1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum merupakan pelindung bagi para individu agar tidak diperlakukan semena-mena oleh siapapun. Hukum juga merupakan pelindung bagi negara dan
masyarakat, agar tidak ada seorangpun yang dapat berprilaku dengan semena- mena, dan melanggar ketentuan yang telah ditentukan. Dengan demikian hukum
publik merupakan salah satu jaminan pelindung yang juga merupakan alat pengatur hak dan kewajiban antara negara dan warga negara.
Tugas penertiban hukum pada masa yang akan datang tidak akan terlepas dalam penggunaan cara-cara penyelesaian konflik berdasarkan aturan hukum,
baik yang tertulis ataupun tidak tertulis. Rumusan pekerjaan polisi pada masa yang akan datang tidak akan terlepas dari masa yang paling utama, yaitu menjaga
ketertiban.
1
Sehubungan dengan hal tersebut, maka para aparat hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan dan
kewenangannya, di mana mereka harus secara tegas memberikan sanksi hukum kepada pelanggar hukum, tetapi mereka juga harus memperhatikan hak-hak
warga negara, bahwa hukum itu diciptakan untuk melindungi setiap orang dari tindakan-tindakan melawan hukum.
1
H. Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, Cet. Ke-1, h. 162.
Secara umum, fungsi hukum acara pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak serta melaksanakan hukum pidana materiil.
Ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dimaksudkan untuk melindungi para tersangka dan terdakwa dari tindakan yang sewenang-wenang aparat
penegak hukum dan pengadilan. 1. Pada sisi lain, hukum juga memberikan kewenangan tertentu kepada negara melalui aparat penegak hukumnya untuk
melakukan tindakan yang dapat mengurangi hak asasi warganya. Hukum acara pidana juga merupakan sumber kewenangan bagi aparat penegak hukum dan
hakim serta pihak lain yang terlibat penasehat hukum. Permasalah yang muncul adalah “penggunaan kewenangan yang tidak benar atau terlalu jauh oleh aparat
penegak hukum”. 2. Penyalahgunaan kewenangan dalam sistem peradilan pidana yang berdampak pada terampasnya hak-hak asasi warga negara merupakan
bentuk kegagalan negara dalam mewujudkan negara hokum Banyak yang mungkin tidak tahu akan hak tersangka yang terbilang
“istimewa”. Bukan masyarakat yang masih awam dengan persoalan hukum saja. Bahkan tak sedikit penyidik Polri yang lupa atau mungkin kurang paham akan
hak-hak tersangka. Salah satu hak tersangka, yang menurut saya merupakan suatu “keistimewaan” adalah Hak Ingkar. Hak untuk berbohong atau tidak mengakui
apa yang sebenarnya dilakukan. Jika menilik sejarah perkembangan hukum tanah air, maka Hak Ingkar merupakan titik utama bagi seorang tersangka.
Dalam realita pelaksanaan penegakan hukum, penyidik Polri masih kerap terfokus pada pengakuan seorang tersangka dalam menemukan titik terang suatu tindak
kejahatan. Pengalaman saya menjadi wartawan selama beberapa tahun menunjukkan bagaimana pengakuan seorang tersangka kerap kali menjadi
langkah awal bagi penyidik Polri dalam mengumpulkan alat bukti kejahatan Jika kita lihat dalam kehidupan sekarang ini banyak hal-hal yang sangat
tidak lazim yang harus dialami oleh jutaan jiwa manusia, contohnya seperti maraknya tindak pidana NARKOBA yang berawal dari apakah itu karena
ketidaksengajaan, pengaruh lingkungan, sekedar coba-coba ataupun memang sudah menjadi kebiasaan, yang mana hal itu berawal dari produsen yang
memproduksinya, pengedar yang mengedarkannya, dan bahkan sampai terus meningkatnya para pengguna penyalahgunaan NARKOBA.
Sejumlah kasus NARKOBA belakangan ini tampak mengejutkan masyarakat, kejadiannya semula hanya terdapat di kota-kota besar, tetapi kini
sudah merembet ke kota-kota kecil. Disamping itu selain para pelakunya dari warga sipil banyak juga dari kalangan militer.
2
Sehubungan dengan itu untuk menanggulangi adanya penyalahgunaan NARKOBA di negara kita, pemerintah telah mempunyai perangkat hukum yang
mengatur tentang kejahatan NARKOBA, yaitu berupa Undang-undang yang telah disahkan untuk penanggulangan kejahatan NARKOBA.
3
namun, walaupun sudah adanya aturan khusus yang mengatur tentang kejahatan NARKOBA ini tetap saja maraknya penyalahgunaan NARKOBA telah
2
Ibid., h. 3-4
3
Ibid., h. 6
sampai kepada titik yang menghawatirkan, jika kita teliti dari segi aspek hukum yang berlakunya, kenapa walaupun sudah banyak pelaku penyalahgunaan
NARKOBA yang tertangkap dan dimusnahkan, tetapi tetap saja dengan mudah dan cepat obat-obatan terlarang tersebut dapat berproduksi lagi dan makin banyak
pula, sebenarnya siapa yang patut disalahkan, apakah orang-orang yang memang tidak jera dengan peringatan itu atau lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
berdasarkan data yang telah dihimpun oleh BNN jumlah kasus NARKOBA meningkat pada tahun 2000 dari 3.478 menjadi 8.401 atau meningkat
rata-rata 28,9 pertahun. Tidak lain halnya dengan meningkatnya jumlah tersangka tindak pidana NARKOBA dari 4.955 menjadi 11.315 kurang lebih atau
meningkat rata-rata 28,6 pertahun, dari hasil data tentang permasalahan NARKOBA di atas menunjukkan kasus kejahatan tindak pidana NARKOBA
meningkat tajam.
4
Meningkatnya jumlah tersangka setiap tahunnya disebabkan oleh makin meluasnya perdagangan peredaran gelap NARKOBA. Bahkan Indonesia saat ini
telah dijadikan tempat produksi, walaupun para penegak hukum sebagai pihak yang terkait sudah berusaha menanggulangi permasalahan tersebut, dengan makin
banyaknya para pelaku yang ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara baik si
4
Skripsi Hukum Pidana, Situasi Permasalahan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkoba, Pdf. Com
pemakai ataupun pengedar tapi tetap saja mereka makin banyak pula kejahatan dalam NARKOBA.
5
Meningkatnya penggunaan zat ini sudah diluar batas. Angka orang yang ketagihan NARKOBA makin bertambah, permintaan terhadap NARKOBA di
black market pun kian besar. Angka kriminalitas yang timbul dari berbagai pengaruh dan dorongan dari penjahat-penjahat NARKOBA terhadap seseorang
yang belum kenal dengan NARKOBA untuk mengkonsumsinya semakin merajalela.
6
berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul:
“ Pembantaran Penahanan Tersangka Pengedar NARKOBA karena mengidap HIVAIDS dalam Proses Penyidikan Study Kasus dan
Analisa Surat Perintah POLRES Tangerang No. Pol.: Sprin. Han 134-a VIII 2009 Narkoba
. ” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Batasan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah, pembahasan mengenai proses
penyidikan ini sangat luas seperti adanya penggeledahan dan penyitaan, namun di sini penulis membatasi pembahasannya tentang penghentian penyidikan.
Rumusan Masalah
6
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, h. 34
Sedangkan dalam perumusan masalahnya dapat dirinci sebagai berikut: a.
Apakah yang menjadi alasan dikeluarkannya surat pembantaran penahanan oleh pihak penyidik?
b. Apakah prosedur dikeluarkannya surat pembantaran penahanan tersebut telah
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yaitu KUHAP?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian