keberagamaan kaum lesbian (study kasus komunitas our voice jakarta selatan)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh: Siti Nurhayati NIM: 1111032100043

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh

:

SITI NURHAYATI NIM: 1111032100043

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Komunitas Our Voice Jakarta Selatan) telah diujikan dalam sidang Munaqasah

Fakultas Ushuluddin Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tangga 24 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S1) Theologi Islam (S.Th.I.) pada Program Studi Perbandingan Agama.


(4)

i

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 Maret 2015


(5)

ii

Jakarta, yang biasa orang kenal dengan sebutan kota Metropolitan, merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Kota besar yang menyimpan banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya. Lahirnya berbagai kelompok sosial yang ada di Jakarta tentu tidak bisa dihindari. Kelompok – kelompok tersebut dapat terbentuk karena adanya faktor kesamaan suku, bangsa, kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan, maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.

Salah satu kelompok tersebut adalah kelompok lesbian, yaitu mereka yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama jenis. Kaum lesbian masih percaya terhadap agama dan segala ajarannya. Semua agama memang melarang sebuah percintaan sesama jenis (gay atau lesbian). Namun kaum Lesbian berargumen bahwa itu bukan kemauan mereka melainkan kehendak Sang Maha Pencipta. Hal ini dibuktikan oleh mereka menjalankan semua ritual keagamaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberagamaan kaum lesbian dalam komunitas Our Voice Jakarta Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan menggunakan pendekatan psikologi agama, yaitu menggambarkannya melalui dimensi-dimensi keberagamaan. Diantara dimensi-dimensi keberagamaan tersebut adalah dimensi keyakinan, dimensi ritualistic, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekuensial.

Hasil penelitian penulis, kelima subjek penelitian mempunyai dimensi keberagamaan yang berbeda-beda. Dimensi yang paling menonjol adalah dimensi ritualistik dan dimensi pengetahuan, kemudian dari dimensi-dimensi tersebut terimplementasi dalam dimensi konsekuensial yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dari keberagamaan tersebut kaum lesbian lebih pasrah menyerahkan semuanya kepada Tuhan.


(6)

iii

Sehingga dengannya manusia dapat mencapai derajat makhluk yang mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluknya yang lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membuka jalan kebenaran tentang agama Islam.

Tiada kata yang dapat penulis ucapkan, kecuali ucapan syukur yang amat besar kepada Allah SWT. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) di Fakultas Ushuluddin dengan judul skripsi “KEBERAGAMAAN KAUM

LESBIAN (Study Kasus Komunitas Our Voice Jakarta Selatan)”.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terealisasi tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada Yth: 1. Kepada kedua orang tua tercinta yaitu Bapak dan ibu. Terima kasih atas

segala pengorbanan dan do’a yang tak terhingga kepada penulis. Serta dukungan moril, materil dan juga tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan studi yang kesemuanya itu tak bisa terbayarkan dengan materi, hanya doalah yang dapat adinda berikan. Serta saudara penulis yang tercinta, mbak Rusmiyati S.pd, Mas Senot Warnoto S.Fil.I, Mas M.

Nurrochim, Mas Waram, mbk Ma’rifah, dan mbk Asliyati yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis. Untuk ponakan penulis yang


(7)

iv

2. Prof. Dr. Masri Mansour, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Ahmad Ridho, DESA dan Dra. Halimah Mahmudy, MA. Selaku Ketua dan sekretaris Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Zahruddin AR. MMSi., Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah membimbing, mengarahkan, dan mengkritik penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Sri Mulyati, Dr, MA., Dosen penasehat akademik dan seluruh dosen di Fakultas Ushuluddin yang telah membimbing dan mendidik penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada kekasih penulis, kakanda Nurrohim S.Sy terimakasih telah memberikan dukungan dan pengorbananannya serta kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dengan cepat bisa menyelesaikan skripsinya.

7. Untuk teman-teman komunitas Our Voice, terimakasih atas pengalaman dan pengajaran yang diberikan kalian dan dukungan yang membuat skripsi ini terselesaikan dengan tepat waktu.

8. Keluarga besar Ponpes Salafiyah Buaran Pekalongan beserta asatidz dan asatidzah selaku orang tua penulis selama belajar di Pesantren, yang telah memberikan teladan, mendidik, mengajarkan disiplin, dan memberikan ilmu yang sangat berharga bagi kehidupan penulis.


(8)

v

Lilik, dan kang Burhan. Serta teman seperjuangan saya Lailatul Fawaiddah dan mbak Fadhilati Haqiqiyah yang telah memberikan motivasi dan semangat didalam penulisan sekripsi ini.

10. Kawan-kawan HMI komisariat Ushuluddin dan Yunda-dinda KOHATI Cabang Ciputat yang selalu memberikan motivasi untuk terus membaca, membaca dan membaca.

Akhirnya, tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kecuali hanya doa semoga semua pihak yang telah membantu penulis, mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Ciputat, 8 Maret 2015


(9)

term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fonem konsonan Arab, yang dalam sistem tulisan Arab seluruhnya dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasinya ke tulisan Latin sebagian dilambangkan dengan lambang huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian lainnya dengan huruf dan tanda sekaligus sebagai berikut :

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

ا

Alif Tidak dilambangkan

Ba b Be

ت

Ta t Te

Sa s\ Es (dengan titik di atas)

ج

Jim j Je

ح

Ha h} Ha (dengan titik di bawah)

خ

Kha kh Ka dan Ha

Dal d De

Zal z\ Zet (dengan titik di atas)

Ra r Er

ز

Zai z Zet

س

Sin S Es

ش

Syin Sy Es dan Ye

ص

Sad s} Es (dengan titik di bawah)

Dad d} De (dengan titik di bawah)

Ta t} Te (dengan titik di bawah)

Za z} Zet (dengan titik di bawah)

ع

Ain ‘ Koma terbalik (di atas)

غ

Gain g Ge

ف

Fa f Ef

Qaf q Ki


(10)

م

ن

Nun n En

Wau w We

ھ

Ha h Ha

Hamzah ' Apostrof

Ya y Ya

2. Vokal tunggal ataumonoftongbahasa Arab yang lambangnya hanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf sebagai berikut :

a. Tandafathah dilambangkan dengan huruf a, misalnyaFasakh. b. Tandakasrah dilambangkan dengan huruf i, misalnyaAjir. c. Tandadammah dilambangkan dengan huruf u, misalnyaUlama.

3. Vokal panjang atau maddah yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya dilambangkan dengan huruf dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnyaIja>rah.

4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang bertandasyaddah itu, misalnyaAbbas.

5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-la>m, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sesuai dengan bunyinya dan ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan diberi tanda sempang sebagai penghubung. Misalnya ats-Tsawab, al-Muta’aqqidain, az-Zahiriyah.

6. Ta>’ marbu>tah mati atau yang dibaca seperti berharakat sukun, dalam tulisan

Latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan ta>’ marbu>tah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnyaFiqih

7. Tanda apostrof (‘) sebagai transliterasinya huruf hamzah hanya berlaku untuk yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya syafi’iyah, sa’ad, a’yan. Sedangkan di awal kata, huruf hamzah tidak dilambangkan dengan sesuatupun, misalnyaIwad}.


(11)

viii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TRANSLITERASI ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D.Studi Review ... 7

E. Landasan Teori ... 11

F. Metode Penelitian ... 15

G.Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KAJIAN TEORI A.Keberagamaan ... 21

1. Pengertian Keberagamaan ... 21

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberagamaan ... 25

B.Dimensi-Dimensi Keberagamaan ... 29

1. Dimensi Ideologis ... 30

2. Dimensi Ritualistik ... 31


(12)

ix

C. Lesbian ... 34

1. Pengertian Lesbian ... 34

2. Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Lesbian... 36

3. Karakteristik Kaum Lesbian ... 38

4. Problematika Kaum Lesbian ... 38

BAB III KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN KOMUNITAS OUR VOICE A.Sekilas Deskripsi Tentang Komunitas OurVoice ... 40

B.Kehidupan keberagamaan Kaum Lesbian ... 44

C.Gambaran Umum Dimensi Keberagamaan Kaum Lesbian ... 46

1. Dimensi Keyakinan ... 46

2. Dimensi Ritualistik ... 47

3. Dimensi Pengalaman ... 48

4. Dimensi Intelektual ... 48

5. Dimensi Konsekuensial ... 49

BAB IV ANALISIS INTER-KASUS DIMENSI KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN A.Deskripsi Dimensi Keberagamaan paa Kaum Lesbian ... 51

1. Kasus Ara ... 51

2. Kasus Lena ... 55

3. Kasus Farda ... 58


(13)

x

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 71 B.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(14)

1

A. Latar Belakang

Lesbian dipandang oleh sebagian besar masyarakat adalah sebagai perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan norma agama. Sehingga lesbian dalam kelompok masyarakat diposisikan sebagai kaum marginal. Sebagian besar masyarakat Indonesia juga masih menganggap kaum lesbian sebagai penyimpangan seksual yang belum berlaku secara umum dan belum dapat diterima oleh masyarakat. Ketidaktahuan atas orientasi seksual lesbian membuat masyarakat menilai negatif kaum lesbian. Orientasi kaum lesbian dianggap berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Sampai saat ini masih terjadi penolakan pada kaum lesbian di kalangan masyarakat. Hal ini juga membuat kaum lesbian cenderung menutup diri.

Penyebab terjadinya lesbian sendiri belum dapat diketahui secara pasti. Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan Eigs yang pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka saling melakukan hubungan seks disana.1 Lesbian2 adalah istilah bagi pelaku homoseksual perempuan. Berdasarkan definisi, homoseksual dapat diartikan sebagai orientasi seksual seseorang yang diarahkan pada jenis kelamin yang sama. Secara psikiatri, homoseksual diartikan sebagai rasa tertarik secara perasaan,

1

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Masdar

Maju. 1989), h. 249.

2

Lesbian sendiri dapat diartikan sebagai perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan,dimana perilaku seksual diarahkan (disalurkan) kepada perempuan, memiliki fantasi seksual terhadap perempuan, memiliki ketertarikan secara emosional terhadap perempuan, memiliki gaya hidup yang tertarik kepada sesama jenis, dan mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan yang menyukai perempuan. Lihat Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 250.


(15)

kasih sayang dan hubungan emosional, dan secara erotik terhadap orang yang berjenis kelamin sama. Homoseksual dibagi menjadi dua, yaitu homoseksual pria yang dikenal dengan istilah gay, dan homoseksual kaum perempuan yang dikenal dengan istilah lesbian.

Fenomena lesbian, dalam aspek psikologis dapat dikatakan sebagai gejala abnormalitas seksual.3 Menurut Kartini Kartono, beberapa ahli berpandangan bahwa keadaan abnormalitas seseorang tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan manusia, sejak ia berada dalam kandungan, lahir, dan dibesarkan dalam kehidupan di dunia.4

Perilaku seks yang normal dapat diartikan jika seseorang dapat melakukan relasi seksual dengan lawan jenisnya yang bersifat tidak saling merugikan, baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas segala yang dilakukan, tidak melanggar norma sosial dan hukum yang berlaku. Sebaliknya, ketidakwajaran seksual (sexual perversion)

mencakup perilaku-perilaku atau fantasi-fantasi seksual yang ditujukan pada pencapaian orgasme melalui relasi seksual di luar hubungan kelamin heteroseksual yang pada umumnya bersifat kompulsif dan menetap.5 Oleh karena itu, disfungsi sosial serta hubungan seks yang menyimpang merupakan satu aspek dari gangguan kepribadian dan merupakan penyakit neorotis.6

3

Abormalitas Seksual ialah perilaku seksual yang menyimpang, dimana salah satunya

adalah lesbian. Lihat Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 228.

4

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 230.

5

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 228.

6

Penyakit Neurosis berasal dari bahasa Yunani yaitu neuron artinya saraf dan osis artinya

penyakit atau gangguan. Istilah neurosis pertama kali dipopulerkan oleh William Cullen pada 1769. Cullen mengartikan neurosis sebagai gangguan perasaan dan gerakan yang disebabkan oleh kelainan saraf. Saat ini, neurosis didefinisikan sebagai gangguan mental yang mengenai sebagian kecil aspek kelainan saraf. Saat ini, neurosis didefinisikan sebagai gangguan mental yang mengenai sebagian kecil aspek kepribadian, dan orang yang mengalaminya masih dapat


(16)

Tuhan menciptakan banyak misteri di alam ini. Sebagian mudah untuk dipecahkan dan diselesaikan, tetapi masih terlalu banyak misteri-misteri Tuhan yang membuat manusia membutuhkan waktu yang panjang untuk mengungkapnya. Salah satu dari jutaan misteri Tuhan bisa jadi adalah lesbian. Kontroversi atas penerimaan dan pengakuan kaum lesbian di kalangan masyarakat menjadi sebuah tanda tanya tentang keberadaan kaum lesbian itu. Landasan agama sering kali jadi acuan dalam penolakan kaum lesbian di kalangan masyarakat, walaupun kerap menjadi perbedaan pendapat atas penerimaan kaum lesbian dalam agama tertentu, tidak terkecuali Islam sebagai agama terbesar di Indonesia.

Islam hanya memandang hubungan seksual legal adalah hubungan seks yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki yang secara sah telah menikah. Dengan sendirinya praktik seperti lesbian tidak dapat dipenuhi keduanya, yakni berbeda jenis kelamin dan keabsahan, oleh pasangan lesbian.

Bahkan beberapa ayat di dalam al-Qur’an, menginformasikan bahwasannya Surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :













Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah7 dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Rum 21).

7

Mawaddah antara lain bermakna cinta kasih dan hubungan harmonis yang dampaknya terlihat dalam kenyataan bukan sekedar ucapan gombal.


(17)

Dari penjelasan ayat tersebut, menjelaskan bahwa manusia hidup dan diciptakan untuk berpasang-pasangan, hal ini jelas menutup keberadaan

lesbian dalam “pernikahan”. Oleh karena itu lesbian muslim cenderung menyerahkan segalanya kepada kekuasaan Tuhan, sebagaimana diungkapkan oleh beberapa informan bahwa apa yang diperbuat manusia hanya rahasia Tuhan. Manusia sendiri tidak pernah sampai memikirkannya, karena umumnya Islam hanya bertumpu pada persoalan-persoalan teks.8

Banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mengambil keputusan menjadi seorang lesbian. Salah satu faktor keputusan yang diambil tidaklah selalu dilatarbelakangi oleh pengalaman menyakitkan dengan lawan jenis.9

Penyebab terjadinya lesbian belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa dari subjek penelitian meng bahwa takan kepada penulis bahwa pilihan menjadi seorang lesbiannsalah satunya disebabkan oleh adanya hubungan yang tidak menyenangkan dengan lawan jenis, dimana pihak perempuan merasa tersakiti, sehingga timbul perasaan benci.10

Secara sosial kahidupan lesbian sama halnya dengan kelompok masyarakat lainnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh kaum lesbian sama seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, karena secara fisik tidak ada perbedaan antara lesbian dengan perempuan normal..

8

Wawancara pribadi dengan salah satu objek penelitian berinisial Ara (bukan nama sebenarnya), pada Senin, 9 Februari 2015.

9

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, h. 229.

10

Wawancara pribadi dengan salah satu objek penelitian dengan inisial Lena. Pada Minggu, 8 Februari 2015.


(18)

Disisi lain, identitas kaum lesbian sangat tertutup. Hal ini yang membedakan kaum lesbian dengan kaum gay. Hal ini disebabkan karena masyarakat menganggap posisi perempuan jauh memiliki keterbatasan dibandingkan laki-laki. Itu sebabnya kaum gay di Indonesia lebih terbuka dibanding lesbian. Norma menjadi faktor utama mengapa lesbian lebih tertutup dibanding kaum gay. Adanya tuntutan yang lebih besar pada perempuan dalam hal berperilaku sesuai norma membuat batasan secara otomatis dalam diri seorang perempuan. Hal ini yang menjadikan kaum lesbian lebih tertutup, dibanding kaum gay. Pada umumnya kaum gay dapat lebih terbuka dan memiliki tempat-tempat mangkal, maka berbeda dengan dunia lesbian, yang umumnya lebih sedikit memiliki tempat-tempat khusus sebagai media komunikasi. Selain itu, konflik intrapersonal yang terdapat dalam diri lesbian menjadi masalah tersendiri dalam berhubungan dengan lingkungan sosial.

Jakarta, yang biasa orang kenal dengan sebutan kota Metropolitan, merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Kota besar yang menyimpan banyak cerita mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia, baik sektor ekonomi, sektor sosial, maupun budaya.

Jakarta sendiri menjadi salah satu kota yang berkembang dengan proses asimilasi dan akulturasi berbagai budaya, baik budaya lokal Indonesia, maupun budaya dari belahan dunia yang lainnya. Lahirnya berbagai kelompok sosial yang ada di Jakarta tentu tidak bisa dihindari. Kelompok – kelompok tersebut dapat terbentuk karena adanya faktor kesamaan suku, bangsa,


(19)

kelompok yang lahir karena adanya kesamaan dalam bidang pekerjaan, maupun kelompok yang lahir karena kesamaan persepsi dan cara berpikir.

Keberagaman kelompok dan komunitas sosial di DKI Jakarta tentunya menimbulkan pola – pola komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam setiap kelompok atau komunitas tersebut. Dan kita juga tidak dapat menutup mata bahwa diantara kelompok dan komunitas yang ada di DKI Jakarta ada beberapa diantaranya adalah yang berasal dari kaum marjinal atau kaum – kaum minoritas. Salah satunya adalah kelompok atau komunitas Lesbian.

Dari beberapa uraian diatas ada yang perlu bagi peneliti untuk melakukan penelitian pada kaum lesbian di Kota Jakarta mengenai tentang keberagamaan mereka dalam keseharian. Setelah mengkaji lebih dalam dan objektif tentang keberagamaan kaum lesbian di Jakarta. Peneliti membuat laporan dalam bentuk skripsi dengan mengambil judul:

“KEBERAGAMAAN KAUM LESBIAN (Studi Kasus Komunitas

OUR VOICE Jakarta Selatan)”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian penulis dalam latar belakang masalah, agar dalam pembahasaan skripsi ini tidak melebar dan keluar dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi masalah pada Pola Keberagamaan Kaum Lesbian

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian yang berada dalam komunitas Our Voice?


(20)

b. Bagaimana analisis inter-kasus dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian yang berada dalam komunitas Our Voice

b. Untuk mengetahui analisis inter-kasus dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang mungkin saja bisa berguna bagi kehidupan beragama di Indonesia mengenai keberadaan komunitas yang dianggap menyimpang dari norma masyarakat.

b. Penelitian ini akan memberikan tambahan literatur penelitian dalam bidang psikologi-keagamaan pada UIN Syarif Hidayatullah dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan mengenai kondisi masyarakat Jakarta.

D. Studi Review

Penelitian oleh Susialandari (2004), yaitu: “Konsep Diri Lesbian Dan Strategi Penyesuaian Sosial Dalam Komunitas Islam di Yogyakarta”.


(21)

menemukan bahwa tidak mudah bagi seorang lesbian untuk dapat hidup di sebuah masyarakat, sehingga diperlukan strategi-strategi tertentu agar dapat hidup berdampingan. Hal ini disebabkan karena tidak semua masyarakat dapat menerima orientasi seksual. Akan tetapi orientasi seksual merupakan persoalan yang tersembunyi dan tidak muncul sebagai sebuah identitas fisik. Dengan sendirinya terdapat standar nilai yang ganda bagaimana masyarakat memandang lesbian. Dengan cara yang sama dapat dikatakan bahwa umumnya masyarakat menentang lesbianisme, namun mereka tidak menolak peran-peran sosial yang dilakukan seorang lesbian dalam masyarakat.11

Kemudian oleh Budhiarty (2011), yaitu “Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus di Kota Makassar). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan hasil penelitian menenjukkan bahwa lesbian dalam menjalani hidupnya sehari-hari yang normal pada umunya, yang membedakan hanyalah perilaku seksual mereka. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa, lesbian jenis

Butch yaitu semuanya berasal dari keluarga menengah ke bawah, dan kehidupan keluarga sangat harmonis. Saat melakukan interaksi dalam komunitas, mereka cenderung melakukan hal-hal yang mengarah pada hal-hal yang negatif, khususnya saat mengalami permasalahan hidup. Maka informan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba jenis ringan, bahkan sampai ada yang melukai pergelangan tangan menggunakan silet. Saat mereka berkumpul dalam komunitas, mereka tidak hanya cenderung membicarakan biologis mereka, namun juga membicarakan hal-hal yang umum seputar

11

Endah Susilandari, Konsep Diri Lesbian dan Strategi Penyesuaian Sosial Dalam

Kominitas Islam di Yogyakarta. Tesis: Program Pascasarjana Program Studi Kependudukan


(22)

kehidupan remaja sehari-hari. Cara berpakaian jenis Butch yakni, menyerupai cara pakaian laki-laki, menggunakan kaos, celana panjang dan sepatu kets, dan selalu ingin berpenampilan maskulin. Sedangkan lesbian jenis Femme,

berpenampilan layaknya wanita pada umumnya, memakai rok, memakai aksesoris seperti, bando, gelang, kalung dan cincin, sikapnya manja dan perhatian dalam menjalin suatu hubungan. Kegiatan-kegiatan diatas, menjadi salah ciri gaya hidup Lesbian di Kota Makasaar,12

Tarigan (2011), “Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian di Kota Pontianak Kalimantan Barat”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan hasil penelitian adalah beberapa kaum lesbian dapat menyatakan dirinya pada masyarakat melalui interaksi simboliknya. Lesbian yang memiliki pemahaman konsep diri positif lebih mudah untuk membuka diri atau melakukan komunikasi yang baik dengan masyarakat. Dengan membuka batasan informasi privat yang mereka miliki melalui berbagai cara dalam komunikasi interpersonalnya, kaum lesbian berharap masyarakat dapat menembus batasan kolektif mereka dapat dihargai dan diterima. Disisi lain ada kaum lesbian yang berpengaruh oleh hambatan-hambatan yang terjadi dalam komunikasi, yaitu karena masing-masing kepentingan, motivasi dan prasangka sehingga memilih untuk tertutup. Sehingga mereka tidak menyatakan interaksi simboliknya pada masyarakat sekitar, artinya mereka lebih menetapkan informasi privat mereka pada batasan-batasan personal saja. Tetapi pada umumnya pada komunitas lesbian ataupun interaksi sesama jenis saja mereka

12

Astry Budhiarty, Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus di Kota Makassar). Skripsi:


(23)

dapat berinteraksi dengan baik, tentunya dengan gestur, tatapan, signal-signal tertentu yang hanya dapat dipahami oleh kaumnya beserta dengan bahasa sendiri.13

Dessy (2012), “Dinamika Pembentukan Identitas Diri mahasiswa Lesbian di Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan hasil penelitian bahwa keberagaman status sosial, ekonomi dan budaya menjadi latar belakang kehidupan seorang lesbian. Hal ini pula yang menyebabkan beragamnya proses pembentukan identitas diri yang terjadi di kalangan mahasiswa lesbian khususnya mahasiswa Lesbian di Jogjakarta. Banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk menjadi seorang lesbian. Setiap keputusan yang diambil tidaklah selalu dilatarbelakangi oleh pengalaman menyakitkan dengan lawan jenis. Keberagaman tren tentang kehidupan mahasiswa yang dijadikan sebagai gaya hidup dapat membuka ruang untuk terjadinya lesbianisme. Sedangkan Pembentukan identitas diri seseorang tidak terlepas dari tugas perkembangan yang berhasil dilalui, dimana dalam hal ini pula tingkat kematangan pada diri seseorang mempengaruhi pembentukan sikap dan pola perilaku pada identitas diri seseorang.14

Berdasarkan beberapa penelitian diatas yang penulis sertakan, di dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Dimana dalam penelitian sebelumnya peneliti hanya melihat konsep diri dan strategi

13

Megawati Tarigan, Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian di Kota Pontianak

Kalimantan Barat, Skripsi: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi,

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, 2011.

14

Dessy, Dinamika Pembentukan Identitas Diri Mahasiswa Lesbian di Yogyakarta,


(24)

penyesuaian sosial serta pembentukan identitas diri. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap pola keberagamaan kaum lesbian. Yang di dalamnya membahas tentang bagaimana kaum lesbian melakukan ritual keagamaanya.

E. Landasan Teori

1. Pengertian Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan Eigs yang pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka saling melakukan hubungan seks disana.15 Lesbian sendiri dapat diartikan sebagai perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan, dimana perilaku seksual diarahkan (disalurkan) kepada perempuan, memiliki fantasi seksual terhadap perempuan, memiliki ketertarikan secara emosional terhadap perempuan, memiliki gaya hidup yang tertarik kepada sesama jenis, dan mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan yang menyukai perempuan.

2. Kehidupan Lesbian

Perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan kaum gay merupakan fenomena sosiologis yang merebak di berbagai tempat. Prilaku ini sudah menjadi gaya (life style) sebagian masyarakat yang berorientasi pada seks. Kehidupan komunitas ini memang tidak dapat dihindari lagi, karena pasti mereka mempunyai alasan yang kuat kenapa memilih berorientasi seperti itu.

15


(25)

3. Sikap Keberagamaan

Menurut Jalaluddin, sikap atau perilaku keberagamaan adalah suatu tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya.

Karena, pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal, baik mengenai sesuatu yang tampak maupun yang ghaib. Dan juga keterbatasan dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada dirinya, orang lain dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan adanya keterbatasan yang dimiliki, maka manusia memerlukan agama. Disamping itu manusia memerlukan agama sebagai pedoman dalam membimbing dan mengarahkan kehidupannya agar selalu berada dijalan yang benar. Secara psikis-mental, agama dapat menentramkan jiwa dan batin seseorang.16

Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah hidup manusia adalah fenomena keberagamaan (religiosity). Untuk menerangkan secara ilmiah, bermunculan beberapa konsep religiusitas. Salah satu konsep yang diikuti oleh ahli psikologi dan sosiologi ialah konsep religiusitas rumusan C.Y. Glock dan R. Stark, bahwa untuk mengetahui kadar religiusitas, ada beberapa hal pokok yang menjadi landasannya, yaitu:

a. Dimensi keyakinan (idiologis) yaitu sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka masing-masing.17

16

Zakiyah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung

Mulia, 1988), h. 56. 17

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan, 2004), h.


(26)

b. Dimensi praktek agama (ritualistik) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ibadah dalam agama mereka.

Praktek keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:

1) Ritual, yang mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci. Sebagai contoh diambil dari mereka yang beragama Islam apakah mereka berpuasa, sholat, dan membayar zakat. Bagi mereka yang Kristen apakah mereka pergi ke gereja secara teratur setiap hari minggu dan sebagainya.18

2) Ketaatan terhadap perintah dan larangan dalam kepercayaannya. Ketaatan dengan ritual bagaikan ikan dengan air, yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, meskipun ada perbedaan yang mendasar antara keduanya.

c. Dimensi pengalaman (eksperiensial)

Dalam dimensi ini menunjukkan apakah seseorang yang pernah mengalami pengalaman spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan oleh Tuhan, apakah dia merasakan juga bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta-fakta bahwa di dalam agama manapun terdapat pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama

18


(27)

dengan baik maka suatu waktu ia akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengetahui kenyataan akhir (kenyataan akhir bahwa dia mencapai suatu kontak langsung dengan kekuatan supranatural).

Aspek ini berkaitan langsung dengan sensasi-sensasi yang dialami seseorang, pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, dan persepsi-persepsi tentang keyakinannya.

d. Dimensi pengetahuan agama (intelektualitas)

Dimensi ini menggambarkan sejauhmana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh aktivitasnya di dalam menambah pengetahuan agama, memahami agama dan menggali kitab-kitab sucinya.

Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan penting, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Dengan demikian bahwa seseorang dapat memiliki keyakinan yang kuat apabila dimensi pengetahuan keagamaanya juga mendalam.

e. Dimensi pengamalan (konsekuensial)

Dimensi ini yaitu tindakan sejauhmana perilaku seseorang konsekuen atau selaras dengan ajaran dan nilai agamanya. Misalnya praktek korupsi dan judi adalah hal yang dilarang agama, apakah dia setuju atau tidak dengan tindakan seperti itu, dan apakah dia


(28)

mengerjakan atau tidak tindakan itu yang masing-masing dari perbuatan itu memiliki konsekuensi atau balasannya.19

Dengan demikian, bagi setiap manusia yang beragama, agama bukan hanya sekedar alat kesertaan kegiatan bersama, tapi sebagai sesuatu yang pribadi peorangan.20 Menurut Murtadho Muthahari, moral dan agama mempunyai hubungan yang erat karena agama merupakan dasar tumpuhan akhlak atau moral.21 Dalam hal ini, tidak ada sesuatu selain agama yang mampu mengarahkan pada tujuan yang agung dan terpuji.

Hal-hal diatas yang kemudian menjadi landasan penelitian untuk sejauh mana melihat keberagamaan para lesbian dengan dimensi-dimensi keberagamaan yang ada, bagaimana proses mereka beragama, kehidupan keberagamaannya, serta bagaimana mereka memandang agama sebagai suatu nilai dalam hidup, menurut rumusan atau konsep dari C.Y. Glock dan R. Stark.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh suatu hasil yang maksimal dari suatu karangan ilmiah, maka metode penelitian yang dijalankan akan memegang peranan yang sangat penting. Hal ini yang sangat mempengarui sampai tidaknya isi

19

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi

Sosiologis, h. 291.

20

Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama,terj, Djaman’nuri, (Jakarta: CV. Rajawali,

1989), h. 3.

21

Murtadho, Muthahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj,


(29)

penulisan itu kepada tujuan yang ingin dicapai. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian sekripsi adalah:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku seseorang yang dapat diamati.22

Selain itu penulis menggunakan pendekatan psikologi agama, penulis dapat meneliti kehidupan keberagamaan serta mempelajari hal-hal lain yang berkaitan dengan kepribadian keagamaan seseorang yang menyangkut pertumbuhan, perkembangan, dan faktor yang mempengaruhinya.23

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian atau informan adalah orang yang berhubungan langsung dalam memberikan laporan tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah kaum lesbian yang berada dalam komunitas OurVoice.24 Berdasarkan objek penelitian yang diperoleh penulis, dalam komunitas Our Voice terdiri dari kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender. Akan tetapi penulis disini lebih fokus dalam satu kelompok yaitu lesbian. Kelompok lesbian

22

Lexy J. Meolog, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1990), h. 3.

23

M. Amin Abdullah, dkk, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner,

(Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakara, 2006), h. 88 24

Ourvoice adalah organisasi perjuangan kesetaraan dan keadilan bagi kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender. Dimana lokasi Ourvoice itu sendiri adalah di Jakarta Selatan, Kalibata Timur belakang Makam Pahlawan, No 51 RW 9 Rt 1. Peneliti menggunakan nama samaran dari objek penelitiannya.. Kerana untuk menjaga privasi seseorang.


(30)

sendiri ada sekitar kurang lebih 20 anggota. Disini penulis menggunakan 5 objek sebagai sempel penelitian. Dari 5 objek tersebut jika dilihat dari agama yang dianut adalah Muslim 3 dan Kristen 2. Jadi penulis tidak hanya melihat dari satu agama saja.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian lapangan, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang terbagi atas:

a. Dokumentasi

adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang ada.25 Sumber dokumen mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, rapat, agenda dan sebagainya.

b. Interview (wawancara)

Interview adalah melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi.26 Dalam hal ini penulis menggunakan wawancara dengan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur (sistematis), kemudian diperdalam untuk mengorek keterangan lebih lanjut. Penulis melakukan wawancara dengan kaum lesbian di komunitas Ourvoice.

25

Irwan Suhartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),

h. 70.

26

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,


(31)

c. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau objek yang diteliti.27 Penulis melakukan observasi langsung terhadap kaum lesbian komunitas Our Voice dengan mengamati perilaku dan aktivitas mereka. Pengamatan ini dimaksudkan agar penulis dapat memperoleh data secara detail dan valid. Serta Implementasi dalam kehidupan sehari-hari.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, dituliskan dalam bentuk kata-kata atau tulisan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (a) mereduksi data, yaitu memilih data yang diperlukan untuk diolah dan disusun dalam bentuk uraian yang lengkap; (b) melakukan unitisasi, yaitu menyusun data yang telah disederhanakan; (c) menguraikan unit-unit tersebut secara menyeluruh dan memperoleh konklusi yang tepat dan akurat.28

5. Teknik penulisan

Dalam penyusunan teknik penulisan dan berpedoman pada prinsip-prinsip yang diatur dan dibukukan dalam pedoman penulisan Sekripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h. 124.

28

Milles, M.B. dan Huberman, AM, Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang


(32)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang materi yang menjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami tata aturan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaaat penelitian, review studi terdahulu, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II, dalam bab ini berisi kajian teoritis tentang keberagamaan kaum lesbian. Dalam bab ini menjelaskan sekilas tentang keberagamaan, dimensi-dimensi keberagamaan, dan lesbian. Keberagamaan mulai dari pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan. Dimensi keberagamaan, mulai dari dimensi keyakinan, dimensi ritualistik, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekuensial. Sedang lesbian, mulai dari pengertian, karakteristik, dan problematika lesbian.

BAB III, dalam bab ini berisi tentang kehidupan keberagamaan kaum lesbian komunitas Our Voice. Dalam bab ini menjelaskan tentang sekilas deskripsi tentang komunitas Our Voice, kehidupan keberagamaan kaum lesbian, dan gambaran umum dimensi keberagamaan kaum lesbian dalam komunitas Our Voice.

BAB IV, dalam bab ini merupakan bab inti dari skripsi ini, penulis mencoba mendeskripsikan dan menganalisis data temuan tersebut beserta


(33)

analisis tentang keberagamaan kaum lesbian menggunakan teori Glock and Stark. Dan yang terakhir penulis memaparkan analisis inter kasus.

BAB V, dalam bab ini merupakan penutup, pada bab penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban atas masalah yang dirumuskan, dan diakhiri dengan saran. Penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.


(34)

21

A. Keberagamaan

1. Pengertian Keberagamaan

Berbicara mengenai keberagamaan memang tidak terlepas dari konsep agama itu sendiri, baik yang mengkajinya dengan menggunakan sudut pandang antropologi, maupun dengan menggunakan sudut pandang teologi. Masing-masing ahli mempunyai pendapat dan argumen sendiri-sendiri.

Secara estimologis istilah agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu a artinya tidak dan gama artinya kacau. Dari pengertian seperti ini, agama dapat diartikan sebagai suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia agar tidak terjadi kekacauan. Istilah agama juga dapat disamakan dengan kata religi yang berasal dari bahasa latin religio yang berasal dari akar kata religare yang berarti mengikat.1

Sebagai sistem keyakinan maka agama berbeda dengan sistem keyakinan dan isme-isme lainnya karena landasan keyakinan agama adalah konsep suci (sacred) dan ghaib (supranatural) yang dibedakan dari yang duniawi (profane) dan hukum-hukum alamiah (natural). Selain itu yang membedakan agama dengan isme-isme lainnya adalah ajaran-ajaran agama bersumber dari wahyu Tuhan atau wangsit yang diturunkan kepada

1


(35)

Nabi sebagai utusan-Nya Adapun ciri yang mencolok dari agama yang berbeda dengan isme-isme adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhannya.2 Lebih sederhananya, agama merupakan sebuah pengalaman dan keyakinan (mengenai Tuhan).3

Agama dalam perspektif sosiologi adalah gejala yang umum dan dimiliki oleh semua masyarakat yang ada didunia ini. Dari pengertian ini agama merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat untuk membentuk memecahkan persoalan-persoalan yang tidak mampu dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri. Selain pengertian diatas ternyata masih banyak pengertian agama yang diberikan oleh para ahli sosiologi yang satu sama lain saling berbeda-beda, yaitu diantaranya:

Emile Durkheim mendefinisikan agama adalah sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang suci. Kepercayaan dan praktek tersebut mempersatukan semua orang yang beriman kedalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat.4 Sebagai tambahan Durkheim mengatakan bahwa semua kepercayaan agama mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini, baik yang berwujud nyata maupun yang berwujud ideal-kedalam kedua kelompok yang saling bertentangan yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).

2

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.

3

Michael Argyle, Psychology and Religion: An Introduction (New York: Routledge,

2000), h.2-3

4


(36)

Menurut Quraish Shihab agama adalah ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Karakteristik agama diantaranya adalah hubungan makhluk dengan Sang Pencipta yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam ibadah yang dilakukannya serta tercermin dalam perilaku kesehariannya. Dengan demikian agama meliputi tiga persoalan pokok yaitu tata keyakinan (atas adanya kekuatan supranatural), tata peribadatan (perbuatan yang berkaitan dengan zat yang diyakini sebagai konsekuensi keyakinan, dan tata kaidah (yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia dan alam sekitarnya).5

Sedangkan di dalam bukunya Zakiah Daradjat, berapapun definisi agama yang diberikan oleh para ahli, namun agama bagi kita yang terpenting adalah agama yang dirasakan oleh hati, pikiran dan dilaksanakan dalam tindakan serta memahami dalam sikap dan cara menghadapi hidup pada umumnya.6

Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama tidak akan pernah tuntas tanpa mengikut sertakan aspek-aspek sosiologinya karena agamanya menyangkut kepercayaan serta berbagai prateknya. Karena itu agama benar-benar merupakan masalah sosial. Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 macam, kepercayaan pada hal-hal yang spiritual, perangkat kepercayaan, dan praktek-praktek spiritual yang dianggap

5

Fuad Nashori dan Bachtiar Diana Mucharam, Mengembangkan kreativitas Dalam

Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2000), cet. !, h. 71.

6


(37)

sebagai tujuan tersendiri dan idiologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.7

Sebagaimana kita ketahui, pengertian agama dengan keberagamaan itu sangat berkaitan erat antara keduanya. Dimana antara keduanya saling berhubungan antara satu sama lain. Seperti yang diungkapkan oleh Jalaluddin, agama menurut Jalaluddin adalah hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adikodrati (supranatural).8 Sedangkan dalam kajian keagamaan, Jalaluddin Rahmat menyebutkan ada dua kajian agama, yaitu ajaran dan keberagamaan. Ajaran adalah teks lisan atau tulisan yang sakral dan menjadi sumber rujukan bagi suatu pemeluk agama. Sedangkan keberagamaan (religiosity) adalah perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada ajaran agama.9

Agama mempunyai peran yang penting tidak hanya pada individu, tapi pada kelompok-kelompok manusia. Agama dapat melalui dua pendekatan, yaitu secara teologis maupun secara sosial. Meskipun pendekatan sosial terhadap agama terus berkembang, namun dengan adanya pendekatan teologis, membawa individu pemeluk agama untuk merasakan pengalaman-pengalaman yang tidak biasa. Agama mampu memberikan jawaban tersendiri dalam menghadapi kesulitan hidup. Terhadap individu beragamalah yang sebelumnya menjadi studi agama yang kemudian berkembang menjadi psikologi agama. Kemudian

7

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h.129.

8

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 1.

9

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Edisi Terjemah), Metodologi Penelitian Agama,


(38)

digunakan oleh sebagian peneliti yang sering disebut dengan istilah keberagamaan untuk melihat individu benar-benar orang yang taat beragama atau kondisi sebaliknya.

Keberagamaan yang terdapat didalam diri seseorang diharapkan dapat memenuhi keinginan para peneliti psikologi agama untuk menjelaskan fakta-fakta agama dalam diri seseorang. Agar dimensi-dimensi agama dapat dijangkau secara nyata dalam bentuk spriritualitas, maka keberagamaan menjadi salah satu yang diteliti oleh peneliti psikologi agama. Sebagaimana ungkapan James dalam salah satu bukunya, bahwa keberagamaan dalam bentuk istilah lain adalah sentiment keagamaan (religious sentiment). Menurutnya, persoalan keberagamaan adalah persoalan emosi dan mental semata.10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

a. Faktor Internal 1) Faktor Hereditas

Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan dan perasaan Ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Demikian Margareth Mead menemukan dalam penelitiannya terhadap suku

10

William James, The Varieties of Religious Experience: A Study in Human Nature (New


(39)

Mundugumor dan Arapesh bahwa terdapat hubungan antara cara menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang disusukan tergesa-gesa (Arapesh) menampilkan sosok yang agresif dan yang disusukan secara wajar dan tenang (Mundugumor) akan menampilkan sikap yang toleran dimasa remajanya.11

Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan antara sifat-sifat kejiwaan anak dengan orang tuanya, namun tampaknya pengaruh tersebut dapat dilihat dari hubungan emosional. Rasulullah menyatakan bahwa memakan daging yang haram, maka nerakalah yang lebih berhak atasnya. Pernyataan ini setidaknya menunjukkan bahwa ada hubungan antara status hokum makanan (halal dan haram) dengan sikap.12

2) Tingkat Usia

Sebagaimana dikutip Jalaluddin dalam bukunya The

Development of Religious on Children, Ernest Harms

mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada anak-anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan berfikir. Ternyata anak yang menginjak usia berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Selanjutnya pada usia remaja saat mereka menginjak usia

11

Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 214.

12


(40)

kematangan seksual, pengaruh itu pun menyertai perkembangan jiwa mereka.13

Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung mempengaruhi konversi agama. Bahkan menurut Starbuck dalam bukunya Psikologi Agama memang benar pada usia adolesensi sebagai rentan umur tipikal terjadinya konversi agama.

Terlepas dari ada tidaknya hubungan konversi dengan tingkat usia seseorang, namun hubungan antara tingkat usia dengan perkembangan jiwa keagamaan barangkali tak dapat diabaikan begitu saja. Berbagai penelitian Psikologi Agama menunjukkan adanya hubungan tersebut, meskipun tingkat usia bukan merupakan satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Yang jelas kenyataan ini dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada tingkat usia yang berbeda. 3) Memurut Arnot F. Witting, dalam bukunya psikologi agama

kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter tipologi lebih ditekankan oleh adanya pengaruh lingkungan.14

13

Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 215.

14


(41)

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan satuan keluarga yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Bagi anak-anak, keluarga merupakan lingkungan social pertama yang dikenalnya. Dengan demikian kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak.

2) Lingkungan Instusional

Lingkungan Instusional yang ikut mempengaruhi jiwa perkembangan keagamaan bias berupa instusional formal seperti sekolah ataupun informal seperti perkumpulan dan organisasi.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal memberikan pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Psikologi Agama, pengaruh itu dpat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu: 1) Kurikulum dan anak; 2) hubungan guru dan murud; dan 3) hubungan anak dan anak. Dilihat dari kaitannya dengan perkembangan keagamaan, tampaknya ketiga kelompok tersebut turut berpengaruh. Sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur.15 3) Lingkungan Masyarakat

Boleh dikatakan setelah menginjak usia sekolah sebagian besar waktu jaganya dihabiskan disekolah dan di masyarakat. Berbeda dengan situasi dirumah dan sekolah. Umumnya pergaulan

15


(42)

dimasyarakat kurang menekankan pada disiplin atau aturan yang harus dipatuhi secara ketat.

Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Karena itu setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan demikian kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama.

Jalaluddin mengutip Sutari Imam Barnadib menyatakan, sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih bersifat mengikat. Bahkan terkadang berpengaruh lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk positif maupun negatif.16

B. Dimensi-Dimensi Keagamaan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori dimensi keagamaan C. Y Glock and R. Stark sebagai teori untuk meneliti dimensi keagamaan pada kaum lesbian.

Pada dasarnya dimensi keagamaan dapat dilihat dari berbagai aspek, karena tidak terlepas dari bagaimana para peneliti psikologi agama membutuhkan teori tersebut untuk meneliti keagamaan seseorang. Dalam

16


(43)

penelitian ini, dimensi keagamaan Glock and Stark digunakan agar keagamaan kaum lesbian dapat dilihat dan dianalisis sebaik mungkin.

Teori Glock and Stark mengenai tentang dimensi keagamaan ini memetakan keberagamaan kaum lesbian dalam beberapa dimensi, sehingga akan terdapat sebuah kejelasan dimensi mana saja yang dimiliki atau sebaliknya. Dimensi-dimensi keagamaan yang sering digunakan oleh para peneliti psikologi agama dikenal dengan sebutan lima dimensi keagamaan, yaitu: dimensi idiologis, dimensi ritualistik, dimensi intelektual, dimensi eksperensial, dan dimensi konsekuensial.17 Untuk lebih jelas lima dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. DimensiKeyakinan (idiologis)

Dimensi keyakinan (idiologis) adalah keberagamaan seseorang yang berhubungan dengan sesuatu yang harus diimani atau dipercayai. Dengan kata lain yaitu sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka masing-masing. Kepercayaan, iman atau doktrin agama adalah dimensi yang paling mendasar dari keberagamaan seseorang. Dimensi ini sesungguhnya yang membedakan antara satu agama dengan yang lainnya, bahkan antara satu aliran keagamaan dengan dalam suatu agama dengan aliran yang lain dalam agama tersebut.18

Dimensi keyakinan sangat kuat berada dalam diri masing-masing umat yang beragama. Semua orang yang beragama dapat dipastikan memiliki dimensi keyakinan ini, sesuai dengan agama yang dianutnya,

17

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan, 2004), h.

43

18


(44)

walaupun terkadang mereka tidak menjalankan semua perintah-perintah agama dan terkadang hidup tidak sesuai dengan aturan agama.

2. Dimensi Praktek Agama (ritualistik)

Dimensi praktek agama (ritualistik) yaitu perilaku seseorang untuk mengukur tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ibadah dalam agamanya. Menurut Jalaluddin Rahmat, yang dimaksud dengan perilaku atau perbuatan disini bukanlah perbuatan umum yang dipengaruhi oleh keimanan seseorang, melainkan mengacu pada perbuatan-perbuatan khusus yang ditetapkan oleh agama. Misalnya salat dalam Islam dan hadir digereja dalam agama Kristen dan Katolik, perilaku ini dapat mengidentifikasi terhadap agama yang dianut seseorang.19 Dalam praktek keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:

a. Ritual, yang mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci. Misalnya dalam Islam, seorang Muslim diwajibkan menjalankan salah lima waktu dalam sehari semalam, seperti salat subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya.

b. Ketaatan terhadap perintah dan larangan dalam kepercayaannya. Terkadang orang yang beragama belum tentu menjalankan semua perintah-perintah agama dan menjauhi semua larangan-larangan agama. Hal ini yang dapat menjadi pembeda terhadap para penganut yang satu dengan yang lainnya.

3. Dimensi Pengalaman (eksperiensial),

Dimensi pengalaman (eksperiensial) ini menunjukkan apakah seseorang yang pernah mengalami pengalaman spektakuler agama yang

19


(45)

berasal dari Tuhan. Dengan kata lain berkaitan dengan perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Psikologi menyebutnya dengan Religious Experience.20 Misalnya, dari dimensi pengalaman, misalnya apakah seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan oleh Tuhan, apakah dia merasakan juga bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta-fakta bahwa didalam agama manapun terdapat pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik maka suatu waktu ia akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengetahui kenyataan akhir (kenyataan akhir bahwa dia mencapai suatu kontak langsung dengan kekuatan supranatural). Aspek ini berkaitan langsung dengan sensasi-sensasi yang dialami seseorang, pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, dan persepsi-persepsi tentang keyakinannya.

Wach mengemukakan bahwa ada empat pendapat mengenai hakikat pengalaman keagamaan. Pertama, pendapat yang menyangkal adanya pengalaman keagamaan. Kedua, pendapat ini mengakui adanya eksistensi pengalaman keagamaan, namun mengatakan bahwa pengalaman keagamaan tidak dapat dipisahkan dengan pengalaman lainnya. Ketiga, pendapat ini mempersamakan antara bentuk sejarah agama dengan pengalaman keagamaan yang menjadi ciri dalam suatu masyarakat yang

20


(46)

beragama. Dan keempat, mengakui adanya suatu pengalaman keagamaan murni dan pengalaman keagamaan yang terstruktur.21

4. Dimensi Pengetahuan Agama (intelektualitas)

Dimensi pengetahuan agama ini menggambarkan sejauhmana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh aktivitasnya didalam menambah pengetahuan agama, memahami agama dan mengali kitab-kitab sucinya. Misalnya pakah ia mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama, mambaca dan mendalami isi Al-Qur’an bagi orang yang beragama Islam.

Dimensi pengetahuan ini berkaitan dengan harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki pengetahuan, minimal tentang dasar-dasar keyakinannya, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan penting, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Dengan demikian bahwa seseorang dapat memiliki keyakinan yang kuat apabila dimensi pengetahuan keagamaanya juga mendalam.

5. Dimensi Pengamalan (konsekuensial)

Dimensi pengamalan ini sering disebut juga dengan dimensi sosial, yaitu efek dari empat dimensi sebelumnya.22 Dimensi pengalaman juga bisa didefinisikan dengan tindakan sejauhmana perilaku seseorang konsekuen atau selaras dengan ajaran dan nilai agamanya.23 Misalnya

21

Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan,

(Jakarta: CV Rajawali, 1992), h. 43-44

22

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, h. 47

23

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,


(47)

praktek korupsi dan judi adalah hal yang dilarang agama, apakah dia setuju atau tidak dengan tindakan seperti itu, dan apakah dia mengerjakan atau tidak tindakan itu yang masing-masing dari perbuatan itu memiliki konsekuensi atau balasannya.

Sedangkan menurut Psikolog G.W. Allport mendefiniskan keberagamaan melalui dua tipe keberagamaan, yaitu keberagamaan ekstrinsik dan keberagamaan intrinsik. Keberagamaan Ekstrinsik adalah agama yang dimanfaatkan, agama berguna melawan kenyataan atau memberi sangsi pada suatu cara hidup. Keberagamaan intrinsik adalah agama yang dihayati, iman yang dipandang sebagai suatu yang bernilai pada diri sendiri yang menuntut pada keterlibatan dan mengatasi kepentingan.24

C. Lesbian

1. Pengertian Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos. Sebuah pulau ditengah lautan Eigs yang pada zaman dahulu dihuni oleh para perempuan dan mereka saling melakukan hubungan seks disana.25 Lesbian sendiri dapat diartikan sebagai perempuan yang secara seksual tertarik kepada perempuan, dimana perilaku seksual diarahkan (disalurkan) kepada perempuan, memiliki fantasi seksual terhadap perempuan, memiliki ketertarikan secara

24

Roland Robertson, (edisi terjemah), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,

h. 295-297.

25

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Masdar


(48)

emosional terhadap perempuan, memiliki gaya hidup yang tertarik kepada sesama jenis, dan mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan yang menyukai perempuan.

Oetomo dalam Jurnal Online Psikologi, Lesbianisme adalah sekelompok manusia yang terpinggirkan dalam masyarakat, karena orang tidak bisa menerima orientasi lesbian. Orientasi seksual mereka dianggap menyimpang dalam hal psikologis, aspek sosial, budaya dan agama, mereka tidak hanya dianggap sebagai menyimpang, tetapi juga sebagai individu sakit. Jadi bagi orang normal mereka dianggap telalu aneh dan harus dihindari. Tapi untuk kaum lesbian, mereka menyebut setara dengan masyarakat heteroseksual. Kelompok lesbian pada umunya merasa bahwa

mereka bukan kelompok orang “sakit”.26

Lesbian mencuat sebagai akibat dari provokatif Ann Koedt berjudul the Myth of the Vaginal Orgasm (1970), bahwa orgasme yang selama ini perempuan rasakan dari hubungan seksual heteroseksual bukanlah berasal dari vagina melainkan dari stimulasi pada klitoris. Feminis radikal-kultural menafsirkan esai Koedt sebagai penegasan bahwa tidak ada alasan psikologis bagi perempuan untuk tetap melakukan hubungan heteroseksual. Karena itu jika seseorang perempuan ingin menjadi feminis yang sesungguhnya, ia harus menjadi seseorang lesbian. Sementara dalam pandangan feminis radikal-libertarian, esai Koedt memberikan alasan kuat tentang ketidakharusan heteroseksualitas. Namun,

26

Nurkholis, Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Lesbian dan Kondisi Psikologinya,


(49)

hal ini tidak berarti mewajibkan perempuan menjadi lesbian. Ketidak puasan hubungan seksual heteroseksual dengan laki-laki bukan disebabkan oleh jenis kelamin laki-laki tersebut, tetapi lebih pada cara yang digunakan dalam hubungan seksual. Apabila laki-laki dapat membuat kepuasaan seksual perempuan sama pentingnya dengan kenikmatan seksual mereka sendiri, kenikmatan seksual pun akan dapat dirasakan perempuan.27

Di dalam bukunya psikologi abnormal karya Jeffrey dkk., menyatakan bahwa untuk mengikuti saran dari American Psychological

Association’s(1991) Committee on lesbian and gay Concerns, kami

mengacu pada sebutan gay dan lesbian bukan homoseksual. Seperti yang disebutkan oleh komite, ada beberapa masalah dalam lebel homoseksual:

Satu, karena sejarah dihubungkan dengan konsep penyimpangan dan sakit mental, hal ini dapat mengundang stereotip negatif terhadap gay dan lesbian. Kedua, istilah ini sering digunakan menggambarkan tidak tampaknya lesbian, ketiga, hal ini sering memiliki arti yang ambigu-yaitu, apakah mengacu pada perilaku seksual atau orientasi seksual.28

2. Faktor yang Melatar Belakangi Terjadinya Lesbian

Banyak teori yang pernah dikemukakan dan terus digali dan diteliti ulang karena banyak kritik yang menyusul, tetapi penyebab belum pasti juga diketahui. Hal ini disebabkan keunikan jiwa manusia dan hubungan timbal balik dengan latar belakang, lingkungan dan perkembangan social.

27

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada

Arus Utama Pemikiran Feminis, terj. Aquarini Priyatna Prabasmoro, (Yogyakarta: Jalasutra,

2005), h. 103-106.

28

Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal. Penerjemah Jeanette Murad, dkk., (Jakarta:


(50)

Namun pada umumnya yang meninjau penyebab dari beberapa segi kehidupan adalah:

a. Lingkungan Keluarga

Pengaruh kondisi keluarga itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Misalnya, Ibu yang terlalu dominan didalam keluarga sehingga meminimalisir peran seorang ayah.

Seorang Ibu yang menolak kehadiran anaknya karena bukan keinginannya. Dan Renggangnya hubungan seorang ayah dan anak. Hal tersebut sering dianggap salahn satu penyebab terjadinya lesbian. b. Pengalaman Buruk pada Masa kanak-kanak

Ada yang mengatakan bahwa pelecehan seksual dan kekerasan yang dialami seorang anak akan menyebabkan anak tersebut menjadi lesbian. Namun hasil penelitian dari Chicago, memperlihatkan bahwa orang yang pernah mengalami kekerasan seksual dan kemudian menjadi gay sekitar ada 7,4% dan 3,1% perempuan menjadi lesbian. c. Pengaruh Lingkungan

Anggapan lama yang sering mengatakan “karakter seseorang dapat

dikenali dari siapa teman-temannya” atau pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku seperti dimana seseorang itu berada.

Peristiwa preserve heteroseksual berupa lesbianism itu akan mengarah pada bentuk yang patologis. Gejala preserve tadi, antara lain disebabkan oleh:


(51)

1) Perempuan yang bersangkutan terlalu mudah jenuh dalam relasi heteroseksual dengan suami atau seorang pria.

2) Dan ia tidak pernah merasakan kebahagian bersama laki-laki.

3. Karakteristik Lesbian

a. Ciri-ciri Lesbian

1) Remaja ini lebihsering bergaul dengananak-anakberjenis kelamin yang sama dan berumurab dibawahnya,

2) Biasanya anak ini takut berbicara dengan lawan jenis. 3) Berpakaian sesuai dengan yang dipakai oleh laki-laki.29 b. Jenis-jenis Lesbian

1) Lesbian Butch adalah tipe wanita yang mengadopsi peran laki-laki seperti dalam relasi heteroseksual. Butch digambarkan sebagai sosok yang tomboy, agresif, aktif, dan meilindungi.

2) Lesbian Femme adalah tipe wanita yang mengambil peran selayaknya wanita dalam relasi heteroseksual. Femme digambarkan sebagai sosok yang feminim, selayaknya seorang perempuan. 3) Lesbian Andro adalah dilabelkan pada orang yang diwaktu-waktu

tertentu bisa berperan sebagai butch dan femme.30

4. Problematika Lesbian

Dalam bab ini terdapat adanya problematika-problematika kaum lesbian. Diantara problematika-problematika tersebut adalah:

29

http://www.acehforum.or.id?ciri-remaja-t18186.html. Diakses pada, 29 Juli 2015

30


(52)

a. Masalah orang tua b. Masalah penerimaan diri c. Masalah Relasi dan percintaan d. Masalah Pribadi


(53)

40

KOMUNITAS OUR VOICE

A. Sekilas Deskripsi Tentang Komunitas OurVoice

1. Sejarah Komunitas Our Voice

Our Voice atau Suara Kita adalah organisasi perjuangan kesetaraan dan keadilan bagi kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) melalui media-informasi-kebudayaan untuk memberikan rasa aman, kesenangan, tempat pengetahuan sekaligus bertemu teman agar menjadi diri sendiri. Suara Kita berdomisili di Jakarta tetapi wilayah kerja seluruh Indonesia.

Fokus isu Suara Kita berkaitan dengan isu politik, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme yang dikaitkan dengan seksualitas. Berdirinya Suara Kita diinisiasi oleh beberapa orang gay di Jakarta pada September 2007 yang awalnya bernama Our Voice. Pada 23 September 2013, Suara Kita telah disahkan di Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU – 185.AH.01.07.Tahun 2013, melalui akte notaris Fauzi Agus, SH Nomor 47 tanggal 21 Mei 2013. Akan tetapi masih banyak kalangan yang menamakan komunitas ini dengan komunitas Our Voice. Suara Kita didukung oleh beberapa ahli yang menjadi Dewan Pengawas: a. Cendekiawan muslim, Professor Siti Musdah Mulia, Direktur


(54)

b. Irwan Hidayana, dosen antropologi dan Ketua Pusat Studi Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia;

c. Nursyahbani Katjasungkana, mantan anggota DPR-RI serta pendiri LBH APIK;

d. Direktur Institut Kapal Perempuan, Damayanti Muchtar;

e. Harry Kurniawan, pelaksana program remaja, Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pusat.1

2. Visi dan Misi Our Voice Visi

Organisasi perjuangan kesetaraan LGBT yang ideologis kritis melalui media informasi sekaligus pengembangan dan pemberdayaan komunitas

Misi

a. Mengembangkan organisasi dan kaderisasi LGBT yang berdedikasi, berideologi dan mempunyai pemikiran kritis.

b. Mengembangkan pengetahuan komunitas tentang LGBT dan seksualitas melalui media informasi, pelatihan, diskusi dan seni-budaya.

c. Membangun advokasi untuk mendorong kebijakan kebijakan publik yang berpihak kepada kelompok minoritas dan marjinal khususnya LGBT.

1

http://www.suarakita.org/tentang-kami/sejarah/. Diakses pada 17 Maret 2015 pukul 14.00 WIB.


(55)

d. Membangun jaringan untuk mendukung gerakan LGBT2 3. Struktur Kepengurusan

Pelaksan Harian Ketua : Hartoyo Staff Program :

a. M.Rikky Fajar (Program Officer – Media) b. Sussan Magi (Finance Officer)

c. Titiana Adinda (Kesekretariatan) d. Popi Kartika Sari (Administrasi)

e. Supriatna (Program Officer – Publikasi dan Kampanye) f. Teguh Iman Affandi (Koordinator – Suara Kita Bandung) g. Bambang Prayudi (Program Officer – Pendidikan)

h. Iim Ibrahim (Perpustakaan) Pengawas Organisasi :

Ketua : Nursyahbani Katjasungkana, SH (Pengacara dan aktivis perempuan)

Anggota :

a. Prof. Siti Musdah Mulia (Cendikiawan muslim dan akademisi UIN ) b. Irwan M. Hidayanah (Akademisi UI)

c. Darmayanti Muchtar (Aktivis Perempuan)

d. Harry Kurniawan (Aktivis Hak Reproduksi Remaja PKBI)3

2

http://www.suarakita.org/tentang-kami/visi-dan-misi/, Diakses pada 17 Maret 2015 pukul 14.15 WIB.

3

http://www.suarakita.org/tentang-kami/struktur-organisasi/. Diakses pada 17 Maret 2015 pukul 14.30


(56)

4. Program Kerja

Misi 1 : Mengembangkan organisasi dan kaderisasi LGBT yang berdedikasi berideologi dan mempunyai pemikiran kritis Strategi : Pengembangan sumberdaya keuangan Program :

1. Fundraising

2. Management Keuangan

3. Management Sumber Daya Manusia 4. Management Program

5. Management Administrasi Kantor

Misi 2 : Mengembangkan pengetahuan komunitas LGBT dan seksualitas melalui media informasi, pelatihan, diskusi dan seni-budaya

Strategi 1 Pengembangan Website

Program : Pengembangan Konten Website Strategi 2 Peningkatan Kapasitas

Program : Peningkatan Kapasitas bagi Tim Suara Kita Strategi 3 Peningkatan Kesadaran Publik tentang Seksualitas Program:

1. Peningkatan wacana seksualitas bagi komunitas LGBT dan publik

2. Kajian isu seksualitas khususnya kerjasama dengan mahasiswa dan universitas


(57)

Misi 3 : Membangun advokasi untuk mendorong kebijakan-kebijakan publik yang berpihak kepada kelompok minoritas dan marjinal, khususnya LGBT

Strategi 1: Media Kampanye dan Advokasi Program:

1. Publikasi dan Kampanye

2. Pendokumentasian Kasus Kekerasan Berbasis orientasi seksual dan identitas gender

Misi 4 : Membangun jaringan untuk mendukung gerakan LGBT Strategi 1Pengembangan Jaringan

Program:

1. Pengembangan Komunitas LGBT di dalam dan di luar Jakarta.

2. Membangun Jaringan Lintas Isu4

B. Kehidupan Keberagamaan Kaum Lesbian

Kalau kita amati secara langsung dalam kehidupan kaum Lesbian komunitas Our Voice, kita akan menemukan berbagai kegiatan yang dilakukan mereka, diantaranya adalah kegiatan ekonomi, diskusi, pelatihan, dan seni budaya.

Didalam komunitas ini terdiri dari berbagai kalangan yang berbeda dan dari berbagai agama pula. Akan tetapi mereka berkumpul dalam

4

http://www.suarakita.org/tentang-kami/program-kerja/. Diakses pada 17 Maret 2015 pukul 14.35 WIB.


(58)

komunitas ini untuk berbagi wawasan dan bertukar fikiran untuk memecahkan suatu masalah. Namun, untuk mengetahui agama dalam komunitas ini sangat sulit. Sebagaimana yang dipaparkan oleh ketua Our Voice itu sendiri.5

“…dalam komunitas ini kita tidak pernah mempermasalahkan agama

yang mereka anut.”

Dalam pergaulan komunitas ini, teman-teman di Our Voice tidak terkotak-kotak berdasarkan satu agama melainkan melebur menjadi satu. Hal ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak menonjolkan identitas agama mereka, melainkan saling menghormati satu sama lain.

Mengenai latar belakang keluarga subjek penelitian mereka tergolong dari keluarga yang taat beragama dan keluarga beda agama. Penerimaan terhadap anggota keluarga yang lesbian tidaklah mudah. Begitu pula dengan tetangga mereka, peneriman dikehidupan sosial tidaklah mudah. Mereka selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitar. Sehingga mereka lebih menutup diri.

Mengenai tentang perkembangan keberagamaan mereka sangat dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan. Hal ini juga senada dengan bab sebelumnya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberagamaan seseorang adalah keluarga dan lingkungan

Peran orang tua sangat besar dalam melakukan pembiasaan pada hal-hal baik, karena anak akan lebih banyak bergaul dikeluarga di banding diluar rumah. Karena keluargalah yang akan membentuk perilaku seorang anak

5


(59)

menjadi baik atau buruk. Dari hasil wawancara penulis terdapat subjek penelitian yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dia menjadi lesbian adalah keluarga.

Hambatan yang sering dirasakan para lesbian dalam keberagamaan khusunya lesbian Muslim yang priawan, adalah mereka kesulitan dalam menentukan tempat untuk salat ketika dibenturkan dengan masyarakat. Hal ini salah satu yang membuat para lesbian cenderung tertutup dalam ritual keberagamaan.

C. Gambaran Umum Dimensi Keberagamaan Kaum Lesbian

Dalam bab ini, penulis memperlihatkan keberagamaan kaum lesbian komunitas Our Voice secara umum. Berikut adalah temuan penulis dilapangan mengenai dimensi-dimensi keagamaan kaum lesbian secara umum:

1. Dimensi Keyakinan

Dalam dimensi keyakinan ini, kaum lesbian pada umumnya meyakini terhadap agamanya masing-masing tanpa harus mempertanyakan dan memikirkan selama itu dianggap benar. Akan tetapi itu berlaku hanya sebagian anggota saja.

Ada pula sebagian anggota yang masih mempertanyakan dan memikirkan mengenai keimanan tersebut. Hingga pada akhirnya mereka terbelengu pada sikap tidak ber-Tuhan.


(1)

15.Bagaimana perasaan anda bila sehabis mengerjakan sholat (bagi Islam) dan dari gereja (bagi Kristen)

Kadang masih ragu dengan apa yang saya lakukan. Antara benar dan salah. Namun ketika saya inget-inget dulu waktu SD, SMP perasaan saya tidak pernah suka sama cowok. Malahan saya disukai banyak cewek. Dari disekolah sampai di anak gereka pun demikian. Tapi terkadang kalau ibadah ngerasa sedih aja sama kehidupanku sendiri 16.Apakah anda menerima terhadap perubahan orientasi seksual yang dialami anda dalam

kehidupan beragama? Yang sebagaimana kita ketahui agama memandang negative terhadap kaum lesbian.

Menerima dengan lapang dada. Yang penting saya melakukan yang terbaik saja.

Menjalankan kasih terhadap manusia. Menjalan kan ibadah kepada Tuhan. Dan

menurutku harusnya jangan sampai hanya terlena dengan kesalahan satu. Perbaiki kesalahan itu dengan beribu kebaikan.

17.Apakah Anda pernah mengalami pengalaman spektakuler yang merupakan keajaiban dari Tuhan?

18. Pemasalahan apa saja yang sering anda hadapi? Gak sih biasa saja.

19.Apakah anda pernah menghadapi masalah dengan keluarga anda? Jika iya, seperti apa? Gak pernah. Keluarga saya termasuk keluarga sibuk. Jadi gak meemperhatikan anggota keluarga masing-masing.

20.Apakah anda pernah mengalami masalah dengan masyarakat? Jika iya seperti apa?

Gak juga, karena kan saya sering berpindah-pindah. Jadi gereja pun jarang ada yang tau dengan kehidupanku yang seperti ini.


(2)

21.Apakah anda percaya bahwa perbuatan anda menyimpang? Tidak, ini orientasi seksual


(3)

HASIL WAWANCARA

Nama Narasumber : Nia (bukan nama sebenarnya) Pekerjana : Swasta

Umur : 20 tahun

1. Makna hidup menurut anda

Indah, jadi jangan kotori keindahan ini.

2. Pilihan hidup itu apa dan bagaimana (termasuk pilahan menjadi lesbian) Memilih untuk keindahan itu. Iya.

3. (Terkait jawaban no 2) Jika pilihan tersebut sudah menjadi ketetapan hidup anda, apa itu sama halnya menikrarkan diri sebagai lesbian? Jika ya, kenapa memutuskan hal tersebut? Jika tidak, kapan tepatnya Anda mengakui hal tersebut (sudah/baru/akan)? Mengapa? Iya, karena rasa nyaman.

4. Pada usia berapakah anda mulai merasakan perubahan orientasi seksual seperti yang anda alami saat ini?

Sekitar dibangku SMP.

5. Faktor apa yang menyebabkan anda seperti ini?

Faktor keluarga, keluarga saya dari pernikahan beda agama. Mama beragama Islam dan Papa Kristen. Tapi saya ngikut dua-duanya. Bingung mau pilih yang mana. Dan keluarga saya pun termasuk keluarga sibuk. Jadi saya kurang perhatian dari keluarga. Dan saya mendapatkan perhatian dari luar. Dari situlah saya merasakan kenyamanan


(4)

6. Apakah keluarga anda mengetahui perubahan anda? Jika iya, Bagaimana pandangan keluarga anda terhadap perubahan yang ada pada diri anda? Jika tidak, apakah anda anda berterus terang terhadap keluarga anda?

Iya, mama papa tau. Mereka sih tidak komentar. Karena semenjak saya seperti ini saya malahan lebih baik. Dan saya juga sudah memutuskan agama saya yaitu Kristen.

7. Makna agama menurut anda

Ketenangan hati. Jadi kalau kita tidak beragama rasanya hati ini tidak tenang. Seperti masih ada yang kurang. Berbeda ketika kita sudah beragama. Segala sesuatu bisa kita komunikasikan kepada Tuhan.

8. Apa agama anda? Kristen

9. Apakah anda yakin dengan agama yang anda anut Yakin

10.Apakah anda termasuk seseorang yg taat terhadap perintah dan larangan agama?

Taat, saya menjalankan perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. Serta menjalankan kasih terhadap sesama manuisa.

11.Sejauh mana anda mengetahui agama anda

Saya kurang lebihnya jauh agama saya, meskipun saya baru-baru ini mengikrarkan diri sebagai agama Kristen. Tapi dari dulu saya sering ikut papa ke gereja. Dan belajar bareng sama papa. Jadi saya lumayan jauh mengetahui agama saya.

12.Bagaimana anda menaplikasikan agama anda tersebut (Jika Islam, apakah anda melakukan rukun Islam, seperti sholat, zakat, puasa atau bahkan Haji?) (Jika Kristen, apakah anda pergi ke gereja setiap hari minggu? Atau ritual yg lainnya?)


(5)

Setelah saya bener-bener menikrarkan diri sebagai umat Kristiani, saya sangat rajin ke gereja. Mengikuti semua perintah Tuhan. Karena saya merasa tenang ketika saya dekat dengan Tuhan.

13.Seperti apakah pandangan agama anda tentang kehidupan anda

Agama saya melarang terhadap kehidupan Lesbian. Bahkan menurut saya semua agama pun melarang kehidupan lesbian. Tapi kan Tuhan menciptakan makhluknya seperti ini juga pasti punya alasan. Tidak mungkin saya tiba-tiba jadi seperti ini tanpa izin Tuhan. 14.Pernahkah anda berdoa kepada Tuhan dan merenungi apa yang telah terjadi paa diri

anda? Atau bahkan apakah anda perlu menanyakan masalah ini kepada Tuhan?

Iya saya selalu merenungi, sebenarnya saya tidak mau menjadi seperti ini. Tapi tidak tau kenapa saya menjadi seperti ini. Saya sendiri bingung. Tapi anehnya dengan kehidupan aku yang sekarang, aku tidak brutal seperti dulu. Aku malahan sekarang punya pegangan agama. Berbeda dengan dulu.

15.Bagaimana perasaan anda bila sehabis mengerjakan sholat (bagi Islam) dan dari gereja (bagi Kristen)

Perasaanku kalau sehabis pulang dari Gereja sih malahan agak sedikit plong. Karena sudah curhat sama Tuhan. Mudah-mudahan saja Tuhan mendengarkan doa-doa aku. Yang jelas aku berusaha menjalankan semua perintahnya. Dan untuk masalah kehidupanku, aku ingin rasanya Tuhan menunjukkan jalan yang terbaik untuku.

16.Apakah anda menerima terhadap perubahan orientasi seksual yang dialami anda dalam kehidupan beragama? Yang sebagaimana kita ketahui agama memandang negative terhadap kaum lesbian.


(6)

ini.

17.Apakah Anda pernah mengalami pengalaman spektakuler yang merupakan keajaiban dari Tuhan?

Tidak

18. Pemasalahan apa saja yang sering anda hadapi?

Paling masalah masyarakat yang membuat fikiran saya terkadang terganggu dengan sikap mereka yang suka menghakimi orang.

19.Apakah anda pernah menghadapi masalah dengan keluarga anda? Jika iya, seperti apa? Tidak sih. Mama sama papa tak pernah komentar apa-apa. Kalau mama justru senang. Karena dengan kondisi saya yang seperti ini, saya dapat menentukan agama mana yang harus saya anut. Berbeda sekali dengan sebelumnya.

20.Apakah anda pernah mengalami masalah dengan masyarakat? Jika iya seperti apa?

Sering sih, saya sering dikucilkan dari lingkungan. Mungkin karena saya sering bawa pasangan saya kerumah kali. Tapi mereka tidak mau tahu alasan saya kenapa seperti ini. Asal ngehakimi saja.

21.Apakah anda percaya bahwa perbuatan anda menyimpang? Tidak


Dokumen yang terkait

Keberagamaan pekerja perusahaan Bumn : studi kasus bni syariah cabang rs fatmawati jakarta selatan

0 5 117

Pengaruh kegiatan rohis dalam peningkatan sikap keberagamaan siswa : studi kasus di MAN 11 Jakarta

1 26 131

Eksistensi Komunitas Kaum Jelata Gila Modif Motor Di Jakarta Selatan (Studi Deksriptif Mengenai Eksistensi Komunitas Kaum Jelata Gila Modif Motor Di Jakarta Selatan)

0 8 95

Hubungan hasil belajar pendidikan agama islam dengan perilaku keberagamaan anak: studi Kasus di SD Negeri Jagakarsa 02 Pagi, Jakarta Selatan

0 10 89

Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Mengenai Lesbian di Tribun Jogja.com Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Mengenai Lesbian di Tribun Jogja.com (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnali

0 3 15

Pendahuluan Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Mengenai Lesbian di Tribun Jogja.com (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Kaum Lesbian di Tribun Jogja.com).

0 5 43

Deskripsi Objek Penelitian Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Mengenai Lesbian di Tribun Jogja.com (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Kaum Lesbian di Tribun Jogja.com).

0 4 19

KESIMPULAN & SARAN Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Mengenai Lesbian di Tribun Jogja.com (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interaksi Kaum Lesbian dan Jurnalis dalam Pemberitaan Kaum Lesbian di Tribun Jogja.com).

1 28 99

GAYA HIDUP KAUM LESBIAN (Studi Deskriptif pada Komunitas Changkang Queer di Kota Medan).

0 2 22

Non verbal pada kaum lesbian

0 0 2