PEMBELAJARAN PENCAK SILAT MELALUI LINGKARAN ROTAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V DAN VI DI SD YPPK SANTO LUKAS KOLAM DISTRIK MUTING PROVINSI PAPUA TAHUN 2015

(1)

i

MODEL PENGEMBANGAN PERMAINAN KASTI MELALUI

PERMAINAN KASTI HALRINT DALAM PENJASORKES

BAGI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1

WIRASABA KECAMATAN BUKATEJA

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Ayu Gandhy Pratiwi

6102411004

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

iii

ABSTRAK

Ayu Gandhy Pratiwi. 2015, “Model Pengembangan Permainan Kasti melalui permainan kasti HALRINTdalam penjasorkes bagi siswa Kelas IV sekolah dasar Negeri 1 Wirasaba Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Tahun 2015”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Agus Pujianto, S.Pd., M.Pd.

Kata kunci: Model Pengembangan, Permainan kasti, Kasti HALRINT.

Pembelajaran permainan kasti di sekolah dasar belum dikelola secara maksimal sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana model pengembangan permainan kasti melalui permainan kasti dalam penjasorkes bagi siswa kelas IV sekolah dasar negeri 1 Wirasaba kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga?”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk model pengembangan permainan kasti melalui kasti HALRINT dalam penjasorkes bagi siswa sekolah dasar negeri 1 Wirasaba kecamatan Bukateja kabupaten Purbalingga.

Penelitian ini menggunakan metode pengembangan yang merupakan dasar untuk mengembangkan model yang akan dihasilkan, adapun prosedur atau langkah- langkahnya sebagai berikut: (1) Pembuatan produk awal; (2) revisi produk awal; (3) uji lapangan skala besar; (4) revisi produk akhir; (5) hasil akhir. Teknik pengumpulan data menggunakan, kuesioner, lembar validasi ahli, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik deskriptif berbentuk presentase. Sedangkan data yang berupa saran dan alasan jawaban dianalisis menggunakan teknik analisis kuantitatif.

Hasil penelitian dari validasi ahli pada uji coba skala kecil didapat presentase rata- rata sebesar 85,50% (baik). Hasil rata- rata kuesioner siswa pada uji coba skala kecil didapat presentase sebesar 90% (baik). Dari hasil validasi ahli pada uji lapangan didapat presentase rata- rata sebesar 93% (sangat baik). Hasil rata- rata kuesioner siswa pada uji lapangan didapat presentase sebesar 92% (sangat baik).

Simpulan dari pengembangan model permainan kasti melalui permainan kasti HALRINT dalam penjasorkes bagi siswa kelas IV sekolah dasar negeri 1 wirasaba kecamatan bukateja kabupaten purbalingga tahun 2015 memperoleh presentase rata- rata sebesar 93% dari validasi ahli penjas dan ahli pembelajaran sehingga produk ini termasuk dalam kategori layak untuk digunakan. Saran bagi guru penjasorkes, produk yang telah dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani khususnya permainan kasti di SD Negeri 1 Wirasaba, SD negeri 1 Purbalingga lor, SD Negeri 2 Kemangkon.


(4)

(5)

(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. “Keridhaan Rabb (Alloh) ada pada keridhaan orang tua dan murkanya Alloh ada pada murkanya orang tua” (HR. Tirmidzi)

PERSEMBAHAN

1. Kepada Alloh S.W.T yang telah memberikan rahmat

dan karunianya, serta memberikan kemudahan atas

segala sesuatunya.

2. Kepada orang tua saya: Bapak Sugianto dan Ibu

Rodiyah, terimakasih atas segala do’a dan dukungan, serta semangat yang selalu diberikan.

3. Kepada adik- adik saya: Berliana Nur Fatikhah dan

Cahya muhamad okta fandi yang selalu menjadi

penyemangat saya dalam meraih cita- cita dan masa


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini atas bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan

penulis menjadi mahasiswa UNNES.

2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan ijin dan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi FIK UNNES

yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi

4. Bapak Agus Pujianto, S.Pd, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan petunjuk, dorongan, dan motivasi dengan penuh sabar, jelas,

mudah dipahami serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan pada khususnya dan Dosen

Universitas Negeri Semarang pada umumnya atas ilmu yang telah diajarkan.

6. Seluruh staf tata usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan yang telah memberikan

kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Bambang Margiyanto, S.Pd., Selaku Kepala SD Negeri 1 wirasaba

kecamatan bukateja kabupaten purbalingga yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.

8. Seluruh guru SD Negeri 1 wirasaba kecamatan bukateja kabupaten


(8)

viii

9. Siswa kelas IV SD Negeri 1 wirasaba kecamatan bukateja kabupaten

purbalingga yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

10. Ayah, Ibu, Adik serta teman- teman tercinta yang selalu memberikan

dukungan baik moral maupun materil serta doa restu demi terselesaikan

skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian untuk penulisan skripsi

ini.

Atas segala bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan penulis,

semoga amal yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah

SWT.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL….………... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING…..………...… ii

ABSTRAK……….….. iii

PERNYATAAN..………...………. iv

PENGESAHAN KELULUSAN...……….. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….……. vi

KATA PENGANTAR………..………... viii

DAFTAR ISI……….... ix

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR GAMBAR……… xii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Perumusan Masalah……… 5

1.3 Tujuan Pengembangan……….. 6

1.4 Manfaat Pengembangan……… 6

1.5 Spesifikasi Produk……….. 7

1.6 Pentingnya Pengembangan ………. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR 2.1 Landasan Teori ……….. 8

2.2 Kerangka Berfikir ……… 49

BAB III METODE PENGEMBANGAN 3.1 Model Pengembangan ………... 50

3.2 Prosedur Pengembangan ………. 51

3.3 Uji Coba Produk ………. 51

3.3.1 Desain Uji coba ………... 52

3.3.2 Subjek Uji Coba ………. 52

3.4 Rancangan Produk ………... 53

3.5 Jenis Data ……… 61

3.6 Instrumen Pengumpulan Data ………. 61

3.7 Analisis Data ……….. 61

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN 4.1 Penyajian Data Hasil Uji Coba I ……….. 63

4.2 Hasil Analisis Data Uji Coba I ……….. 66


(10)

x

4.4 Penyajian Data Hasil Uji Coba II……… 69 4.5 Hasil Analisis Data Uji Coba II ……….………. 69 4.6 Prototipe Produk ………. 78 BAB V KAJIAN DAN SARAN

5.1 Kajian Prototipe Produk ………. 86 5.2 Saran Pengembangan, Diseminasi, Dan

Pengembangan lebih Lanjut ………... 88

DAFTAR PUSTAKA ………... 90


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil observasi sarana dan prasarana………. 3

2. Hasil wawancara dengan guru pendidikan jasmani ..………... 3

3. Kategori pengukuran denyut nadi ……… 29

4. Perbedaan antara permainan kasti standar dengan permainan kasti Halrint ………... 40

5. Klasifikasi Presentase ………... 62

6. Pengukuran Denyut Nadi Uji Skala Kecil ………... 64

7. Data Hasil kuesioner siswa uji coba skala kecil ……… 64

8. Hasil pengisian kuesioner ahli penjas dan ahli pembelajaran Uji coba skala kecil ……… 66

9. Hasil Pengukuran Denyut Nadi Uji Lapangan ……… 70

10. Data Hasil kuesioner siswa uji coba lapangan ………. 70

11. Hasil pengisian kuesioner ahli penjas dan ahli pembelajaran uji lapangan ……….. 75


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lapangan permainan kasti standar…………...……….. 31 2. Lapangan permainan kasti Halrint ………...………... 47 3. Prosedur pengembangan pada model permainan

Kasti Halrint ………….……….……….. 51 4. Grafik presentase hasil uji coba skala kecil .……….. 65 5. Grafik presentase hasil uji lapangan ……… 72


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat ijin observasi ………. 90

2. Surat keterangan telah melakukan observasi ……… 91

3. Usulan tema dan judul skripsi ……….. 94

4. Surat penetapan dosen pembimbing skripsi ………. 95

5. Surat ijin penelitian skripsi ……… 96

6. Surat keterangan penelitian skala kecil ……….. 97

7. Surat keterangan penelitian uji lapangan ………... 98

8. Rencana pelaksanaan pembelajaran ……….. 100

9. Daftar nama siswa sampel uji coba skala kecil ………. 106

10. Data evaluasi ahli hasil uji coba skala kecil ……… 107

11. Tabel hasil kuesioner siswa uji coba skala kecil ……… 109

12. Tabel pengamatan gerak psikomotor uji coba skala kecil …………... 110

13. Tabel pengamatan aspek afektif ………. 111

14. Daftar nama siswa sampel uji lapangan ………... 112

15. Data evaluasi ahli hasil uji lapangan ……… 113

16. Tabel hasil kuesioner siswa uji lapangan ……… 115

17. Tabel pengamatan gerak psikomotor uji lapangan ……… 117

18. Tabel pengamatan aspek afektif ……….. 118

19. Kisi- kisi wawancara guru dan siswa………...………. 120


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan disekolah mempunyai arti penting bagi pendidikan secara keseluruhan. Keberadaan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan disekolah bukan hanya meningkatkan kesehatan dan kebugaran fisik jasmani anak, melainkan memberikan pengalaman dibidang kognitif, afektif, psikomotor dan fisik bagi anak. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan perlu ditangani sungguh- sungguh dan juga memperhatikan adanya sarana dan prasarana yang dapat menunjang susana pembelajaran yang kondusif. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana serta kurikulum.

