Sementara itu, jika dilihat pertumbuhannya, pertumbu

57 Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan I-2010 DPK di kelompok bank pemerintah, swasta, dan campuran masing-masing sebesar Rp64,44 triliun, Rp61,01 triliun, dan Rp5,74 triliun Grafik 3.5.. Secara tahunan, pertumbuhan kelompok bank pemerintah, bank swasta dan bank asingcampuran masing-masing menjadi sebesar 5,95 yoy, 7,73 dan 2,85. Dengan kondisi tersebut, pangsa DPK kelompok bank mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa DPK kelompok bank pemerintah sedikit naik dari 49,09 menjadi 49,12, han triwulanan tertinggi terjadi pada DPK ilik pemerintah daerah sebesar 62,09 qtq. Pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada DPK milik yaya . Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank pangsa bank asingcampuran naik dari 4,13 menjadi 4,37, sebaliknya pangsa bank swasta turun dari 46,78 menjadi 46,50. Berdasarkan golongan pemilik, pada triwulan I-2010, DPK milik perseorangan masih mendominasi pangsa DPK bank umum konvensional di Jawa Barat yakni sebesar 72 Grafik

3.6.. Sementara itu, jika dilihat pertumbuhannya, pertumbu

m san dan badan sosial sebesar 29,15 yoy 20 TW I TW II TW III TW TW 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 IV I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 Triliun Rp 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Triliun Rp Bank Campuran skala kanan Bank Pemerintah skala kiri Bank Swasta skala kiri Grafik 3.6. DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Triwulan I-2010 Berdasarkan Golongan Kepemilikan Sumber: LBU KBI Bandung 3 3 8 4 10 72 Perorangan Perusahaan Swasta Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lain-lain Sumber: LBU KBI Bandung tidak lagi tercatat di Jawa Barat. Sementara itu, posisi SBI perbankan nasional sampai bulan Februari Grafik 3.7. Perkembangan SBI Bank Umum Nasional Ekses Likuiditas Penempatan perbankan Jawa Barat pada Sertifikat Bank Indonesia SBI pada bulan Maret 2010, mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Jumlah penempatan SBI oleh perbankan Jawa Barat pada posisi bulan Maret 2010 mencapai Rp2,27 triliun atau turun sebesar 60 dibandingkan posisi akhir Desember 2009. Hal ini terutama disebabkan oleh pindahnya kantor pusat salah satu bank nasional ke Jakarta sehingga penempatan pada SBI oleh bank tersebut Konvensional di Jawa Barat dan SBI Perbankan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2007 2008 2009 2010 Triliun Rp 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 Triliun Rp SBI Perbankan Jawa Barat skala kiri SBI Perbankan Nasional skala kanan Sumber: LBU KBI Bandung c 58 2010 mencapai Rp237 triliun, sehingga porsi penempatan SBI perbankan Jawa Barat terhadap perbankan nasional hanya sebesar 1,15 atau lebih rendah dibandingkan pangsa pada bulan esember 2009 yang mencapai 2,67. 2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya atkan indikator LDR meningkat dari 77 pada triwulan IV- 2009 menjadi 83 pada triwulan I-2010. disalurkan Ba vensional di Jawa Barat D Perkembangan Kredit Setelah empat triwulan sebelumnya mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2010 mulai menunjukan peningkatan Grafik 3.8.. Kredit yang disalurkan posisi Maret 2010 adalah sebesar Rp109,17 triliun. Secara tahunan, kredit tumbuh 24,65 yoy meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 17,49. Begitu juga secara triwulanan, kredit tumbuh 6,38 qtq atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,90 qtq. Peningkatan ini seiring dengan mulai membaiknya perekonomian Jawa Barat pada dua triwulan terakhir.Dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan kredit di tengah perlambatan pertumbuhan DPK, mengakib Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal kerja, investasi dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 20,58 yoy, 29,40 dan 27,64 grafik 3.10.. Sementara itu, secara triwulanan, pertumbuhan investasi dan konsumsi meningkat masing-masing sebesar 14,64 qtq dan 9,26, sedangkan pertumbuhan kredit modal kerja Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang nk Umum Kon - 20 40 60 80 100 120 Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 T riliu n R p -5 5 10 15 20 25 30 Kredit Growth yoy Growth qtq Sumber: LBU KBI Bandung Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di - 10 20 30 40 50 60 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 Triliun Rp Konsumsi Modal Kerja Investasi mber: LBU KBI Bandung Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Su Grafik 3.10. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum 5 10 15 20 25 30 35 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 yoy Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: LBU KBI Bandung 59 mengalami perlambatan sehingga hanya tumbuh sebesar 1,74 qtq. Dengan perkembangan tersebut, nominal kredit modal kerja, investasi dan konsumsi posisi bulan Maret 2010 masing-masing besar Rp47,49 triliun, Rp11,88 trilun dan Rp49,80 triliun grafik 3.9.. g-m sektor pertambangan dan sektor lain-lain konsumsi masing- mas Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank se Berdasarkan sektor ekonominya, kredit yang disalurkan masih tetap didominasi oleh tiga sektor utama yakni sektor lain-lain konsumsi, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran PHR dan sektor industri pengolahan masin 16,5. Secara tahunan, kredit yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi pada umumnya mengalami peningkatan kecuali pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air serta sektor jasa dunia usaha. Kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi masih mengalami pertumbuhan sangat signifikan, yakni sebesar 84,63 yoy menjadi Rp5,71 triliun. Sementara pertumbuhan kredit ke sektor industri pengolahan meningkat dari -3,97 menjadi 11,94. Di sisi lain, kredit yang disalurkan ke sektor PHR mengalami pertumbuhan yang menurun dari 23,93 menjadi 14,23. Secara triwulanan, pertumbuhan kredit yang disalurkan juga mengalami peningkatan kecuali sektor listrik, gas air, sektor pertanian, sektor jasa dunia usaha dan sektor PHR. Sektor jasa sosial mengalami pertumbuhan terbesar yakni 39,01 qtq, diikuti oleh asing dengan pangsa 48,5, 19,8 dan ing tumbuh 20,52 dan 15,49. Grafik 3.12. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di - 10 20 30 40 50 60 70 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 T rili u n R p Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank AsingCampuran Sumber: LBU KBI Bandung Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.13. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum -32 -12 8 28 48 68 88 108 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 YOY Bank AsingCampuran Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I-2010 Berdasarkan kelompok bank di Jawa Barat, kredit yang disalurkan kelompok bank asingcampuran mengalami peningkatan drastis. Setelah tiga triwulan sebelumnya mengalami penurunan, pertumbuhan kredit kelompok bank asingcampuran pada triwulan I-2010 menunjukkan Grafik 3.11. Pangsa Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat 0,2 16,5 1,4 0,1 2,6 19,8 5,2 3,8 2,0 48,5 Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, Gas Air Konstruksi Perdag., Rest Hotel Pengktn, Gudg Kmnks Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Lain-lain Sumber: LBU KBI Bandung 60 peningkatan signifikan sebesar 94,65 yoy atau menjadi Rp5,81 triliun. Sementara itu pertumbuhan kredit kelompok Bank swasta pada triwulan laporan terus meningkat dari 4,85 yoy pada triwulan sebelumnya menjadi 14,74 atau menjadi sebesar Rp39,76 triliun. Sebaliknya, pada kelompok bank pemerintah masih mengalami tren perlambatan Grafik 3.13.. Pada triwulan I-2010 kelompok bank pemerintah tumbuh 27,34 yoy menjadi Rp63,60 triliun atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,65. Secara triwulan, seluruh kelompok mengalami eningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bekasi 6,76, disusul Kab. Bekasi 6,23 dan sisanya tersebar di 22 kabupaten dan kota lainnya. Ta al di Jawa Barat Berdasarkan KabupatenKota Triwulan I-2010 p Sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa Barat masih didominasi oleh kantor bank yang berada di Kota Bandung 44,61 dari total kredit. Pangsa tersebut sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya 47,00. Tingginya pangsa kredit di Kota Bandung cukup beralasan mengingat sebagian besar kantor bank di Jawa Barat berada di Kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu, pangsa kabupaten dan kota lainnya di bawah 7. Terbesar kedua adalah Kota bel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvension KREDIT Juta Rupiah Kota Bandung 48.706.579 44,61 Kota Bekasi 7.378.228 6,76 Kab. Bekasi 6.800.753 6,23 Kota Bogor 6.584.331 6,03 Kota Cirebon 6.115.742 5,60 Kota Tasikmalaya 4.213.589 3,86 Kab. Karawang 3.584.722 3,28 Kab. Subang 2.424.547 2,22 Kota Sukabumi 2.207.870 2,02 Kab. Bandung 1.988.662 1,82 Kab. Garut 1.982.457 1,82 Kab. Purwakarta 1.837.763 1,68 Kota Depok 1.818.852 1,67 Kab. Cianjur 1.643.365 1,51 Kab. Bogor 1.574.547 1,44 Kab. Indramayu 1.498.131 1,37 Kota Cimahi 1.341.919 1,23 Kab. Majalengka 1.293.544 1,18 Kab. Sumedang 1.266.487 1,16 Kab. Kuningan 1.101.460 1,01 Kab. Ciamis 987.842 0,90 Kota Banjar 894.059 0,82 Kab. Sukabumi 840.106 0,77 Kab. Tasikmalaya 543.646 0,50 Kab. Cirebon 542.508 0,50 JUMLAH 109.171.709 100,00 KABUPATENKOTA Pangsa Sumber: LBU KBI Bandung Kredit Mikro, Kecil dan Menengah MKM Pertumbuhan kredit MKM Mikro, Kecil dan Menengah yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat masih mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan I-2010, posisi kredit MKM tercatat sebesar Rp83,41 triliun atau tumbuh sebesar 26,03 yoy lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,55. Jika dilihat berdasarkan skalanya, kredit kecil di atas Rp50 juta namun di bawah Rp500 juta memiliki pangsa terbesar yakni 38,00, kredit mikro di bawah Rp50 juta pangsanya mencapai 36,08, dan sisanya 25,92 merupakan kredit menengah di atas Rp500 juta namun di bawah Rp5 miliar. Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, kredit MKM masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 59 sedangkan sisanya sebesar 41 merupakan kredit produktif modal kerja dan investasi. Grafik 3.14. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 T riliu n R p Mikro Kecil Menengah Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.15. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Jenis Penggunaan - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 T rili u n R p Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: LBU KBI Bandung Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke Jawa Barat kredit lokasi proyek lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat kredit bank pelapor. Sampai dengan posisi triwulan I-2010 bulan Februari 2010, kredit yang berlokasi di Jawa Barat tercatat sebesar Rp181,00 triliun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kredit yang disalurkan oleh bank umum yang berlokasi di Jawa Barat Rp109,17 triliun. Hal ini menunjukkan daya tarik provinsi Jawa Barat dalam menarik investor. Sementara itu, dari sisi pertumbuhan, kredit lokasi proyek tercatat sebesar 11,36 yoy, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit bank pelapor yang tercatat sebesar 24,65. Grafik 3.16. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor - 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Triliun Rp Kredit Lokasi Proyek 73,9 91,2 100,7 122,5 127,2 140,1 151,2 161,9 167,1 171,4 174,2 181,4 181,0 Kredit Bank Pelapor 40,7 50,5 57,8 69,7 71,0 77,9 82,9 87,3 87,6 95,5 98,8 100,4 109,2 2004 2005 2006 2007 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa Banat Kredit bank pelapor adalah kredit yang diberikan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung 61 Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat masih didominasi oleh kredit produktif modal kerja dan investasi yang mencapai 57 dari total kredit, sedangkan sisanya 43 merupakan kredit untuk konsumsi. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi 45, kredit sektor industri pengolahan sebesar 26, serta kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14. Risiko kredit Pada triwulan I-2010, risiko kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase jumlah kredit bermasalah kotor atau Non Performing Loan NPL Gross meningkat dari 3,37 di triwulan IV-2009 menjadi 3,66 pada triwulan I-2010. Begitu juga dengan nominalnya, naik dari Rp3,46 triliun menjadi Rp4,00 triliun. Grafik 3.17. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa Barat - 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 T ri liun Rp 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 Nominal NPL Gross NPL Gross Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.18. Perkembangan Non Performing Loan Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank 1 2 3 4 5 6 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 2 4 6 8 10 12 Bank Campuran skala kanan Bank Pemerintah skala kiri Bank Swasta skala kiri Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.19. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 Konsumsi skala kanan Modal Kerja skala kiri Investasi skala kiri Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.20. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Beberapa Sektor Ekonomi Utama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 Jasa Sosial PHR Industri Pengolahan Pertanian Sumber: LBU KBI Bandung Pada triwulan I-2010, berdasarkan kelompok bank, persentase NPL gross seluruh kelompok bank meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase NPL gross kelompok 62 bank pemerintah relatif stabil dari 3,24 pada triwulan IV-2009 menjadi 3,27 pada triwulan I- 2010. Hal yang sama terjadi pada NPL di kelompok bank swasta, yaitu dari 3,23 menjadi 3,28. Sementara itu, persentase NPL gross pada kelompok bank asingcampuran mengalami peningkatan dari 8,63 menjadi 10,47. Berdasarkan jenis penggunaannya, pada triwulan I-2009, hanya NPL kredit investasi yang mengalami penurunan. Persentase NPL gross kredit investasi mengalami penurunan dari 5,84 pada triwulan IV-2009 menjadi 4,97. Adapun NPL gross kredit konsumsi meningkat dari 1,99 menjadi 2,60. Sementara itu, untuk kredit modal kerja NPL gross naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari 4,20 menjadi 4,44. Pada triwulan I-2010, risiko kredit pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami kenaikan kecuali sektor pertambangan, sektor jasa dunia usaha, sektor angkutan komunikasi dan sektor PHR. Persentase NPL gross kredit yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan naik dari 4,33 pada triwulan IV-2009 menjadi 4,58 pada triwulan I-2010. Sedangkan NPL gross kredit kepada sektor PHR turun dari 4,68 menjadi 4,47. Sementara itu, NPL gross kredit kepada sektor angkutan dan komunikasi mengalami penurunan dari 0,30 menjadi 0,21. Berdasarkan lokasi kotakabupaten, persentase kredit bermasalah terbesar terdapat di Kabupaten Purwakarta yang mencapai 9,56 terhadap kredit yang disalurkan di kabupaten tersebut. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai 13,17. Daerah lainnya yang memiliki persentase kredit bermasalah di atas 7 adalah Kabupaten Bekasi yang mencapai 7,02. Sementara itu, daerah yang memiliki persentase NPL terendah masih sama seperti triwulan sebelumnya yaitu Kabupaten Cirebon 0,30. Tabel 3.2. NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan KabupatenKota KREDIT Juta Rp NOMINAL Juta Rp Kab. Purwakarta 1.837.763 175.616 9,56 Kab. Bekasi 6.800.753 477.137 7,02 Kota Bekasi 7.378.228 331.108 4,49 Kab. Karawang 3.584.722 148.647 4,15 Kab. Subang 2.424.547 98.759 4,07 Kota Cirebon 6.115.742 238.353 3,90 Kota Bandung 48.706.579 1.827.948 3,75 Kota Depok 1.818.852 64.895 3,57 Kota Bogor 6.584.331 199.699 3,03 Kota Sukabumi 2.207.870 65.146 2,95 Kab. Sukabumi 840.106 23.720 2,82 Kab. Bogor 1.574.547 36.522 2,32 Kota Tasikmalaya 4.213.589 88.753 2,11 Kab. Cianjur 1.643.365 33.946 2,07 Kab. Bandung 1.988.662 37.032 1,86 Kab. Majalengka 1.293.544 21.963 1,70 Kab. Indramayu 1.498.131 24.876 1,66 Kab. Tasikmalaya 543.646 8.941 1,64 Kab. Sumedang 1.266.487 19.474 1,54 Kota Banjar 894.059 13.599 1,52 Kab. Garut 1.982.457 25.032 1,26 Kota Cimahi 1.341.919 14.290 1,06 Kab. Ciamis 987.842 10.116 1,02 Kab. Kuningan 1.101.460 7.951 0,72 Kab. Cirebon 542.508 1.641 0,30 JUMLAH 109.171.709 3.995.164 3,66 KABUPATENKOTA NPL Gross Sumber: LBU KBI Bandung 63 Risiko kredit mikro kecil dan menengah MKM pada triwulan I- 2010 masih relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan risiko kredit keseluruhan. Persentase NPL gross kredit MKM mengalami kenaikan dari 3,23 pada triwulan IV-2009 menjadi 3,47, sama halnya dengan persentase NPL Gross kredit total yang naik dari 3,37 menjadi 3,66. Lebih rendahnya NPL MKM menunjukkan bahwa sektor MKM memiliki ketahanan yang relatif lebih baik. Grafik 3.21. Perkembangan NPL Gross Kredit MKM dan Total Kredit 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 2010 NPL Kredit MKM NPL Kredit Sumber: LBU KBI Bandung 3. B ANK U MUM S YARIAH Pada triwulan I-2010, secara umum, perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat mengalami peningkatan kecuali total aset. Pertumbuhan total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan posisi bulan Februari 2010, sedikit melambat dari 25,08 yoy pada triwulan IV-2009 menjadi 24,91 atau menjadi sebesar Rp6,50 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran pembiayaan meningkat dari 18,12 yoy menjadi 41,94 atau menjadi sebesar Rp4,77 triliun. Begitu juga dengan pertumbuhan DPK meningkat dari 27,54 yoy menjadi 43,59 atau menjadi sebesar Rp5,79 triliun. Secara triwulanan, pertumbuhan total aset bank umum syariah menurun dari 17,21 qtq pada triwulan sebelumnya menjadi -1,05. Begitu juga dengan pertumbuhan DPK pada triwulan laporan yang mengalami perlambatan dari 15,71 qtq, menjadi 14,21. Di sisi lain, pertumbuhan penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan dari 8,97 qtq pada triwulan IV-2009 menjadi 17,71 pada triwulan I-2010. Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio FDR bank umum syariah di Jawa Barat meningkat dari 80 menjadi sebesar 82 pada triwulan laporan. Di sisi lain, risiko pembiayaan mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalahNon Performing Financing NPF yang mengalami naik dari 3,13 pada Desember 2009 menjadi 4,38 pada Februari 2010. Grafik 3.22. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat - 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV Feb- 10 2007 2008 2009 T ri liun Rp Aset DPK Pembiayaan Sumber: LBUS KBI Bandung 64 65 4. B ANK U MUM YANG BERKANTOR PUSAT DI J AWA B ARAT Dengan pindahnya salah satu kantor pusat bank umum dari wilayah Jawa Barat sejak akhir tahun 2009, maka berakibat pada penurunan signifikan terhadap indikator perbankan yang berkantor pusat di Jawa Barat. Secara tahunan, pertumbuhan aset bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat turun dari 33,11 yoy pada triwulan IV-2009 menjadi -15,67 pada Maret 2010 atau menjadi Rp44,47 triliun. Demikian juga dengan kredit yang disalurkan, anjlok dari 30,09 menjadi - 20,34 atau menjadi Rp25,56 triliun. Pertumbuhan DPK turun dari 38,55 menjadi -20,79 atau menjadi Rp34,19 triliun. Sementara itu secara triwulanan, penurunan juga terjadi pada total aset, penyaluran kredit dan DPK. Pertumbuhan total aset turun dari 4,79 qtq menjadi -28,18. Pertumbuhan penyaluran kredit turun dari 6,03 qtq menjadi -36,76 dan pertumbuhan DPK turun dari 0,31 qtq menjadi -29,57. Dengan perkembangan tersebut, LDR bank umum yang berkantor pusat di wilayah Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat sebesar 75 atau lebih rendah dibandingkan posisi triwulan sebelumnya 83. Di sisi lain, risiko kredit meningkat seperti yang terlihat dari persentase kredit bermasalah NPL gross yang naik dari 1,13 pada triwulan sebelumnya menjadi 1,94 pada triwulan I-2010. Rendahnya angka NPL gross tersebut, mencerminkan relatif terkendalinya risiko kredit. Hal tersebut juga didukung oleh survei Kantor Bank Indonesia mengenai dampak ACFTA terhadap debitur utama dari bank-bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat. Hasil survei mengindikasikan bahwa pemberlakukan ACFTA belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerjausaha dari masing-masing debitur, sehingga diperkirakan kinerja bank umum dimaksud relatif tidak akan terganggu. 5. B ANK P ERKREDITAN R AKYAT Dari sisi penyaluran kredit, kinerja BPR konvensional menunjukkan peningkatan. Sementara dari sisi total aset dan penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan penyaluran kredit BPR secara tahunan meningkat dari 9,46 yoy menjadi 10,83 atau menjadi Rp4,98 triliun. Di sisi lain, pertumbuhan total aset melambat dari 20,44 yoy menjadi 17,87 atau menjadi sebesar Rp7,33 triliun. Sementara itu, pertumbuhan DPK melambat dari 26,17 yoy menjadi 22,29 atau menjadi Rp5,38 triliun. Walaupun sedikit melambat, namun pertumbuhan DPK masih pada level yang cukup tinggi, terutama jika dibandingkan dengan pertumbuhan DPK bank umum. Hal ini diduga terkait dengan masih relatif lebih menariknya suku bunga simpanan di BPR. Secara triwulanan, perkembangan BPR menunjukkan kondisi yang tidak jauh Grafik 3.23. Perkembangan Indikator Bank Umum yang Berkantor Pusat di Jawa Barat 41,50 40,52 45,82 46,52 52,74 55,45 59,10 61,93 44,47 33,84 32,51 36,48 35,04 43,17 45,13 48,40 48,55 34,19 24,99 24,55 30,09 31,07 32,09 34,20 38,12 40,42 25,56 - 10 20 30 40 50 60 70 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 T ri liun Rp Aset DPK Kredit Sumber: LBU KBI Bandung 66 berbeda. Pertumbuhan total aset melambat dari 5,87 qtq pada triwulan IV-2009 menjadi 3,74 pada triwulan laporan. Demikian juga halnya dengan DPK yang tumbuh melambat dari 6,32 qtq menjadi 5,77. Di sisi lain, pertumbuhan kredit yang disalurkan mengalami peningkatan dari 1,99 qtq menjadi 3,41. Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR merupakan kredit produktif modal kerja dan investasi. Pangsa kredit produktif tersebut mencapai 58 dari total kredit BPR dan sisanya 42 merupakan kredit konsumtif. Jika dilihat secara lebih rinci, penyaluran kredit untuk kebutuhan modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan yang tertinggi dari 8,67 yoy menjadi 12,85 yoy atau mencapai posisi Rp2,73 triliun. Hal ini diperkirakan merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian khususnya di sektor usaha mikro, kecil dan menengah UMKM. Namun di sisi lain, risiko kredit BPR masih relatif tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh persentase kredit bermasalah NPL gross yang mencapai 8,50 pada triwulan laporan, walaupun mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009 8,68. Grafik 3.24. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat - 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I 2008 2009 2010 T riliu n R p Aset DPK Kredit Sumber: LBPR KBI Bandung 67 BAB 4 KEUANGAN DAERAH 68 Pembiayaan pemerintah terhadap perekonomian diperkirakan meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari realisasi belanja pemerintah pusat maupun provinsi Jawa Barat yang meningkat. Proses pengadaan barangjasa dimulai lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya serta usaha pemerintah daerah untuk mempercepat program transmigrasi dan bantuan pendidikan menjadi faktor utama pendukung membaiknya kinerja keuangan pemerintah. Sementara itu, realisasi penerimaan baik APBN maupun APBD di Jawa Barat pada periode laporan meningkat. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos PPN untuk impor barang-barang modal. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat yang terutama bersumber dari bea balik nama kendaraan bermotor. 1. APBD P ROVINSI J AWA B ARAT T AHUN 2010 Kapasitas fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan terutama berasal dari pendanaan transfer pemerintah pusat ke daerah dana perimbangan serta pendapatan pajak Provinsi. Selain itu, sisa lebih anggaran dari beberapa tahun sebelumnya yang masih relatif besar akan digunakan kembali sebagai alternatif penerimaan pembiayaan pada tahun 2010. Di sisi belanja, Provinsi Jawa Barat menganggarkan dana yang cukup besar. Alokasi belanja Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp9,56 triliun atau meningkat 15,71 dari tahun sebelumnya. Bahkan pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi meningkatkan belanja infrastruktur 2 kali lipat menjadi sebesar Rp1 triliun yang berasal dari cadangan fiskal Provinsi. Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 dan 2010 No. Uraian APBD 2009 Rp Miliar APBD 2010 Rp Miliar Perubahan I Pendapatan 6.952 7.758 11,59 1 Pendapatan Asli Daerah 5.177 5.623 8,63 2 Dana Perimbangan 1.763 2.105 19,40 3 Lain-lain PAD yang Sah 12 30 135,76 II Belanja 8.263 9.561 15,71 1 Belanja Tidak Langsung 5.399 6.469 19,82 2 Belanja Langsung 2.864 3.092 7,96 III Pembiayaan 1.311 1.803 37,57 1 Penerimaan Daerah 1.311 1.803 37,56 2 Pengeluaran Daerah 1 1 -57,65 3 SILPA Sumber: Perda APBD Provinsi Jawa Barat Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 menerapkan kebijakan penentuan APBD secara tematik atau berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan menggunakan pola tematik maka Pemerintah Provinsi Jabar dapat lebih fokus kepada sasaran strategis 69 70 atau common goals dan mendorong efektivitas organisasi pemerintahan. Efisiensi perjalanan dinas juga dilakukan pada tahun 2010 sehingga hasil efisiensi belanja pegawai dalam bentuk honorarium maupun perjalanan dinas dapat dialokasikan kepada belanja modal. 2. P ENDAPATAN P EMERINTAH DI J AWA B ARAT Tax ratio 1 rasio pajak terhadap PDRB Jawa Barat menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya Grafik 4.1. Penurunan terutama disebabkan oleh pertumbuhan penerimaan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat yang lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Namun demikian, baik posisi penerimaan pajak pemerintah pusat maupun provinsi pada periode laporan meningkat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, tax ratio di Jawa Barat tahun 2010 diperkirakan akan lebih tinggi. Grafik 4.1. Tax Ratio dan Total Penerimaan Pajak di Provinsi Jawa Barat 2 3 4 5 6 7 8 9 10 8 9 10 11 12 13 14 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2008 2009 2010 yoy Rp Triliun Penerimaan Pajak Tax Ratio Keterangan: Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat serta penerimaan pajak pemerintah provinsi, Tax ratio adalah pembagian antara total pajak pusat dan provinsi dengan PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Sumber: BPS, Dipenda Provinsi Jawa Barat, KBI Bandung 2.1. P ENDAPATAN P AJAK P EMERINTAH P USAT Baik posisi maupun pertumbuhan tahunan pendapatan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Grafik 4.2. Hal ini diduga sejalan dengan pemulihan perekonomian sehingga terjadi peningkatan terutama pada pendapatan negara yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai PPN. Berdasarkan klasifikasinya, PPNBM PPN Bea Masuk Impor meningkat drastis dibandingkan periode lalu. Grafik 4.2. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat -0,50 0,00 0,50 1,00 2 4 6 8 10 12 14 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2008 2009 2010 yoy Rp Triliun Penerimaan Pajak Pertumbuhan Sumber: Mutasi Rekening Pemerintah Pusat di KBI Bandung Kenaikan penerimaan PPNBM Impor sejalan dengan peningkatan jumlah barang yang diimpor khususnya alat angkutan serta barang modal yang dipergunakan sebagai bahan baku industri maupun investasi perusahaan. Namun demikian, kinerja perpajakan dalam PPh Pajak Penghasilan diduga mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Direktorat Jenderal Pajak DJP Jawa Barat I 2 melaporkan bahwa pada triwulan I-2010 penerimaan PPh yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh perpanjangan sunset policy yang diduga turut menyumbangkan penurunan dalam penerimaan PPh Orang Perorang OP, serta adanya peraturan perubahan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan yang semula 31 Maret menjadi 30 April. 1 Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 2 Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I 2009 2010 Jenis Pajak Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I A. Pajak Penghasilan 1.399 1.324 1.633 2.372 1.292 B. PPN dan PPN BM 589 641 737 1.455 624 C. PL dan PIB 35 41 40 70 26 D. PBB dan BPHTB 107 296 561 630 86 Jumlah 2.130 2.302 2.971 4.527 2.028 Pertumbuhan , yoy 17,07 18,54 25,57 55,66 4,76 Sumber: DJP Jawa Barat I 2.2. P ENDAPATAN P EMERINTAH P ROVINSI Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat. Hingga triwulan I-2010 Pendapatan Asli Daerah PAD telah terealisasi sebesar 27 ytd lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 22,5. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari meningkatnya pendapatan pajak, yakni Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor. Faktor utama penyebab kenaikan pendapatan pajak adalah pemulihan perekonomian dan meningkatnya kepercayaan konsumen atas kondisi perekonomian. Tabel 4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat Rp Miliar 2009 2010 Jenis Pajak Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Pajak Kendaraan Bermotor 411 458 520 473 429 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 404 423 565 544 647 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 266 263 283 273 265 Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 23 24 35 14 23 Jumlah 1.103 1.168 1.403 1.305 1.365 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Selain itu, peningkatan alokasi Dana Perimbangan juga diikuti dengan tingkat realisasi yang cukup baik, yakni sebesar 27,4 pada periode laporan atau lebih tinggi dari periode sebelumnya yang sebesar 25. Bahkan tingkat realisasi pada periode laporan merupakan yang tertinggi dari periode pengamatan tahun 2004 hingga 2009. Tingkat realisasi dana perimbangan yang cukup baik merupakan indikasi upaya pemerintah pusat untuk mempercepat pendanaan belanja pembangunan sehingga mampu mempercepat pemulihan perekonomian. 71 Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2009 Triwulan I-2010 No. Uraian APBD 2009 Rp Miliar Realisasi Rp Miliar Realisasi thd APBD APBD 2010 Rp Miliar Realisasi Rp Miliar Realisasi thd APBD I PAD 5.176 1.163 22,48 5.623 1.503,63 26,74 a. Pajak Daerah 4.835 1.103 22,82 5.147 1.450,73 28,19 b. Retribusi Daerah 29 6 22,63 29 5,321 18,22 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 138 1 0,57 204,20 0,13 0,06 d. Lain-lain PAD 174 53 30,38 242,3 47,637 19,66 II Dana Perimbangan 1.763 441 25,03 2.105,00 577,38 27,43 a. Bagi Hasil Pajak 786 116 14,71 980,70 362,04 36,92 b. Dana Alokasi Umum 977 326 33,33 1086 215,339 19,83 c. Dana Alokasi Khusus - - - 38,6 - III Lain-lain Pendapatan 12 753 6.053,02 8,30 NA NA a. Bantuan Keuangan 10 1 11,75 NA NA b. Lain-lain Penerimaan 3 752 26.439,89 NA NA Total Pendapatan 6.952 2.358 33,91 7.736,00 2.000-2.100 26-27 Keterangan: Angka Perkiraan Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 3. B ELANJA D AERAH Belanja pemerintah di Jawa Barat pada triwulan I-2010 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada periode laporan, belanja pemerintah lebih ditujukan untuk keperluan belanja barangjasa, khususnya dalam rangka mempercepat proses pengadaan yang dilakukan melalui mekanisme lelang secara konvensional maupun elektronis. Selain itu, realisasi anggaran pada pos belanja pegawai digunakan terutama untuk meningkatkan pengawasan maupun menyelenggarakan pertemuan-pertemuan koordinasi di awal tahun. 2.1. B ELANJA APBN DI J AWA B ARAT Baik pertumbuhan maupun tingkat realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat mengalami kenaikan. Pertumbuhan realisasi belanja dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, serta program yang didanai pinjaman luar negeri meningkat. Naiknya pertumbuhan realisasi belanja terutama terjadi untuk percepatan program bantuan pendidikan dan transmigrasi. Belanja Dana Dekonsentrasi Realisasi dana dekonsentrasi diduga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh realisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang lebih awal dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari Dinas Pendidikan, skema BOS Bantuan Operasional Sekolah tahun 2009 telah cukup dimengerti oleh baik pihak pemerintah maupun sekolah, setelah pada tahun sebelumnya Dinas Pendidikan mengalami kesulitan merealisasikan anggaran dari sebelumnya secara langsung melalui beasiswa menjadi menggunakan kegiatan bimbingan belajar. 72 Di sisi lain, pelaporan realisasi dana dekonsentrasi mengalami kendala karena beberapa dinas belum dapat menyampaikan laporan. BAPPEDA Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa pada tahun ini sistem pelaporan dana dekonsentrasi mengalami perubahan menjadi lebih formal. Dana dekonsentrasi berfungsi sebagai pembiayaan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan program pemerintah pusat di daerah. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana dekonsentrasi meliputi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan. Pada umumnya, anggaran yang dialokasikan pada dana dekonsentrasi lebih besar dibandingkan dengan dana tugas pembantuan yang bersifat pembangunan fisik. Pengalokasian dana dekonsentrasi juga ditujukan langsung kepada dinasinstansi di tingkat provinsi sementara wewenang dana tugas pembantuan diserahkan kepada pemerintah kotakabupatenprovinsi untuk mengatur. Tabel 4.4 Realisasi ytd Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar 2009 2010 Dinas Anggaran Rp Miliar Realisasi Tw.I Anggaran Rp Miliar Realisasi Tw.I Dinas Pendidikan 4.540,44 3848,75 0,99 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa BPMPD 42,97 53,2 NA Dinas Pertanian 30,41 24,3 NA Dinas Sosial 25,21 22,61 0,00 Dinas Tata Ruang dan Pemukiman 14,50 2,6 0,00 Jumlah 4.637,44 0,14 4067,39 0,16 Keterangan: Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Belanja Dana Tugas Pembantuan Tingkat realisasi Dana Tugas Pembantuan diperkirakan meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi terutama berasal dari kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat khusunya untuk program percepatan rehabilitasi jalan dan jembatan. Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat telah mulai melaksanakan perbaikan infrastruktur di beberapa ruas jalan provinsi. Tabel 4.5 Realisasi Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima Alokasi Anggaran Terbesar 2009 2010 ProvinsiKabupatenKota Anggaran Rp Miliar Realisasi Tw.I Anggaran Rp Miliar Realisasi Tw.I Provinsi Jawa Barat 204,89 215,06 0,31 Kabupaten Garut 117,34 17,06 NA Kabupaten Sukabumi 100,33 0 19,84 0 Kabupaten Tasikmalaya 87,94 8,34 NA Kabupaten Cianjur 75,29 9,21 3,48 Jumlah 1.145,16 0,14 442,03 0,17 Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Selain itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disnakertrans Provinsi Jawa Barat pada triwulan I- 2010 mulai melakukan pengerahan dan fasilitasi perpindahan serta penempatan transmigrasi di wilayah strategis dan cepat tumbuh. Pada tahun 2010 Disnakertrans menargetkan peningkatan partisipasi masyarakat, membangun jejaring pendanaan investasi, dan peningkatan kompetensi transmigran. Sementara, Kabupaten Sumedang memperoleh alokasi dana tugas pembantuan yang 73 cukup besar pada tahun 2010, yakni sebesar Rp61,56 miliar terutama untuk pembangunan gedung kantor untuk pelayanan saranaprasarana daerah. Belanja APBN yang Berasal dari Pinjaman Luar Negeri Realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat yang dibiayai Pinjaman luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan laju pertumbuhan semata-mata disebabkan oleh realisasi belanja yang dibiayai utang luar negeri baru mulai dilakukan pada bulan Februari 2010 berbeda dengan tahun lalu yang direalisasikan sejak awal tahun Grafik 4.3. Grafik 4.3. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat dari Pinjaman Luar Negeri -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 20 40 60 80 100 120 140 160 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2008 2009 2010 yoy Rp Triliun Belanja dari Utang Luar Negeri Pertumbuhan Sumber: KBI Bandung Realisasi belanja pemerintah yang dibiayai utang luar negeri pada periode laporan terutama untuk program pemberdayaan petani miskin dan masyarakat pedesaan serta pengembangan lingkungan sekitar. Program tersebut merupakan bentuk lain dari PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan ruang lingkup pada sektor pertanian, pemerintahan, irigasi, pendidikan, dan infrastruktur lainnya. 2.2. B ELANJA APBD P ROVINSI J AWA B ARAT Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan I-2010 diperkirakan mencapai kisaran 6 hingga 8 dari total anggaran atau lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dalam hal percepatan proses pengadaan belanja modal. Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat menginformasikan bahwa pada akhir triwulan I-2010 beberapa pemenang hasil lelang proyek infrastruktur telah diumumkan dan sedang melalui proses pembuatan kontrak. Sementara, sisanya masih berada masa evaluasi panitia pengadaan. Realisasi belanja infrastruktur diperkirakan mulai dilaksanakan pada triwulan II-2010. Pada tahun 2009, hanya 3 pemerintah daerah Kab. Kuningan, Kab. Purwakarta, dan Kota Sukabumi yang memanfaatkan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik LPSE. Pada tahun 2010 jumlah peserta bertambah menjadi 12 kabupatenkota, dengan tambahan 9 daerah baru, yakni Kab. Indramayu, Kab. Tasikmalaya, Kab. Karawang, Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya. Sesuai dengan pola musimannya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan realisasi anggaran terutama untuk belanja pegawai serta perjalanan dinas. Sementara itu, dinas terkait telah melakukan persiapan program pembangunan meskipun belum terdapat realisasi secara keuangan. 74 BOKS 4 PENINGKATAN BELANJA INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2010 Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat merubah kebijakan anggaran dengan menggunakan sistem tematik sehingga dapat lebih fokus kepada common goals Provinsi Jawa Barat. Di antara tujuan strategis Provinsi Jawa Barat pembangunan infrastruktur diduga dapat memberikan pengaruh yang baik kepada sektor lainnya. Kondisi jalan Provinsi dan KabKota menunjukkan perbaikan sebagaimana terlihat dari persentase panjang ruas jalan tidak rusak yang meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, jika dibandingkan dengan kualitas jalan nasional maka jalan provinsi dan kabkota dapat lebih ditingkatkan terutama untuk mendukung kegiatan perekonomian. Grafik 1. Tingkat Kerusakan Jalan di Jawa Barat 20 40 60 80 100 2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008 Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan KabKota Rusak berat Rusak Sedang Baik Sumber: Jawa Barat dalam Angka Pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi mengalokasikan belanja infrastruktur yang cukup besar, yakni sebesar Rp1 triliun atau meningkat 2 kali lipat dari tahun sebelumnya. Dengan peningkatan alokasi tersebut, maka diharapkan kondisi jalan dapat lebih baik mencapai target tingkat kemantapan jalan tahun 2010 sebesar 92 dari tahun 2009 yang sebesar 86 sehingga dapat meningkatkan kelancaran aktivitas perekonomian. Hal ini mencerminkan upaya Pemprov untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Berdasarkan alokasinya, Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat memperoleh dana pembangunan terbesar, yakni Rp656,8 miliar untuk pembangunan jalanjembatan dan Rp321,3 miliar untuk rehabilitas jalanjembatan. Sementara itu, Pemprov Jabar juga mengalokasikan pembebasan lahan untuk proyek pembangunan infrastruktur multi-years seperti pembangunan Bandara Kertajati, reaktivasi jalur kereta api, dan pembangunan jalan tol Cisumdawu. 75 Halaman ini sengaja dikosongkan 76 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 78 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar clean money policy. Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Pada triwulan I-2010, transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat menunjukkan peningkatan pada nilai transaksi khususnya sistem pembayaran non tunai. Transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement BI-RTGS, untuk wilayah Jawa Barat, secara nominal mengalami peningkatan, meskipun secara volume turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah aliran uang masuk inflow ke KBI di wilayah Jawa Barat, secara triwulanan mengalami peningkatan, namun aliran uang keluar outflow mengalami penurunan. Nilai transaksi pembayaran melalui kliring di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan, namun secara volume sedikit mengalami peningkatan. 1. P ENGEDARAN U ANG K ARTAL 1.1. Aliran Uang Kartal MasukKeluar InflowOutflow Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan I-2010 di wilayah kerja BI Bandung, BI Cirebon dan BI Tasikmalaya menunjukkan terjadinya net inflow. BI Bandung mengalami net inflow sebesar Rp3,40 triliun, sedangkan BI Cirebon dan BI Tasikmalaya masing-masing sebesar Rp1,30 triliun dan Rp0,49 triliun. Secara gabungan Inflow di BI wilayah Jawa Barat menjadi Rp6,72 triliun atau naik 11,87 qtq atau turun 4,34 yoy. Sementara outflow di BI wilayah Jawa Barat menjadi Rp0,80 triliun atau turun sebesar 60,87 qtq atau 0,91 yoy Grafik 5.1. Peningkatan inflow pada triwulan laporan merupakan siklus yang biasa terjadi setelah pada triwulan sebelumnya terjadi outflow yang cukup tinggi Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat - 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 2008 2009 2010 Rp T ri liun Outflow Net Inflow Inflow Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya BI Cirebon 79 Selama triwulan I-2010, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Tabel 5.1. Secara nominal, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung selama triwulan I-2010 adalah sebesar Rp593,22 miliar atau turun 68,52 qtq, sedangkan uang logam yang keluar Rp0,258 miliar atau turun 66,75 qtq. Sementara itu, jumlah bilyet uang kertas yang keluar mencapai 18,14 juta bilyet atau turun 44,44 qtq, demikian juga dengan uang logam yang keluar turun sebesar 68,58 qtq menjadi 1,92 juta keping. Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tw. IV-2009 Tw. I-2010 Pertumbuhan qtq Nominal BilyetKeping Nominal BilyetKeping Nominal BilyetKeping Jenis Pecahan Rp Miliar Juta Rp Miliar Juta Uang Kertas 100.000 965,82 9,66 304,01 3,04 -68,52 -68,52 50.000 863,97 17,28 223,52 4,47 -74,13 -74,13 20.000 12,11 0,61 20,25 1,01 67,17 67,17 10.000 11,48 1,15 26,56 2,66 131,35 131,35 5.000 7,83 1,57 12,15 2,43 55,22 55,22 2.000 3,10 1,55 4,41 2,21 42,13 42,13 1.000 0,84 0,84 2,32 2,32 176,97 176,97 Total 1.865,16 32,65 593,22 18,14 -68,19 -44,44 Nominal BilyetKeping Nominal BilyetKeping Nominal BilyetKeping Jenis Pecahan Rp Juta Juta Rp Juta Juta Juta Uang Logam 1,000 - - 80,00 0,08 na na 500 24,77 0,05 5,76 0,01 -76,76 -76,76 200 458,00 2,29 81,20 0,41 -82,27 -82,27 100 213,29 2,13 56,22 0,56 -73,64 -73,64 50 79,05 1,58 27,00 0,54 -65,84 -65,84 25 1,51 0,06 8,03 0,32 433,54 433,54 Total 776,62 6,11 258,21 1,92 -66,75 -68,58 Sumber: BI Bandung 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan pemberian tanda tidak berharga PTTB terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar lusuhrusak sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat clean money policy, Selama triwulan I-2010, BI Bandung melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 114,69 juta lembar atau naik 10,33 qtq Grafik 5.2. Berdasarkan jumlah lembar yang dimusnahkan, yang paling banyak adalah pecahan Rp1,000, Rp50,000, Rp5,000, dan Rp20,000 masing-masing sebesar 34, 25, 13, dan 11. 80 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I 2008 2009 2010 L em bar Sumber: BI Bandung 1.3. Uang Palsu Selama triwulan I-2010, BI Bandung telah menemukan uang rupiah palsu di wilayah kerjanya sebanyak 1,451 lembar atau turun 794 lembar dibandingkan triwulan sebelumnya. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan selama triwulan I-2010, adalah uang kertas pecahan Rp50,000 dan Rp100,000 masing-masing sebesar 44 dan 32 dari total lembar uang palsu yang ditemukan. Meskipun demikian, BI Bandung terus berupaya menekan perkembangan peredaran uang palsu, diantaranya melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat. 2. S ISTEM P EMBAYARAN N ON T UNAI 2.1 Kliring lokal Pada triwulan I-2010, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah Jawa Barat, mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi kliring per bulan pada triwulan I-2010, adalah sebanyak 488,719 warkat, meningkat sebesar 1,51 qtq namun secara tahunan turun 3,09 yoy. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan pada triwulan I- 2010 turun 8,01 qtq namun secara tahunan meningkat 8,27 yoy menjadi Rp10,76 triliun Tabel 5.2. Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat