47
Grafik 2.12. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional
40 50
60 70
80 90
100 110
120 130
140
600 700
800 900
1000 1100
1200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2007
2008 2009
2010
USDtroy ons Indeks
Tekstil
Emas Minyak Dunia WTI, RHS
Sumber: Bloomberg
Harga emas di pasar internasional cenderung menurun sehingga mampu menjaga ekspektasi harga emas
perhiasan pedagang di Jawa Barat, sebagaimana terlihat dari penurunan laju inflasi kelompok sandang.
Di sisi lain, pemulihan perekonomian global meningkatkan permintaan terhadap minyak di pasar
internasional. Hal ini berdampak kepada meningkatnya harga bensin nonsubsidi di pasar domestik.
c. Ekspektasi Inflasi
Sementara itu, di sisi domestik, ekspektasi para pelaku ekonomi khususnya pengusaha,
pedagang eceran, dan konsumen di Jawa Barat terhadap harga barang dan jasa membaik
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh membaiknya
fundamental ekonomi Indonesia yang tercermin dari apresiasi nilai tukar rupiah dan relatif
terkendalinya tingkat inflasi.
Grafik 2.13. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha di Jawa Barat
-1 1
2 3
4 5
T.I T.II
T.III T.IV T.I
T.II T.III T.IV
T.I T.II
T.III T.IV T.I
2007 2008
2009 2010
-10,00 0,00
10,00 20,00
30,00 40,00
inflasi SBT SKDU
SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota qtq
Sumber: Bank Indonesia.
Grafik 2.14. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung
100 110
120 130
140 150
160
-1 1
2 3
4 5
Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III
Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IV Tw.ITw.IITw.III
Tw.IVTw.I 2006
2007 2008
2009 2010
SB
inflasi
Inflasi Gab.7 Kota qtq SPE
SPE
Sumber: SPE-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SPE=Moving Average 3 bulan Ekspektasi pedagang
terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE= Moving Average 3 bln Ekspektasi pedagang
terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya.
Grafik 2.15. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung
100 110
120 130
140 150
160 170
180 190
200
-2 -1
1 2
3 4
5 6
Tw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I 2006
2007 2008
2009 2010
SB inflasi
Inflasi Jabar TD 07 qtq SK
SK
Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK= Moving Average 3 bln Ekspektasi
konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK= Moving Average 3 bln Ekspektasi
konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.
2.2. N
ON
F
UNDAMENTAL
a. Volatile Foods Inflasi tahunan volatile foods bahan makanan turun. Khusus Jawa Barat, laju inflasi kelompok
bahan makanan masih lebih rendah bahkan menurun dibandingkan dengan laju inflasi kelompok bahan makanan secara Nasional yang justru meningkat. Hal ini tidak terlepas dari terjaganya pasokan produk
hortikultura maupun perikanan.
48
Tabel 2.16. Inflasi Kelompok Bahan Makanan yoy,
Jawa Barat Nasional
No. Subkelompok
Tw.IV 09 Tw.I 10
Tw.IV 09 Tw.I 10
1 Padi-padian, Umbi-umbian Hasilnya
5,62 10,66
6,34 10,62
2 Daging dan Hasil-hasilnya
4,93 3,09
4,23 2,53
3 Ikan
Segar 3,19 -3,38 0,90 -1,23
4 Ikan Diawetkan
2,65 5,77
3,12 1,30
5 Telur, Susu Hasil-hasilnya
0,64 -0,27
0,17 0,52
6 Sayur-sayuran
0,14 -6,86
1,59 3,12
7 Kacang-kacangan -0,05
0,95 -0,80
-0,37 8
Buah-buahan 12,82
7,03 10,25
9,85 9
Bumbu-bumbuan 11,08 9,87 14,97 7,57
10 Lemak Minyak
-1,34 -0,71
-3,52 -1,90
11 Bahan Makanan Lainnya
1,85 1,46
3,20 2,24
Bahan Makanan 4,10
3,42 3,88
4,11
Sumber: BPS Jawa Barat Nasional, diolah
Meskipun pada awal tahun intensitas pemberitaan tentang bencana banjir dan longsor di Jawa Barat meningkat, namun Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menyatakan
bahwa dampaknya masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya Tabel 2.17.
Selain itu untuk mengurangi dampak bencana terhadap lahan pertanian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan beberapa upaya, yakni antara lain i memantau jumlah dan lokasi daerah yang mengalami
banjir dan longsor sehingga dapat dilakukan upaya penanganan dengan cepat; ii membagikan benih yang berasal dari Cadangan Benih Nasional CBN dan Bantuan Langsung Bibit Unggul BLBU kepada
petani yang lahannya mengalami puso; iii mengoptimalkan penggunaan alat-alat pasca panen seperti pengering padi dan terpal di kelompok tani; serta, iv mengendalikan hama melalui pengiriman Tim
Pengendali Hama Provinsi dan memberikan pendampingan kepada kelompok tani untuk mengantisipasi
musim penghujan yang berpotensi menimbulkan hama yang lebih banyak. Tabel 2.17. Luas Lahan Pertanian yang Terkena Puso Ribu Ha
sd Maret No.
Kategori MH
20082009 MH
20092010 Sepanjang
MH 20082009
Rata-rata Sepanjang MH
20042005 – 20082009
1 Banjir 14,69
3,03 14,69
19,49 2
Longsor 267
591 267
244
Jumlah 281,69
594,03 281,69
263,49
Keterangan: MH Musim Hujan Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, diolah
b. Administered Price Kenaikan tekanan inflasi yang berasal dari administered price harga barang yang ditentukan
oleh pemerintah terutama berasal dari hilangnya pengaruh penurunan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya base-effect. Hal ini
menyebabkan laju inflasi subkelompok transpor meningkat drastis, yakni dari deflasi 7,71 yoy menjadi inflasi 0,87. Selain itu, kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok yang mulai berlaku sejak bulan
Januari 2010 mendorong produsen dan pedagang eceran rokok untuk menaikkan harga rokok secara bertahap.
49 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai
Hasil Tembakau tanggal 16 November 2009 telah menaikkan cukai rokok yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010. Besaran kenaikan tarif cukai 2010 untuk rokok sigaret adalah rokok kretek mesin SKM
Golongan I rata-rata sebesar Rp20batang btg, SKM II sebesar Rp20. Sedangkan rokok putih mesin SPM I sebesar Rp35btg, SPM II sebesar Rp28btg. Sementara untuk rokok kretek tangan SKT I sebesar
Rp15btg, SKT II sebesar Rp15btg, dan SKT III sebesar Rp25btg. Pada bulan Januari dan Maret 2010, harga rokok, rokok kretek filter, dan rokok putih tercatat naik di beberapa kota di Jawa Barat.
50
BOKS 3 RISET PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP PERKEMBANGAN HARGA
MAKANAN DAN MINUMAN DI JAWA BARAT
Berbagai literatur menyebutkan bahwa harga barang dan jasa sangat dipengaruhi, antara lain oleh biaya input produksi, depresiasi nilai tukar, kebijakan pemerintah, ekspektasi kenaikan harga
masyarakat, serta struktur pasar. Di antara faktor-faktor tersebut, struktur pasar diperkirakan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan harga.
Pembentukan harga berbagai komoditas di Jawa Barat diperkirakan dipengaruhi oleh pengaruh struktur pasarnya. Penelitian Bank Indonesia Bandung yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran mengenai value chain beras menyimpulkan bahwa nilai tambah terbesar dalam rantai distribusi beras berada pada pedagang pengumpul yang jumlahnya relatif sedikit UNPAD BI
Bandung, 2008
1
. Hal ini merupakan indikasi bahwa stok beras dikuasai oleh beberapa pemain pengumpul atau dengan kata lain struktur pasar pedagang pengumpul beras bersifat oligopoli.
Selain itu, survei persepsi produsen, distributor, dan pengecer mengenai pembentukan harga produk manufaktur di Jawa Barat menunjukkan bahwa keputusan produsen dan pedagang dalam
menentukan harga, sangat memperhatikan tingkat harga tertinggi yang dapat diterima oleh pasar serta keputusan dari pesaing BI Bandung, 2009
2
. Para pelaku pasar juga cenderung tidak menurunkan harga karena penurunan harga i dapat memberikan kesan kepada konsumen bahwa
terjadi penurunan kualitas barang price means quality, ii mengakibatkan persaingan harga coordination failure, serta ii membutuhkan biaya yang cukup signifikan physical menu cost.
Untuk memahami fenomena inflasi di Indonesia, khususnya Jawa Barat, maka Bank Indonesia Bandung melakukan riset untuk mengetahui pengaruh struktur pasar terhadap perkembangan harga
makanan dan minuman di Jawa Barat, khususnya perilaku downward price rigidity kekakuan harga yang cenderung naik.
Gambar 1. Hipotesis dan Indikator yang Digunakan
Perilaku harga yang cenderung naik downward price rigidity diukur dengan menggunakan skewness derajat ketidaksimetrian distribusi data. Semakin distribusi data semakin memusat ke sumbu positif
lebih sering mengalami kenaikan harga atau ekor distribusi berada pada sumbu negatif, maka data
1 FE- UNPAD BI Bandung. 2008. Analisis Supply dan Value Chain Beras di Jawa Barat. Bandung: BI
2 BI Bandung. 2009. Survei Pembentukan Harga Produk Manufaktur. Bandung: BI
Downward Price Rigidity
Struktur Pasar
Herfindahl Hirschman Index
HHI Concentration Ratio
CR4 Skewness
?
51 harga cenderung berperilaku downward price rigidity. Sementara ukuran struktur pasar menggunakan
tingkat konsentrasi penguasaan perusahaan, yakni dengan CR4 dan HHI. CR4 adalah hasil penjumlahan 4 buah perusahaan dengan pangsa yang paling tinggi, sementara HHI adalah hasil
penjumlahan kuadrat pangsa seluruh perusahaan yang ada di pasar. Semakin tinggi tingkat konsentrasi sebuah pasar maka menunjukkan struktur pasar yang cenderung oligopoli.
Sementara, industri daging-dagingan, buah-buahan sayur-sayuran, produk turunan susu terbukti memiliki perilaku downward price rigidity. Sementara, industri daging-dagingan, buah-buahan
sayur-sayuran, produk turunan susu, hasil fermentasi, anggur, minuman beralkohol, serta tembakau memiliki HHI yang cukup tinggi struktur pasar oligopoli.
Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis, maka dilakukan regresi panel antara skewness dengan HHI maupun CR4, sebagai berikut :
a. Menggunakan HHI
b. Menggunakan CR4
Hasil kedua regresi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur pasar yang terkonsentrasi dengan perilaku downward price rigidity khususnya untuk makanan dan minuman
di Jawa Barat.
52
Halaman ini sengaja dikosongkan
53
BAB 3 PERKEMBANGAN
PERBANKAN DAERAH
54
55
Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2010 menunjukkan peningkatan, setelah empat
triwulan sebelumnya selalu mengalami perlambatan. Meskipun demikian pertumbuhan
beberapa indikator lainnya seperti total aset dan Dana Pihak Ketiga DPK masih mengalami perlambatan. Dengan perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh
indikator loan to deposit ratio LDR mengalami peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit masih tetap terkendali meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Perkembangan perbankan di Jawa Barat tersebut terutama didorong oleh kinerja bank umum konvensional yang membaik.
1
.
S
TRUKTUR
P
ERBANKAN DI
J
AWA
B
ARAT
Aset bank umum konvensional masih mendominasi 93,12 struktur aset
perbankan di Jawa Barat. Sementara itu,
pangsa bank umum syariah dan BPR konvensional masing-masing sebesar 3,24 dan
G
nasional, aset perbankan arat memiliki pangsa sebesar 7,9.
. B
ANK
U
MUM
K
ONVENSIONAL
2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas
B
3,65 Grafik 3.1..
Pangsa dari sepuluh bank umum terbesar mencapai lebih dari 80 aset perbankan di Jawa
Barat. Pada triwulan I-2010, aset perbankan di Jawa Barat tumbuh 14,92 yoy menjadi
Rp187,08 triliun. Pertumbuhan ini antara lain didorong oleh peningkatan penyaluran kredit
serta perluasan jaringan kantor baru. Jika dibandingkan dengan
di Jawa B
2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan DPK bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2010 mengalami
perlambatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai
Rp131,18 triliun atau tumbuh 6,63 yoy atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,18. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya seluruh jenis
simpanan baik giro, tabungan maupun deposito. Salah satu faktor dari melambatnya DPK diperkirakan merupakan indikasi dari penggunaan simpanan masyarakat di bank untuk membiayai kegiatan
rafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa arat Triwulan I-2010
BU Konvensional
93,12 BU Syariah
3,24 BPR
3,65
Sumber: LBU, LBUS, LBPR KBI Bandung
56 perekonomian. Sementara itu, pemerintah dan perbankan Indonesia melakukan pencanangan
Gerakan Indonesia Menabung yang secara resmi dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Februari 2010. Gerakan ini terutama ditujukan sebagai salah satu upaya memelihara serta
menumbuhkembangkan budaya menabung di masyarakat terutama untuk golongan menengah ke bawah maupun generasi muda. Diharapkan potensi tabungan yang ada di kelompok masyarakat
bangunan nasional.
