Apabila dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terlihat perbedaan titik tolak dan sudut pandang antara penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini maka pembahasannyapun akan berbeda pula, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori
7
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di
mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.
8
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan menginterpretasikan
hasil-hasil penelitian
dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.
9
Kata lain kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.
10
Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk serta menjelaskan
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Univesitas Indonesia UI Press, 1986, hlm.6
8
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 27
9
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm. 23
10
M.Solly Lubis, Op.Cit., hlm. 80
Universitas Sumatera Utara
mengenai gejala yang diamati. Berdasarkan dari pengertian tersebut serta berangkat dari pemikiran bahwa dalam masyarakat Indonesia hukum tanah memegang peranan
yang sangat penting yang bertalian erat dengan sifat masyarakat. Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori positivisme
yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya. Teori positivisme
mengidentikkan hukum dengan undang-undang, dan satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.
Jiwa rakyat dan tanahnya tidak dapat dipisah-pisahkan, setiap perubahan dalam jiwa rakyat, menghendaki juga perubahan dalam hukum tanah, demikian juga
sebaliknya.
11
Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dapat disusun menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem yang disebut
hukum tanah.
12
Boedi Harsono mengatakan bahwa dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Semua hak penguasaan
atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban danatau larangan bagi pemegang haknya untuk ”berbuat sesuatu” mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh,
wajib atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok ukur pembeda
11
BF Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta : Gunung Agung, 2005, hlm. 51
12
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 17
Universitas Sumatera Utara
berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah yang bersangkutan.
13
Dalam Pasal 1 Algemeine Bepalingen untuk selanjutnya disebut AB dimuat suatu pernyataan mendasar yang sangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan
hukum tanah administratif pemerintah Hindia Belanda. Asas ini dinilai sebagai kurang menghargai dan bahkan memperkosa hak-hak rakyat atas tanah yang
bersumber pada hukum adat. Dinyatakan dalam Pasal 1 AB tersebut bahwa semua tanah yang pihak lain membuktikan sebagai hak eigendomnya adalah domein milik
Negara. Pernyataan ini dikenal sebagai ”Domein Verklaring” atau Pernyataan Domein.
Dengan pernyataan domein ini pemerintah Hindia Belanda telah menyatakan diri sebagai satu-satunya pemilik tanah seluruh kepulauan Indonesia, hak milik rakyat
atas tanah pusakanya dengan pernyataan ini ditiadakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua tanah-tanah yang dipunyai
rakyat dengan hak milik adat, demikian juga tanah-tanah dengan hak ulayat masyarakat hukum adat adalah domein negara. Berhubung dengan hal tersebut,
tanah-tanah negara dapat dibagi atas 2 dua bagian, yaitu : 1. Tanah Negara yang bebas vrij landsdomein, artinya tanah yang tidak terikat
dengan hak-hak Bangsa Indonesia. 2. Tanah Negara yang tidak bebas onvrij landsdomein, artinya tanah yang terikat
dengan hak Bangsa Indonesia.
13
Ibid., hlm. 23-24
Universitas Sumatera Utara
Tanah Negara yang bebas mengandung pengertian bahwa di atasnya bebas sama sekali dari hak-hak seseorang. Terhadap tanah ini Negara bebas untuk
memberikannya kepada pihak lain. Anggapan yang demikian tersebut tidak dimengerti oleh rakyat, bahkan
bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat. Oleh karena itu UUPA dalam Penjelasan Umum Bagian II butir 2 menyatakan Asas domein adalah bertentangan
dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan asas daripada Negara modern. Teori domein yang mendudukan Negara sebagai pemilik tanah memang
bukan konsepsinya negara modern, melainkan konsepsinya feodal dari zaman abad pertengahan middle ages, seperti yang melandasi hukum tanah di Inggris dan bekas
negara-negara jajahannya. Dalam konsepsi ini semua tanah milik ”Lord” sebagai tenure. Ini disebut doktrin tenure.
