Aspek Hukum Mengenai Mekanisme Penyerahan Dokumen Dalam Perdagangan Internasional Dengan Menggunakan Wesel Inkaso (Studi Pada PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk Cabang Binjai)

(1)

ASPEK HUKUM MENGENAI MEKANISME PENYERAHAN DOKUMEN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DENGAN

MENGGUNAKAN WESEL INKASO

(Studi Pada PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk Cabang Binjai) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat untuk Mencapai Gelar Sajana Hukum

Oleh :

YENNI.C.GIRSANG NIM : 090200415

DEPARTEMEM HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM MENGENAI MEKANISME PENYERAHAN DOKUMEN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DENGAN

MENGGUNAKAN WESEL INKASO

(Studi Pada PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk Cabang Binjai) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat untuk Mencapai Gelar Sajana Hukum

Oleh :

YENNI.C.GIRSANG NIM : 090200415

DEPARTEMEM HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr.H. Hasim Purba, S.H.,M.Hum NIP. 1966033185081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ramli Siregar,S.H.,M.Hum Mulhadi,S.H.,M.Hum

NIP. 195303121983031002 NIP.197308042002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul:

Aspek Hukum Mengenai Mekanisme Penyerahan Dokumen dalam Perdagangan Internasional dengan Menggunakan Wesel Inkaso (Studi Pada Bank Internasional Indonesia (BII) Cabang Binjai)

Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat:

1. Prof.Dr.Runtung, SH.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr.H.Hasim Purba, SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

3. Rabiatul Syahriah, SH.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

4. Ramli Siregar, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah bersedia memberikan pengarahan, bimbingan, serta petunjuk bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(4)

5. Mulhadi, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Puspa Melati Hasibuan, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen FH USU yang telah berperan besar dalam perkuliahan penulis sejak penulis menjadi mahasiswi FH USU.

8. (Alm) N Girsang, Bapak tercinta dan ibu H Sihotang tersayang yang kini berperan sebagai ibu sekaligus bapak dalam rumah yang selalu memberi semangat dan iringan doa kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Hara selaku customer service pada Bank Internasional Indonesia (BII)

cabang binjai yang telah menerima saya untuk melakukan wawancara sehingga dapat menambah pengetahuan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

10.Buat abang Antonius Girsang serta adikku Nova Sefriyanti Girsang yang selalu memotivasi saya.

11.Buat teman-teman Gilau: Giovani Manalu, Enny Berliana Zega, Wika Tridiningtias, Christina Waruwu, Yona Siadari, Febri Sihombing, Revany Bangun, Natasa Siahaan dan Melva Theresia Simamora yang tetap mendukung saya.


(5)

12.Kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk perkembangan ilmu bidang hukum perdata pada khususnya.

Medan, Juni 2013


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian Perdagangan Internasional ... 15

B. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perdagangan Internasional, Hak serta Kewajiban Masing-Masing Pihak ... 22

C. Tata Cara Pelaksanaan dan Peraturan Hukum Mengenai Perdagangan Internasional ... 29

BAB III BEBERAPA ASPEK TENTANG WESEL INKASO A. Pengertian dan Dasar Hukum Wesel Inkaso ... 40 B. Pihak-Pihak dalam Transaksi yang Menggunakan Wesel


(7)

Inkaso ... 47 C. Jenis, Manfaat, dan Syarat Wesel Inkaso ... 48 D. Pembayaran Ekspor Impor dengan Menggunakan Wesel

Inkaso ... 51 BAB IV ASPEK HUKUM MEKANISME PENYERAHAN

DOKUMEN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN WESEL INKASO

A. Fungsi Wesel Inkaso sebagai Salah Satu Cara Pembayaran dalam Perdagangan Internasional ... 55 B. Kekuatan Hukum Wesel Inkaso dalam Perdagangan

Internasional ... 64 C. Mekanisme Penyerahan Dokumen dengan Menggunakan Wesel

Inkaso dalam Perdagangan Internasional ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 88 B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(8)

ABSTRAK Ramli Siregar

∗∗Mulhadi ∗∗∗Yenni.C.Girsang

Ekspor-impor dewasa ini sering juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat berharga. Hal ini disebabkan realisasi suatu transaksi pada umumnya diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan. Dalam kegiatan ekspor impor proses pembayaran antara negara dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain pembayaran secara tunai (cash payment), pembayaran kemudian (open account), wesel inkaso (collection draft), konsinyasi (consignment), letter of credit (L/C). Wesel inkaso ialah istilah dalam transaksi ekspor dimana pengiriman barang kepada importir diluar negeri pembayarannya ditagih melalui bank dengan menyerahkan wesel dan dokumen pengapalan lainnya kepada importir. Skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu fungsi wesel inkaso sebagai salah satu cara pembayaran dalam perdagangan internasional, kekuatan hukum wesel inkaso dalam perdagangan internasional serta mekanisme penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso.

Metode penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu pada norma-norma hukum dan penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara sistematik, faktual dan akurat. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti perundangundangan, buku-buku, internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang dibahas, dalam penelitian ini dilakukan juga wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan fakta dilapangan.

Dalam dunia perdagangan internasional, wesel inkaso mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal melakukan pembayaran. Pada mulanya wesel itu diadakan untuk mempermudah melakukan pembayaran dalam perdagangan antar kota maupun antar negara. Pembayaran dengan sistem wesel inkaso dalam perdagangan ekspor impor dapat terjamin pelaksanaannya apabila pihak eksportir dan importir telah kenal dan telah saling percaya serta adanya jalinan kerjasama yang baik diantara keduanya dan harus mengikutsertakan pihak bank sebagai perantara pembayaran yang dilakukan oleh pihak importir kepada eksportir. Mekanisme yang digunakan dalam penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso dalam perdagangan internasional dapat dilakukan melalui Document Against Payment (D/P) dan Document Against Acceptance (D/A).

Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ∗∗

Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)


(9)

ABSTRAK Ramli Siregar

∗∗Mulhadi ∗∗∗Yenni.C.Girsang

Ekspor-impor dewasa ini sering juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat berharga. Hal ini disebabkan realisasi suatu transaksi pada umumnya diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan. Dalam kegiatan ekspor impor proses pembayaran antara negara dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain pembayaran secara tunai (cash payment), pembayaran kemudian (open account), wesel inkaso (collection draft), konsinyasi (consignment), letter of credit (L/C). Wesel inkaso ialah istilah dalam transaksi ekspor dimana pengiriman barang kepada importir diluar negeri pembayarannya ditagih melalui bank dengan menyerahkan wesel dan dokumen pengapalan lainnya kepada importir. Skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu fungsi wesel inkaso sebagai salah satu cara pembayaran dalam perdagangan internasional, kekuatan hukum wesel inkaso dalam perdagangan internasional serta mekanisme penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso.

Metode penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu pada norma-norma hukum dan penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara sistematik, faktual dan akurat. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti perundangundangan, buku-buku, internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang dibahas, dalam penelitian ini dilakukan juga wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan fakta dilapangan.

Dalam dunia perdagangan internasional, wesel inkaso mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal melakukan pembayaran. Pada mulanya wesel itu diadakan untuk mempermudah melakukan pembayaran dalam perdagangan antar kota maupun antar negara. Pembayaran dengan sistem wesel inkaso dalam perdagangan ekspor impor dapat terjamin pelaksanaannya apabila pihak eksportir dan importir telah kenal dan telah saling percaya serta adanya jalinan kerjasama yang baik diantara keduanya dan harus mengikutsertakan pihak bank sebagai perantara pembayaran yang dilakukan oleh pihak importir kepada eksportir. Mekanisme yang digunakan dalam penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso dalam perdagangan internasional dapat dilakukan melalui Document Against Payment (D/P) dan Document Against Acceptance (D/A).

Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ∗∗

Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan suatu transaksi sederhana, yaitu membeli dan menjual barang antar pengusaha yang masing-masing bertempat tinggal di negara-negara yang berbeda.

Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan tersedia di dalam suatu negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antar negara, ditinjau dari kedudukan geografis masing-masing negara yang mengakibatkan adanya perbedaan pada sumber daya alam, sumber daya manusia, tingkat harga, dan struktur ekonominya, sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak diproduksi sendiri, maka suatu negara melakukan pembelian barang dan jasa dari negara lain. Realisasi dari pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa tersebut adalah dengan melalui perdagangan internasional.1

Adanya interdependensi kebutuhan itulah yang menyebabkan adanya perdagangan internasional. Masing-masing negara memiliki keunggulan dan di

1 Etty Susilowati Suhardo,

Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri, FH UNDIP, Semarang, 2001, hal. 3


(11)

sisi lain juga memiliki kekurangan. Dapat terjadi hasil produksi suatu negara berlebih atau sebaliknya membutuhkan komoditas lain yang belum dapat diproduksi di negaranya. Komoditas yang dihasilkan suatu negara mungkin juga belum dapat dipakai langsung karena masih berupa bahan mentah yang memerlukan proses produksi lebih lanjut. Bahan mentah tersebut selanjutnya mungkin dibutuhkan negara lain sebagai bahan baku pabriknya. Komoditas yang dibutuhkan tentunya harus memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Untuk dapat menembus pasar internasional komoditas tersebut juga harus memiliki daya saing yang kuat.2

Perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang mengandung risiko tinggi, karena eksportir dan importir berjauhan secara geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor. Salah satu risiko yang dihadapi oleh eksportir adalah apabila terjadi penyimpangan maupun pembatalan kontrak. Risiko tersebut dapat dihindari apabila setiap transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam bentuk tertulis atau ke dalam bentuk kontrak dagang (sales contract).

3

Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antar negara. Kegiatan ini dapat terjadi melalui hubungan ekspor impor, investasi,

2

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor & Imbal Beli), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 1

3 Siswanto Sutojo,

Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2001, hal. 23


(12)

perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual dan alih teknologi, yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya.4

Dari segi legal, transaksi perdagangan internasional berarti suatu transaksi yang melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional. Transaksi ini juga melibatkan lebih dari satu pihak yang tunduk pada hukum negara yang berbeda. Pada umumnya masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk pada hukum di negara mereka. Apalagi jika mereka berasal dari negara-negara besar dan maju. Mereka menganggap negara mereka lebih superior sehingga seringkali memaksakan kehendak agar kontrak yang dibuat tunduk pada hukum mereka. Untuk mencegah perselisihan yang mungkin terjadi serta transaksi perdagangan internasional dapat terlaksana tanpa merugikan hukum dari masing-masing pihak, maka lahirlah konvensi-konvensi, yaitu ketentuan-ketentuan yang berlaku secara internasional yang disusun oleh Badan-badan Internasional dan dalam pertemuan resmi antar negara.5

Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu instrumen hukum dalam bentuk regulasi baik nasional maupun internasional seperti pengaturan dalam hukum perdagangan internasional (international trade law). Oleh karena itu dengan masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan

4

Etty Susilowati Suhardo, Loc.Cit., hal. 5

5


(13)

dunia melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization (WTO) membawa konsekuensi bagi Indonesia, yaitu harus memenuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO, serta melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional sesuai dengan hasil kesepakatan WTO.6

Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.7

Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian, maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Batasan tentang perjanjian dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Ketentuan umum yang secara mutlak harus ditaati dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 6

Ibid., hal. 5

7

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 1


(14)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Hubungan perdagangan luar negeri dalam hal ini ekspor impor sama halnya dengan perdagangan dalam negeri yaitu terdapat pembeli, penjual dan adanya transaksi jual beli. Dalam perdagangan luar negeri, kegiatan jualnya disebut ekspor dan kegiatan belinya disebut impor dan transaksinya adalah transaksi ekspor impor. Hanya saja wilayah atau domisili penjual dan pembeli melintas batas negara.8

Jual beli perdagangan antar negara, yang menjadi pedoman adalah peraturan internasional mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan oleh pembeli melalui bank, yaitu Uniform Customs and Practise for Documentary Credit. Di Indonesia sudah ada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1964, Lembaran Negara Nomor 131 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1976, Lembaran Negara Nomor 17 Tahun 1976 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa.

Peraturan-peraturan jual beli perdagangan berbeda untuk masing-masing negara, yaitu perbedaan-perbedaan ketentuan dalam pembayaran, transfer dana dan aturan perdagangan antar negara. Perdagangan luar negeri atau transaksi ekspor impor lazim disebut sebagai perdagangan berdokumen karena hampir seluruh aktivitasnya dibuktikan atau dituangkan dalam bentuk dokumen.

8


(15)

Misalnya, kontrak jual beli (sales contract), bukti pengiriman barang yang disebut bill of lading. Bagi eksportir, sistem dokumentasi mempunyai arti adanya hak untuk memperoleh imbalan, sehingga pelaksanaan penyerahan fisik barang dari eksportir kepada importir harus diiringi dengan penyerahan dokumen yang tepat dan telah disepakati.9

Perjanjian jual beli antar negara dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Jika dibuat secara tertulis, perjanjian itu disebut kontrak jual beli (sales contract). Dalam kontrak jual beli perdagangan, dimuat syarat-syarat yang berkenaan dengan penyerahan barang dan pembayaran harga, yang menjadi kewajiban pihak-pihak dan tanggung jawab penjual dan pembeli. Tanggung jawab ini meliputi biaya angkut, biaya muat, biaya asuransi dan juga kerugian akibat penyerahan barang dan pembayaran harga barang. Disamping itu juga harus ada, kesepakatan tentang dokumen-dokumen ekspor impor yang diperlukan.10

Kemajuan teknologi dunia yang begitu pesat juga sangat berpengaruh dalam sektor perdagangan. Hal ini terlihat dalam hal orang menghendaki segala hal yang menyangkut urusan perdagangan dapat bersifat praktis, aman, dan dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Artinya, orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga sebagai alat pembayaran kredit.11

Ekspor-impor dewasa ini sering juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat berharga. Hal ini disebabkan realisasi suatu transaksi pada umumnya

9

Ibid., hal. 2

10

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani , Loc.Cit.

11


(16)

diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan seperti bill of lading, faktur perdagangan (commercial invoice), draft, polis asuransi dan lainnya.12

Proses pembayaran kegiatan ekspor impor antar negara dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain: pembayaran secara tunai (cash payment), pembayaran kemudian (open account), wesel inkaso (collection draft), konsinyasi (cosignment), letter of credit (L/C).13

Salah satu metode pembayaran yang akan dibahas dalam bagian ini adalah Wesel. Wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tempat tertentu, dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu. Salah satu jenis wesel ialah wesel inkaso. Wesel inkaso ialah istilah dalam transaksi eksport dimana pengiriman barang kepada importir diluar negeri pembayarannya ditagih melalui bank dengan menyerahkan wesel dan dokumen pengapalan lainnya kepada importir.14

Adakalanya seseorang menarik suatu wesel hanya agar si penerima menagih sejumlah uang dari si tertarik. Ini biasanya terjadi dalam bentuk si penarik menarik wesel untuk suatu bank selaku penerima. Jika hal ini terjadi, maka si penerima sebetulnya hanya merupakan seorang kuasa dari si penarik. Artinya apabila si penerima itu dapat menerima uang dari si tertarik, maka uang itu akan dibayarkan kepada si penarik. Atau apabila si penerimanya itu tidak mendapat pembayaran dari si tertarik, maka ia akan mendapat pembayaran dari si

12

Siswanto Sutojo, Op.Cit., hal. 25

13

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional, Penerbit Alumni, Bandung, 2006, hal. 81

14


(17)

tertarik, lantas menegur si penarik, oleh karena si penerima itu penagih utang selaku kuasa dari penarik.15

Namun yang akan dibahas dalam skripsi ini ialah aspek hukum mengenai mekanisme penyerahan dokumen dalam perdagangan internasional dengan menggunakan wesel inkaso. Bagaimana sebenarnya mekanisme penyerahan dokumen yang digunakan dalam perdagangan internasional apabila menggunakan wesel inkaso.

Peranan perbankan nasional juga perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional. Bank sebagai suatu lembaga keuangan memberikan peranan penting dalam jasa-jasa pembayaran perdagangan internasional, seperti untuk transaksi pembayaran melalui internet banking.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas.

Rumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah fungsi wesel inkaso sebagai salah satu cara pembayaran dalam perdagangan internasional ?

2. Bagaimana kekuatan hukum wesel inkaso dalam perdagangan internasional ?

15


(18)

3. Bagaimanakah mekanisme penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso dalam perdagangan internasional ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi (peran) wesel inkaso sebagai salah satu alat pembayaran dalam perdagangan internasional.

2. Untuk mengetahui kekuatan hukum wesel inkaso dalam perdagangan internasional.

3. Untuk mengetahui mekanisme penyerahan dokumen yang dilakukan dalam perdagangan internasional dengan menggunakan wesel inkaso.

D. Manfaat Penulisan

1. Secara teoretis skripsi dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi para teoretis yang ingin mengetahui dan memperdalam Hukum Keperdataan khususnya Hukum Dagang mengenai wesel inkaso.

2. Secara praktis adalah untuk mengetahui secara mendalam tentang mekanisme penyerahan dokumen dalam perdagangan internasional dengan menggunakan wesel inkaso.


(19)

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder.16 Penelitian ini disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder.17

Menurut Tampil Anshari Siregar, metode penelitian yuridis normatif adalah memiliki kemiripan dengan metode penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau dengan hanya mengandalkan/menggunakan data sekunder belaka.18

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.

Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dan literatur-literatur hukum yang berkaitan dengan kekuatan hukum wesel inkaso.

19

16

Soerjono Soekanto, Penelitan Hukum Normatif, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 24

17

Ibid.

18

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 23

19


(20)

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa literatur-literatur hukum yang sering digunakan dalam penelitian hukum normatif, yang terdiri dari:20

a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, peraturan dasar seperti ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan seperti UU, Perpu, PP, Keppres dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu Rancangan Undang-Undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang

20


(21)

dibahas dalam skripsi ini.21

b. Wawancara

Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang berkenaan dengan bacaan yang berisikan peraturan perundang-undangan, buku, makalah seminar yang berhubungan dengan topik yang dijadikan sebagai landasan guna menguatkan argumentasi di dalam penyusunan penulisan ini.

Wawancara ini dilakukan untuk mendukung data sekunder. Wawancara dilakukan dengan Customer Service Pada PT Bank Internasional Indonesia (bii) Tbk Cabang Bijai.

F. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Mengenai Mekanisme Penyerahan Dokumen dalam Perdagangan Internasional dengan Menggunakan Wesel Inkaso”, tidak ditemukan pokok bahasan yang sama yang pernah ditulis/diteliti oleh peneliti sebelumnya. Oleh karena itu penulisan skripsi ini dapat disebut asli dan tidak terdapat unsur plagiat yang bertentangan dengan asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.

21

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 93


(22)

G. Sistematika Penulisan

Agar skripsi ini tersusun rapi dan sistematis, maka penulisan skripsi ini ditulis dengan sistematik sebagai berikut.

Pada Bab I sebagai bab pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, yang berisi tentang alasan diambilnya penyerahan dokumen dengan wesel inkaso sebagai tinjauan hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; perumusan masalah, berisi tentang hal-hal yang akan dibahas dalam skripsi ini; tujuan penulisan, berisi tentang tujuan dibuatnya skripsi ini; manfaat penulisan, berisi tentang manfaat dibuatnya skripsi ini bagi teman-teman mahasiswa serta bagi masyarakat umum; metode penelitian, berisi tentang metode apa yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini; keaslian penulisan berisi tentang bahwa skripsi ini belum pernah ditulis oleh mahasiswa lain oleh karena itu tidak terdapat unsur plagiat dalam skripsi ini; dan sistematika penulisan berisi tentang kerangka pemikiran penulisan skripsi ini.

Pada Bab II merupakan bab tentang tinjauan umum dalam perdagangan internasional yang terdiri dari pengertian perdagangan internasional; pihak-pihak yang terkait dalam perdagangan internasional, hak serta kewajiban masing-masing pihak; tata cara pelaksanaan dan peraturan hukum mengenai perdagangan internasional.

Pada Bab III merupakan bab tentang beberapa aspek tentang wesel inkaso yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum wesel inkaso; pihak-pihak dalam


(23)

transaksi yang menggunakan wesel inkaso; jenis, manfaat, dan syarat wesel inkaso; pembayaran ekspor impor dengan menggunakan wesel inkaso.

Pada Bab IV merupakan bab tentang aspek hukum mekanisme penyerahan dokumen dalam perdagangan internasional dengan menggunakan wesel inkaso yang terdiri fungsi wesel inkaso sebagai salah satu cara pembayaran dalam perdagangan internasional; kekuatan hukum wesel inkaso dalam perdagangan internasional; mekanisme penyerahan dokumen dengan menggunakan wesel inkaso dalam perdagangan internasional;


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian Perdagangan Internasional

Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda.22

Menurut Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian ekspor juga dijumpai dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor. Sedangkan pengertian impor menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.23

Kegiatan ekspor impor merupakan jual beli yang dilakukan secara internasional, artinya dilakukan antar negara. Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani , jual beli merupakan suatu perbuatan hukum antara pihak penjual di satu pihak dengan pihak pembeli di lain pihak mengenai suatu barang.24

22

Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, 1991, hal. 1

23

Periksa kembali Pasal 1 butir 13 dan Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

24


(25)

Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.25

Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi.26

Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Fakta yang sekarang ini terjadi adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti dalam sejarah perkembangan dunia.

Walaupun perkembangan bidang hukum berjalan dengan cepat, namun ternyata masih belum ada kesepakatan tentang defenisi untuk bidang hukum ini.

25

Ibid.

26


(26)

Hingga sekarang ini terdapat berbagai defenisi yang satu sama lain berbeda yaitu:27

1. Defenisi Schmitthoff

Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya perdata. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.

Defenisi diatas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut bersifat komersial. Dalam defenisinya ia menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan-hubungan komersial internasional dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam bidang hukum publik ini yakni aturan-aturan yang mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur perilaku perdagangan yang mempengaruhi wilayahnya.

2. Defenisi M. Rafiqul Islam

Dalam upayanya memberi batasan atau defenisi hukum perdagangan internasional, beliau menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan.

Adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan , beliau mendefenisikan hukum perdagangan dan keuangan sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma, dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan untuk transaksi-transaksi perdagangan internasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.

27


(27)

3. Defenisi Michelle Sanson

Sanson memberi batasan bidang ini sesuai dengan pengertian kata-kata dari bidang hukum ini, yaitu hukum, dagang dan internasional. Sanson membagi hukum perdagangan internasional ini ke dalam dua bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik dan hukum perdagangan internasional privat.

Hukum internasional publik adalah hukum yang mengatur perilaku dagang antarnegara. Sementara itu hukum internasional privat adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan di negara-negara yang berbeda.

4. Defenisi Hercules Booysen

Booysen, sarjana Afrika Selatan tidak memberi defenisi secara tegas. Beliau menyadari bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Oleh karena itu, upaya untuk membuat defenisi bidang hukum, termasuk hukum perdagangan internasional, sangatlah sulit dan jarang tepat. Oleh karena itu, dalam upayanya memberi defenisi tersebut, beliau hanya mengungkapkan unsur-unsur dari defenisi hukum perdagangan internasional. Menurut beliau ada tiga unsur, yakni sebagai berikut:28

a. Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus dari hukum internasional.

b. Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI).

c. Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum nasional yang memiliki atau pengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara umum. Karena sifat aturan-aturan hukum nasional ini, aturan-aturan tersebut merupakan bagian dari hukum perdagangan internasional.

28


(28)

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain :29

1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.

2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.

3. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.

Perdagangan Internasional adalah proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing negara. Adapun motifnya adalah memperoleh manfaat perdagangan atau gains off tride. Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting saat ini, maka tidak ada negara-negara di dunia yang tidak terlibat di dalam perdagangan baik perdagangan antar regional, antar kawasan ataupun antar negara. Perdagangan ini melakukan transaksi jual-beli ke luar negeri, kalau kita memjual-beli disebut impor sedangkan kalau kita menjual disebut ekspor.30

29

“Perdagangan Internasional” dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/

30


(29)

Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antar negara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar sukarela dan saling menguntungkan.31

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

32

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya

31

Ibid.

32


(30)

perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan dan hukum dalam perdagangan.33

Walaupun perdagangan internasional rumit dan kompleks, Namun menurut Sadono Sukirno perdagangan internasional memiliki banyak manfaat diantaranya:34

a. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

b. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

c. Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

d. Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

33

Amir M.S, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta, 2002, hal. 13

34


(31)

B. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perdagangan Internasional, Hak serta Kewajiban Masing-Masing Pihak

1. Pihak-pihak dalam kegiatan perdagangan internasional

Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-beda. Mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut baik para pengusaha yaitu eksportir dan importir atau pihak yang terlibat baik langsung ataupun tidak sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri baik yang dilakukan di setiap negara tujuan ekspor. Dalam transaksi perdagangan ekspor, seorang eksportir banyak berhubungan dengan berbagai instansi/lembaga yang menunjang terlaksananya kegiatan ekspor. Namun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor tersebut terkadang belum seluruhnya dikenal atau bahkan dimanfaatkan di Indonesia. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor-impor yaitu :35

a. Eksportir (pihak yang melakukan penjualan atau pengiriman barang)

b. Importir (pihak yang melakukan pembelian atau penerimaan barang) c. Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan sendiri) d. Export Merchant House (yang membeli barang dari perusahaan pembuat

barang dan mengkhususkan diri dalam perdagangan dengan negara-negara tertentu yang membutuhkan barang-barang tersebut)

e. Confirming House (yang bertindak sebagai perantara pembuat barang diluar negeri dan importir dalam negeri biasanya bertanggungjawab atas pengapalan barang-barang dan pembayaran pada penjual)

f. Buying Agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih pembeli tertentu diluar negeri)

g. Trading House (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang keperluan untuk diekspor dan diimpor)

h. Consignment Agent (bertindak sebagai agen penjual diluar negeri)

i. Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang dagang/ barang-barang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian ditagih kepada importir/ pembeli)

35

“Hukum Perdagangan Internasional” dalam http://www.jct-indonesia.com/2010/05/ hukum-perdagangan-internasional.html/, diakses tanggal 15 Januari 2013


(32)

j. Bank termasuk didalamnya lembaga-lembaga yang menangani kegiatan ekspor seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

k. Freight Forwarder, EMK L/ EMKU44

l. Maskapai Pelayaran/ Perkapalan (Menerima barang-barang dagang dari shipper/ eksportir/ freight forwarder dan mengatur pengangkutan barang-barang tersebut serta menerbitkan bill of lading (B/L) atau surat bukti muat barang)

m. Asuransi (yaitu yang mengasuransikan barang-barang yang dikapalkan sesuai nilai yang disyaratkan, yang mengeluarkan sertifikat/ polis asuransi untuk menutupi resiko yang dikehendaki serta yang menyelesaikan tagihan/ tuntutan kerugian-kerugian bila ada)

n. Bea Cukai ( bagi eksportir bertindak sebagai pihak yang meneliti dokumen serta pembayaran pajak dan memberikan izin barang untuk dimuat dikapal, bagi importir bertindak sebagai agen dan akan memberikan izin untuk pelepasan barang-barang bilamana dokumen B/L atau di Indonesia PPUD, menunjukan telah dilakukan pembayaran)

o. Kedutaan/ Konsulat

p. Surveyor/ Pemeriksa (yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang dalam pemeriksaan mutu, jumlah barang dan lain sebagainya serta memeriksa barang-barang ekspor tertentu dinegara tempat tibanya barang dengan penerbitan surat laporan pemeriksaaan (LKP) dan memeriksa kebenaran barang-barang impor dinegara asal impor barang).

Terdapat beberapa subjek hukum yang berperan penting di dalam perkembangan hukum perdagangan internasional. Maksud subjek hukum disini adalah:36

a. Para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di hadapan badan peradilan; dan b. Para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu

dan berwenang untuk merumuskan aturan-aturan hukum di bidang hukum perdagangan internasional.

Dari batasan tersebut sebagai tolok ukur, subjek hukum yang dapat tergolong ke dalam lingkup hukum perdagangan internasional adalah negara, organisasi internasional, individu dan bank.37

36

Huala Adolf, Op.Cit., hal. 56

Uraian berikut ini akan menganalisis lebih lanjut tiga subjek hukum ini.

37


(33)

a. Negara

Negara merupakan subjek hukum terpenting di dalam hukum perdagangan internasional. Pertama, ia satu-satunya subjek hukum yang memiliki kedaulatan. Kedua, negara juga berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukkan organisasi-organisasi (perdagangan) internasional di dunia, misalnya WTO38, UNCTAD39, UNCITRAL40, dan lain-lain. Ketiga, peran penting negara lainnya adalah negara juga bersama-sama dengan negara lain mengadakan perjanjian internasional guna mengatur transaksi perdagangan diantara mereka. Keempat, negara berperan juga sebagai subjek hukum dalam posisinya sebagai pedagang.41

38

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU Nomor. 7/1994. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 untuk menggantikan GATT. WTO mempunyai anggota 149 negara serta 32 negara pengamat yang sudah mendaftar untuk jadi anggota. Tugas utamanya adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan seprti tariff dan non tariff

39

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 191 negara dan bermarkas di sebesar $500 juta setahun.

40

United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), ide pembentukkannya diadakan bukan karena inisiatif dari anggota negara barat, tetapi dari wakil tetap Pemerintah Republik Rakyat Hongaria yang telah mengusulkan kepada PBB agar dibentuk UNCITRAL berdasarkan ketentuan pasal 13 (e) dari Peraturan Sidang Umum PBB. UNCITRAL berdiri pada tanggal 17 Desember 1966 melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI). UNCITRAL terdiri dari 60 negara anggota yang ditetapkan oleh General Assembly. Tugas utamanya adalah mengurangi perbedaan-perbedaan hukum diantara Negara-negara anggota yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional.

41


(34)

b. Organisasi Perdagangan Internasional

Ada 2 (dua) organisasi perdagangan internasional yang dikenal selama ini yaitu:42

1) Organisasi Internasional Antarpemerintah (Publik)

Organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan internasional memainkan peran yang signifikan yang dibentuk oleh dua atau lebih negara guna mencapai tujuan bersama. Dari segi hukum perdagangan internasional, organisasi seperti ini lebih banyak bergerak sebagai regulator. Dalam kapasitasnya ini, organisasi internasional lebih banyak mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat rekomendasi dan guidelines.

Diantara berbagai organisasi internasional yang ada dewasa ini, organisasi perdagangan internasional dibawah PBB, seperti UNCITRAL atau UNCTAD. UNCITRAL adalah organisasi internasional yang berperan cukup penting dalam perkembangan hukum perdagangan internasional. 2) Organisasi Internasional Nonpemerintah

NGO internasional dibentuk oleh pihak swasta (pengusaha) atau asosiasi dagang. Peran penting NGO dalam mengembangkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Misalnya, ICC (International Chamber of Commerce atau Kamar Dagang Internasional), telah berhasil merancang dan melahirkan berbagai bidang hukum perdagangan dan keuangan internasional, misalnya: INCOTERMS, Arbitration Rules dan Court of Arbitration, serta Uniform Customs and Practices for Documentary Credits (UCP).

c. Individu

Individu atau perusahaan adalah pelaku utama dalam perdagangan internasional. Individulah yang pada akhirnya akan terikat oleh aturan-aturan hukum perdagangan internasional. Selain itu, aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh negara memiliki tujuan untuk memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan individu.43

42

Ibid., hal. 58

43


(35)

Individu sendiri hanya akan terikat oleh ketentuan-ketentuan hukum nasional yang negaranya buat. Oleh karena itu, individu tunduk pada hukum nasionalnya (tidak pada aturan hukum perdagangan internasional).

Apabila individu merasa bahwa hak-hak dalam bidang perdagangannya terganggu atau dirugikan, yang dapat ia lakukan adalah meminta bantuan negaranya untuk memajukan klaim terhadap negara yang merugikannya ke hadapan badan-badan peradilan internasional. Mekanisme seperti ini misalnya tampak pada GATT/WTO dan Mahkamah Internasional.

Hanya dalam keadaan-keadaan tertentu saja suatu individu dapat mempertahankan hak-haknya berdasarkan suatu perjanjian internasional. Individu misalnya diperkenankan untuk mengajukan tuntutan kepada negara berdasarkan Konvensi ICSID (International Centre for the Settlement of Investment Disputes). Biasanya individu adalah subjek hukum dengan sifat hukum perdata (legal persons of a private law nature). Subjek hukum lainnya yang termasuk ke dalam kategori ini adalah perusahaan multinasional dan bank. Berikut ini ialah penjelasannya:44

1) Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional (MNCs atau Multinational Corporations) telah lama diakui sebagai subjek hukum yang berperan penting dalam perdagangan internasional. Peran ini sangat mungkin karena kekuatan finansial yang dimilikinya.

2) Bank

Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini penting adalah sebagai berikut:

a) Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai pemain kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak dapat berjalan.

44


(36)

b) Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama lain mungkin saja tidak mengenal karena mereka berada di negara yang berbeda. Perannya disini adalah dalam memfasilitasi pembayaran antara penjual dan pembeli.

c) Bank berperan penting dalam menciptakan aturan-aturan hukum dalam perdagangan internasional khususnya dalam mengembangkan hukum perbankan internasional. Salah satu instrumen hukum yang bank telah kembangkan adalah sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional. Misalnya adalah terbentuknya kredit berdokumen yang disebut documentary credit.

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Perdagangan

Internasional

a. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam KUHPerdata

1) Hak dan Kewajiban Penjual

Penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas barang dan menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut serta menanggung cacat tersembunyi. Sebaliknya pembeli memiliki hak atas pembayaran harga barang, hak untuk menyatakan pembatalan berdasarkan Pasal 1518 KUHPerdata dan hak reklame.

2) Hak dan Kewajiban Pembeli

Pembeli berkewajiban membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Pembayaran harga dilakukan pada waktu dan tempat yang ditetapkan dalam perjanjian.

Harga tersebut harus berupa uang. Meski mengenai hal ini tidak ditetapkan oleh undang-undang namun dalam istilah jual-beli sudah termaktum dalam pengertian disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang.


(37)

b. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam CISG (The United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods).

Ketentuan CISG hanya mengatur secara khusus mengenai kewajiban para pihak sebagaimana ditentukan dalam bab II tentang kewajiban penjual dan bab III yang menyebutkan tentang kewajiban pembeli. Secara timbal balik dapat disimpulkan bahwa kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli demikian pula sebaliknya. Kewajiban penjual menurut CISG adalah sebagai berikut:45

1) Menyerahkan barang-barang, dokumen-dokumen, sebagaimana diperlukan

dalam kontrak (Pasal 30).

2) Jika penjual tidak terikat untuk menyerahkan barang-barang di tempat

yang ditentukan maka kewajibannya adalah menyerahkan barang-barang kepada pengangkut pertama untuk diserahkan barang-barang kepada pengangkut pertama untuk diserahkan kepada pembeli (Pasal 31 sub a).

3) Penjual harus menyerahkan barang-barang:

a) pada tanggal yang ditentukan.

b) dalam jangka waktu yang ditentukan.

c) dalam jangka waktu yang wajar (reasonable) setelah pembuatan kontrak (Pasal 33).

4) Penjual harus menyerahkan barang-barang sesuai dengan jumlah, kualitas

dan persyaratan yang ditentukan dalam kontrak (Pasal 35 ayat 1).

5) Penjual harus menyerahkan barang-barang yang bebas dari tuntutan dan

hak pihak ketiga kecuali pembeli menyetujui untuk mengambil barang-barang tersebut (Pasal 41).

Sedangkan kewajiban pembeli menurut CISG adalah sebagai berikut:46

1) Pembeli harus membayar harga barang-barang berdasarkan kontrak,

hukum dan peraturan-peraturan (Pasal 53-54).

2) Jika pembeli tidak terikat untuk membayar harga di suatu tempat tertentu maka pembeli harus membayarnya ditempat dimana penyerahkan barang dan dokumen dilakukan (Pasal 57 ayat 1).

45

“Hukum Perdagangan Internasional” dalam http://www.jct-indonesia.com/2010/05/

46

“Hukum Perdagangan Internasional” dalam http://www.jct-indonesia.com/2010/05/


(38)

3) Pembeli harus membayar harga barang pada tanggal yang telah ditentukan dalam kontrak (Pasal 59).

4) Jika waktu pembayaran tidak ditentukan secara pasti maka pembeli harus

membayarnya ketika penjual menempatkan barang-barang di tempat penyimpanan pembeli (Pasal 59 ayat 1).

C. Tata Cara Pelaksanaan dan Peraturan Hukum Mengenai Perdagangan Internasional

Sebelum memulai ekspor dan impor, kita harus mengetahui prosedur ekspor impor. Yang dimaksud dengan prosedur ekspor impor adalah tata cara yang harus ditempuh dalam memenuhi ketentuan peraturan pemerintah serta kelaziman yang berlaku dalam pelaksanaan suatu transaksi ekspor dan impor. Prosedur yang dimaksud misalnya tata cara pemeriksaan barang sebelum pengapalan oleh surveyor, tata cara penyelesaian pembayaran Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan (PE/PET), tata cara pengisian formulir dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT). Berikut ini merupakan prosedur ekspor yaitu: 47

1. Ekspor barang wajib PEB

Bahwa setiap barang ekspor menggunakan dokumen. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim melalui media elektronik.

2. Tidak diperlukan PEB/ Dikecualikan dari Pembuatan PEB

Dikecualikan dari pembuatan PEB, ekspor barang tersebut di bawah ini : a. Barang penumpang dan barang awak sarana pengangkut dengan

menggunakan deklarasi pabean;

b. Barang pelintas batas yang menggunakan pemberitahuan pabean sesuai ketentuan perjanjian perdagangan pelintas batas;

c. Barang dan atau kendaraan bermotor yang diekspor kembali dengan menggunakan dokumen yang diatur dalam ketentuan Kepabeanan Internasional (ATA CARNET, TRIPTIEK atau CPD CARNET)

47 “Hukum Perdagangan Internasional” dalam http”//www.jct-indonesia.com/2010/05/ hukum-perdagangan-internasional.html/ diakses tanggal 15 Januari 2013


(39)

d. Barang kiriman melalui PT (Persero) Pos Indonesia dengan menggunakan Declaration En Douane (CN 23).

Secara umum pelaksanaan transaksi ekspor dan impor melalui beberapa macap tahapan, dimana masing-masing tahapan berisi tentang tata cara dan hal-hal yang terlibat didalamnya. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:48

1. Importir mengajukan permohonan kepada bank pembuka L/C (issuing/opening bank) untuk membuka L/C yang ditujukan kepada eksportir.

2. Bank pembuka L/C yang bersangkutan membuka L/C tersebut kepada bank koresponden di tempat eksportir (advising bank).

3. Advising bank meneruskan L/C tersebut kepada eksportir.

4. Eksportir menyiapkan dan mengapalkan barang-barang yang akan dikirimkan ke importir.

5. Atas pemuatan barang-barang di kapal, eksportir menerima dokumen pengapalan barang (B/L) dari maskapai pelayan.

6. Dokumen-dokumen pengapalan serta wesel kemudian diserahkan oleh eksportir kepada advising bank yang meminta bertindak sebagai negotiating bank. Yang menjadi negotiating bank ini boleh juga bank lain, tergantung keinginan eksportir.

7. Advising bank atau negotiating bank menegosiasi wesel yang diajukan oleh eksportir tersebut.

8. Dokumen-dokumen pengapalan dikirim oleh negotiating bank kepada issuing bank untuk mendapat ganti pembayaran (reimbursement).

9. Issuing bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut dan disesuaikan dengan syarat-syarat yang tercantum pada L/C dan apabila telah sesuai maka meminta importir menebusnya dengan cara pembayaran yang disyaratkan dalam L/C, pembayaran pada saat pengajuan dokumen (at sight) atau berjangka (usance).

10. Importir membayar dan meminta issuing bank untuk mendebet rekeningnya pada bank tersebut.

11. Issuing bank kemudian akan mereimburse negotiating bank dengan mengkredit rekening negotiating bank pada issuing bank, jika tidak ada bisa pada bank ketiga.

Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional adalah Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan

48 “Perdagangan Internasional” dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/


(40)

(General Agreement on Tariff and Trade atau GATT). Muatan di dalamnya tidak saja penting dalam mengatur kebijakan perdagangan antar negara, tetapi juga dalam taraf tertentu aturannya menyangkut pula aturan perdagangan antara pengusaha.49

GATT dibentuk pada Oktober tahun 1947. Lahirnya WTO pada tahun 1994 membawa dua perubahan yang cukup penting bagi GATT. Pertama, WTO mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO. Kedua, prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bagi bidang-bidang baru dalam perjanjian WTO, khususnya Perjanjian mengenai jasa (GATS), Penanaman Modal (TRIMs), dan juga dalam Perjanjian mengenai Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (TRIPS).50

Tujuan pembentukkan GATT adalah untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Untuk mencapai tujuan itu, sistem perdagangan internasional yang diupayakan GATT adalah sistem yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi dan pembangunan di seluruh dunia.

Tujuan utama GATT dapat tampak dengan jelas pada preambulnya. Pada pokoknya ada empat tujuan penting yang hendak dicapai GATT:51

49

Huala Adolf, Op.Cit., hal. 97

50

Ibid

51


(41)

a. meningkatkan taraf hidup umat manusia; b. meningkatkan kesempatan kerja;

c. meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia; d. meningkatkan produksi dan tukar-menukar barang.

Ada tiga fungsi utama GATT dalam mencapai tujuannya yaitu Pertama, sebagai suatu perangkat ketentuan (aturan) multilateral yang mengatur transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara anggota GATT dengan memberikan suatu perangkat ketentuan perdagangan. Kedua, sebagai sesuatu forum (wadah) perundingan perdagangan. Ketiga GATT adalah sebagai suatu pengadilan internasional dimana para anggotanya menyelesaikan sengketa dagangnya dengan anggota-anggota GATT lainnya.52

Seperti diketahui dalam perdagangan internasional, antara eksportir dan importir berjauhan secara geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum antara kedua negara juga berbeda. Karena itu perdagangan internasional termasuk kegiatan yang mengandung risiko tinggi. Bila terjadi penyimpangan maupun pembatalan kontrak akan lebih mudah dibuktikan bila ada kontrak tertulis.

Perdagangan ekspor impor lazim juga disebut dengan perdagangan berdokumen karena hampir seluruh aktivitasnya dibuktikan atau direpresentasikan dalam bentuk dokumen. Penawaran dilakukan dalam bentuk tertulis. Surat pesanan juga tertulis. Kontrak jual beli atau kontrak dagang ekspor juga tertulis. Bukti pengiriman barang juga dalam bentuk dokumen yang disebut bill of lading.

52


(42)

Pembayaran juga lazim dalam bentuk dokumen yang disebut letter of credit. Dokumen yang terpenting, yang juga disebut dokumen induk adalah kontrak dagang ekspor sebagai rumusan akhir dari suatu transaksi ekspor.53

Dalam menggiatkan kegiatan perdagangan internasional terutama ekspor impor, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai dasar pengaturan. Bentuk kebijaksanaan pemerintah tersebut diantaranya:

.

54

1. Inpres No. 4 Tahun 1985, yaitu tentang penyempurnaan dalam tata cara pelaksanaan ekspor impor terutama tentang pemeriksaan barang ekspor impor.

2. PAKEM (Paket Kebijaksanaan Mei) tahun 1986, yaitu tentang tata cara permohonan pengembalian bea masuk atau pembebasan bea masuk tambahan.

3. PAKDES (Paket Kebijaksaan Desember) tahun 1987, yaitu tentang kelonggaran yang diberikan berkaitan dengan ekspor impor.

4. PAKTO (Paket Kebijaksanaan Oktober) tahun 1988, yaitu tentang perubahan dalam tata cara dan kemudahan ekspor impor.

Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan di Indonesia adalah berasal dari code civil dan code de commerce prancis tahun 1808, kemudian berlaku di Negara Belanda tahun 1828 menjadi Burgelijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van kophandel (WvK). Menurut T.Mulya lubis , perubahan dibidang hukum mutlak dilakukan terutama pengembangan dibidang hukum perdata dan hukum dagang. Dimana hukum merupakan alat untuk menentukan berhasil tidaknya pembangunan itu sendiri, lebih-lebih Indonesia akan menghadapi globalisasi di bidang perdagangan

53

Amir M.S., Op.Cit., hal. 13

54

“Perdagangan Internasional” dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/


(43)

internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional (AFTA55,APEC56,CAFTA57).58

Fungsi hukum dalam pembangunan Indonesia adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan anggapan bahwa adanya ketertiban didalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan sangat diperlukan. Kaidah-kaidah hukum baru yang merupakan hukum ekonomi sebagian besar tidak lagi berpegang pada asas-asas hukum perdata maupun hukum publik yang konvesional.

Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam pertemuan double WTO, tidak terlepas dari rangkaian kebijakasanaan disektor perdagangan. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota organisasi perdagangan internasional , Indonesia terikat untuk mematuhi

ketentuan-55

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.Tujuan dari AFTA ialah: menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade)

56

APEC adalah singkatan dari Asia Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik. Dengan kata lain Asia Pacific Economic Cooperation atau APEC adalah forum utama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, kerjasama, perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. APEC memiliki 21 anggota.

57

CAFTA adalah kependekan dari China-ASEAN Free Trade Area, yang merupakan suatu kesepakatan antara China dengan negara-negara ASEAN untuk mengadakan perdagangan bebas dengan tarif bea masuk hingga 0% untuk produk-produk China dan ASEAN. CAFTA pertama kali disepakati pada bulan November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 yang diadakan di Bandar Sri Begawan di Brunei Darussalam. ASEAN menyetujui pembentukan CAFTA dalam waktu 10 tahun yang telah dirumuskan dalam ASEAN-China Framework Agreement on Economic Coorporation yang disahkan pada KTT ASEAN ke-8 yang dilaksanakan di Phnom Phen, Kamboja pada bulan November 2002.

58


(44)

ketentuan perdagangan internasional yang disepakati dalam perundingan GATT-WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO.59

Saat menghadapi era globalisasi di bidang ekonomi khususnya perdagangan internasional, peranan hukum bisnis terutama hukum perdagangan internasional sangat diperlukan dalam melakukan hubungan hukum atau transaksi antar bangsa. Hubungan tersebut menyangkut kegiatan perniagaan atau pertukaran barang, jasa, modal maupun tenaga kerja, yang memasukan barang kedalam daerah pabean, dan kegiatan mengespor adalah mengeluarkan barang dari daerah pabean. Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengaturan perdagangan internasional antara lain:60

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

2. Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan,

4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 136/MPP/Kep/6/1996 tentang Pembentukan Komite Antidumping Indonesia,

59

“Perdagangan Internasional” dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/

60


(45)

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 172/MPP/Kep/10/ 2000 tentang Organisasi dan Cara Kerja Tim Organisasi Antidumping,

6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Antidumping Indonesia,

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 428/MPP/kep/10/2000 tentang Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia,

8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 216/MPP/Kep/7/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 261/MPP/kep/9/1996 tentang Tata Cara Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi. 9. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

37/M-Dag/per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asala (certificate of origin). Terhadap barang impor yang dikenakan tindakan pengamanan (safeguard).

Perdagangan internasional mempunyai beberapa konvensi internasional berikut ini adalah beberapa diantaranya:61

a. Bidang surat-surat berharga :

61

“Hukum Perdagangan Internasional” dalam http”//www.jct-indonesia.com/2010/05/ hukum-perdagangan-internasional.html/ diakses tanggal 15 Januari 2013


(46)

1) United Nations Convention On International Bills Of Exchange and International Promissory Notes, 1988. Konvensi ini berdasarkan Article 1, berlaku hanya pada surat berharga internasional yang mana diawal teksnya dicantumkan International bill of exchange dan juga International promissory note. Konvensi ini tidak berlaku untuk cek.

2) Convention Providing A Uniform Law for Bills of Exchange and Promissory Notes, Geneva, 1930. Di dalamnya diatur tentang keseragaman hukum tentang surat-surat berharga, baik mengenai standar bentuk surat, pengesahan/persetujuan, jaminan, batas waktu berlaku, prosedur pembayaran, dan lain-lain.

b. Bidang transportasi :

1) International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Bills of Lading, Brussels, 1924 (The Hague Rules). Konvensi ini mengatur tentang aturan atau prosedur pengangkutan barang antar negara serta tanggungjawab masing-masing pihak, serta berbagai hal teknis yang berhubungan dengan pengangkutan barang melalui laut.

2) International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air, Warsaw, 1929, (Warsaw Convention). Dalam konvensi ini diatur tentang prosedur pengangkutan manusia dan barang antar negara dengan mempergunakan pesawat terbang. Beberapa hal teknis diatur didalamnya seperti tentang dokumen penerbangan (tiket penumpang dan barang), tanggungjawab maskapai penerbangan, tata cara apabila terjadi kombinasi cara pengangkutan, dan sebagainya.

3) United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea, Hamburg, 1978, (Hamburg Rules). Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi ini diantaranya: tanggungjawab carrier, shipper, dokumen transportasi, tuntutan ganti rugi dan pelaksanaannya, dan sebagainya.