Dengan adanya pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan disekolah membuktikan bahwa olahraga merupakan unsur pembinaan yang harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk membangun kesehatan jasmani dan rohani, memupuk watak disiplin dan sportifitas serta meningkatkan pengembangan prestasi olahraga yang dapat meningkatkan rasa kebangsaan yang perlu dimasyarakatkan. Penilaian utama dari pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah bagaimana membuat anak senang dan gembira dalam melakukan aktifitas gerak, sehingga tingkat keterlibatan dan intensitas gerak dicapai dan diwujudkan melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan disajikan

.

Namun dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani belum berjalan secara efektif seperti yang diharapkan, kondisi kualitas


(15)

pengajaran pendidikan jasmani terutama pada sekolah dasar masih perlu diperbaiki. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kurang adanya pembaharuan dalam gaya mengajar pendidikan jasmani, Untuk itu kebutuhan akan modifikasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani sebagai suatu pendekatan alternatif dalam mengajar perlu dilakukan.

Dalam proses pembelajaran salah satu cara agar anak lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani adalah dengan adanya variasi. Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan (Mulyasa, 2010: 78). Sedangkan menurut Uzer Usman (2010: 84), variasi stimulus adalah kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga dalam situasi belajar mengajar siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, antuasiasme, serta penuh partisipasi.

Pada studi pendahuluan melalui metode observasi (pengamatan) dan wawancara pada tiga sekolah dasar diantaranya yaitu SD Negeri 1 Purbalingga kulon, SD 2 Negeri Toyareka dan di SD Negeri 1 Wirasaba yang dilaksanakan pada tanggal 11 november 2014 sampai dengan selesai, peneliti telah melakukan pengamatan terhadap fasilitas dan sarana prasarana yang menunjang dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani serta melakukan wawancara dengan guru pendidikan jasmani dan siswa, dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dapat memaparkan bahwa ke tiga sekolah dasar tersebut memiliki fasilitas dan sarana prasarana olahraga yang hampir sama yaitu sekolah mempunyai satu paket kid atletik, peralatan kasti, bola voli, bola sepak, bola takraw, lapangan sepak bola, serta lintasan lompat jauh.


(16)

Dari hasil observasi awal melalui pengamatan fasilitas dan sarana prasarana di tiga sekolah tersebut peneliti menemukan permasalahan bahwa fasilitas lapangan yang ada di sekolah tersebut termasuk kategori kurang layak, karena rumputnya terlalu lebat dan menjadikan permukaanya licin, kemudian bola kasti yang digunakan dalam pembelajaran permainan kasti tersebut sudah tidak layak karena permukaannya terlalu keras hal tersebut dapat menciderai siswa, serta pemukul kasti yang digunakan dalam permainan kasti kurang sesuai karena terlalu berat hal tersebut dapat menyusahkan siswa dalam permainan saat memukul bola kasti, dari permasalahan ini maka diperlukan adanya model pengembangan permainan kasti yang dapat mengembangkan media atau alat sesuai dengan kebutuhan siswa.

Kemudian dari hasil wawancara dengan guru pendidikan jasmani dan siswa, peneliti dapat memaparkan bahwa karakteristik siswa di tiga sekolah tersebut tidak jauh berbeda dengan karakteristik siswa sekolah dasar pada umumnya, mereka masih senang bermain- main pada saat pembelajaran pendidikan jasmani dan mereka lebih menyukai olahraga permainan yang berkelompok. Peneliti juga menemukan permasalahan yang sama dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani yaitu belum adanya modifikasi di dalam permainan kasti, permainan kasti sudah sering diajarkan namun belum mencoba memberikan variasi pada permainan tersebut, hal ini dapat mengurangi antusiasme siswa di dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

Dari hasil studi pendahuluan peneliti menemukan permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada materi permainan kasti di tiga sekolah dasar antara lain:


(17)

1) Belum adanya modifikasi dalam permainan kasti yang variatif, serta dalam proses pembelajaran kurang menarik.

2) Fasilitas dan sarana prasarana dalam pembelajaran kasti kurang menunjang sehingga diperlukan adanya pengembangan media/ alat. 3) Kurangnya antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran kasti

sehingga dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan gerak siswa. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah permainan kasti yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar kelas IV yang menarik, mudah, menyenangkan dan membuat anak aktif bergerak, sehingga peneliti tertarik untuk membuat model permainan kasti yang lebih menarik dan menyenangkan.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran pendidikan jasmani diharapkan dapat menciptakan berbagai modifikasi pembelajaran terhadap materi permainan tradisional kasti yang lebih variatif dan menyenangkan. Tujuanya adalah untuk meningkatkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif siswa, serta mengatasi kejenuhan yang sering dialami oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pendididikan jasmani yang dapat mempengaruhi upaya perkembangan kemampuan gerak dasar siswa.

Dari latar belakang di atas, peneliti dapat memberikan alasan mengapa permasalahan tersebut perlu untuk diteliti, yaitu :

1) Paradigma pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dahulu lebih mengutamakan penguasaan teknik untuk mencapai prestasi, namun paradigma pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang berkembang sekarang ini lebih mengarah pada keaktifan siswa agar siswa dapat aktif bergerak dan gembira. Inilah tujuan utama dari pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang baik.


(18)

2) Agar siswa mampu mengenal terlebih dahulu arti penting olahraga secara umumnya dan arti penting pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada khususnya. Sehingga tujuan dari pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan ini dapat tercapai.

3) Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah dasar pada hakekatnya mempunyai arti, peran dan fungsi yang penting dalam upaya perkembangan gerak dasar siswa.

Berdasarkan hasil observasi awal dari uraian permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul MODEL PENGEMBANGAN PERMAINAN KASTI MELALUI PERMAINAN KASTI HALRINT DALAM PENJASORKES BAGI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 WIRASABA KECAMATAN BUKATEJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2015”.

1.2

Perumusan Masalah

Pembelajaran permainan kasti di sekolah dasar belum dikelola secara maksimal sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. pembelajaran pendidikan jasmani hanya mengajarkan cabang olahraga sesungguhnya tanpa adanya modifikasi dan variasi pada pembelajaran, pembelajaran pendidikan jasmani diharapkan dapat menciptakan modifikasi pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan- permasalahan di atas agar permainan kasti lebih variatif dan menyenangkan. Tujuanya adalah untuk meningkatkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif, serta untuk mengatasi kurangnya fasilitas dan sarana prasarana yang menunjang dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani agar dapat meningkatkan antusiasme siswa


(19)

dalam mengikuti proses pembelajaran pendididikan jasmani sehingga dapat mempengaruhi upaya perkembangan ketrampilan gerak dasar siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis meneliti tentang BAGAIMANA MODEL PENGEMBANGAN PERMAINAN KASTI MELALUI PERMAINAN KASTI HALRINT DALAM PENJASORKES BAGI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 WIRASABA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2015 ?”.

1.3

Tujuan Pengembangan

Tujuan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan produk penelitian berupa model pengembangan permainan kasti melalui permainan kasti HALRINT dalam penjasorkes bagi siswa kelas IV sekolah dasar Negeri 1 Wirasaba kecamatan Bukateja kabupaten purbalingga tahun 2015, agar dapat menghasilkan variasi dari permainan kasti yang diharapkan dapat meningkatkan upaya perkembangan ketrampilan gerak dasar siswa sesuai karakteristik anak sekolah dasar, permainan kasti HALRINT ini juga dapat melatih siswa untuk bergerak lebih aktif, melalui permainan kasti HALRINT siswa dapat trampil mempraktikkan berbagai gerak dasar seperti; berjalan, berlari, melompat dan melempar, hal ini mampu meningkatkan aspek kelincahan dan ketangkasan siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani.

1.4

Manfaat Pengembangan

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Sebagai bekal pengalaman dalam mengembangkan model pembelajaran penjasorkes.

1.4.1.2 Sebagai modal dalam menyusun skripsi untuk memperoleh gelar kesarjanaan bidang studi pendidikan jasmani, kesehatan, dan rekreasi, S1 (pgpjsd).


(20)

1.4.2 Bagi Peneliti Lanjutan

1.4.2.1 Sebagai pertimbangan untuk peneliti pengembangan model permainan dalam pembelajaran penjasorkes siswa SD kelas IV.

1.4.2.2 Sebagai dasar penelitian lebih lanjut. 1.4.3 Bagi Guru Pendidikan Jasmani

1.4.3.1 Sebagai sumber bahan mengajar bagi guru pendidikan jasmani, yang memungkinkan memodifikasi bahan lama menjadi versi baru.

1.4.3.2 Sebagai dorongan dan motivasi kepada guru pendidikan jasmani untuk menciptakan penemuan baru dan variasi mengajar sehingga anak tidak merasa cepat bosan, serta lebih aktif bergerak.

1.4.3.3 Sebagai bahan pertimbangan dalam mengajar bidang studi penjasorkes.

1.5

Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan melalui penelitian ini berupa model pengembangan permainan kasti melalui permainan kasti HALRINT dalam penjasorkes siswa kelas VI SD Negeri 1 Wirasaba kecamatan Bukateja kabupaten Purbalingga tahun 2015, yang disesuaikan dengan karateristik siswa kelas IV sekolah dasar, agar dapat mengembangkan semua aspek yaitu aspek psikomotor, kognitif dan afektif siswa sehingga dapat melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani dengan rasa senang serta dapat meningkatkan upaya perkembangan gerak dasar siswa dan tingkat intensitas fisik kebugaran jasmani anak dapat tercapai.

1.6

Pentingnya Pengembangan

Produk yang dihasilkan diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi tambahan dalam dunia pendidikan. Pentingnya pengembangan antara lain:


(21)

1. Hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan antusiasme siswa dalam pembelajaran permainan kasti.

2. Model pengembangan kasti halrint ini dapat mengatasi permasalahan fasilitas dan sarpras yang kurang sesuai dengan karakteristik siswa. 3. Menjadikan siswa agar lebih aktif bergerak serta meningkatkan upaya

kemampuan gerak dasar siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.

4. Model permainan kasti Halrint ini dapat menambah model pembelajaran yang baru dalam materi permainan kasti.

5. Meningkatkan pengetahuan guru pendidikan jasmani dan olahraga mengenai modifikasi permainan tradisional kasti agar lebih variatif di dalam proses pembelajaran sekolah dasar.


(22)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

2.1

Landasan Teori

Pembelajaran sering diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan seorang guru sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Perubahan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, perubahan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta aspek- aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Sebagai acuan berfikir secara ilmiah untuk pemecahan permasalahan, pada landasan teori ini dimuat beberapa pendapat dari para pakar dan ahli. 2.1.1 Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan ketrampilan, motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara saksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif dan afektif setiap siswa (Samsudin, 2008: 2).

Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang menggunakan aktifitas fisik sebagai media utama untuk mencapai tujuan, bentuk- bentuk aktifitas fisik yang digunakan oleh anak sekolah adalah bentuk gerak olahraga sehingga kurikulum pendidikan jasmani di sekolah memuat cabang-cabang olahraga (Soepartono, 2000: 1).


(23)

Menurut Adang Suherman (2000: 17), Pendidikan jasmani dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang, yaitu:

1. Pandangan tradisional, yang menganggap baha manusia terdiri dari 2 komponen yaitu jasmani dan rohani. Pandangan ini berpendapat bahwa pendidikan jasmani hanya mendidik segala sesuatu yeng berhubungan dengan jasmani. Dengan kata lain pendidikan jasmani sebagai penyelaras pendidikan dan pelengkap saja.

2. Pandangan modern, menganggap bahwa manusia tidak terdiri atas bagian-bagian tertentu saja. Manusia adalah satu kesatuan dari bagian yang terpadu sehingga pendidikan jasmani sangat penting untuk pengembangan manusia secara utuh dan merupakan pendidikan secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.

2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan.

Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani adalah mencakup perkembangan secara menyeluruh. Artinya dalam pendidikan jasmani tidak hanya untuk aspek jasmani saja, tapi terdapat nilai- nilai yang lain seperti mental, sosial. Menurut Samsudin (2008: 3), Tujuan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah:

1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.

2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama.

3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas- tugas pembelajaran Pendidikan Jasmani.


(24)

4) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani.

5) Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air) dan pendidikan luar kelas

(Outdoor education).

6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani.

7) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.

8) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat.

9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.

2.1.1.3 Fungsi Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan.

Pendidikan jasmani memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Adapun fungsi pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sebagai berikut:

1) Aspek organik, yaitu: (1) menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan, (2) meningkatkan kekuatan yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot, (3) meningkatkan daya tahan yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu


(25)

yang lama, (4) meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu relatif lama, (5) meningkatkan fleksibilitas, yaitu: rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.

2) Aspek neuromuskuler, yaitu: (1) meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot, (2) mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik, (3) mengembangkan keterampilan non- lokomotor, seperti: mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok, (4) mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti: memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli, (5) mengembangkan faktor- faktor gerak, seperti: ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan, (6) mengembangkan keterampilan olahraga, seperti: sepak bola, soft ball, bola voli, bola basket, baseball, atletik, tennis, beladiri dan lain sebagainya, (7) mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti, menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnya.

3) Aspek perseptual, yaitu: (1) mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat, (2) mengembangkan hubungan- hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di: depan, belakang, bawah, sebelah kanan atau sebelah kiri dari dirinya, (3) mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu: kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak


(26)

yang melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki, (4) mengembangkan keseimbangan tubuh yaitu: kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis, (5) mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu: konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau menendang, (6) mengembangkan lateralitas (laterality),

yaitu; kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri, (7) mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang. Aspek kognitif, yaitu: (1) mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan, (2) meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika, (3) mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi, (4) meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani, (5) menghargai kinerja tubuh: penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya, (6) meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem- problem perkembangan melalui gerakan.

5) Aspek sosial, yaitu: (1) menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada, (2) mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok, (3) belajar berkomunikasi dengan orang lain, (4) mengembangkan kemampuan


(27)

bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok, (5) mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat, (6) mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat, (7) mengembangkan sifat- sifat kepribadian yang positif, (8) belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif, (9) mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik. 6) Aspek emosional, yaitu: (1) mengembangkan respon yang sehat terhadap

aktivitas jasmani, (2) mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton, (3) melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat, (4) memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas, (5) menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan (Samsudin, 2008: 5).

2.1.1.4 Ciri- ciri Pendidikan Jasmani

Dalam proses kegiatan belajar mengajar terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. Klasifikasi yang diperoleh dari hasil belajar mengajar antara lain :

1) Kognitif

Menurut Bloom yang dikutip Uzer Usman (2010: 34- 35) aspek kognitif terdiri atas beberapa bagian yaitu: (1) Ingatan /recall, yang mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari teori yang sederhana sampai pada teori- teori yang sukar, (2) Pemahaman, mengacu pada kemampuan memahami makna materi, (3) Penerapan, mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip.


(28)

2) Afektif

Menurut Krathwohl yang dikutip oleh Uzer Usman (2010: 35- 36) aspek afektif terbagi dalam beberapa kategori yaitu : (1) Penerimaan, mengacu pada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap sesuatu yang akan dicapai. (2) Pemberian respon, dalam hal ini siswa ikut serta secara aktif dan tertarik. (3) Karakterisasi, mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang dan hubungannya dengan kepribadian, sosial, dan emosi.

3) Psikomotor

Menurut Dave yang dikutip Uzer Usman (2010: 36- 37) aspek psikomotorik terbagi atas beberapa kategori yaitu: (1) Peniruan, terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan dan memberi respon serupa dengan yang diamati, (2) Manipulasi, menekankan pada perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan melalui latihan.

2.1.1.5 Ruang Lingkup Pendidikan jasmani

Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan untuk meliputi aspek- aspek sebagai berikut:

1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan, eksplorasi gerak, ketrampilan lokomotor non- lokomotor, manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri serta aktivitas lainnya. 2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen


(29)

3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, senam lantai dan aktivitas lainnya.

4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, senam aerobic dan aktivitas lainnya.

5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, ketrampilan bergerak di air, renang serta aktivitas lainnya.

6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/ karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah dan mendaki gunung.

7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari- hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Joyce dan Weil dalam Trianto (2010: 51), mengatakan bahwa model mengajar merupakan model belajar. Dengan model tersebut, guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide sendiri.

Johnson dalam Trianto (2010: 55) menyatakan untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir kreatif. Aspek produk mengacu pada apakah pembelajaran


(30)

mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran aktifitas jasmani merupakan salah satu metode yang tepat dimana keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sekalipun sambil bermain mereka sudah melaksanakan kegiatan jasmani sebagai upaya untuk menjaga kebugaran tubuh. Hal ini sangat bagus untuk melatih kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif siswa.

2.1.3 Pengertian Variasi Dalam Belajar Mengajar

Menurut Hasibuan dalam Muhiklaten (2012), variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa. Menggunakan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif. Dari definisi di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam kontek belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya. Dan ini bisa dibuktikan melalui ketekunan, antusiasme, keaktifan mereka dalam belajar dan mengikuti pelajarannya di kelas. Anak tidak bisa dipaksakan untuk terus menerus memusatkan perhatiannya dalam mengikuti pelajarannya, apalagi jika guru saat mengajar tanpa menggunakan


(31)

variasi alias monoton yang membuat siswa kurang perhatian, mengantuk, dan mengalami kebosanan.

2.1.3.1 Tujuan Dan Prinsip Penggunaan Variasi Mengajar

Menurut Soegito dalam Muhiklaten (2011), tujuan variasi mengajar yang paling utama dalah agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan lancar, adapun tujuan yang lain adalah: (1) Meningkatkan dan memelihara perhatian peserta didik terhadap relevansi proses belajar mengajar. (2) Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. (3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. (4) Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. (5) Mendorong peserta didik untuk belajar. Adapun beberapa prinsip penggunaan variasi mengajar yang sangat penting untuk diperhatikan dan betul- betul dihayati guna mendukung pelaksanaan tugas mengajar di kelas. Prinsip- prinsip penggunaan variasi mengajar itu adalah sebagai berikut:

1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.

2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga moment proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian peserta didik dan proses belajar tidak terganggu.

3. Penggunaan komponen variasi harus benar- benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari peserta didik. Biasanya bentuk umpan balik ada dua, yaitu: (1) Umpan balik tingkah


(32)

laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan peserta didik. (2) Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran.

2.1.4 Modifikasi Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Menurut Adang Suherman (2000: 1), Modifikasi merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh para guru agar mencerminkan pembelajaran

Developmentally Appropriate Practice (DAP), artinya adalah tugas ajar yang diberikan harus memperhatikan perubahan kemampuan anak dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Esensi modifikasi adalah menganalisa sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntukannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial dapat memperlancar siswa dalam belajarnya. Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dari tingkat yang tadinya lebih rendah menjadi ke tingkat yang lebih tinggi. Kurangnya antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah, menuntut guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan untuk lebih kreatif dalam memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Guru dituntut kreatif agar menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan yang lebih menarik, sehingga anak merasa senang dan antusias untuk mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang diberikan. Banyak hal- hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu kelancaran jalanya peendidikan jasmani. 2.1.4.1 Konsep Modifikasi

Penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya mencerminkan karakeristik program pendidikan jasmani itu sendiri, Developmentally Appropriate Practce (DAP). termasuk didalamnya body scaling atau ukuran tubuh siswa,


(33)

harus selalu dijadikan prinsip utama dalam memodifikasi pembelajaran penjas. Artiya adalah tugas ajar yang diberikan harus memperhatikan perubahan kemampuan anak dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang berlajar. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik. Pada kenyataannya, pembelajaran penjas di sekolah- sekolah umumnya disampaikan dalam bentuk permainan dan olahraga. Materi pembelajaran dalam bentuk olahraga atau permainan hendaknya diberikan secara bertahap dan DAP sehingga esensi pokok pembelajaran permainan dapat dicapai oleh siswa. Untuk itu para guru hendaknya memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan tentang strategi dan struktur permainan yang sangat berguna untuk meningkatkan optimalisasi belajar siswa (Adang Suherman, 2000: 21).

2.1.4.2 Aspek Analisis Modifikasi

Modifikasi pembelajaran dapat dikaitkan dengan kondisi lingkungan pembelajaran. Modifikasi lingkungan pembelajaran ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa klasifikasi seperti yang di uraikan dibawah ini :

1. Peralatan

Guru dapat mengurangi atau menambah tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara modifikasi peralatan yang digunakan untuk skill itu. Misalnya: berat- ringannya, besar- kecilnya, tinggi-rendahnya, dan panjang- pendeknya peralatan yang digunakan.


(34)

2. Penataan Ruang Gerak Dalam Berlatih

Guru dapat mengurangi atau menambah tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara menata ruang gerak siswa dalam berlatih. Misal, dribling, pas bawah, atau lempar- tangkap di tempat, bermain diruang kecil atau besar.

3. Jumlah Siswa Yang Terlibat

Guru dapat mengurangi atau menambah tingkat komfleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara mengurangi atau menambah jumlah siswa yang terlibat dalam melakukan tugas ajar. Misal, belajar passing bawah sendiri, berpasangan, bertiga, berempat, dan seterusnya.

4. Organisasi atau Formasi Berlatih

Formasi belajar juga dapat dimodifikasi agar lebih berorientasi pada curahan waktu aktif belajar. Usahakan agar informasi formasi tidak banyak menyita waktu, namun masih tetap memperhatikan produktivitas belajar dan tingkat perkembangan belajar siswanya. Formasi formal, kalau belum dikenal siswa, biasanya cukup menyita waktu sehingga waktu belajarnya berkurang. Formasi berlatih ini banyak ragamnya tergantung kreativitas guru (Adang Suherman, 2000: 7- 8).

2.1.5 Pengertian Sarana dan Prasarana Olahraga

Secara umum berarti segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha atau pembangunan). Dalam olahraga didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah atau memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat tersebut adalah susah dipindahkan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disebutkan beberapa contoh prasarana olahraga misalnya: lapangan bola basket, lapangan tennis, gedung


(35)

olahraga (Hall), stadion sepak bola, stadion atletik dan lain- lain. Sedangkan sarana olahraga adalah terjemahan dari “facilities”, yaitu sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan kegiatan olahraga atau pendidikan jasmani. Sarana olahraga dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: (1) peralatan (apparatus), adalah sesuatu yang digunakan, contohnya: peti loncat, palang tunggal, palang sejajar, gelang- gelang, kuda- kuda dan lain- lain. (2) perlengkapan (device), yaitu: (a) sesuatu yang melengkapi kebutuhan prasarana, misalnya: net, bendera untuk tanda, garis batas dan lain- lain. (b) sesuatu yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki, misalnya: bola, raket, pemukul dan lain- lain (Soepartono, 2000: 5- 6).

2.1.5.1 Pengembangan Sarana Dan Prasarana Pendidikan Jasmani

Peralatan olahraga yang sebenarnya (ukuran standar) justru sebagian besar tidak sesuai dengan karakteristik dan perkembangan siswa. Minimnya sarana dan prasarana olahraga yang tidak merata serta tidak sesuai dengan kondisi siswa ini menuntut guru pendidikan jasmani untuk kreatif. Guru harus bisa memodifikasi pembelajaran dengan memanfaatkan sarana dan prasaran olahraga seadanya yang tersedia di sekolah. Pengajaran dengan menggunakan peralatan seadanya di sekolah atau alat buatan guru sendiri dinamakan pengajaran dengan pendekatan modifikasi. Pendekatan modifikasi adalah pendekatan yang didesain dan disesuaikan dengan kondisi kelas yang menekankan kepada kegembiraan dan pengayaan perbendaharaan gerak agar sukses dalam mengembangkan ketrampilan (Soepartono, 2000: 40).

2.1.6 Pengertian Gerak

Menurut Amung Ma’mun dan Yudha M.Saputra (2000: 3) belajar gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh dan


(36)

menyempurnakan keterampilan gerak (motor skills). Sebab keterampilan gerak sangat terkait dengan latihan dan pengalaman individu yang bersangkutan. Belajar gerak khusus dipengaruhi oleh berbagai bentuk latihan, pengalaman atau situasi belajar pada gerakan manusia. Ada tiga tahapan dalam belajar gerak (motor learning) yaitu:

1. Tahapan Verbal Kognitif

Pada tahapan ini, tugasnya adalah memberikan pemahaman secara lengkap mengenai bentuk gerak baru kepada peserta didik. Sebagai pemula, mereka belum memahami mengenai apa, kapan dan bagaimana gerak itu dilakukan. Oleh karena itu, kemampuan verbal kognitif sangat mendominasi tahapan ini.

2. Tahapan Gerak (motorik)

Pada tahapan ini, fokusnya adalah membentuk organisasi pola gerak yang lebih efektif dalam menghasilkan gerakan. Biasanya yang belum dikuasai peserta didik pertama kali dalam belajar motorik adalah kontrol dan konsistensi sikap berdiri serta rasa percaya diri.

3. Tahapan Otomatisasi

Pada tahapan ini, setelah peserta didik banyak melakukan latihan, secara berangsur- angsur memasuki tahapan otomatisasi. Disini motor program sudah berkembang dengan baik dan dapat mengontrol gerak dalam waktu yang singkat. Peserta didik sudah menjadi lebih trampil dan setiap gerakan yang dilakukan lebih efektif dan efisien.

kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan guna meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan gerak dasar dibagi menjadi 3, yaitu :


(37)

1. Kemampuan lokomotor, digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti lompat dan meloncat.

2. Kemampuan non lokomotor, dilakukan di tempat tanpa ada ruang gerak yang memadai, contohnya mendorong dan menarik.

3. Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan kemampuan tangan dan kaki.

Pembelajaran gerak pada umumnya memiliki harapan dengan munculnya hasil tertentu, hasil tersebut biasanya adalah berupa penguasaan keterampilan. Keterampilan siswa yang tergambarkan dalam kemampuanya menyelesaikan tugas gerak tertentu akan terlihat mutunya dari beberapa jauh siswa tersebut mampu menampilkan tugas yang diberikan dengan tingkat keberhasilan tertentu. Semakin tinggi tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas gerak tersebut maka semakin baik keterampilan siswa tersebut (Amung Ma’mun dan Yudha M.Saputra, 2000: 57).

2.1.7 Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Menurut Suharjo (2006: 37), mengemukakan bahwa anak SD memiliki karakteristik pertumbuhan sebagai berikut: (1) Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. (2) Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. (3) Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu. (4) Kemampuan berfikirnya masih dalam tingkatan pesepsional. (5) Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. (6) Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab


(38)

akibat. (7) Ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang dan kurang memerlukan perlindungan orang dewasa.

Menurut Angela Anning dalam Suharjo (2006: 36) mengemukakan bahwa perkembangan dan belarar anak itu sebagai berikut; (1) Kemampuan berfikir anak itu berkembang secara sekuensial dari kongkrit menuju abstrak. (2) Anak harus siap menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi. (3) Anak belajar melalui pengalaman- pengalaman langsung, khususnya melalui aktivitas bermain. (4) Anak memerlukan pengembangan kemampuan penggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di sekolah. (5) Perkembangan sosial anak bergerak dari egosentris menuju kepada kemampuan untuk berempati dengan yang lain. (6) Setiap anak sebagai seorang individu, masing-masing memiliki cara belajar yang unik.

Piaget dalam Zulkifli (2009: 21) mengemukakan bahwa perkembangan di bagi menjadi 4 fase sebagai berikut: (1) Fase sensori motorik (0- 2 tahun), Aktivitas kognitif didasarkan pada pengalaman langsung panca indera. Aktivitas belum menggunakan bahasa. Pemahaman intelektual muncul di akhir fase ini. (2) Fase pra operasional (2- 7 tahun), Anak tidak terikat lagi pada lingkungan sensori. Kesanggupan menyimpan tanggapan bertambah besar. Anak suka meniru orang lain dan mampu menerima khayalan dan suka bercerita tentang hal- hal yang fantastis. (3) Fase operasi konkret (7- 12 tahun), Pada fase ini cara anak berpikir mulai logis. Bentuk aktivitas dapat ditentukan dengan peraturan yang berlaku. Anak masih berpikir harfiah sesuai dengan tugas- tugas yang diberikan kepadanya. (4) Fase operasi formal. Dalam fase ini anak telah mampu


(39)

mengembangkan pola- pola berpikir formal, telah mampu berpikir logis, rasional, dan bahkan abstrak.

2.1.8 Pengertian Permainan

Menurut Hans Daeng dalam Andang Ismail (2009: 17), permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Permainan dibedakan menjadi dua pengertian: (1) permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencaresenangan tanpa mencari menang atau kalah. (2) permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah (Andang Ismail, 2009: 26).

Bigot, Konhstam dan Palland dalam Wawan (2009), mengatakan bahwa permainan mempunyai makna pendidikan, dengan uraian sebagai berikut: (1) Permainan merupakan wahana untuk membawa kepada kehidupan bersama atau bermasyarakat. Anak akan memahami dan menghargai dirinya atau temannya. Pada anak yang bermain akan tumbuh rasa kebersamaan yang sanagat baik bagi pertumbuhan sosialnya. (2) Dalam permainan anak akan mengetahui, dan mengetahui sifat kekuatannya, menguasai alat bermain. (3) Dalam permainan anak tidak hanya menggunakan fantasinya saja, tetapi juga akan sifat aslinya yang diungkapkan dengan spontan. (4) Dalam permainan anak mengungkapkan macam- macan emosinya sesuai dengan yang diperolehnya dan tidak mengarah pada prestasi. (5) Dalam bermain anak akan dibawa kepada kesenangan, kegembiraan, dan kebahagiaan kehidupan dunia anak. (6) Permainan akan mendasari kerjasama, taat kepada peraturan permainan, pembinaan watak jujur dalam bermain dan semua ini akan membentuk sifat fair


(40)

play dalam bermain. (7) Bahaya dalam bermain dapat saja timbul dan keadaan ini akan banyak gunanya dalam hidup yang sesungguhnya.

2.1.8.1 Penggunaan Warna Pada Alat Permainan

Pada usia 2- 6 tahun anak masih berfikir pra operasional yaitu berfikir dengan acak, rancu dan belum terorganisasi. Pada usia ini persepsi visual menjadi lebih efektif dan anak dapat mempertahankan konsentrasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Untuk membentuk anak yang terampil dan cerdas harus dimulai dari usia dini. Kita dapat meletakan, menanamkan dasar-dasar pengetahuan yang lebih mudah kepada anak, agar anak bisa lebih mudah menerimanya. Salah satunya dengan warna, Dengan adanya warna dapat maka mempengaruhi perkembangan pada anak usia dini, hal ini sangat penting bagi perkembangan saraf otaknya. Selain memancing kepekaan terhadap penglihatan, warna juga bermanfaat untuk meningkatkan daya pikir serta kreativitas anak. Peranan warna pada alat permainan anak antara lain:

1. Stimuli

Warna berperan sebagai stimuli (rangsangan), dengan menggunakan warna cerah yang disukai anak dan menarik perhatian seperti merah, kuning dan biru warna ini merangsang anak untuk beraktifitas dan berimajinasi.

2. Evaluasi Perkembangan Anak.

Warna merupakan elemen penting untuk mengevaluasi perkembangan anak, misalnya anak- anak diberi benda- benda dengan bentuk sama tetap berbeda atau sebaliknya bentuk beda tetapi warnanya sama,


(41)

3. Memfokuskan dan Mengalihkan Perhatian

Bila ingin memfokuskan anak pada sesuatu, berilah warna- warna yang menarik perhatian misal merah. Sebaliknya jika ingin mengalihkan perhatian, berilah warna- warna yang tidak menarik perhatian, misalnya warna merah, kuning dan hijau (Lilis Puspitasari: 2010).

2.1.9 Pengertian Denyut Nadi

Denyut nadi merupakan pengembangan yang teraba pada pergelangan tangan diatas arteri radialis berupa gelombang tekanan yang mengembangkan dinding arteri pada saat gelombang tersebut menjalar. Gelombang tekanan yang menjalar di sepanjang arteri ditimbulkan oleh darah yang terdorong ke dalam

aorta selama systole (Mery liana: 2012). Palpasi artinya mengukur denyut nadi. Denyut nadi adalah getaran/ denyut darah didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Waktu yang tepat untuk mengecek denyut nadi adalah saat kita bangun pagi dan sebelum melakukan aktivitas apapun. Pada saat itu kita masih relaks dan tubuh masih terbebas dari zat- zat pengganggu. Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigenselama pertumbuhan. Pada orang dewasa efek fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang dapat dipercaya.

Frekuensi denyut nadi pada berbagai usia, dengan usia antara bayi sampaidengan usia dewasa. Denyut nadi paling tinggi ada pada bayi kemudian frekuensi denyut nadi menurun seiring dengan pertambahan usia.


(42)

Tabel 1.1 Kategori pengukuran Denyut Nadi berdasarkan usia.

No. Usia Frekuensi Nadi (denyut / menit)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

< 1 bulan < 1 tahun 2 tahun 6 tahun 10 tahun 14 tahun > 14 tahun

90 – 170 80 – 160 80 – 120 75 – 115 70 – 110 65 – 100 60 – 100

Sumber: Mery liana, 2012. 17 definisi denyut nadi.

http://berachunk-amrank.blogspot.com/2012/07/defenisi-denyut-nadi.html. Diunduh 10/08/2015, pk.23.05

Cara mengukur denyut nadi yaitu Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis jika kita kesulitan menggunakan 2 jari. Temukan titik nadi (daerah yang denyutannya paling keras), yaitu nadi karotis di cekungan bagian pinggir leher kira- kira 2 cm di kiri/ kanan garis tengah leher ( kira- kira 2 cm disamping jakun pada laki- laki ), nadi radialis di pergelangan tangan di sisi ibu jari. Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah jumlah denyutannya selama 15 detik, setelah itu kalikan 4, ini merupakan denyut nadi dalam 1 menit.

2.1.10 Permainan Di Lingkungan Sekolah

Satuan pendidikan dasar dapat menambah materi atau mata pelajaran yang sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. Salah satu yang dipelajari dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan adalah permainan tradisional. Selain untuk memasyarakatkan kembali permainan yang sudah mulai tersisih ini, dalam permainan tradisional


(43)

mengandung nilai- nilai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional khususnya pendidikan jasmani. Menurut Soemitro (1992: 171- 172), Ada beberapa manfaat bagi guru pendidikan jasmani yang menyajikan permainan tradisional sebagai bahan pelajaran, yaitu :

1. Guru mempunyai sumber bahan yang beraneka ragam, yang memungkinkan memodifikasi bahan lama menjadi versi baru.

2. Guru pendidikan jasmani berpartisipasi memelihara kebudayaan peninggalan nenek moyang, yaitu permainan tradisional karena hal ini merupakan aset nasional dalam usaha menangkal kebudayaan asing yang masuk dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. 3. Guru pendidikan jasmani berperan aktif dalam memperkaya khasanah

meteri pelajaran pendidikan jasmani yang layak disajikan di sekolah-sekolah.

2.1.11 Karakteristik Permainan Kasti

Olahraga Kasti atau behadang adalah olahraga masyarakat yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu lowong, terutama oleh anak atau murid sekolah. Olahraga ini termasuk olahraga tradisional yang banyak diminati anak-anak remaja, karena dalam permainan kasti meningkatkan ketangkasan dan kekompakan regu atau pemain. Sehingga melalui permainan kasti dapat menjalin hubungan persahabatan dan kerjasama yang baik (Hestty P. Utami, 2008: 5).

Kasti dimainkan oleh dua regu (kelompok) di lapangan. Setiap tim dalam kasti memiliki anggota minimal 2 pemain, teknik permainan kasti biasanya adalah bola dilempar oleh salah seorang pemain kemudian bola tersebut dipukul. Sebelum pertandingan dimulai kedua regu melakukan suit terlebih dahulu untuk


(44)

menentukan regu mana yang akan menjadi regu pemukul bola dan regu penjaga.

Suit dilakukan oleh induk (kapten) dari masing- masing regu. Yang menang akan menjadi regu pemukul dan yang kalah akan menjadi regu penjaga. Setelah itu kedua regu berdiri pada posisi masing-masing. Regu pemukul bola berdiri di garis yang sudah ditentukan yang dinamakan dengan rumah atau (home).

Setiap pemain di regu pemukul mempunyai kesempatan untuk memukul bola sebanyak 3 kali. Pada pukulan ketiga si pemukul harus lari ke tonggak 1. Pemukul harus memukul bola dengan kuat dan tajam, agar bola tidak bisa ditangkap oleh regu penjaga, dan apabila regu penjaga belum berhasil mendapatkan bola, maka pemukul tadi bisa langsung berlari ke tonggak 2, tonggak 3, atau bisa juga pulang atau home run seperti pada permainan

baseball. Apabila penjaga berhasil mendapat bola saat pemukul yang berlari belum sampai ke tujuan (tonggak 1, 2, 3, atau home run), tim penjaga harus bisa bekerja sama dengan teman-teman satu timnya dalam mengoper bola ke teman yang lebih dekat dengan pelari atau bisa langsung melempar dan menggebok

pelari (pemain pemukul) dengan bola, dan pelari harus berlari kencang dan cekatan untuk menghindar dari gebokkan bola dari tim penjaga, misalnya dengan cara melompat atau bersalto, sehingga bola tersebut meleset dan tidak mengenai tubuh pelari, apabila bola tersebut mengenai pelari maka pelari terkena bola bakom dan timnya harus rela berganti posisi menjadi tim penjaga dan tim penjaga (tim lawan) menjadi pemain (tim pemukul bola), tim yang lama bertahan akan menjadi pemukul bola dalam pertandingan berlangsung dan tim tersebut akan menjadi pemenangnya, dan yang paling penting dalam permainan kasti ini adalah kerja sama dalam sebuah tim (Hestty P.Utami, 2008: 5- 7).


(45)

2.1.11.1 Fasilitas Dan Peralatan Kasti

Menurut Joko Supriyanto (2004: 31), di dalam permainan kasti terdapat fasilitas dan peralatan yang terdiri dari :

1. Lapangan kasti

Ukuran lapangan yang terbesar adalah 30 x 60 m dengan ruang pemukul dan ruang bebas menjadi 30 x 65 m. ukuran terkecil adalah 30 x 45 m. dengan ruang pemukul dan ruang bebas menjadi 30 x 50 m. ukuran yang besar untuk anak- anak besar,sedang ukuran yang kecil untuk anak-anak kecil atau anak- anak perempuan.

Gambar 1.1 ( Lapangan permainan Kasti standar )

Keterangan gambar :

A = ruang pelambung X = petak pelambung

B = ruang pemukul H = bendera tengah


(46)

M = garis pemukul G = tiang hinggap

N = garis belakang K = garis samping

Semua garis batas dinyatakan dengan kapur, atau tali, atau bilah. Dapat juga dengan cara menggali tanah dengan ketentuan tidak lebih dari 3 cm. Pada keempat sudut lapangan dan pertengahan garis samping dipasangkan bendera. Tinggi tiang bendera sekurang- kurangnya 1,50 m dari tanah. Dalam pertandingan, di laur garis (batas) harus ada tanah kosong yang lebarnya sekurang-kurangnya 5 m, sedang untuk di luar garis sebelah kiri 10 m. Penonton harus berada di luar tanah kosong tersebut.

2. Tongkat pemukul kasti

Gambar 1.2 ( Pemukul kasti standar )

Kayu pemukul terbuat dari kayu yang panjangnya antara 50- 60 cm. Penampang bulat telur (oval), lebarnya tidak lebih dari 5 cm, dan tebalnya 3,5 cm. panjang pegangan antara 15- 20 cm, tebal 3 cm, dan boleh dibalut. Kayu pemukul dapat berbentuk bulat panjang, dengan tebal antara 3,5- 4 cm, dan panjang bagian pegangan sama yang tersebut dahulu. Kayu pemukul tidak boleh diganti dengan logam atau benda lainnya. Setiap regu dibenarkan menggunakan kayu pemukulnya masing-masing, asal memenuhi syarat yang tersebut di atas.


(47)

3. Bola kasti

Gambar 1.3 ( Bola kasti standar )

Bola yang digunakan dalam permainan tradisional kasti adalah bola yang terbuat dari karet atau kulit, ukuran lingkaran antara 19- 20 cm, dan beratnya antara 70- 80 gram. Bola yang terlalu tinggi pantulannya seperti bola tenis tidak baik untuk kasti. Yang terbaik tidak terlalu kenyal dan tidak terlalu keras.

2.1.11.2 Peraturan dalam permainan kasti

Di dalam permainan tradisional kasti terdapat beberapa aturan permainan yang terdiri dari :

1. Pemain

Kasti dimainkan oleh 2 regu tiap regu berjumlah 15 orang, 3 sebagai cadangan atau pengganti dan 12 sebagai pemain inti. Regu yang bermain disebut partai pemukul, regu yang menjaga disebut partai lapangan. 2. Tiang Pertolongan

Tiang pertolongan terbuat dari bahan yang tidak mudah patah, seperti besi, kayu, fiber, atau bambu tiang pertolongan ditancapkan di tengah lingkaran dengan jari- jari 1 m dan tinggi tiang pertolongan dari tanah adalah 1,5 m, jarak tiang pertolongan dengan garis pemukul adalah 5 m dan jarak dari garis samping 5 m.


(48)

3. Tiang Hinggap atau Tiang Bebas

Tiang hinggap dalam permainan kasti ada dua buah, yang ditancapkan dengan jarak 5 m dari garis belakang dan 10 m dari garis samping kana dan kiri. Pemain yang sudah berada di tiang hinggap aman dari incaran pemain penjaga yang memegang bola selagi pemain pemukul tidak berpindah ke tiang hinggap yang lainnya.

4. Nomor Dada

Dalam permainan kasti setiap pemain harus memakai nomor dada yang terbuat dari kain, terpasang di depan dada dan punggung. Nomor dada terdiri atas nomor 1- 15, nomor urut 1- 12 untuk pemain inti dan untuk nomor 13- 15 untuk pemain cadangan.

5. Lama Permainan

Lamanya permainan ditentukan dengan dua macam cara yaitu : a. Pertama ditentukan dengan waktu

Jika ditentukan dengan waktu maka lama permainan adalah 2 x 20 m dengan istirahat 5 m atau 2 x 30 m dengan istirahat 10 m.

b. Kedua dilakukan dengan inning, Inning adalah jumlah pergantian regu pemukul menjadi regu penjaga atau sebaliknya. Jika ditentukan dengan cara inning, jumlah inning dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua regu atau panitia.

6. Pukulan Benar

Pukulan dinyatakan benar apabila :

a. Bola setelah dipukul lewat garis pemukul dan jatuh atau mengenai benda yang berada di dalam lapangan permainan


(49)

b. Bola setelah dipukul melewati garis pemukul dan jatuh atau mengenai benda di luar lapangan dinyatakan mati.

7. Pukulan Luput atau Luncas

Pukulan dinyatakan luncas (luput) apabila dalam usaha memukul kayu pemukul tidak mengenai bola yang dilambungkan oleh pelambung.

8. Pukulan salah

Pukulan salah apabila bola setelah dipukul tapi masih berada di areal pukul atau jatuh di areal pukul. Serta bola keluar lapangan sebelum melewati garis tengah.

9. Hak Memukul

Hak bagi pemukul antara lain sebagai berikut :

a. Setiap pemain dari regu pemukul memiliki hak memukul satu kali pukulan dalam satu kesempatan

b. Pembebas (velouser) memiliki hak memukul sebanyak tiga kali, seorang pemukul dinyatakan sebagai pembebas apabila tinggal satu-satunya pemain yang ada di ruang bebas.

10. Lambungan Benar

Lambungan dinyatakan benar apabila :

a. Bola dilambungkan sesuai dengan arah permintaan pemain pemukul Bola melaju dalam ketinggian antara lutut dan kepala pemain pemukul

b. Bola melaju tanpa ada gerakan putaran yang disengaja. 11. Nilai

a. Seorang pemukul yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas pukulannya sendiri mendapat nilai 2. Kejadian tersebut disebut run


(50)

b. Seorang yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas bantuan pukulan teman nilai 1

c. Nilai 2 diberikan apabila seorang pemain dan regu pemukul dengan pukulannya sendiri dan benar dapat langsung kembali ke ruang bebas tanpa dimatikan lawan atau dinyatakan mati oleh wasit.

12. Pemain Mati

Seorang pemain dari regu pemukul dinyatakan mati apabila anggota tubuh selain kepala terkena lemparan bola dari regu penjaga selama perjalanan, dan pemain mati bila sengaja menerima bola dengan kepala atas lemparan penjaga.

13. Bola Mati

Bola mati adalah bola yang sudah tidak bisa dimainkan kembali di dalam permainan atau lapangan. Adapun beberapa bola tiang dianggap mati antara lain:

a. Bola dipegang pelambung dan pelambung berdiri pada tempatnya b. Apabila pada pukulan salah atau tidak kena

c. Apabila bola hilang sehingga dicari tidak ketemu d. Terjadi pergantian bebas

14. Pergantian Partai atau Pergantian Tempat a. Pergantian bebas :

1. Regu penjaga berhasil mengankap bola sebanyak 3 kali berturut-turut 2. Pembebas memukul 3 kali salah

3. Ruang bebas dibakar oleh regu penjaga


(51)

5. Pada saat melakukan pukulan kayu pemukul terlepas dari tangan pemukul dan keluar dari ruang pemukul

6. Anggota regu pemukul keluar dari ruang bebas Regu pemukul merugikan lawan

7. Pemain pelari atau pemukul masuk ke ruang bebas melewati garis belakang ruang bebas

b. Pergantian Tidak Bebas

Pergantian tidak bebas terjadi apabila salah seorang dari anggota regu pemukul terkena lemparan yang sah selama dalam perjalan menuju ke tiang hinggap atau ke ruang bebas, dan regu pemukul tidak dapat mengenai regu penjaga kembali pada saat bola bebas.

15. Perwasitan

Wasit berada di luar lapang baik sebelah kanan maupun kiri, ada pun tugas wasit serta kode tiupan peluit antara lain:

a. Bila permulaan permainan wasit memanggil kedua kapten dari masing-masing tim untuk melakukan tos atau siapa yang mulai permainan terlebih dahulu baik sebagai pemukul maupun penjaga

b. Mengatur jalannya pertandingan c. Mengecek kesiapan scoring sit

d. Mengecek nama pemain dan nomor dada

e. Wasit meniup peluit 3 x panjang untuk memulai pertandingan

f. Pada saat memanggil pemain pemukul Pada saat memanggil pemain pemukul untuk memukul wasit meniup peluit 3 x pendek

g. Pada saat pukulan salah wasit melakukan kode tiupan peluit sebanyak 2x pendek


(52)

h. Bila bila hilang wasit meniup peluit 3 x pendek

i. Setelah permainan selesai permainan atau waktu habis wasit meniup peluit 3 x panjang.

16. Scoring Sit

Scoring sit adalah pembantu wasit untuk jalannya suatu pertandingan, tugasnya adalah:

a. Mengecek pemain

b. Menyamakan nomor dada dengan nama yang ada di scoring sit yang diberikan oleh masing- masing regu

c. Memanggil pemain yang akan melakukan pukulan

d. Bila ada pergantian pemaian scoring sit lah yang bertanggung jawab atas kecocokan yang ada pada scoring sit tersebut

e. Menghitung nilai masing- masing regu f. Menghitung pukulan salah pemain pemukul 2.1.11.3 Cara bermain

Di dalam permainan tradisional kasti, Pemain pemukul berada di dalam garis atau tempat bebas, cara bermainnya antara lain :

a. Bola dilempar oleh salah seorang tim penjaga

b. Bola tersebut dipukul oleh tim yang sedang memukul

c. Pemukul sesudah memukul harus cepat berlari ke daerah tiang pertolongan atau tiang hinggap

d. Tim pemukul akan mendapat nilai apabila bisa kembali ke ruang bebas tanpa terkena lemparan bola tim penjaga.


(53)

2.1.12 Karakteristik Permainan Kasti Halrint

Halrint merupakan sebuah kepanjangan dari “halang rintang”, haling adalah kata dasar dari kata menghalangi, sedangkan kata dasar rintang berasal dari kata rintangan, jadi di dalam permainan kasti Halrint ini pemain harus lari menuju ruang bebas dan melewati halangan yang berupa rintangan sebelum menuju ke masing- masing ruang hinggapnya.

Rintangan dalam permainan kasti Halrint ini berupa simpai warna, Pemain harus berlari melewati 4 ruang hinggap yang masing- masing ruang hinggap 2, 3 dan 4 terdapat simpai warna yang harus dilaluinya. Apabila pemain melewati simpai warna kuning maka pemain harus melompat menggunakan dua kaki, sedangkan apabila melewati simpai warna merah maka pemain harus melompat menggunakan satu kaki, permainan kasti standart mempunyai tiang hinggap 2 dan 1 tiang pertolongan sedangkan di dalam permainan kasti Halrint mempunyai 4 ruang hinggap dan tidak ada tiang pertolongan.

Dalam permainan kasti Halrint ini masing- masing regu atau kelompok bertanding untuk meraih point (skore) yang tertinggi dalam waktu 2 x 35 menit di dalam permainan kasti Halrint, apabila dalam waktu tersebut sudah ada kelompok yang meraih skore (point) tertinggi maka kelompok tersebut yang akan menjadi juaranya. Peraturan permainan kasti Halrint juga lebih sederhana dibandingkan dengan peraturan dari permainan kasti standar. ukuran lapangannya yang lebih kecil yaitu seluas 15 x 25 meter serta bentuk lapangannya yang berbeda yaitu berbentuk persegi lima maka menjadi daya tarik tersendiri dalam permainan kasti Halrint ini, bola dan tongkat pemukul yang digunakan dalam permainan kasti Halrint juga berbeda dengan permainan kasti standar.


(54)

Tabel 1.2 Perbedaan antara permainan kasti dengan permainan kasti Halrint:

Permainan kasti standar

Permainan kasti Halrint Keterangan Bentuk lapangan :

Berbentuk persegi panjang.

Bentuk lapangan : Berbentuk segi lima

Lapangan di modifikasi agar lebih menarik perhatian siswa. Mempunyai dua tiang

hinggap dan satu tiang pertolongan.

Menggunakani 4 ruang hinggap dan tidak memiliki tiang pertolongan

Pada permainan tradisional kasti Halrint, tiang hinggap diganti menggunakan ruang hinggap yang terbuat dari papan puzzle yang berukuran 30x30 cm. Permainan kasti tidak

menggunakan rintangan

Menggunakan rintangan melewati simpai warna sebelum menuju ke ruang hinggap

Agar permainan menjadi lebih menarik dan variatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani Menggunakan aturan baku Menggunakan aturan permainan yang sudah disederhanakan

Permainan kasti halrint menggunakan aturan sederhana yang telah di modifikasi sedemikian rupa sesuai karakteristik siswa sekolah dasar. Ukuran lapangan: 60 x

30 meter.

Ukuran lapangan 25 x 15 meter.

Menyesuaikan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan

ketrampilan gerak siswa Menggunakan pemukul

kasti standar

Menggunakan pemukul yang sudah dimodifikasi tongkat pemukul

berbentuk pipih

Pemukul standar diganti menggunakan pemukul yang pipih karena permukaannya yang pipih dan lebar sehingga memudahkan siswa dalam memukul bola. Menggunakan bola kasti

standar

Menggunakan bola tonis Menggunakan bola tonis karena lebih ringan dan teksturnya yang empuk sehingga bersifat aman. Sumber: buku prodak permainan kasti halrint


(55)

2.1.11.1 Fasilitas Dan Alat Dalam Permainan Tradisional Kasti Halrint a) Alat dan Fasilitas

1. Lapangan Kasti Halrint

Gambar 1.4 ( Lapangan permainan kasti Halrint )

Permainan kasti Halrint dimainkan dalam lapangan yang berbentuk segi lima dengan ukuran panjang 25 m dan lebar 15 m.

Keterangan :

: Ruang bebas

: Ruang Pemukul

: Pelambung


(56)

: Simpai kuning Rintangan melewati simpai kuning melompat menggunakan kedua kaki.

: Simpai merah Rintangan melewati simpai merah melompat dengan menggunakan satu kaki.

Ukuran lapangan permainan kasti Halrint:

a. Ukuran panjang lapangan kasti Halrint adalah 25 m dan lebarnya 15 m b. Ukuran ruang bebas adalah panjang 6 m, dan lebar 3 m

c. Ukuran ruang pemukul panjang 60 cm dan lebarnya 30 cm, ruang pelambung diameternya 15 cm, dan penjaga belakang adalah panjang 1 m dan lebarnya 1 m. Semua garis dibatasi dengan tali rafia atau kapur dan dapat juga dengan cara menggali tanah lapangan dengan ketentuan tidak lebih dari 3 cm.

2. Pemukul kasti Halrint

Gambar 1.5 ( Pemukul kasti Halrint )

Pemukul dalam permainan kasti Halrint menggunakan pemukul yang sudah dimodifikasi, terbuat dari bahan kayu yang ringan tetapi kuat atau tidak


(57)

mudah patah pemukul ini permukaannya berbentuk pipih, terbuat dari kayu yang panjang keseluruhan 40 cm (panjang pegangan 8 cm dan bagian atas 38 cm) dan lebar 8 cm dengan ketebalan 0,5 cm.

Pemukul ini digunakan sebagai pengganti pemukul kasti pada umumnya agar memudahkan siswa dalam memukul bola pada permainan kasti Halrint. Selain permukaannya pipih, sehingga dapat memudahkan siswa dalam memainkan permainan kasti Halrint. Pemukul yang telah dimodifikasi ini dapat dijadikan solusi pada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam memukul bola menggunakan pemukul kasti pada umumnya, karena menggunakan pemukul standar masanya lebih berat dan permukaannya yang tidak lebar sehingga dapat menyulitkan siswa.

3. Bola Tonis

Gambar 1.6 (Bola Tonis)

Bola yang digunakan dalam permainan kasti Halrint adalah bola tonis, bola tonis ini mempunyai berat 56,7- 58,5 gr dengan ukuran diameter 6,35- 6,65 cm. Bola tonis digunakan sebagai pengganti bola kasti biasa, keunggulan dari bola tonis ini adalah mempunyai berat yang lebih ringan serta teksturnya yang empuk sehingga siswa tidak merasa takut apabila terkena lemparan bola,


(58)

terutama pada siswa perempuan banyak yang merasa takut untuk bermain kasti karena takut terkena lemparan bola yang keras. bola tonis ini dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut, bola tonis lebih aman digunakan dalam permainan kasti dibandingkan dengan bola kasti standar yang memiliki tekstur

lebih keras dan dapat menimbulkan cidera apabila terkena lemparannya. 4. Simpai Warna kasti Halrint

Gambar 1.7 ( Simpai Warna kasti Halrint )

Simpai warna merupakan rintangan yang digunakan dalam permainan kasti Halrint. Rintangannya adalah menggunakan simpai warna yang terbuat dari plastik dengan bagian dalam tanpa rongga sehingga aman digunakan bagi para siswa dalam melewati rintangan pada permainan kasti halrint tersebut, ukuran lebar plastik 2 cm, tebal 2 mm dan panjang lingkaran luar simpai adalah 52 cm.

Dalam permainan Kasti Halrint ini simpai yang digunakan adalah simpai warna merah dan kuning. Rintangan melewati simpai kuning adalah melompat menggunakan kedua kaki dan rintangan melewati simpai merah adalah melompat menggunakan satu kaki.


(59)

5. Ruang Hinggap kasti Halrint

Gambar 1.8 (Ruang Hinggap kasti Halrint)

Permainan kasti Halrint menggunakan ruang hinggap yang terbuat dari puzzle warna yang mempunyai ukuran panajang 60 cm dan lebarnya 60 cm. Puzzle di gunakan sebagai ruang hinggap yang berwarna biru agar dapat menarik perhatian siswa dalam permainan.

2.12.1 Peraturan Permainan Kasti Halrint

Peraturan permainan kasti Halrint hampir sama dengan peraturaturan permainan kasti pada umumnya, namun dalam permainan kasti Halrint ini peraturannya sudah disederhanakan sesuai dengan karakteristik siswa anak sekolah dasar.

1) Aturan permainan

a. Pemain di bagi menjadi dua regu atau kelompok masing- masing kelompok jumlahnya sama. Kelompok yang menang menjadi pemain dan kelompok yang kalah maka harus berjaga.

b. Pemain harus berlari melewati 4 ruang hinggap yang masing- masing ruang hinggap 2, 3 dan 4 terdapat simpai warna yang harus dilaluinya.


(60)

c. Pemain dalam melewati simpai kuning maka harus melompat menggunakan kedua kaki, dan memasuki simpai merah maka harus melompat menggunakan satu kaki, apabila dalam melewati simpai warna tersebut pemain salah langkah, maka pemain tersebut dinyatakan mati. 2) Cara memukul bola

a. Pukulan harus diarahkan ke dalam lapangan.

b. Pukulan harus dilambungkan kedalam lapangan baru pemain boleh berlari menuju ke ruang hinggap.

c. Sesudah melakukan pukulan, kayu pemukul tidak boleh terlempar jauh saat pemain berlari, pemukul harus langsung di letakan di tempat semula. 3) Sasaran lemparan

a. Sasaran lemparannya adalah pemain yang sudah melakukan pukulan saat menuju ke ruang hinggap

b. Pemain yang sedang berpindah ruang hinggap yang satu ke ruang hinggap berikutnya

c. Pemain yang berusaha kembali ke ruang bebas setelah berlari dari ruang hinggap.

4) Pergantian partai

a. Apabila pemain dalam memainkan permainan tradisional kasti Halrint terkena gebokan atau lemparan maka pemain langsung dinyatakan mati dan langsung melakukan pergantian partai.

b. Apabila pemain dalam suatu anggota kelompok dinyatakan 3x mati 5) Pemain dinyatakan mati


(61)

a. Apabila pemain dalam melewati rintangan simpai warna melakukan kesalahan atau tidak sesuai dengan ketentuan lompatannya maka dinyatakan mati.

b. Apabila pemain gagal memukul bola. 6) Perolehan nilai atau point

Apabila dalam satu tim atau kelompok seluruh anggotanya telah berhasil melewati ruang hinggap dan mencapai ruang bebas maka tim tersebut memperoleh poin 1.

7) Ketentuan pemenang

Kelompok atau tim dapat dinyatakan pemenang apabila memperoleh point tertinggi dalam waktu 15 x 2 menit dari permainan.

8) Jumlah pemain

a. Permainan tradisional kasti Halrint dimainkan dua tim b. Setiap tim minimal terdiri dari 7 pemain

9) 1 siswa berperan sebagai pemukul awal Perlengkapan pemain a. Pemain memakai seragam olahraga

b. Pemain menggunakan nomor dada sebagai tanda. 2.1.11.3 Indikator Permainan Kasti Halrint

a. Bersifat Menarik

Permainan kasti Halrint bersifat menarik karena permainan ini merupakan hasil dari permainan modifikasi dan permainan ini belum pernah diterapkan di SD Negeri 1 Wirasaba.


(62)

b. Bersifat Menantang

Permainan kasti Halrint bersifat menantang karena dalam permainan ini siswa lebih tertantang untuk melewati rintangan yang ada, Sedangkan dalam permainan kasti standar tidak ada rintangan apapun.

c. Bersifat Lebih Aman

Pemainan kasti Halrint bersifat lebih aman karena permainan ini menggunakan alat yang sederhana dan tidak membahayakan siswa, bola dalam permainan ini diganti dengan bola tonis yang tidak begitu berbahaya. Berat bola kasti standar adalah 70- 80 gram, dengan ukuran diameter 5 cm. sedangkan bola tonis mempunyai berat 56 ,7- 58, 5 gr dengan ukuran diameter 6, 35- 6, 65 cm.

d. Bersifat Mudah

Permainan kasti Halrint bersifat mudah karena permainan ini mudah dipahami dan mudah dimainkan, ukuran lapangan dikurangi lebih kecil dari pada ukuran lapangan kasti standar, Selain itu pemukul dalam permainan kasti Halrint menggunakan pemukul yang berbentuk pipih sehingga lebih mudah untuk memukul bola.

e. Bersifat Menyenangkan

Permainan kasti Halrint bersifat menyenangkan karena dalam permainan ini tidak ada peraturan resmi yang mengikat dan peraturannya sederhana.

2.2

Kerangka Berfikir

Sesuai dengan kompetensi pendidikan jasmani sekolah dasar yang diperlukan saat ini adalah pengembangan model pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, kreatif, dan menyenangkan, maka diperlukan adanya suatu variasi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran salah satu cara agar anak


(63)

lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani adalah dengan adanya variasi. Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan (Mulyasa, 2010: 78).

Pembelajaran permainan kasti di sekolah dasar belum dikelola secara maksimal sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Materi pendidikan jasmani hanya mengajarkan cabang olahraga sesungguhnya tanpa adanya modifikasi dan variasi pada pembelajaran, dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani diharapkan dapat menciptakan modifikasi pembelajaran yang dapat mengatasi rasa kurangnya antusias siswa. Tujuanya adalah untuk meningkatkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif, serta mengatasi rasa kejenuhan yang sering dialami oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pendididikan jasmani yang dapat mempengaruhi upaya perkembangan ketrampilan gerak dasar siswa yang terdiri; berjalan, berlari, melompat dan melempar. Oleh karena itu dibuatlah suatu model pembelajaran permainan kasti melalui permainan kasti Halrint yang dapat meningkatkan aktifitas gerak siswa dan menjadikan siswa lebih aktif, karena dalam permainan ini dibutuhkan aktifitas gerak berlari, melempar dan melompat, serta koordinasi tubuh yang baik sehingga siswa dapat aspek ketangkasan dan kelincahan siswa dapat tercapai di dalam pembelajaran pendidikan jasmani, Selain itu permainan kasti Halrint juga dapat melatih siswa untuk berfikir cepat, tepat dan trampil dalam menempatkan posisinya sesuai dengan area di dalam permainan. Model permainan kasti melalui permainan kasti Halrint ini menjadikan proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar dapat berjalan efektif sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu dapat mengembangkan semua aspek baik aspek psikomotorik,


(64)

aspek afektif maupun aspek kognitif siswa sehingga model permainan kasti melalui kasti Halrint ini bisa meningkatkan intensitas kebugaran jasmani siswa.


(1)

LAMPIRAN 36

Sarana dan prasarana olahraga permainan kasti SD Negeri 1 purbalingga kulon

No JENIS

SARPRAS GAMBAR

STATUS KATEGORI ADA TIDAK 1 2 3 4 5 1. LAPANGAN

2. PEMUKUL KASTI

3. BOLA KASTI


(2)

LAMPIRAN 37

Sarana dan prasarana olahraga permainan kasti SD 2 kemangkon

No JENIS

SARPRAS GAMBAR

STATUS KATEGORI ADA TIDAK 1 2 3 4 5 1. LAPANGAN

2. PEMUKUL KASTI

3. BOLA KASTI

____


(3)

DOKUMENTASI

UJI COBA SKALA KECIL

Gambar 4.1 ( pemberian penjelasan sebelum uji coba)


(4)

Gambar 4.3 (melakukan pemanasan)


(5)

Gambar 4.5 ( Permainan kasti Halrint ) UJI SKALA BESAR


(6)

Gambar 4.7 (Pengisian kuesioner)


Dokumen yang terkait

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 ENDANG REJO TAHUN 2015/2016

0 6 93

PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN BOLABASKET MELALUI PERMAINAN POLO DARAT UNTUK PEMBELAJARAN PENJASORKES SISWA KELAS V SD YPPK UBRUB DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA TAHUN 2015

0 18 172

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SEPAK TAKRAW TEKNIK DASAR SEPAK SILA MENGGUNAKAN BOLSERKA PADA SISWA KELAS V DAN VI SD YAYASAN PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN KATOLIK SANTO LUKAS KOLAM DISTRIK MUTING KAB

2 63 108

MELALUI VARIASI PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENDANGAN BUSUR PENCAK SILAT SISWA KELAS VII SMP CERDAS MURNI DELI SERDANG TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 6 24

MENINGKATKAN GERAK DASAR TENDANGAN SAMPING PADA PEMBELAJARAN PENCAK SILAT MELALUI MODEL KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PADA SISWA KELAS V SDN 2 SINDANGHAYU.

0 1 44

Pengembangan Model Pembelajaran Pencak Silat Dengam Menggunakan Lingkaran Bertanda Pada Siswa Kelas V SDN Kandri 01 Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang Tahun 2011.

1 1 1

PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 17

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TENDANGAN DEPAN DALAM PENCAK SILAT MELALUI PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

8 22 18

SURVEI PROSES PEMBELAJARAN SEPAKBOLA DI SD YPK WAAN KAMPUNG WAAN DISTRIK MUTING KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA TAHUN 2014 2015 -

0 1 50