simpanan giro juga melambat dari 10,15 yoy
Rp9.400USD pada akhir triwulan IV-2009 menjadi seb
Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta
tersebut dapat bermanfaat bagi pembiayaan pem
Berdasarkan jenis simpanannya, deposito masih mendominasi DPK bank umum
konvensional di Jawa Barat. Pada triwulan
I-2010, pangsa deposito mencapai 42,47, disusul tabungan 37,87 dan giro 19,66.
Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan
laporan terutama diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan tabungan dari
26,05 yoy menjadi 19,33 yoy atau mencapai Rp49,68 triliun. Sementara itu,
pertumbuhan deposito sedikit melambat dari 4,23 yoy menjadi 3,35 atau mencapai
Rp55,72 triliun. Di sisi lain, pertumbuhan jenis menjadi -6,36 atau mencapai Rp25,79 triliun.
Berdasarkan jenis valuta, pada triwulan I-2010, DPK dalam rupiah mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan DPK dalam valas. DPK dalam rupiah tumbuh 9,61 yoy menjadi
Rp135,39 triliun. Sementara itu, meskipun nilai tukar rupiah terus mengalami apresiasi, DPK dalam valas tetap mengalami pertumbuhan sebesar 2,07 yoy menjadi Rp16,49 triliun. Posisi kurs tengah
rupiah terhadap USD mengalami penguatan dari esar Rp9.115USD pada akhir triwulan I-2010.
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum
10 20
30 40
50 60
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I 2007
2008 2009
2010
Triliun Rp
10 20
30 40
50 60
70
Triliun Rp
Deposito skala kanan Tabungan skala kanan
Giro skala kiri
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafi ng
Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD k 3.4. Perkembangan DPK Valuta Asi
4.000 5.000
6.000 7.000
8.000 9.000
10.000 11.000
12.000
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I 2007
2008 2009
2010
Rp
5 10
15 20
Triliun Rp
Kurs Tengah Rp thdp USD kiri
DPK Valas skala kanan
Sumber: LBU KBI Bandung
G DPK
wa Barat berdasarkan Jenis Simpanan
rafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Bank Umum Konvensional di Ja
10 20
30 40
50 60
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I TW II TW III
TW IV
TW I 2007
2008 2009
2010
Triliun Rp
10 20
30 40
50 60
70
Triliun Rp
Deposito skala kanan Tabungan skala kanan
Giro skala kiri
Sumber: LBU KBI Bandung
57
Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan I-2010 DPK di kelompok bank pemerintah, swasta, dan campuran masing-masing sebesar Rp64,44 triliun, Rp61,01 triliun, dan Rp5,74
triliun Grafik 3.5.. Secara tahunan, pertumbuhan kelompok bank pemerintah, bank swasta dan
bank asingcampuran masing-masing menjadi sebesar 5,95 yoy, 7,73 dan 2,85. Dengan kondisi tersebut, pangsa DPK kelompok bank mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pangsa DPK kelompok bank pemerintah sedikit naik dari 49,09 menjadi 49,12,
han triwulanan tertinggi terjadi pada DPK ilik pemerintah daerah sebesar 62,09 qtq. Pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada DPK milik
yaya .
Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat
Berdasarkan Kelompok Bank
pangsa bank asingcampuran naik dari 4,13 menjadi 4,37, sebaliknya pangsa bank swasta turun dari 46,78 menjadi 46,50.
Berdasarkan golongan pemilik, pada triwulan I-2010, DPK milik perseorangan masih mendominasi pangsa DPK bank umum konvensional di Jawa Barat yakni sebesar 72 Grafik
3.6.. Sementara itu, jika dilihat pertumbuhannya, pertumbu