Synthesis of Priority Logical Consistency

32 tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1n. a ij = z 1 .z 2 .z 3 . ....z n 1n Dengan : a ij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria A i dengan A j untuk n partisipan Z i = Nilai perbandingan antara A 1 dengan A i untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, ...., n n = Jumlah Partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority.Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority.Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui presedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model- model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama jika membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Universitas Sumatera Utara 33 Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum.Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat di miniumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah : CI = λ maks – n n – 1 Dengan : CI = indeks konsistensi λ maks = eigenvalue maksimum n = orde matrik Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 atau inkonsistensi 0. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus 2.2 di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi diatas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School. Tabel 3.4 Pembangkit Random RI N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 CR = CIRI Universitas Sumatera Utara 34 CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuisioner diukur.Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk 2005 telah menyusun nilai CR Consistency Ration yang diizinkan adalah CR 0,15. Universitas Sumatera Utara 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN