dapat dilakukan baik secara fisik maupun verbal.

2.1.2 Bentuk-bentuk agresivitas

Terdapat berbagai bentuk perilaku agresi yang berbeda beda yang diungkapkan oleh para ahli. Seperti misalnya pendapat Taylor, et.al., (2009) yang membagi agresi dalam empat jenis, yaitu antisocial aggression, prosocial aggression, sanctioned aggression dan anger.

1) Antisocial aggression. Agresi anti-sosial adalah tindakan agresif yang melanggar norma sosial yang diterima umum, seperti tindakan kriminal yang menyakiti orang lain yang melanggar hukum.

2) Prosocial aggression. Agresi prososial adalah tindakan agresif yang mendukung norma sosial yang diterima umum dan dianggap baik, seperti tindakan menegakkan hukum, disiplin yang tepat, dan mematuhi komandan ketika berperang dianggap sebagai suatu keharusan.


(34)

3) Sanctioned aggression. Merupakan agresi yang tidak diharuskan oleh norma sosial tetapi ada di dalam batas-batasnya dan tindakan ini tidak melanggar standar moral yang diterima secara umum. Misalnya pelatih menghukum pemain timnya dengan menyuruh push-up biasanya dianggap bertindak sesuai dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima.

4) Anger. Kemarahan berbeda dengan perilaku agresif dan lebih cenderung pada perasaan agresif. Perilaku nyata seseorang tidak selalu merefleksikan sikapnya. Seseorang mungkin dalam hatinya sangat marah namun tidak berusaha untuk melampiaskan kemarahannya dalam bentuk perilaku menyakiti orang lain. Buss dan Perry (1992) berpendapat bahwa ada empat bentuk agresi yang biasa dilakukan oleh individu, yaitu agresi fisik, verbal, kemarahan dan permusuhan atau kebencian.

1) Agresivitas fisik

Merupakan komponen dari perilaku motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik misalnya dengan menyerang dan memukul.

2) Agresivitas verbal

Komponen perilaku motorik seperti menyakiti dan melukai orang lain melalui verbalisasi, misalnya memaki, mengejek, membentak, berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan pada orang lain.


(35)

3) Agresivitas marah (anger aggression)

Emosi atau afektif seperti perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik atau cedera fisik maupun psikis yang diderita individu, misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

4) Agresivitas permusuhan (hostility aggression)

Komponen dari perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, iri hati, serta merasa kehidupan yang dialami tidak adil.

Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan dimensi-dimensi agresivitas Buss dan Perry (1992) yakni fisik, verbal, anger dan hostility.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas

Banyak faktor yang mempengaruhi agresivitas seseorang, baik itu berasal dari luar individu (eksternal) maupun dari dalam individu (internal). Sarwono (2002), membagi faktor-faktor pencetus perilaku agresi yang berupa berbagai rangsangan atau pengaruh terhadap agresivitas yang dapat datang dari luar diri sendiri (yaitu kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok) atau dapat datang dari dalam diri sendiri yaitu pengaruh kondisi fisik dan kepribadian.

1) Kondisi lingkungan

Pada manusia, bukan hanya sakit fisik yang dapat memicu agresi, melainkan juga faktor psikologis. Selain itu, udara yang sangat panas juga lebih cepat memicu kemarahan dan agresi. Demikian pula pada saat adanya serangan


(36)

cenderung memicu agresi karena pihak yang diserang cenderung membalas. Kondisi mendesak atau berdesak desakan dan ramai tak terkendali juga dapat memicu agresi.

2) Pengaruh kelompok

Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan kendali moral. Seseorang dapat ikut terpengaruh oleh kelompok dalam melakukan tindakan agresif. Selain itu, perilaku agresif dapat dipengaruhi pula oleh adanya perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai), adanya desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok), serta adanya individuasi (proses melemahnya keterikatan pada kelompok sehingga terdapat individu yang kurang kuat ketaatannya pada kelompoknya atau berkembang sendiri secara terpisah).

3) Pengaruh kepribadian dan kondisi fisik

Kondisi diri atau fisik juga mempengaruhi agresivitas. Banyaknya kadar adrenalin dalam tubuh, misalnya dapat meningkatkan rangsangan dalam tubuh sehingga orang yang bersangkutan lebih siap dan lebih cepat bereaksi. Berbagai keadaan arousal terlepas dari sumber dan jenisnya memang dapat saling memperkuat perilaku agresif.

Selain faktor-faktor agresivitas yang telah dikemukakan di atas, ada pula faktor lain yaitu religiusitas. Dalam penelitian Huesman, Dubow, dan Boxer (2010),


(37)

didapatkan bahwa agresi dapat dipengaruhi pula oleh aspek dari religiusitas, baik berupa aktifitas keagamaan ataupun rutinitas harian keagamaan seperti berdoa. Penelitian lain yang dilakukan Kundarto (2012) menunjukan bahwa ada pengaruh signifikan religiusitas terhadap perilaku agresif ibu kepada anak.

Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi agresivitas adalah moral disengagement. Hasil penelitian Bandura, Barbaranelli, Caprara, dan Pastorelli (1996) menemukan bahwa perilaku menyimpang biasanya menggunakan beberapa teknik moral disengagement. Dengan demikian variabel moral disingegement juga merupakan variabel yang sangat penting dalam memprediksi perilaku agresi.

2.1.4 Pengukuran agresivitas

Terdapat berbagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur agresivitas, diantaranya adalah (Leon, Reyes, Vila, Perez, Robles & Ramos, 2002):

1. The Cook-Medley Hostility Scale, yang dikembangkan oleh Cook dan Medley (1954). Skala ini terdiri dari 50 pernyataan benar-salah. Internal konsistensi pada skala ini dalam versi Inggris dan Spanyol antara 0,75 dan 0,80 dan reliabilitas skala tes-rites menunjukkan nilai 0,75.

2. The Buss-Durke Hostility Inventory dikembangkan oleh Buss dan Durke (1957). Instrumen ini terdiri dari 75 pernyataan benar-salah. Terdiri dari kriteria: assault, indirect, hostility, irritability, negativism, resentment, suspicion, verbal hostility, dan guilt. Internal konsistensi antara 0,57 dan 0,78 dari versi Spanyol sebesar 0,86 dan reliabilitas BDHI sebesar 0,82.


(38)

3. The Jenkins Activity Scale-Form H, yang dikembangkan oleh Jase-H, Krantz, Glass dan Snyder (1974). Instrumen ini untuk evaluasi atau membandingkan tipe A secara global terdiri dari 32 pernyataan. Reliabilitas dalam versi Inggris dan Spanyol antara 0,75 dan 0,88 dan konsistensinya antara 0,84 dan 0,92. 4. The State-Trait Anger Expression Inventory oleh Spielberger (1988). Instrumen

ini terdiri dari 47 pernyataan, skala ini digunakan pada populasi Spanyol dan menghasilkan alpha cronbach antara 0,63 dan 0,95.

5. Aggression Questionnaire (AQ) oleh Buss dan Perry (1992). Instrumen ini terdiri dari 29 pernyataan, pada strandar psikometri menunjukkan reliabilitas dan internal konsistensi yang adekuat. Instrumen ini memiliki konsistensi internal antara 0,72 dan 0,89 dan reliabilitas tes antara 0,72 dan 0,80

Sedangkan, pengukuran yang akan peneliti gunakan untuk mengukur agresivitas dalam penelitian ini adalah skala agresivitas yang diterjemahkan dan dimodofikasi dari Agression Questionnaire milik Buss dan Perry (1992). Hal ini karena skala milik Buss dan Perry memiliki validitas yang baik dan reliabilitas serta internal konsistensi yang adekuat. Selain itu, Agression Questionnaire milik Buss dan Perry (1992) mengukur empat bentuk agresivitas, yaitu agresivitas fisik, agresivitas verbal, agresivitas kemarahan dan agresivitas permusuhan, sedangkan alat ukur yang lainnya hanya mengukur salah satu dari empat bentuk agresivitas tersebut.


(39)

2.2 Religiusitas

2.2.1 Definisi religiusitas

Terdapat berbagai definisi yang diungkapkan oleh para ahli mengenai religiusitas. Salah satunya dijelaskan oleh Fetzer (1999) yang menekankan pada berbagai faktor di antarnya yaitu terkait dengan seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktik keagamaan (ibadah) secara pribadi (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).

Lain halnya dengan Fetzer, Kendler, et.al., (2003) melakukan pengukuran religiusitas secara luas, dengan mencoba mengembangkan teknik analisis keberagamaan dengan cara yang lebih mudah yaitu dengan menguraikannya menjadi beberapa dimensi untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif, yaitu penganut agama yang menyertakan Tuhan dalam keseharian/masa krisis (general religiousity); membina hubungan dengan individu sesama penganut agamanya (social religiosity); percaya pada keterlibatan Tuhan yang positif dalam urusan manusia sehari-hari


(40)

(involved God); memiliki kepedulian, rasa kasih sayang dan saling memaafkan terhadap sekitar (forgiveness); merasa Tuhan memiliki kuasa memberi ganjaran atas apa yang telah kita lakukan (God as judge); tidak menyimpan rasa dendam (unvengefulness); dan bersyukur (thankfulness).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya pada kegiatan yang kasat mata tetapi lebih dalam lagi, mencakup aspek perasaan, motivasi dan aspek batiniah manusia. Dengan demikian religiusitas memiliki makna yang terkait keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan dan peribadatan seorang penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia.

2.2.2 Dimensi-dimensi religiusitas

Menurut Kendler, et al., (2003) ada tujuh dimensi religiusitas, yaitu: 1. General religiosity/coping religious

Merefleksikan tentang perhatian dan keterlibatan individu dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritual, seperti menghayati (sensing) keberadaan mereka selama di alam semesta serta keterlibatan aktif dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika sedang bertemu masalah (krisis).

2. Sosial religiosity (Religious ‘social support’)

Pada dimensi ini merefleksikan tingkat interaksi seseorang dengan individu religius lainnya. Hal ini juga menggambarkan frekuensi kehadiran di tempat


(41)

beribadah sehingga dimensi ini disebut social religiosity. Social religiosity dianggap sama dengan apa yang kita istilahkan dengan religious social support.

3. Keterlibatan Tuhan (Involve god)

Merefleksikan sebuah kepercayaan terhadap keterlibatan Tuhan yang secara aktif dan positif dalam urusan manusia (sehari-hari).

4. Forgiveness (sikap memaafkan)

Kendler, et.al. (2003) menggambarkan forgiveness sebagai sikap perhatian, cinta kasih, dan memaafkan kepada sesama, sehingga dimensi ini tidak memunculkan istilah Tuhan karena ingin mengukur sikap memaafkan terhadap sesama individu.

5. Tuhan sebagai penentu/hakim (God as judge).

Dimensi ini menggambarkan tentang kepercayaan bahwa Tuhan akan memberi ganjaran dari apa yang telah kita lakukan, seperti saat kita melakukan hal baik maka Tuhan akan memberikan pahala, sebaliknya saat kita melakukan kesalahan Tuhan akan memberikan hukuman.

6. Rasa tidak dendam (Unvengefulness)

Menggambarkan perilaku yang tidak mendendam yaitu mencerminkan suatu perilaku yang tidak menaruh rasa dendam.


(42)

7. Bersyukur (Thankfulness)

Bagaiman individu menggambarkan rasa syukur (thankfulness), merefleksikan perasaan berterima kasih yang berlawanan dengan marah terhadap kehidupan dan Tuhan.

2.2.3 Pengukuran religiusitas

Beberapa pengukuran untuk religiusitas adalah sebagai berikut:

1. The Multidimensional of Religiousness/Spirituality for Use in Health Research (MMRS) yang disusun oleh Fetzer Institute (1999) yang mengukur religiusitas dan spiritualitas seseorang berdasarkan 12 indikator, yaitu pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktik keagamaan (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).

2. The Centrality of Religiosity Scale (CRS) yang disusun oleh Huber dan Huber (2012) dengan mengembangkan dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark


(43)

dan membuatnya menjadi skala ukuran sentralitas, pentingnya ciri khas atau makna religius dalam kepribadian individu. Skala ini terdiri dari 15 item yang mengukur 5 indikator tingkat religiusitas seseorang, yaitu: intellectual (pengetahuan agama), ideology (pemahaman konsep agama), public practice (pelaksamaan agama secara umum), private practice (pelaksanaan agama secara pribadi) dan experience (pengalaman keagamaan).

3. Skala religiusitas yang disusun oleh Kendler, et.al., (2003) yang terdiri dari 78 item yang mengukur general religiosity (coping religious); sosial religiosity; forgiveness; Tuhan sebgai penetap takdir (god as judge); rasa berterima kasih (thankfulness); perasaan tidak dendam (unvengefulness) dan keterlibatan Tuhan dalam aktifitas keseharian (involve god). Skala religiusitas ini disusun berdasarkan analisa faktor terhadap berbagai alat ukur religiusitas yang selama ini dipakai para ahli dan peneliti di bidang psikologi agama, yaitu alat ukur Religious Attitude, Practice Inventory (Spirituality and Theism), Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality dan God Image Scale. (dalam Gazi & Faozah, 2010)

Pengukuran religiusitas yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan skala pengukuran yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari skala pengukuran religiusitasyang disusun oleh Kendler, et.al. (2003). Hal ini karena skala religusitas milik Kendler, et.al. (2003) merupakan hasil dari analisis terhadap


(44)

alat ukur religiusitas yang selama ini dipakai para ahli dan peneliti di bidang psikologi agama.

2.3 Moral Disengagement

2.3.1 Definisi moral disengagement

Banyak para ahli yang menjelaskan tentang definisi moral disengagement. Menurut Bandura (1999) moral disengagement adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol perilaku yang ia lakukan sehingga memungkinkannya untuk melakukan perilaku yang tidak manusiawi. Detert, Trevino dan Sweitzer (2008) mendefinisikan moral disengagement sebagai suatu proses di mana individu membuat keputusan moral yang tidak etis saat proses regulasi diri dinonaktifkan melalui penggunaan beberapa mekanisme kognitif kolektif yang saling terkait. Sementara menurut Hyde, Shaw dan Moilanen (2010) moral disengagement adalah suatu proses ketika salah satu keyakinan atau nilai-nilai moral membenarkan perilaku antisosial, terdapat kurangnya disonansi atau hambatan untuk terlibat dalam tindakan antisosial sehingga tindakan tersebut dapat diterima.

Di sisi lain Bandura (dalam Hymel et.al, 2005) memahami moral disengagement sebagai suatu proses sosio-kognitif di mana rata-rata orang mampu melakukan perbuatan yang mengerikan terhadap orang lain. Secara umum, moral disengagement dapat menjadi landasan seseorang dalam melakukan perbuatan yang tidak manusiawi dan melanggar moral.


(45)

Mengacu pada uraian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa moral disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana standar moral sebagai regulator internal perilaku tidak berfungsi dan proses regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori moral disengagement Bandura (dalam Hymel et.al, 2005) sebagai suatu proses sosiokognitif di mana rata-rata orang mampu melakukan perbuatan yang mengerikan terhadap orang lain. Dengan alasan dalam teori tersebut menjelaskan secara detail kemunculan terjadinya moral disengagement pada seseorang serta sudah terdapat alat ukur baku yang dapat digunakan. Dalam fenomena konflik yang terjadi pada saat pilkada, moral disengagement dapat dijadikan salah satu faktor yang memprediksi agresivitas dalam konflik tersebut.

2.3.2 Mekanisme moral disengagement

Bandura (1999) menerangkan mekanisme moral disengagement yang terdiri dari faktor-faktor situasional, meliputi:

1. Moral justification (pembenaran moral)

Moral justification adalah proses di mana seseorang berusaha merasionalisasikan kekerasan yang dilakukannya terhadap orang lain dengan membuat perilaku tersebut seperti dapat dibenarkan secara moral (Detert et.al, 2008). Karena pada prosesnya, dalam benak seseorang menganggap bahwa perilaku yang dilakukannya bermanfaat bagi orang banyak dan memiliki tujuan yang baik (Bandura, 1999).


(46)

2. Euphemistic language (penghalusan bahasa)

Euphemistic language adalah menggunakan bahasa yang umum secara moral untuk membuat perbuatan yang patut dicela terlihat tidak kasar (tidak berbahaya) atau bahkan ramah/sopan (Detert et.al, 2008) dan seringkali seseorang bersikap lebih kejam ketika aksi penyerangan secara verbal dihapuskan/ditiadakan dan euphemistic language ini digunakan ketika seseorang ingin menghilangkan tanggung jawab kepada orang yang disakitinya (Bandura, 1999).

3. Advantageous comparison (perbandingan yang menguntungkan)

Advantageous comparison yaitu membandingkan sikap yang tercela dengan perilaku yang kasar (berbahaya) sehingga membuat perbuatan yang sebenarnya dapat diterima orang lain (Detert et.al, 2008). Adapun menurut Bandura (1999) Advantageous comparison merupakan perilaku kekerasan dengan membandingkan tingkat manfaat yang akan didapatkan jika melakukan kekerasan tersebut dan hal ini digunakan untuk membuat kekerasan terlihat baik.

4. Displacement of responsibility (pemindahan tanggung jawab)

Displacement of responsibility yaitu melihat satu perbuatan sebagai hasil langsung dari sebuah perintah yang otoritatif (Detert et.al, 2008). Menurut Bandura (1999), biasanya anak buah akan menolak untuk bertanggungjawab jika terdapat otoritas yang sah (atasan) yang mengambil alih tanggung jawab


(47)

terhadap efek yang diakibatkan oleh perilaku merusak anak buahnya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pemindahan tanggung jawab terjadi ketika dalam satu tim ada seorang bawahan yang melakukan kesalahan namun ia melemparkan tanggung jawab tersebut kepada atasannya karena menurutnya ia memiliki tanggung jawab atas perilaku bawahannya.

5. Diffusion of responsibility (penyebaran tanggung jawab)

Diffusion of responsibility terjadi ketika tidak ada satu anggota kelompok yang merasa bertanggungjawab secara personal terhadap perilaku destruktif (merusak) secara kolektif dalam sebuah kelompok (Detert et.al, 2008) atau menurut Bandura (1999), diffusion of responsibility terjadi ketika salah seorang anggota kelompok menutupi kesalahannya dengan melemparkan tanggung jawab kepada seluruh anggota kelompok.

6. Distorting the consequences (mengabaikan konsekuensi)

Distorting the consequences yaitu meremehkan kemungkinan hasil perbuatan yang tercela (Detert et.al, 2008). Hal ini terjadi akibat adanya pengabaian atau distorsi terhadap hasil perilaku destruktif seseorang. Ketika seseorang melakukan aktifitas yang mengganggu/merusak pihak lain karena alasan personal atau tekanan sosial biasanya ia menghindar untuk menghadapi kerusakan yang ia akibatkan sendiri atau meminimalisir akibat tersebut, apabila upaya untuk meminimalisir kerusakan tidak berhasil maka ia akan menghilangkan bukti kerusakan tersebut (Bandura, 1999).


(48)

7. Dehumanisation (dehumanisasi)

Duhumanisation yaitu kami vs mereka berpikir berdasarkan stereotipe yang benar (Detert et.al, 2008). Proses dehumanisasi adalah komposisi yang sangat penting yang terdapat pada perilaku tidak manusiawi. Pada dasarnya seseorang yang sudah hidup bersama dalam jangka waktu tertentu akan mudah berempati terhadap kesedihan yang dialami rekannya karena mereka telah melalui berbagai pengalaman, baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, sehingga dehumanisasi akan sulit terjadi kecuali pelaku akan membenci dan mengutuk dirinya sendiri atas perbuatan buruknya tersebut. Hal ini dirasakan oleh korban kekerasan (Bandura, 1999).

