5. Obat Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam
undang-undang sebagaiman terlampir dalam Undang-Undang ini. Undang – undang ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Undang – Undang Republik Indonesia tentang Narkotika, 1997.
Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang + berwarna merah. Obat narkotika bersifat ketergantungan atau
adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli tidak dapat
menggunakan copy resep. Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca, ganjamarijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran,
obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi obat bius dan analgetika obat penghilang rasa sakit.
6. Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 pasal 1.
Universitas Sumatera Utara
Psikotropika hanya bisa digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 pasal 4.
Resiko dari upaya pengobatan sendiri, yakni penggunaan obat yang tidak
tepat, pemborosan biaya dan waktu jika terjadi kesalahan, memungkinkan timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan baik berupa sensitivitas, efek
samping atau resistensi. Resiko ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, pemilihan obat, kesalahan
diagnosis dan faktor irrasional dalam penggunaan obat.
Sebagian obat memiliki tanda obat keras sehingga hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter atau untuk obat yang termasuk golongan OWA
Obat Wajib Apotek dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep. Legalitas saluran distribusi obat menjadi penting untuk diperhatikan karena akan berkaitan
dengan kualitas obat itu sendiri. Jalur resmi dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas obat. Tentu menjadi sangat berbeda ketika membeli obat di sumber lain
yang tidak resmi. Selain itu, apoteker dapat memberikan informasi dan konsultasi tentang obat yang dibeli di apotek Anonim, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN