Pendahuluan, akan diberikan gambaran secara obyektif untuk dapat Dalam bab ini dijelaskan tentang pengertian dan dasar hukum Menjelaskan tentang pengertian NARKOBA dan tahap-tahap Bab ini membahas tentang hasil penelitian dengan memapa

dari masalah yang sedang diteliti. Untuk mempermudah dalam mempertimbangkan penulisan skripsi ini, saya membagi menjadi 5 lima bab yaitu:

BAB I Pendahuluan, akan diberikan gambaran secara obyektif untuk dapat

melanjutkan kemateri selanjutnya. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah serta menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang dilengkapi dengan review studi terdahulu, metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisannya.

BAB II Dalam bab ini dijelaskan tentang pengertian dan dasar hukum

penyidikan, tujuan dari penyidikan, proses dalam penyidikan, penghentian penyidikan dan penyidikan lanjutan, fungsi serta peranan penyidikan dalam aturan hukum positif.

BAB III Menjelaskan tentang pengertian NARKOBA dan tahap-tahap

pengggunaan NARKOBA, apa saja yang menjadi tindak pidana NARKOBA, bagaimana penerapan hukumnya, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penyalahgunaan NARKOBA, dan bagaimana pengobatan dan rehabilitasi bagi pengguna NARKOBA.

BAB IV Bab ini membahas tentang hasil penelitian dengan memaparkan hasil

wawancara dari para pihak yang bersangkutan, dan juga menjelaskan hasil analisis dari putusan POLRES Tangerang ini berdasarkan aturan-aturan hukum yang berlaku.

BAB V Penutup, berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis. Adapun

isi dari kesimpulan itu sendiri adalah ringkasan dari jawaban rumusan masalah. Saran merupakan masukan dari penulis terkait dengan ilmu pengetahuan khususnya dalam masalah pidana. 13

BAB II PENYIDIKAN SECARA UMUM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Penyidikan Penyidikan adalah suatu istilah yang berasal dari kata sidik yang berarti periksa, dan menyidik berarti memeriksa, menyelidiki, mengamat-mengamati. 1 Dalam bahasa Belanda osporing dan investigation inggris yang berarti pemeriksaan atau pengusutan. 2 Jadi pengertian dari penyidikan adalah pemeriksaan. KUHAP mendefinisikan penyidikan sebagaimana tercantum dalam bab 1 pasal 1 butir 2 jo Undang-undang tentang kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 1 butir 10 m, adalah sebagai berikut: “ penyidikan ialah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang membuat terang tindak pidana yang terpidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya ”. 3 Dari pengertian tersebut dapat dilihat empat unsur materi yang harus diperhatikan oleh penyidik dalam mengambil tindakan penyidikan. Keempat unsur tersebut adalah: 1 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, h. 932. 2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 118. 3 KUHAP, Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 disertai penjelasannya, Jakarta: Titik Terang, 1995, Cet. Ke-II, H. 11. 1. Tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan yang telah diatur dalam undang-undang. 2. Untuk mencari serta mengumpulkan bukti. 3. Bukti-bukti ini digunakan untuk membuat terang tindakan pidana yang telah terjadi. 4. Guna menemukan tersangka. Adapun definisi penyidik itu sendiri dalam KUHAP pasal 1 butir 1 adalah “ pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil yang diberikan kewenangan, khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan ”. 4 Penyelidikan sangat erat kaitannya dengan penyidikan, sehingga perlu diketahui pengertian dan perbedaannya dengan penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari pada fungsi penyidikan. Penyidikan merupakan tindakan yang mendahului tindakan atas tindakan lain yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemeriksaan surat, pemanggilan tersangka, pemeriksaan dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum. 5 Dalam pasal 1 butir 5 KUHAP, penyelidikan didefinisikan sebagai “serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan 4 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, Cet. Ke-XII, h. 229 5 Ali Yuswandi, Penuntutan, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995, Cet. ke-1, h. 8. penyidikan menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang ”. 6 Sedangkan penyelidik didefinisikan dalam pasal 1 butir 4 adalah: penyelidik sebagai pejabat Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Jadi penyelidikan dilakukan untuk menentukan apakah peristiwa hukum yang sedang diselidiki termasuk tindak pidana atau bukan. Kalau merupakan tindak pidana, penyelidikan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan penyidikan. Wewenang untuk melakukan penyelidikan hanya diberikan kepada Polisi Republik Indonesia POLRI, sementara penyidikan dilakukan selain oleh POLRI juga dapat dilakukan oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Pengaturan tentang kepangkatan untuk menjadi penyidik, dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP pasal 2 butir 1 dinyatakan bahwa penyidik adalah: a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Polisi. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda tingkat I golongan IIB. 7 6 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 230. 7 KUHAP, Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 disertai penjelasannya, h. 286. Selanjutnya pasal 2 ayat 2 PP No. 27 tahun1983 menentukan bila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat pembantu Letnan dua Polisi, maka yang menjadi penyidik adalah komandan sektor kepolisian yang berpangkat bintara di bawah pembantu letnan dua polisi. Sedangkan penyidik PNS tertentu diangkat oleh Menteri Kehakiman atau usul dari departemen yang membawahi PNS tersebut. Menteri sebelum melakukan pengangkatan terlebih dahulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kapolri. Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan pasal 2 ayat 5 dan ayat 6 PP No. 27 tahun 1983. 8 Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik mempunyai wewenang yang didasarkan kepada suatu peraturan peraturan perundang-undangan. Pasal 7 KUHAP telah mengatur tentang kewenangan penyidik sebagai berikut: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal dari tersangka. d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaa. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 8 Ratna Nurul Afifah, Pra Peradilan dan Ruang lingkupnya, Jakarta: Akadmika Presindo, 1986, Cet. ke-1, h. 11. f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g. Memangil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan para ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan tersangka. i. Mengadakan pemberhentian penyidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 9 Djoko Prakoso, SH, menyatakan dalam bukunya bahwa penjelasan pasal 7 huruf j mengenai maksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyidik untuk kepentingan penyidikan, dengan syarat: a. Tidak bertentangan dengan aturan hukum. b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan. c. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam tindakan jabatan. d. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa. e. Menghormati hak asasi manusia. 10 KUHAP menjelaskan pasal 7 butir d mengenai penahanan, pada pasal 21 ayat 1 yang berbunyi: 9 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 236. 10 Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa di Tengah-tengah Masyarakat, Jakarta: Bina Indonesia, 1985, Cet. ke-1, h. 47. “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana” 11 . B. Tujuan Penyidikan Berdasarkan pengertian penyidikan dalam KUHAP bab I pasal I butir 2, dapat diketahui bahwa tujuan penyidikan adalah untuk mencari atau mengumpulkan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai bukti sehingga dengan bukti tersebut dapat ditemukan tersangka pelaku tindak pidana yang telah terjadi. Jadi tujuan dilakukannya penyidikan adalah untuk menemukan pelaku tindak pidana yang telah terjadi dengan berdasarkan bukti-bukti. 12 Sejalan dengan itu Mulyanah W. Kusumah berpendapat dalam bukunya bahwa tujuan penyidikan adalah untuk menunjukkan siapa yang melakukan dan member pembuktian mengenai kesalahan yang telah dilakukannya. Untuk mengetahui tujuan tersebut, penyidik secara cermat dan teliti, menghimpun keterangan-keterangan sehubungan dengan peristiwa hukum yang terjadi. Keterangan-keterangan tersebut berupa: 13 1. Fakta tentang terjadinya sesuatu. 11 KUHAP dan KUHP, h. 209. 12 M. Karyadi dan Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Bandung: PT. Karya Nusantara, 1988, Cet. ke-III, h. 14. 13 Mulyanah W. Kusumah, Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, Bandung: Alumni, 1982, h. 49. 2. Identitas korban. 3. Tempat yang pasti di mana kejahatan itu dilakukan. 4. Bagaimana kejahatan itu dilakukan. 5. Waktu terjadi kejahatan. 6. Apa yang menjadi motif, tujuan serta niat. C. Tahap-tahap dalam Penyidikan Persyaratan minimum untuk dapat dilakukan peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana pasal 106 KUHAP, dan untuk mengetahui telah terjadi suatu tindak pidana dapat diketahui melalui empat cara, yaitu: 14 1. Karena pelaku tindak pidana itu tertangkap tangan. pasal 1 butir 19 KUHAP. 2. Karena adanya laporan pasal 1 butir 24 KUHAP. 3. Karena adanya pengaduan pasal 1 butir 25 KUHAP. 4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik seperti membacanya di surat kabar, mendengar dari radio atau orang bercerita. Setelah menerima laporan atau pengaduan atau mengetahui secara langsung tentang suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik harus segera melakukan proses penyidikan, dan penyidikan dapat pula dilakukan berdasarkan berita acara hasil pelaksanaan penyelidikan. Adapun tahap-tahap dalam penyidikan adalah: 14 R. Soesilo, Kriminalistik Ilmu Penyidikan Kejahatan, Bogor: Politea, 1976, h. 30. 1. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.pasal 106 KUHAP. 2. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai. pasal 111 ayat 3 KUHAP 3. Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan berserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. pasal 111 ayat 1 KUHAP. 4. Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan. pasal 111 ayat 2 KUHAP. 5. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. pasal 112 ayat 1 KUHAP. 6. Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan. pasal 116 ayat 1 KUHAP. 7. Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai. Akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara. pasal 121 KUHAP. 8. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34. pasal 125 KUHAP. 9. Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita. pasal 128 KUHAP. 10. Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab XIV ditanggung oleh negara. Usaha untuk menyeragamkan cara penyidikan kriminalitas yang harus dilakukan oleh anggota POLRI telah jalankan dengan dikeluarkannya buku petunjuk “dasar-dasar pokok penyidikan kejahatan” yang disusun oleh Direktorat Reserse Kriminil Mabak di Jakarta. Hal-hal yang penting mengenai cara-cara mendapatkan keterangan dalam proses penyidikan dengan singkat dalam cara- cara mendapatkan keterangan, antara lain sebagai berikut: 1. Introduksi atau pengantar Pada umumnya sebelum melakukan tiap-tiap usaha pengumpulan bahan- bahan terlebih dahulu perlu diterapkan: a. Keterangan-keterangan apakah yang diperlukan untuk memecahkan persoalan dasar dan karenanya di sini perlu dicari. b. Dimanakah bahan-bahan tersebut harus di ambil. c. Kegiatan bagaimanakah yang harus dilakukan untuk mencari dsn memperoleh bahan-bahan tersebut. 2. Interview atau interogasi Berhasilnya penyidikan kejahatan dalam garis besarnya tergantung dari banyaknya pertanyaan kepada para pelapor, pengadu, informan, saksi, tersangka, dan orang-orang lain yang dijumpai selama berlangsungnya penyidikan. 3. Informan Informan adalah orang yang member informasi dan keterangan. Dahulu, ia disebut spion atau mata-mata. Baik informan maupun spion adalah orang- orang yang tidak terikat, secara rahasia melihat, mendengarkan, dan menyelidiki apa yang diperbuat oleh seseorang. 4. Pembayangan dan pembuntutan Pembuntutan yaitu tanpa diketahui, membuntuti atau mengikuti orang untuk mengetahui apa yang diperbuat orang itu. Membayangi sama saja dengan membuntuti, tetapi dalam arti yang lebih luas, bukan hanya sekedar mengikuti orang itu, akan tetapi sering-sering siang dan malam, terkadang berminggu- minggu, tanpa diketahui untuk meninjau tingkah laku seseorang. 5. Penyusupan Penyusupan adalah suatu operasi penyidikan yang sifatnya tertutup dan dirahasiakan. Kegiatan-kegiatan penyusupan semuanya disamarkan sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang melakukan dan segala kegiatannya tidak boleh menimbulkan kecurigaan pada orang atau obyek yang disusupi. 15 R. Soesilo menyatakan dalam bukunya, bahwa suatu sistem atau petunjuk umum dipakai dalam penyidikan adalah menggunakan sistem tujuh kah, yaitu berusaha untuk mencari jawaban atas tujuh macam pertanyaan, sebagai berikut: 1. Apakah yang terjadi? kejahatan atau pelanggaran 2. Dimanakah perbuatan itu dilakukan? tempatnya 3. Kapankah perbuatan itu dilakukan? waktunya 4. Dengan apakah perbuatan itu dilakukan? alat yang digunakan 5. Bagaimanakah perbuatan itu dilakukan? cara-caranya 6. Sebab apakah perbuatan itu dilakukan? motif dan niatnya 7. Siapakah yang melakukan perbuatan itu? pelakunya 15 R. Soesilo, Taktik dan Tehnik Penyidikan Perkara Kriminil,Bogor: Politeai, 1980, h. 83 Dalam praktiknya tidaklah semua pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab, bahkan kejahatan dapat dibuat terang, misalnya ada suatu kejahatan dapat dibuat terang terang tetapi soal mengapa dilakukan kah no. 6 atau soal kapan dilakukan kah no. 3 tidak dapat diketahui, demikian pula soal-soal lainnya sukar dijawab, akan tetapi yang terpenting dan mutlak harus dijawab adalah soal peristiwa apa yang dilakukan kah no. 1 dan siapa pelakunya kah no. 7 walaupun demikian harus diusahakan dengan sekuat tenaga tenaga agar ketujuh pertanyaan tersebut dapat dijawab, sebab untuk dapat ditentukan jawaban kah no. 7. Sebelum melimpahkan berkas acaranya kepada jaksa atau penuntut umum, secara objektif penyidik menilai keterangan-keterangan yang diperoleh dari tersangka, saksi, saksi ahli, dan alat-alat pembuktian lainnya yang telah diperoleh dicatat dalam berita acara seteliti-setelitinya, sesuai dengan kata dan maksud yang digunakan oleh tersangka. Setelah berita acara selesai dibuat oleh penyidik, dan disetujui oleh kedua pihak dengan pasal 118 ayat 1 KUHAP, berita ini ditandatangani oleh penyidik atau tersangka. Jika tersangka tidak mau menandatanganinya, maka penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dan menyebutkan alasan pasal 118 ayat 2. Berita acara itu kemudian diserahkan kepada penuntut umum untuk dipelajari apakah sudah memenuhi syarat atau belum. Jika belum memenuhi syarat maka berkas tersebut dikembalikan lagi kepada penyidik untuk dilengkapi. Kalau memang sudah memenuhi persyaratan, maka dapat dilakukan proses penuntutan. Dengan adanya penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum, berarti tugas penyidikan telah selesai. Penyidik dalam melakukan tugasnya diharapkan mempunyai pandangan yang objektif dan tidak berat sebelah, sehingga akan diperoleh suatu kebenaran penyidikan, penyidik harus menjujung tinggi norma-norma keagamaan. priikemanusiaan, kesusilaan, dan taat berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. D. Penghentian Penyidikan dan penyidikan lanjutan. Penghentian penyidikan adalah tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana karena untuk membuat terang peristiwa itu dan menentukan pelaku sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti, atau dari hasil penyidikan diketahui bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum. 16 Berdasarkan pasal 7 ayat 1 huruf I yaitu seorang penyidik berhak melakukan penghentian penyidikan, setelah mempelajari dan meneliti peristiwa tersebut ada dua kemungkinan sifat dalam penyidikan, yakni meneruskan atau menghentikan penyidikan. 17 Mengenai penghentian penyidikan ini telah diatur dalam KUHAP pasal 109 ayat 2 18 , yaitu penyidikan dihentikan jika: 16 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, 311. 17 R. Soesilo, Kriminalistik Ilmu Penyidikan Kejahatan, h. 28 18 KUHAP dan KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 1997, h. 243. 1. Tidak terdapat cukup bukti. Untuk dapat mengetahui bahwa dalam suatu penyidikan tidak terdapat cukup bukti, maka harus diketahui kapankah suatu penyidikan dipandang sudah cukup bukti. Untuk dipandang cukup bukti, ialah tersedianya minimal dua alat bukti yang sah bahwa benar telah terjadi suatu tindak pidana dan tersangkalah yang melakukan tindak pidana tersebut. Bahkan menurut ketentuan pasal 183 KUHAP minimal alat bukti tersebut harus ditambah berdasarkan dengan keyakinan hakim akan kebenaran tindak pidana tersebut, dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. 19 2. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana. Apabila dari hasil penyidikan ternyata bahwa peristiwa tersebut yang semula tindak pidana, ternyata bukan tindak pidana, umpamanya ternyata perkara tersebut merupakan merupakan lingkup hubungan keperdataan. Dalam hal penyidikan menurut undang-undang penyidik diberikan wewenang untuk menyidik suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana. 20 3. Penyidikan dihentikan demi hukum. Adalah sama dengan alas an penghentian penuntutan demi hukum, alas an- alasan penghentian penyidikan demi hukum, didasarkan bahwa penyidikannya diteruskan tetapi atas hasil penyidikan itu tidak dapat dilakukan penuntutan, 19 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, h. 312. 20 Ibid., h. 313 karena kewenangan penuntut umum telah gugur atau tidak memenuhi syarat penuntutan, karena alas an penghentian penyidikan adalah: a. Adanya pencabutan pengaduan, dalam hal tindak pidana itu adalah tindak pidana aduan. pasal 75 KUHP. b. Nebis in idem, sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 KUHP, merupakan asas yang berlaku secara umum di bidang hukum pidana, yang dimaksudkan untuk memberikan adanya kepastian hukum. Yaitu orang tidak dapat dituntut yang kedua kalinya lantaran perbuatan yang sama yang dudah diputus oleh hakim. c. Karena tersangka meninggal dunia pasal 77 KUHP, hak untuk melakukan tuntutan pidana hapus karena meninggalnya tersangka. d. Kadaruwalsa, sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 KUHP. Tenggang waktu kadaluarsa diatur dalam pasal 78 KUHP yaitu: 1 Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; 2 Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 3 Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; 4 Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. 21 Namun jika berdasarkan bukti yang ada penyidikan tersebut dapat diteruskan maka penyidik melanjutkan pemeriksaan dan mengambil tindakan yang diperlukan. 22 Karena disebutkan dalam undang-undang KUHP dalam pasal 29 ayat 1 huruf a bahwa Dikecualikan dari jangka waktu penahanan guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Dengan ketentuan pasal tersebut, dikenal suatu istilah dalam bahasa hukum yaitu pembantaran penahanan adalah penahanan yang dilakukan terhadap tersangka yang sakit atau perlu dirawat inap di rumah sakit, dengan ketentuan jangka waktu tertenu menjalani rawat inap tidak dihitung sebagai masa penahanan. 23 Berdasarkan ketentuan pasal di atas, apabila dari pihak keluarga tersangka merasa keberatan atas tindakan penyidik karena adanya gangguan secara fisik 21 Ibid., h. 315-316 22 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta:Djambatan, 1989, h. 65. 23 Diakses pada tanggal 20 Juli 2011 dari www.pn-cibinong.go.iduploadfilekamus- hukum.pdf atau mental atau tersangka tidak mampu untuk menjalani proses penyidikan, berdasarkan pasal 123 KUHAP menjelaskan, bahwa: 1 Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu. 2 Untuk itu penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu. 3 Apabila dalam waktu tiga hari permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik. 4 Untuk itu atasan penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis tahanan tertentu. 5 Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut di atas dapat mengabulkan pennintaan dengan atau tanpa syarat. 24 E. Fungsi dan Peranan Penyidikan Dapat dipahami bahwa penyidikan mempunyai fungsi serta peranan yang sangat penting dalam proses peradilan. Penyidikan merupakan proses pendahuluan dalam pemeriksaan tindak pidana yang menentukan tahap pemeriksaan selanjutnya dalam keseluruhan proses peradilan pidana. Penyidikan 24 KUHAP dan KUHP, h. 247 dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti ini dapat ditemukan tersangka yang akan diadili dimuka sidang. Untuk kemudian diberi sanksi sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang. Pada setiap penyidikan sejumlah masalah, seperti belum jelasnya kualifikasi perbuatan pidananya, dilakukan oleh siapa, melanggar pasal berapa, dan dimana dilakukannya perbuatan pidana tersebut akan ditentukan oleh bukti- bukti yang ada. Penyidikan juga merupakan proses untuk memperoleh kepastian dari penuntut umum, tentang apakah dapat dilaksanakannya penuntutan atau tidak. Pelaksanaan penuntutan terhadap tersangka dapat dilakukan jika berita acara yang dibuat oleh penyidik telah memenuhi syarat. 25 Dalam penyidikan maka kebenaran yang mutlak 100 tidak ada dapat dicapai, karena ini hanya Tuhanlah yang mengetahuinya, tetapi fakta-fakta bukti dapat ditemukan sebanyak-banyaknya, sehingga dapat mendekati kebenaran itu yang meyakinkan, bahwa ada suatu tindak pidana tertentu telah dilakukan dan siapakah orang yang melakukannya. 26 25 R. Soesilo, Kriminalistik Ilmu Penyidikan Kejahatan, h. 21 26 Ibid.,h. 22 31

BAB III KETENTUAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOBA