Analisa Struktur Kristal dan Fasa Sampel Serbuk NdFeB

Dari gambar 4.2 di atas, hasil pengukuran serbuk NdFeB yang diperoleh dari hasil dry milling adalah distribusi ukuran partikel terbesar yaitu pada diameter 10 sebesar 35,98 μm dan pada diameter 90 sebesar 1092,09 μm sehingga rata – rata dari ukuran partikel serbuk NdFeB yang dimilling selama 8 jam yaitu sebesar 671,41 μm. Distribusi ukuran partikel terkecil dari serbuk NdFeB yaitu dengan waktu milling 48 jam, dengan ukuran diameter 10 sebesar 14,93 μm dan pada diameter 90 ukuran diameter partikelnya sebesar 60,85 μm, sehingga rata – rata dari ukuran partikel serbuk NdFeB yang dimilling selama 48 jam yaitu sebesar 33,36 μm. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara waktu milling yang berbanding lurus dengan ukuran diameter partikel serbuk NdFeB. Waktu milling yang lebih lama akan menyebabkan penurunan ukuran rata – rata serbuk secara progresif sampai dengan batas terkecil yang mampu diukur oleh alat. Fiandimas dan Manaf, 2003. Pada grafik dengan waktu milling selama 8 jam ditunjukkan distribusi diameter tidak konsisten karena penghancuran dimensi awal dilakukan untuk menghancurkan partikel yang besar terlebih dahulu sehingga pada diameter 10 sebesar 35,98 μm merupakan ukuran awal NdFeB yang halus, pada diameter 50 dan 90 merupakan ukuran diameter NdFeB yang dihancurkan pada proses milling di waktu awal. Pola grafik lain yang dihasilkan dari hasil uji PSA terlihat konsisten menunjukkan bahwa sistem jar dan bola akan menghasilkan suatu distribusi ukuran yang konsisten meskipun dilakukan dalam proses milling yang lama.

4.2 Analisa Struktur Kristal dan Fasa Sampel Serbuk NdFeB

Analisa struktur kristal dan fasa pada sampel serbuk NdFeB dengan metode dry milling terhadap variasi waktu milling dengan menggunakan XRD X-Ray Diffraction dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk dari hasil proses dry milling , puncak peak tertinggi dari hasil Diffractometer XRD dan struktur kristal yang terbentuk dalam sampel serbuk NdFeB. Sumber yang digunakan adalah CuKα dengan panjang gelombang 1,5406 . Teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang dipakai untuk mengetahui karakteristik kristalografi suatu material melalui puncak – puncak intensitas yang muncul. Wahyuni dan Hastuti, 2010. Universitas Sumatera Utara Proses analisa yang dilakukan dengan menggunakan software match Untuk mengidentifikasi puncak – puncak yang dihasilkan dari hasil XRD. Setelah serbuk NdFeB hasil dry milling dengan variasi waktu milling diuji menggunakan difraksi sinar X kemudian hasilnya dicocokkan dengan karakter NdFeB. Proses tersebut dinamakan search match. Wahyuni dan Hastuti, 2010. Hasil analisa XRD untuk setiap variasi waktu milling adalah sebagai berikut. Gambar 4.3 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk NdFeB hasil dry milling selama 8 jam. Dari gambar 4.3 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X XRD.Wahyuni dan Hastuti,2010. Setelah dilakukan proses identifikasi fasa menggunakan match, diperoleh 14 puncak peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Tiga puncak tertinggi setelah Rietveld Refinement ICDD No. 04-001-6088 hasil dry milling 8 jam ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut ini. Nd 2 Fe 14 B Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Tiga peak tertinggi hasil Rietveld Refinement hasil dry milling 8 jam No. 2 θᵒ d obs Å d ref Å h k l Fasa 1. 42,48 2,1279 2,1240 4 1 0 Nd 2 Fe 14 B 2. 37,33 2,4092 2,4091 2 1 4 Nd 2 Fe 14 B 3. 44,06 2,0551 2,0546 3 1 4 Nd 2 Fe 14 B Dari tabel 4.2 di atas diperoleh bahwa dengan menggunakan teori Hanawalt, setelah dilakukan rietveld refinement terdapat satu fasa dominan yaitu fasa Nd 2 Fe 14 B dan memiliki 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada 2θ = 42,48ᵒ dengan d= 2,1279 , pada 2θ = 37,33ᵒ dengan d = 2,4092 dan pada 2θ = 44,06ᵒ dengan d = 2,0551 . Fasa yang dihasilkan pada serbuk NdFeB dengan proses dry milling selama 8 jam adalah 100 fasa Nd 2 Fe 14 B dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam serbuk NdFeB. Gambar 4.4 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk NdFeB hasil dry milling selama 16 jam. Dari gambar 4.4 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan Nd 2 Fe 14 B Universitas Sumatera Utara dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X XRD. Wahyuni dan Hastuti,2010. Setelah dilakukan proses identifikasi fasa menggunakan match, diperoleh 17 puncak peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Tiga puncak tertinggi setelah Rietveld Refinement ICDD No. 04-002-1024 hasil dry milling 16 jam ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Tiga peak tertinggi hasil Rietveld Refinement hasil dry milling 16 jam No. 2 θᵒ d obs Å d ref Å h k l Fasa 1. 42,45 2,1295 2,1294 4 1 0 Nd 2 Fe 14 B 2. 37,32 2,4098 2,4074 2 1 4 Nd 2 Fe 14 B 3. 44,13 2,0522 2,0524 3 1 4 Nd 2 Fe 14 B Dari tabel 4.3 di atas diperoleh bahwa dengan menggunakan teori Hanawalt, setelah dilakukan rietveld refinement terdapat satu fasa dominan yaitu fasa Nd 2 Fe 14 B dan memiliki 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan pada 2θ = 42,45ᵒ dengan d= 2,1295 , pada 2θ = 37,32ᵒ dengan d = 2,4098 dan pada 2θ = 44,13ᵒ dengan d = 2,0522 . Fasa yang dihasilkan pada serbuk NdFeB dengan proses dry milling selama 16 jam adalah 100 fasa Nd 2 Fe 14 B dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam serbuk NdFeB. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk NdFeB hasil dry milling selama 24 jam. Dari gambar 4.5 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X XRD.Wahyuni dan Hastuti,2010. Setelah dilakukan proses identifikasi fasa menggunakan match, diperoleh 14 puncak peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Tiga puncak tertinggi setelah Rietveld Refinement ICDD No. 04-004-9492 hasil dry milling 24 jam ditunjukkan pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Tiga peak tertinggi hasil Rietveld Refinement hasil dry milling 24 jam No. 2 θᵒ d obs Å d ref Å h k l Fasa 1. 42,84 2,1111 2,1117 4 1 0 Nd 2 Fe 14 B 2. 37,01 2,4290 2,4014 2 1 4 Nd 2 Fe 14 B 3. 43,81 2,0666 2,0440 3 1 4 Nd 2 Fe 14 B Nd 2 Fe 14 B Universitas Sumatera Utara Dari tabel 4.4 di atas diperoleh bahwa dengan menggunakan teori Hanawalt, setelah dilakukan rietveld refinement terdapat satu fasa dominan yaitu fasa Nd 2 Fe 14 B dan memiliki 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adal ah pada 2θ = 42,84ᵒ dengan d= 2,1111 , pada 2θ = 37,01ᵒ dengan d = 2,4290 dan pada 2θ = 43,81ᵒ dengan d = 2,0666 . Fasa yang dihasilkan pada serbuk NdFeB dengan proses dry milling selama 24 jam adalah 100 fasa Nd 2 Fe 14 B dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam serbuk NdFeB. Gambar 4.6 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk NdFeB hasil dry milling selama 48 jam. Dari gambar 4.6 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna hijau merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X XRD.Wahyuni dan Hastuti,2010. Setelah dilakukan proses identifikasi fasa menggunakan match, diperoleh 10 puncak peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Tiga puncak tertinggi setelah Rietveld Nd 2 Fe 14 B Universitas Sumatera Utara Refinement ICDD No. 01-073-7440 hasil dry milling 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Tiga peak tertinggi hasil Rietveld Refinement hasil dry milling 48 jam No. 2 θᵒ d obs Å d ref Å h k l Fasa 1. 42,31 2,1361 2,1129 4 1 0 Nd 2 Fe 14 B 2. 37,20 2,4173 2,4162 -3 2 0 Nd 2 Fe 14 B 3. 43,95 2,0601 2,0719 -3 -2 3 Nd 2 Fe 14 B Dari tabel 4.5 di atas diperoleh bahwa dengan menggunakan teori Hanawalt, setelah dilakukan rietveld refinement terdapat satu fasa dominan yaitu fasa Nd 2 Fe 14 B dan memiliki 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan ada lah pada 2θ = 42,31ᵒ dengan d= 2,1361 , pada 2θ = 37,20ᵒ dengan d = 2,4173 dan pada 2θ = 43,95ᵒ dengan d = 2,0601 . Fasa yang dihasilkan pada serbuk NdFeB dengan proses dry milling selama 48 jam adalah 100 fasa Nd 2 Fe 14 B dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam serbuk NdFeB.

4.3 Pengamatan Mikrostruktur Sampel Pelet Magnet NdFeB