14
Sebagai akibat politik penjajahan Belanda dahulu, maka sebagaimana halnya dengan hukum perdata, hukum tanah pun berstruktur ganda atau dualistik, yaitu
dengan berlakunya bersamaan perangkat peraturan-peraturan hukum tanah barat, yang pokok-pokok ketentuannya terdapat dalam Buku II KUH Perdata, yang
merupakan hukum tertulis. Di dalam hukum pertanahan Nasional sekarang ini UUPA berperan sebagai
jiwa, landasan, asas dan konsepsi bagi pembangunan hukum tanah Nasional tidak bisa dikesampingkan. Karena UUPA merupakan penjabaran dari ideologi Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
14
BF. Sihombing, Op.Cit., hlm. 90
Universitas Sumatera Utara
berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Rumusan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut merupakan hukum tanah administratif dan menjadi dasar politik pertanahan Indonesia. Sebagai suatu dasar
atau sebagai suatu undang-undang pokok, maka isi yang terkandung dalam UUPA hanyalah asas-asas serta soal-soal pokok dalam garis besarnya saja. Adapun
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut di dalam berbagai undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan perundangan lainnya.
Selayaknya undang-undang lainnya yang diundangkan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, maka UUPA pun diundangkan dalam rangka mencapai
tujuan tertentu yang tercantum dalam Penjelasan Umum I yaitu : 1.
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yangmerupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan
rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur; 2.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum dalam hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengeni hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dalam menjalankan fungsinya di bidang pertanahan, maka UUPA
mempunyai pendirian bahwa tidaklah tepat jika bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat dan bangsa bertindak selaku Badan Penguasa.
Universitas Sumatera Utara
Negara bertindak dalam kedudukannya selaku badan penguasa.
15
Hubungan hukum tersebut dalam UUD 1945 dirumuskan dengan istilah ”dikuasai” dan
ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh Pasal 2 ayat 2 UUPA. Negara di sini tidak dalam pengertian memiliki, tetapi cukup dengan hak menguasai
yang berarti memberikan wewenang guna mengatur dan menyelenggarakan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Negara bukan bertindak sebagai pemilik tanah, akan tetapi
Negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat yang bertindak selaku Badan Penguasa.
Atas dasar Hak Menguasai dari Negara ini, maka Negara mempunyai wewenang selaku organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia pada tingkatan
tertinggi untuk
16
: a.
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi dan ruang angkasa. c.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
15
Lihat Penjelasan II UUPA
16
Pasal 2 ayat 2 UUPA
Universitas Sumatera Utara
Kecuali yang dikemukakan di atas, dalam pengertian politis hak Menguasai Negara memberikan pula wewenang kepada Negara untuk :
17
a. Konstatasi hak yang telah ada sebelum ditetapkan UUPA, baik hak-hak yang
dipunyai oleh seseorang atau badan hukum berdasarkan kepada ketentuan KUH Perdata, maupun berdasrkan kepada ketentuan hukum adat.
Hak –hak tersebut dikonstantir melalui lembaga konversi yang ditetapkan oleh UUPA dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya.
b. Memberikan hak-hak baru yang ditetapkan oleh UUPA.
Pasal 4 ayat 1 UUPA dengan jelas menyatakan bahwa atas dasar Hak Menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
c. Mengesahkan suatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu hak lain di atasnya,
pemindahan hak-hak atas tanah serta pembebanannya.
Sedangkan mengenai kekuasaan negara atas tanah yang sudah dipunyai oleh seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah dibatasi oleh isi dari hak
itu, artinya sampai seberapa jauh negara memberikan kekuasaan kepada yang mempunyainya untuk menggunakan haknya, sampai disitulah kekuasaan negara
tersebut. Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dalam hal ini
Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.
Berdasarkan kepada prinsip negara kesatuan yang ditetapkan oleh UUD 1945, maka Hak Menguasai Negara ini berada pada Pemerintah Pusat. Hal ini berarti bahwa
Pemerintah Daerah tidak berwenang melakukan tindakan dalam bidang keagrariaan
17
Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, hlm. 45- 46
Universitas Sumatera Utara
jika tidak ditunjuk atau mendapat delegasi wewenang dari Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 4 UUPA yang menyatakan bahwa Hak
Menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra pemerintah daerah dan masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketetnuan- ketentuan Peraturan Pemerintah. Dengan batasan bahwa tugas ini adalah tugas
pembantuan, bukan otonomi.
18
Berkaitan dengan hal tersebut adanya Hak Pengelolaan dalam hukum tanah Nasional tidak secara tegas disebutkan dalam UUPA, melainkan hanya tersirat dalam
Penjelasan Umum Angka 2 UUPA yang menyatakan dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian yang
dimaksudkan adalah tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut
peruntukan dan keperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu
badan penguasa Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing Pasal 2 ayat 4
Istilah dan pengertian Hak Pengelolaaan pertama kali dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan
Konversi Hak Pengelolaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.
18
Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 272
Universitas Sumatera Utara
Hak Pengelolaan sendiri tidak secara tegas diatur dalam pasal-pasal UUPA seperti hak-hak atas tanah lainnya. Secara tersirat ketentuan mengenai Hak
Pengelolaan ditemukan dalam Penjelasan Umum angka II UUPA yang menerangkan bahwa negara dapat memberikan tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak
oleh seseorang atau pihak lainnya dengan sesuatu hak atas tanah atau memberikannya dalam ”pengelolaan” kepada sesuatu badan Penguasa.
19
Selain itu UUPA memberikan rumusan yang bersifat antisipatif terhadap kemungkinan diadakannya hak-hak lain menurut undang-undang di kelak kemudian
hari sebagaimana tertuang dalam rumusan Pasal 16 ayat 1 huruf h yang berbunyi : ”
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang ...”.
20
Dari uraian diatas, dicantumkannya kata ”hak-hak lain” tersebut dalam Pasal 16 ayat 1 huruf h merupakan rumusan yang bersifat antisipatif terhadap adanya
kemungkinan hak-hak atas tanah lain yang tidak terjangkau pada saat UUPA dibuat. Pada awalnya pemberian hak-hak atas bagian tanah Hak Pengelolaan kepada
pihak ketiga diselesaikan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian
Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta pendaftarannya. Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas bagian tanah hak Pengelolaan
19
Efendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Yogyakarta: Rajawali Press, 1986, hlm. 311
20
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Alumni, 1990, hlm. 116
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 yakni Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang tunduk pada ketentuan
tentang hak-hak tersebut sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Penyerahan bagian tanah Hak Pengelolaan oleh pemegang Hak Pengelolaan menurut Pasal 3 ayat 1 wajib dibuat perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak
Pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan. Perjanjian yang dibuat tetap mengacu pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Perjanjian terebut merupakan
salah satu alas hak yang dipakai untuk memberikan hak-hak atas tanah yang diusulkan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 ini kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Dalam peraturan ini pemegang Hak Pengelolaan yang
menyerahkan bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga tetap diwajibkan untuk membuat perjanjian tertulis, akan tetapi berdasarkan ketentuan Peraturan
Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian
Hak Atas Tanah Negara, maka hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga di atas Hak Pengelolaan adalah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
Universitas Sumatera Utara
Hak Pengelolaan dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah karena pada hakekatnya Hak
Pengelolaan bukan hak atas tanah.
21
Sejalan dengan pendapat tersebut, Surat Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 110-591 tanggal 19
Februari 1999, perihal penyampaian Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara dalam butir 4 disebutkan
” .... Hak Pengelolaan bukanlah hak atas tanah sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 juncto Pasal 16 UUPA.”
Dapat disimpulkan Hak Pengelolaan landasan hukumnya pasal 2 ayat 4 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang menegaskan bahwa hak menguasai dari Negara
tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Sedangkan golongan hak-hak atas tanah landasan hukumnya Pasal 4 ayat 1 dan
Pasal 16 ayat 1 UUPA. Dalam Pasal 4 ayat 1 disebutkan, atas dasar Hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
21
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Cetakan Kesembilan, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 280
Universitas Sumatera Utara
orang lain serta badan-badan hukum. Kemudian Pasal 16 ayat 1 disebutkan hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah :
22
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Pemerintah Daerah dapat mempunyai Hak Pengelolaan yaitu Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UUPA, Hak Menguasai dari Negara ini memberikan wewenang sebagai berikut :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang hak menguasai dari Negara ini berada di tangan Pemerintah Pusat,
jadi Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan wewenang Hak menguasai dari
22
Ramli Zein, Op. Cit., hlm. 45
Universitas Sumatera Utara
Negara tanpa ada delegasi dari Pemerintah Pusat mengenai wewenang mana saja yang diserahkan.
Pemerintah Kota Medan sebagai badan hukum publik yang dibentuk oleh Pemerintah, dapat diberikan Hak Pengelolaan berdasarkan permohonan dari yang
bersangkutan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketentuan yang mengatur mengenai Hak Pengelolaan ini sering berubah, terakhir dengan keluarnya Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Substansinya sebahagian
mengatur tata cara pemberian Hak Pengelolaan. Peraturan ini juga merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah. Bidang tanah yang diberikan dengan hak atas tanah adalah tanah negara,
termasuk tanah negara yang sebagian kewenangan hak menguasainya telah dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan Hak Pengelolaan. Dalam
Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak atas Tanah Negara, kewenangan untuk memberikan Hak Pengelolaan itu sendiri tidak diatur dalam peraturan tersebut, karena Hak Pengelolaan bukanlah
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 juncto Pasal 16 UUPA. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian keputusan untuk memberikan Hak Pengelolaan tetap menjadi kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI.
Pemberian Hak Pengelolaan tersebut harus didaftarkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yang awalnya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1965, tetapi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Hak Pengelolaan didaftar menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Hal ini sejalan dengan maksud Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
Tahun 1965 yang menyatakan, apabila tanah negara yang diberikan kepada suatu instansi tertentu hanya dipergunakan untuk pelaksanaan tugasnya, tanpa diberikan
kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak, maka dikonversi menjadi Hak Pakai. Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1965
menyebutkan apabila tanah-tanah negara ..... selain dipergunakan oleh instansi- instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada
pihak ketiga maka oleh Menteri Negara Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan Hak Pengelolaan.
Adapun mengenai kewenangan yang diberikan kepada pemegang Hak Pengelolaan menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974
yaitu, wewenang untuk : a.
Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan b.
Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya
Universitas Sumatera Utara
c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak-Hak Atas Tanah telah dirubah dengan Peraturan Menteri Negara
AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku. Sehubungan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan menyerahkan
bagian dari Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Ini membuktikan Hak Pengelolaan merupakan hak atas
tanah yang memilliki kewenangan ganda. Sebagai bagian dari hak atas tanah, Hak Pengelolaan bersifat keperdataan, namun sebagai ”gempilan” dari hak menguasai dari
Negara. Hak Pengelolaan bersifat publik.
23
Pemegang Hak Pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk
menggunakan tanah yang dihaki bagi keperluan usahanya. Tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa tanah yang
bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan. Dalam penyediaan dan pemberian tanah itu merupakan sebagian dari kewenangan
Negara, yang diatur dalam Pasal 2 UUPA. Sehubungan dengan itu Hak Pengelolaan pada hakekatnya bukan hak atas tanah, melainkan merupakan ”gempilan rembesan”
23
Oloan Sitorus, Hak Atas Tanah Dan Kondominium, Jakarta: Dasa Media Utama, 1995, hlm. 94
Universitas Sumatera Utara
hak menguasai dari Negara. Hak menguasai dari Negara tersebut yang diatur dalam Pasal 2 UUPA, sebagai kewenangan dalam bidang hukum publik, bukan merupakan
kewenangan yang ada pada pemegang hak atas tanah yang berada dalam bidang hukum perdata.
24
Konsekwensinya adalah negara tidak boleh menyewakan tanah yang dikuasai oleh Negara. Demikian juga pemegang Hak Pengelolaan tidak boleh menyewakan
bagian-bagian tanah yang dikuasainya dengan Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga, tetapi harus diberikan sesuai dengan hak-hak atas tanah yang dibolehkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat A.P. Parlindungan yang
menyatakan sewa menyewa tanah yang dikuasai oleh negara bukan merupakan sistem UUPA, kecuali yang bisa membuat sewa menyewa adalah perseorangan dan badan
hukum, karenanya pemegang Hak Pengelolaan tidak dapat menyewakan tanah tersebut kepada orang ketiga, karena tidak tercantum dalam produk-produk hukum
yang sudah ada.
25
Untuk melaksanakan kewenangan sebagai hak menguasai dari Negara yang dilimpahkan kepada pemegangnya, dalam hal ini termasuk menyerahkan bagian
tanah kepada pihak ketiga, maka pemegang Hak Pengelolaan dapat mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka melaksanakan wewenang tersebut berupa perangkat
24
Budi Harsono, Op.Cit., hlm. 280
25
A.P.Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Cetakan Pertama, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.104
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Daerah yang tetap berpedoman pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya.
Pemerintah Kota Medan sebagai badan hukum publik yang dapat diberikan Hak Pengelolaan, diberikan kewenangan menyerahkan bagian-bagian dari tanah Hak
Pengelolaan yang dipegangnya kepada pihak ketiga dengan membuat perjanjian penggunaan tanah dan atau melakukan kerjasama. Dalam mengatur kewajiban dari
pemegang hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan dibuat Peraturan Daerah untuk mendapatkan retribusi dari pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
diatas Hak Pengelolaan.
2. Konsepsi