8. Attributin of blame (atribusi menyalahkan)

Attributin of blame yaitu membebaskan diri dari tuduhan dengan menempatkan kesalahan terhadap target perilaku kekerasan (Detert et.al, 2008) serta menurut Bandura (1999), menimpakan kesalahan pada musuh atau lingkungan merupakan salah satu cara untuk membebaskan diri dari tuduhan. Dalam proses ini biasanya orang menganggap dirinya sebagai korban yang dipaksa untuk melakukan tindakan kekerasan. Dengan membenarkan perilaku tersebut tidak hanya membuat perilaku merusak itu dimaklumi bahkan pelaku dapat menganggap dirinya tidak melakukan kesalahan sama sekali atau menganggap dirinya melakukan hal yang benar.


(49)

Dengan mengacu pada teori Bandura, Hymel, et.al., (2005) mengklasifikasikan kedelapan mekanisme moral disengagement tersebut menjadi empat klasifikasi, yaitu:

1. Cognitive restructuring, meliputi: pembenaran moral (moral justification), penghalusan bahasa (euphemistic labeling), dan perbandingan yang menguntungkan (advantageous comparisons).

2. Minimizing agency, meliputi: pemindahan tanggung jawab (displacement of responsibility) dan penyebaran tanggung jawab (diffusion of responsibility). 3. Distortion of negative consequences, meliputi: mengabaikan konsekuensi

(distorting the consequences).

4. Blaming/dehumanizing the victim, meliputi: dehumanisasi(dehumanization) dan atribusi menyalahkan (attribution of blame).

Peneliti berasumsi bahwa empat klasifikasi tersebut sangat efektif karena sudah mencakup semua mekanisme moral disengagement oleh karenanya dalam penelitian ini peneliti menggunakan empat klasifikasi moral disengagement yang dikembangkan oleh Hymel, et.al., (2005) yang mengacu pada teori moral diesengagement dari Bandura (1999) tersebut.

2.3.3 Pengukuran moral disengagement

Berdasarkan hasil membaca literatur tentang moral disengagement, peneliti menemukan beberapa instrumen untuk mengukur moral disengagement, yaitu:


(50)

1. Moral disengagement scale yang disusun McAlister, Bandura dan Owen (2006) yang terdiri dari 10 item. Item tersebut diukur dengan menggunakan lima poin skala Likert mulai dari sangat setuju (+2), ragu-ragu (0), sampai sangat tidak setuju (-2). Nilai-nilai positif merupakan pernyataan yang sesuai dari berbagai mode moral disengagement, nilai-nilai negatif merupakan pernyataan yang tidak sesuai.

2. Moral disengagement scale yang disusun Gulandri (2012) yang terdiri 32 item yang mengukur moral justification, euphemistic labeling, advantageous comparisons, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, distortion of negative consequences, blaming/ dehumanizing the victim dan attribution of blame.

3. Moral disengagement scale yang disusun oleh Hymel et.al., (2005) yang terdiri dari 18 item yang mengukur empat kategori meliputi: cognitive restucturing, minimazing agency, distortion of negative consequences dan blaming/dehumanizing the victim.

Pengukuran moral disengagement yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan skala pengukuran yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari skala pengukuran moral disengagement yang disusun oleh Hymel et.al (2005). Karena alat ukur ini mencakup empat kategori meliputi: cognitive restucturing, minimazing agency, distortion of negative consequences dan blaming/dehumanizing


(51)

the victim yang telah mencakup kedelapan mekanisme moral disengagement yang dijelaskan oleh Bandura (1999).

2.4 Kerangka Berpikir

Agresivitas merupakan perilaku yang maladaptif yang sering muncul akhir-akhir ini di lingkungan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari berita-berita media massa yang menyorot banyaknya perilaku agresif yang muncul dan sulit ditangani, misalnya konflik antarsuku di suatu daerah dan tawuran yang terjadi saat pemilihan kepala daerah. Berbagai bentuk agresivitas muncul dalam konflik pilkada tersebut. Sebagai contoh adanya unjuk rasa, bentrokan antar warga dan aparat keamanan, bahkan pengrusakan kantor kepala desa yang terjadi di beberapa desa di Kabupaten Tangerang beberapa saat selepas dilaksanakannya pemilihan kepala daerah serentak.

Dalam hal ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas, diantaranya religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin. Faktor pertama yang mempengaruhi agresivitas adalah religiusitas. Gazi dan Faozah (2010) menjelaskan bahwa religiusitas merupakan bagian dari kehidupan sosial umat manusia yang tidak bisa dilepaskan dari aspek kemasyarakatan. Religiusitas sosial mencerminkan tingkat interaksi seseorang dengan orang lain yang semazhab, seagama atau berbeda agama. Kesalehan sosial seseorang akan tampak pada sikap atau penilainnya terhadap orang lain atau terhadap segala sesuatu yang bersifat sosial.


(52)

Namun, salah satu implikasi dari interaksi sosial adalah terjadinya kesalahfahaman dan konflik antar pribadi atau antar kelompok. Konflik ini dapat menimbulkan perilaku agresif seseorang. Religiusitas memiliki kontribusi dalam menentukan perilaku agresif. Menurut Fetzer (1999), dimensi religiusitas memiliki korelasi dengan perilaku agresif. Dengan dimensi-dimensi religiusitas tersebut, individu dapat memiliki arah dalam menentukan perilakunya dalam keseharian sehingga individu mampu berperilaku sesuai dengan tuntunan kitab suci dengan ajaran kasih sayangnya bukan untuk menyakiti individu lainnya. Kundarto (2012) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa religiusitas mempengaruhi perilaku agresif. Hasil penelitian Huesman, Dubow dan Boxer (2010) juga menyimpulkan bahwa agresi mampu dipengaruhi pula oleh aspek religiusitas, baik berupa aktifitas keagamaan ataupun rutinitas harian keagamaan seperti berdoa. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang maka semakin rendah tingkat agresivitas orang tersebut.

Faktor internal lain yang mempengaruhi agresivitas yaitu moral disengagement. Peregangan moral merupakan suatu proses sosiokognitif dimana seseorang mampu melakukan perbuatan yang mengerikan terhadap orang lain. Menurut Bandura (1999) agensi moral merupakan manifestasi kemampuan untuk melakukan perilaku yang tidak manusiawi dan kemampuan proaktif untuk melakukan perilaku manusiawi. Agensi moral berhubungan dengan teori self sosiokognitif yang mencakup self-organizing, proactive, self-reflective dan


(53)

mekanisme self-regulatory yang berpusat pada standar personal untuk melakukan self-sanction. Self-regulatoy akan mengembangkan perilaku moral yang tidak akan muncul jika tidak diaktifkan dan moral tersebut akan mengarahkan perilaku sosial dengan moral self-sanction yang secara selektif tidak akan berhubungan dengan perilaku tidak manusiawi.

Namun ketika seseorang berpikir bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang wajar (pembenaran secara moral) maka orang itu akan melakukan hal tersebut tanpa rasa bersalah. Karena tidak merasa bersalah maka orang itupun akan menunjukkan perbandingan yang menguntungkan (cognitive restructuring) dari perilaku agresif tersebut, dan kemudian akan melemparkan tanggung jawab (atas perilaku agresif) kepada orang lain (minimazing agency) dengan semaunya. Ketika sudah tidak lagi mempedulikan konsekuensi atas apa yang sudah dilakukannya (distortion of negative consequences) maka pada akhirnya orang itu akan dengan mudah menyakiti dan menyalahkan orang yang ia sakiti (korban perilaku agresif) atas perbuatan yang dilakukan terhadapnya (blaming/dehumazing the victim). Jadi, moral disengagement adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol perilaku yang ia lakukan sehingga memungkinkannya untuk melakukan perilaku yang tidak manusiawi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi seseorang mengalami moral disengagement maka semakin tinggi pula tingkat agresivitas orang tersebut.

Faktor yang terakhir yaitu faktor perbedaan gender (jenis kelamin) yaitu antara laki-laki dan perempuan. Betancourt dan Miller (dalam Baron, 2005)


(54)

menjelaskan bahwa laki-laki daripada perempuan, secara signifikan lebih cenderung untuk melakukan perilaku agresif terhadap orang lain ketika orang lain tersebut tidak memprovokasi mereka dalam cara apapun. Secara umum, pria lebih agresif ketimbang wanita dalam agresi fisik dan verbal, terutama dalam hal agresi fisik. Perbedaan jenis kelamin ini lebih besar dalam setting alamiah (misalnya, memukul dan menendang dalam permainan) ketimbang dalam setting laboratorium (misalnya, memukul boneka di ruang riset) (Eagly & Stefen, 1986; Hyde, 1986; Knight, Fabes & Higgins, 1996; dalam Taylor, et.al., 2009). Dibandingkan anak lelaki, anak perempuan kurang menyetujiu tindakan agresif dan menganggap diri mereka bersalah jika melakukannya (Bettencourt & Miller, dalam Taylor, et.al., 2009). Menurut Eagly dan Steffen (dalam Taylor, et.al., 2009), wanita sering lebih merasa bersalah, cemas, dan takut terhadap tindakan agresif dan karenanya menahan dorongan agresif mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh religiusitas, moral disengagement dan demografi terhadap agresivitas. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, maka dalam penelitian ini dibuat kerangka pemikiran guna mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh serta hubungan dari masing-masing variabel terhadap perilaku agresivitas. Disamping itu dapat digunakan untuk mengetahui arah dari penelitian ini. Secara singkat kerangka berpikir penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut ini:


(55)

Religiusitas

Moral Disengagement

Gambar 2.1

Skema pengaruh religiusitas, moral disengagement dan demografi terhadap Agresivitas

Forgiveness Sosial Religiosity

God as judge Thankfulness Unvengefulness Involve God

AGRESIVITAS

Cognitive Restucturing

Blaming/Dehumanizing The Victim

Distortion of Negative Consequences

Minimazing Agency

Jenis Kelamin General religiosity/coping religious


(56)

2.5 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh independen variabel yang ditentukan terhadap dependen variabel. Independen variabel dalam penelitian ini adalah religiusitas (general religiosity/coping religious; sosial religiosity; forgiveness; Tuhan sebagai penetap takdir/God as judge; Rasa berterima kasih/thankfulness; Perasaan tidak dendam/unvengefulness; keterlibatan Tuhan dalam aktifitas keseharian/involve God), moral disengagement (cognitive restructuring, minimazing agency, distortion of negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim) dan demografi (jenis kelamin). Sedangkan dependen variabelnya adalah agresivitas.