4) United Nations Convention on International Multimodal Transport of Goods, Geneva, 1980. Konvensi ini mengatur jasa pengiriman barang dengan minimal dua jenis transportasi yang berbeda antara negara. Hal-hal teknis dan prosedural yang diatur diantaranya, tentang dokumen pengangkutan, tanggungjawab multimodal transport operator, tanggungjawab consignor, tuntutan ganti rugi dan pelaksanaannya, dan sebagainya.

5) Uniform Rules Concerning the Contract for International Carriage of Goods by Rail (Cim), 1980

c. Bidang penjualan barang :

1) Convention of the Law Applicable to International Sales of Goods, The Hague, 1955. Konvensi ini berlaku pada penjualan barang internasional, dan tidak berlaku pada penjualan kapal laut, pesawat terbang, perahu bermotor, atau penjualan yang berdasarkan dokumen.


(47)

2) United Nations Convention on the Limitation Period in the National Sale of Goods, New York, 1974. Konvensi ini mengatur batasan-batasan dalam tuntutan antara buyer atau seller kepada antar mereka, yang berkembang akibat adanya ketentuan dalam kontrak penjualan barang internasional atau akibat adanya pelanggaran kontrak oleh salah satu pihak, yang dihubungkan dengan batas waktu penjualan barang.

3) Protocol Amending the Convention on the Limitation Period in the International Sale of Goods, Vienna, 1980. Konvensi ini mengikat perubahan pada paragraph 1 Article 3 dari konvensi nomor 2 diatas.

4) United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods, Vienna, 1980. Konvensi ini mengatur tentang kontrak internasional penjualan barang. Formasi kontrak menjadi salah satu isi ketentuan dalam konvensi ini. Dalam penjualan barang terdapat beberapa bagian seperti ketentuan umum, kewajiban penjual (pengiriman barang dan penyiapan dokumen, kejelasan tentang kualitas dan kuantitas barang serta deskripsi lainnya, adanya pelanggaran kontrak oleh penjual), kewajiban pembeli (pembayaran sesuai harga, penerimaan pengiriman, adanya pelanggaran kontrak oleh pembeli, adanya resiko kerusakan terhadap barang) dan lain-lain.

d. Bidang penyelesaian sengketa :

1) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards, New York, 1958. Dalam konvensi ini diatur hal-hal sebagai berikut yaitu pengertian putusan arbitrase asing, asas resiprositas, pembatasan sepanjang sengketa dagang, mengikat dan final, eksekusi tunduk pada asas ius sanguinis atau asas personalitas, penolakan esekusi dan sebagainya.

2) European Convention on International Commercial Arbitration, Geneva, 1961. Ketentuan-ketentuan dalam konvensi tidak banyak berbeda dari konvensi sebelumnya, kecuali diberikan penjelasan lebih rinci tentang prosedur dan teknis beracaranya, diantaranya tata cara dan siapa saja yang berhak menjadi arbiter, jangka waktu sidang sampai putusan dan kedudukan putusan arbiter dan pengadilan, hukum yang berlaku serta kewajiban untuk memberikan alasan putusan dan pengecualiannya.

3) Agreement Relating to Application of the European Convention on International Commercial Arbitration, Paris, 1962. Penyempurnaan dari konvensi sebelumnya, khususnya pada paragraph 2 sampai paragraph 7 dari Article IV.

4) Convention on the Service Abroad of Judicial and Extrajudicial Documents in Civil or Commercial Matters, The Hague, 1965. Konvensi ini berlaku bagi semua kasus, baik kasus-kasus civil maupun commercial. Berdasarkan konvensi-konvensi yang disebutkan di atas, ada dua konvensi yang telah diratifikasi, yaitu: Convention on the Recognition and Enforcement of


(48)

Foreign Arbitral Awards, New York, 1958; dan International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air, Warsaw 1929, (Warsaw Convention).62

Pentingnya ketentuan-ketentuan dalam konvensi-konvensi tersebut diatas dalam perdagangan internasional, menghasilkan pertanyaan perlukah Indonesia meratifikasi seluruh atau beberapa konvensi selain yang telah diratifikasi. Ratifikasi penting untuk memberikan kepastian hukum baik bagi Indonesia maupun mitra asing dalam perdagangan internasional.

Hukum perdagangan internasional memiliki beberapa sumber hukum yaitu perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan doktrin, kontrak, dan hukum nasional.63 Sedangkan yang menjadi prinsip-prinsip dasar hukum perdagangan internasional yaitu prinsip dasar kebebasan berkontrak, prinsip dasar pacta sunt servanda, prinsip dasar penyelesaian sengketa melalui arbitrase, prinsip dasar kebebasan komunikasi (navigasi).64

62

“Konvensi Internasional” dalam http://117.102.106.99:2121/pls/PORTAL30/

63

Huala Adolf, Op.Cit., hal. 76

64


(49)

BAB III

BEBERAPA ASPEK TENTANG WESEL INKASO A. Pengertian dan Dasar Hukum Wesel Inkaso

Dunia perniagaan saat ini, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi menggunakan uang, tetapi cukup dengan menerbitkan Surat Berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.65

Tentang defenisi Surat Berharga, KUHD tidak menyebutkannya, namun demikian pengertian Surat Berharga dapat kita simpulkan dari ciri-ciri atau syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal KUHD.

Sehubungan dengan keberadaan Surat Berharga, maka perlu diketahui bahwa ada 2 macam surat yaitu:66

1. Surat Berharga terjemahan dari waarde papier (Belanda) atau negotiable instruments (Anglo Saxon),

2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, yang merupakan terjemahan dari papier van waarde (Belanda) atau letter of value (Inggris).

Menurut Molengraaff, surat berharga berarti akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.67

65

Rahayu Hartini, Hukum Komersial, Ummpress, Malang, 2005, hal. 195

66

Ibid.

67


(50)

Pengertian Surat Berharga (dalam dunia perusahaan dan perdagangan) adalah surat yang mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan uang atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau diukur dengan uang. Misalnya wesel, cek, saham, obligasi, konosemen, karcis kereta api, surat penitipan barang, dan lain sebagainya.68

Sedangkan pengertian Surat Berharga (menurut Hukum Dagang) adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan uang, melainkan dengan alat bayar lain yaitu surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.69

Berdasarkan pengertian menurut Hukum Dagang tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama Surat Berharga adalah:70

1. Sebagai alat pembayaran atau alat tukar uang

2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih yakni dapat diperjualbelikan dengan mudah

3. Sebagai surat bukti hak tagih atau surat legitimasi

Surat berharga adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan.

68

Rahayu Hartini, Op.Cit., hal. 196

69

Ibid.

70


(51)

Mengenai surat berharga, pengaturan (dasar hukum) ada yang diatur dalam KUHD dan diluar KUHD. Yang diatur dalam KUHD ialah surat-surat seperti wesel, cek, surat sanggup (order brief), promes serta kwitansi-kwitansi atas tunjuk, yang kesemuanya diatur dalam Buku I Titel 6 dan 7. Untuk lebih jelasnya sistematik pengaturannya ialah sebagai berikut:71

1. Wesel diatur dalam Buku I Titel ke enam bagian pertama sampai dengan bagian ke dua belas.

2. Surat sanggup diatur dalam Buku I Titel ke enam bagian ke tiga belas 3. Cek diatur dalam Buku I Titel ke tujuh dalam bagian pertama sampai

dengan ke sepuluh.

4. Kwintansi-kwitansi dan promes atas tunjuk diatur di dalam Buku I Titel ke tujuh dalam bagian ke sebelas.

Selain yang telah disebut diatas, juga ada jenis surat berharga yang diatur diluar KUHD yaitu yang disebut bilyet giro. Keberadaan bilyet giro ini didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 4/670/UPPB/Pb B tanggal 24 Januari 1972 jo Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong tanggal 02 Oktober 2000.

Surat Edaran itu bermaksud khusus untuk mengatur prosedur pemakaian alat pembayaran giral dalam bentuk bilyet giro untuk seluruh Bank Umum dan Bank Pembangunan Indonesia.

Wesel sebagai surat berharga yang menjadi fokus tulisan (penelitian) ini yang digunakan di Indonesia berasal dari bahasa Belanda, yakni wissel. Dalam bahasa Jerman adalah wechsel dan dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah

71


(52)

letter de change. Didalam hukum Inggris disebut bill of exchange, sedangkan hukum Amerika Serikat menyebutnya draft. Arti dari wesel itu sendiri adalah tukar menukar. Yang ditukarkan disini adalah uang.72

1. Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 KUHD;

Dasar hukum wesel yaitu:

2. Konvensi Genewa, 1930 dan 1931.

Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sendiri tidak memberikan perumusan atau defenisi apakah yang dimaksud dengan wesel. Dalam KUHD hanya diatur mengenai syarat-syarat formil suatu wesel.

Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tempat tertentu, di mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.73

Dalam perundang-undangan, tidak terdapat perumusan atau defenisi tentang surat wesel. Akan tetapi, dalam Pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal, seperti surat wesel. Atas dasar inilah, dapat disimpulkan bahwa surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar seju mlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.74

72

Ibid., hal.208

73

Farida Hasyim, Op.Cit., hal. 240

74


(53)

H.M.N.Purwosutjipto mendefenisikan wesel sebagai berikut yaitu surat yang memuat kata wesel di dalamnya, ditanggali dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbitnya memberi perintah tidak bersyarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada yang ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya di suatu tempat tertentu.75

Menurut undang-undang ada beberapa bentuk surat wesel apabila ditinjau dari segi kepentingan penerbitannya, yaitu bentuk surat wesel khusus. Macam-macam wesel beserta ketentuan atau Pasal KUHD yang mengaturnya ialah:

76

1. Wesel kepada oder sendiri

Yaitu penariknya sendiri menyebut sebagai payee (harap dibayar kepada saya atau order). Diatur dalam Pasal 102 KUHD.

2. Wesel Rekta

Yaitu wesel atas nama seseorang harus dinyatakan pada wesel tidak pada order. Diatur dalam Pasal 101 KUHD.

3. Wesel domisili

Yaitu wesel yang dapat dibayar pada tempat tinggal pihak ketiga. Diatur dalam Pasal 103 KUHD.

4. Wesel inkaso

Yaitu wesel yang ditambahkan dengan kata untuk ditagih, misalnya pada bank atau kantor inkaso untuk menagihnya. Diatur dalam Pasal 102 a KUHD.

5. Wesel berdokumen sendiri

Yaitu wesel yang disertai dengan surat dokumen, misalnya faktur, konosemen, dan lain-lain. Diatur dalam Pasal 102 b KUHD.

Inkaso adalah kegiatan jasa bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Sebagai imbalan jasa atas jasa tersebut biasanya bank menerapkan sejumlah tarif atau fee tertentu kapada

75

H.M.N.Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 7, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1984, hal. 45

76

C.S.T.Kansil & Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Dagang, Penerbit Djambatan, Jakarta, hal.140


(54)

nasabah atau calon nasabahnya. Tarif tersebut dalam dunia perbankan disebut dengan biaya inkaso. Sebagai imbalan bank meminta imbalan atau pembayaran atas penagihan tersebut disebut dengan biaya inkaso.

Inkaso ialah pemberian kuasa pada bank oleh pelapor atau perusahaan untuk menagih atau meminta persetujuan pembayaran atau akseptasi atau menyerahkan pada pihak bersangkutan di tempat lain atau dalam (luar negeri) dalam bentuk wesel, cek, kwitansi, surat aksep (promissory notes) dan lain-lain.

Collection atau inkaso ialah pembayaran dilakukan dengan cara eksportir minta bantuan bank dalam melakukan penagihan kepada importir. Collection atau inkaso adalah sebuah perintah oleh eksportir kepada banknya untuk menagih pembayaran kepada importir sebagai imbalan dari penyerahan dokumen kepemilikan barang yang dikirim.

Inkaso atau dalam bahasa Inggrisnya adalah collection merupakan jasa bank yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Sebagai contoh, apabila kita memperoleh selembar cek yang diterbitkan oleh bank di kota Sungai liat, maka cek tersebut dapat dicairkan di Pangkalpinang melalui jasa inkaso. Dalam hal ini bank yang di Pangkalpinang lah menagihkannya ke bank di Sungai liat dan proses penagihan ini kita sebut dengan inkaso dalam negeri. Begitu pula jika cek atau bilyet giro yang kita peroleh dan diterbitkan oleh bank di luar negeri, kemudian kita uangkan di Indonesia, maka proses penagihannya lalui inkaso luar negeri.

Penyelesaian Inkaso keluar negeri merupakan penagihan warkat keluar negeri dan merupakan proses inkaso keluar, sedangkan penerimaan warkat dari


(1)

harus mengetahui lagi fungsi wesel inkaso dalam perdagangan internasional.

2. Pemerintah sebaiknya memberikan ketegasan dalam suatu peraturan mengenai perdagangan ekspor impor khususnya mengenai wesel inkaso sebagai salah satu cara pembayaran dalam perdagangan. Serta menambah Pasal tentang wesel inkaso dalam suatu peraturan.

3. Untuk menghindari kerugian yang besar para eksportir sehubungan dengan pihak importir menolak mengambil alih dokumen, sebaiknya di dalam kontrak jual-beli ditegaskan bahwa pihak importir harus memberikan uang jaminan sebagai ganti kerugian terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan eksportir sehubungan dengan pengiriman barang-barang dan uang jaminan dibayarkan sebelum barang dikirim.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adolf, Huala, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta

Andhibroto, Soepriyo, 1992, Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek, Dahara Prize, Semarang

Arief, M.Isa, 1983, Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Penerbit Alumni, Bandung

Dalimin, 1988, Hukum Perdata dan Dagang, Andi Offset, Yogyakarta

Dendawijaya, Lukman, 2001, Manajemen Perbanka, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta

Dirdjosisworo, Soedjono, 2006, Pengantar Hukum Dagang Internasional, Penerbit Alumni, Bandung

Fuady, Munir, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Ginting, Ramlan, 2009, Metode Pembayaran Perdagangan Internasional, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta

Hadisoeparapto, Hartono, 1984, Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perniagaan, Graha Ilmu, Yogyakarta


(3)

Hasyim, Farida, 2009, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta

Hatiningrum, Udjiani, 2008, Aspek Hukum dalam Ekonomi, Sinar Grafika, Jakarta

Hutabarat, Roselyne, 1991, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta

Kansil, C.S.T, 1994, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil, 2001, Modul Hukum Dagang, Penerbit Djambatan, Jakarta

Khairandy, Ridwan, 2006, Pengantar Hukum Dagang, FH UII PRESS, Yogyakarta

M.S, Amir, 1991, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Penerbit PPM, Jakarta

---, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta

Purwosutjipto, H.M.N, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 7, Penerbit Djambatan, Jakarta

Sastrawidjaja, H.Man S, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, CV Mandar Maju, Bandung

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1993, Hukum Dagang Surat Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta


(4)

Siregar, Tampil Anshari, 2005, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa Press, Medan

Siregar, Mustafa A, 1990, Kapita Selekta Pengetahuan Hukum Dagang, Penerbit IND-HILL-CO, Jakarta

Soerjatin, R, 1983, Hukum Dagang I dan II, PT Pradnya Paramita, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 2006, Penelitan Hukum Normatif, Rajagrafindo Persada, Jakarta

---, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1982, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta

Suhardo, Etty Susilowati, 2001, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri, FH UNDIP, Semarang

Usman, Rachmadi, 2001, Dimensi Hukum Surat Berharga Warkat Perbankan dan Pasar Uang, Penerbit Djambatan, Jakarta

Wibisono, Cendraningsih Rahayu, 1988, Hukum Dagang Untuk Tata Niaga, Graha Ilmu, Yogyakarta

Widjaja, Gunawan & Ahmad Yani, 2003, Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor & Imbal Beli), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta


(5)

Peraturan Perundang-undangan:

R. Subekti, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang- Undang Kepailitan, Jakarta, Pradnya Paramita

Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Visimedia Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1964, Lembaran Negara Nomor 131 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1976, Lembaran Negara Nomor 17 Tahun 1976 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization (WTO)

Internet:

“Perdagangan Internasional” dalam

“Hukum Perdagangan Internasional” dalam


(6)

“Konvensi Internasional” dalam

NN (seorang banker) “Praktik Perbankan” dalam

“Pengertian Inkaso” dalam

Rambe, “Transfer” dalam tanggal 22 Januari 2013

“Pembiayaan Perdagangan Luar Negeri” dalam

tanggal 25 Februari 2013

“Perdagangan Luar Negeri” dalam http://www.slideshare.net/bbyhnn/