Hipotesis mayor

Ha: Ada pengaruh yang signifikan variabel religiusitas (general religiosity, sosial religiosity, forgiveness, god as judge, thankfulness, unvengefulnes dan involve god), variabel moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences dan blaming/dehumanizing the victim) dan variabel demografi (jenis kelamin) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.


(57)

Hipotesis minor

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan General religiosity (coping religious) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha2: Ada pengaruh yang signifikan sosial religiosity terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha3: Ada pengaruh yang signifikan Forgiveness terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha4: Ada pengaruh yang signifikan Tuhan sebgai penetap takdir (God as judge)terhadapagresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha5: Ada pengaruh yang signifikan rasa berterima kasih (Thankfulness) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha6: Ada pengaruh yang signifikan rerasaan tidak dendam (Unvengefulness) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.


(58)

Ha7: Ada pengaruh yang signifikan keterlibatan Tuhan dalam aktifitas keseharian (Involve God) terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha8: Ada pengaruh yang signifikan cognitive restucturing terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha9: Ada pengaruh yang signifikan minimazing agency terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha10: Ada pengaruh yang signifikan distortion of negative terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha11: Ada pengaruh yang signifikan blaming/dehumanizing the victim terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.

Ha12: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang.


(59)

Tetapi pada penelitian ini hipotesis yang diuji adalah hipotesis nihil (H0), yaitu:

“Tidak ada pengaruh yang signifikan religiusitas, moral disengagement dan demografi terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang”


(60)

42

Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menetap di Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang. Peneliti memilih populasi di desa tersebut karena desa tersebut merupakan salah satu desa yang mengalami konflik pada pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan serentak di Kabupaten Tangerang (TrustKota.com, 9 Juli 2013). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini nonprobability sampling dengan menggunakan metode accidental sampling, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti berpeluang untuk menjadi sampel penelitian bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data. Jumlah sampel yang diambil yaitu sebanyak 190 orang. Sampel yang diambil berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu: warga yang menetap berusia 20-50 tahun dan ikut serta dalam pelaksanaan pikada di Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang.


(61)

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi variabel penelitian

Variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Dependent variable: Agresivitas

2. Independent variable:

a) Religiusitas (general religiosity, sosial religiosity, forgiveness, god as judge, thankfulness, unvengefulnes dan involve god)

b) Moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences dan blaming/dehumanizing the victim) c) Demografi (jenis kelamin)

3.2.2 Definisi operasional variabel

Setelah menentukan variabel mana yang menjadi variabel dependen dan variabel independen, maka selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari variabel-variabel penelitian yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini.

Penjelasan definisi variabel operasional adalah sebagai berikut: a. Agresivitas

Agresivitas yaitu perilaku masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang yang ditujukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan pihak lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal dan langsung atau tidak langsung yang diukur melalui skor


(62)

dengan skala perilaku agresif berdasarkan teori Buss dan Perry (1992) yang meliputi dimensi perilaku agresif fisik, verbal, anger dan hostility.

b. Religiusitas

Religiusitas adalah perwujudan masyarakat penganut agama di Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang berdasarkan dimensi general religiosity, sosial religiosity, forgiveness, god as judge, thankfulness, unvengefulnes dan involve god yang diukur dengan skala religiusitas milik Kendler, et.al. (2003).

c. Moral disengagement

Moral disengagement adalah suatu proses sosial kognitif masyarakat Desa Kampung Melayu Timur Kecamatan Teluknaga, Tangerang di mana standar moral sebagai regulator internal perilaku tidak berfungsi dan proses regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi yang diukur melalui skor yang diperoleh dari hasil skala moral disengagement berdasarkan teori Hymel, et.al. (2005) yang mengukur empat kategori yaitu cognitive restucturing, minimazing agency, distortion of negative consequences dan blaming/dehumanizing the victim.


(63)

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini berbentuk skala model Likert, yaitusangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif Skala Likert

Kategori Favorable Unfavorable

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

4 3 2 1 1 2 3 4

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas tiga alat ukur, yaitu: alat ukur agresivitas, alat ukur religiusitas dan alat ukur moral disengagement.

1. Skala agresivitas

Agresivitas didapatkan dari alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan menterjemahkan dan memodifikasi skala agresivitas Buss & Perry (1992). Agresivitas yang diukur berdasarkan bentuk-bentuknya, yakni perilaku agresivitas fisik, verbal, kemarahan (anger) dan permusuhan (hostility). Ada pun


(1)

Correlation Matrix

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1 1.00

ITEM2 0.28 1.00

ITEM3 0.19 0.49 1.00

ITEM4 0.30 0.17 0.21 1.00

ITEM5 -0.04 0.15 0.18 0.17 1.00

ITEM6 0.11 0.36 0.48 0.32 0.42 1.00 ITEM7 0.04 0.12 0.20 0.18 0.07 0.22 ITEM8 0.35 0.16 0.14 0.33 0.02 0.17 ITEM9 0.19 0.20 0.20 0.21 0.07 0.16 Correlation Matrix

ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM7 1.00

ITEM8 -0.13 1.00

ITEM9 -0.01 0.28 1.00

UJI VALIDITAS AGRESIVITAS FISIK Parameter Specifications

LAMBDA-X AGRESIVI

ITEM1 1

ITEM2 2

ITEM3 3

ITEM4 4

ITEM5 5

ITEM6 6

ITEM7 7

ITEM8 8

ITEM9 9

THETA-DELTA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1 10

ITEM2 0 11

ITEM3 0 0 12

ITEM4 13 0 0 14

ITEM5 0 0 0 0 15

ITEM6 0 0 0 0 16 17

ITEM7 0 0 0 0 0 0

ITEM8 19 0 0 20 0 0


(2)

ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM7 18

ITEM8 21 22

ITEM9 0 0 23

UJI VALIDITAS AGRESIVITAS FISIK Number of Iterations = 25

LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X

AGRESIVI ITEM1 0.30 (0.08) 3.58 ITEM2 0.63 (0.08) 8.06 ITEM3 0.74 (0.08) 9.64 ITEM4 0.36 (0.08) 4.38 ITEM5 0.24 (0.09) 2.77 ITEM6 0.63 (0.08) 8.17 ITEM7 0.27 (0.08) 3.24 ITEM8 0.25 (0.08) 2.96 ITEM9 0.30 (0.08) 3.62


(3)

PHI AGRESIVI 1.00

THETA-DELTA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1 0.91

(0.10) 9.38

ITEM2 - - 0.61 (0.08) 7.45

ITEM3 - - - - 0.45 (0.08) 5.42

ITEM4 0.20 - - - - 0.87 (0.07) (0.09) 2.80 9.21

ITEM5 - - - - - - - - 0.94 (0.10) 9.47

ITEM6 - - - - - - - - 0.27 0.60 (0.07) (0.08) 3.98 7.34 ITEM7 ITEM8 0.27 0.26 (0.07) (0.07)

3.75 3.72

ITEM9

THETA-DELTA

ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM7 0.93

(0.10) 9.46


(4)

-3.19 9.54

ITEM9 - - - - 0.91 (0.10) 9.40

Squared Multiple Correlations for X - Variables

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 0.09 0.39 0.55 0.13 0.06 0.40 Squared Multiple Correlations for X - Variables

ITEM7 ITEM8 ITEM9 0.07 0.06 0.09

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 22

Minimum Fit Function Chi-Square = 33.32 (P = 0.058)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 33.53 (P = 0.055) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 11.53

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 31.25) Minimum Fit Function Value = 0.18

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.061 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.053 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.087) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.42 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.42 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.36 ; 0.53) ECVI for Saturated Model = 0.48

ECVI for Independence Model = 2.09

Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 376.50 Independence AIC = 394.50

Model AIC = 79.53 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 432.72 Model CAIC = 177.22 Saturated CAIC = 281.12 Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.95 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.56 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.86


(5)

Critical N (CN) = 229.56

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.056 Standardized RMR = 0.056

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47

UJI VALIDITAS AGRESIVITAS FISIK Modification Indices and Expected Change

No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1

ITEM2 5.74

ITEM3 0.03 3.10

ITEM4 2.11 1.95

ITEM5 1.41 0.24 0.02 1.27

ITEM6 2.42 2.47 0.48 2.61 ITEM7 0.73 1.08 0.05 2.04 0.19 1.69 ITEM8 - - 0.21 0.77 - - 0.56 0.49 ITEM9 0.43 0.10 0.64 0.50 0.02 0.46 Modification Indices for THETA-DELTA

ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM7

ITEM8

ITEM9 0.62 5.00 Expected Change for THETA-DELTA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1

ITEM2 0.14

ITEM3 0.01 0.16

ITEM4 0.09 0.08

ITEM5 0.07 0.03 0.01 0.07

ITEM6 0.08 0.11 0.05 0.09 ITEM7 -0.06 -0.07 -0.01 0.09 -0.03 0.07 ITEM8 - - -0.03 -0.05 - - -0.04 0.04 ITEM9 0.04 0.02 -0.05 0.04 0.01 -0.04 Expected Change for THETA-DELTA


(6)

ITEM7

ITEM8

ITEM9 0.05 0.14

Maximum Modification Index is 5.74 for Element ( 2, 1) of THETA-DELTA

UJI VALIDITAS AGRESIVITAS FISIK Standardized Solution

LAMBDA-X AGRESIVI ITEM1 0.30 ITEM2 0.63 ITEM3 0.74 ITEM4 0.36 ITEM5 0.24 ITEM6 0.63 ITEM7 0.27 ITEM8 0.25 ITEM9 0.30

PHI AGRESIVI

1.00