Mekanisme Pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Sejak Dialihkan Menjadi Pajak Daerah

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

“MEKANISME PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

SEJAK DIALIHKAN MENJADI PAJAK DAERAH” DISUSUN OLEH:

PURNAMA SARI ANANDA 082600104

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini dengan baik untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitaas Sumatera Utara. Tidak lupa pula shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga diberi syafaat di Yaumil Akhir nanti.

Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini penulis telah banyak menerima bantuan baik secara moril maupun materil berupa kerjasama, bimbingan, dorongan dan semangat dari berbagai pihak sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada pihak – pihak berikut ini:

Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU.

Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

Ibu Dra. Elita Dewi, M.Sp selaku Dosen Pembimbing Akademik.

Bapak Drs. Rasyudin Ginting, M.Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Bapak Azhar M. Tanjung, S.Sos dan Ibu Sri yang telah memberi arahan dan data - data yang saya butuhkan beserta seluruh Pimpinan dan seluruh karyawan Dinas


(3)

Pendapatan Daerah Kota Medan yang telah memberi izin penelitian kepada dalam Penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

Bapak/ Ibu dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

Yang teristimewa kepada kedua orang tua saya Ayah Azwar dan Mama’ Mariati atas kasih sayang dan doanya selama ini, juga kedua abang saya Yan Sauri Ananda dan Syahri Ramadhan Ananda, kakak dan adik saya Sri Mardiati Ananda dan Fitrah Hidayati Ananda beserta kakak ipar dan keponakan saya Rabita Nasution dan Farhana Nazhifa Puteri Ananda beserta seluruh keluarga besar dan orang – orang yang pernah memberi kontribusi dalam bentuk apapun kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semua guru yang pernah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada saya mulai dari TK sampai SMA.

Buat teman – teman Tax C ’08, teman – teman IPA4 SMAN 16 Medan, buat teman – teman di sekitar tempat tinggal saya dan anak – anak les yang saya ajar. Juga seluruh teman – teman yang lain dan tidak dapat saya sebut satu persatu. Buat para pembaca Laporan Tugas Akhir ini, semoga isi dan pembahasan di dalamnya dan memberi manfaat yang baik.

Juli 2011

Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ……… i i BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan dan Manfaat ……… 2

C. Uraian Teoritis………. 5

D. Ruang Lingkup ……….. 13

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……….. 14

F. Metode Pengumpulan Data ……… 16

G. Sistematika Penulisan Laporan ………. 17

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM ...19

A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Kota Medan...19

B. Struktur Organisasi...21

C. Uraian Tugas dan Fungsi Organisasi...23

D. Gambaran Umum Pegawai/Karyawan...33

BAB III BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)...37

A. Ketentuan – Ketentuan yang Mendasari Pengalihan BPHTB)...37

B. Objek dan Subjek BPHTB...37

C. Cara Penghitungan BPHTB...44


(5)

E. Tempat Pembayaran, Penetapan, Penagihan dan Pejabat yang

Terkait...52 BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI...57

A. Persiapan Pemerinyah Kota Medan dengan Adanya Pengalihan BPHTB...57 B. Perbandingan Target dan Realisasi BPHTB Sebelum dan Sesudah

Pengalihan...59 C. Kendala – Kendala yang Dihadapi Pemrintah Kota Medan Beserta

Solusinya...62 D. Upaya – Upaya Pemerintah Kota Medan Dalam Rangka Optimalisasi

Penerimaan BPHTB...62 DAFTAR PUSTAKA ...iv LAMPIRAN – LAMPIRAN


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Jenis – jenis pajak digolongkan dalam 3 golongan, yaitu: menurut sifatnya, sasarannya/objeknya dan lembaga pemungutannya. Menurut lembaga pemungutnya, jenis pajak dapat dibagi dua yaitu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau pajak pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atau pajak daerah. (Resmi, 2008)

Jenis pajak pusat yang dikelola oleh Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak adalah: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Bea Materai. Hasil dari pemungutan dari jenis pajak pusat sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Sedangkan jenis pajak daerah yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yaitu sesuai dengan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 atau sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah: Pajak Hotel, Pajak Restoran,


(7)

Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Retribusi Pasar, Retribusi Terminal, Retribusi Trayek serta masih banyak lagi jenis pajak daerah dan retribusi daerah lainnya.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberitahukan bahwasanya ada beberapa jenis pajak pusat akan beralih menjadi pajak daerah, pengalihan tersebut menyebabkan perubahan sistem pemungutannya yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah pusat beralih menjadi kelolaan pemerintah daerah.

Beberapa jenis pajak pusat yang beralih menjadi pajak daerah tersebut adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang diberlakukan pada tahun 2014 mendatang. Jenis pajak lainnya adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diberlakukan mulai tahun 2011 atau tahun ini.

Dengan adanya pengalihan pengelolaan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, penulis merasa ingin tahu sejauh mana kesiapan Pemerintah Kota Medan dalam menerima pengalihan pengelolaan ini khususnya pada jenis pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Maka dengan itu penulis membuat judul: “MEKANISME PENGELOLAAN BPHTB YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SEJAK DIALIHKAN MENJADI PAJAK DAERAH”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Praktik Kerja Lapangan Mandiri atau disingkat dengan PKLM merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanan oleh mahasiswa Program Diploma III


(8)

Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan penulis dalam melaksanan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah:

a. Untuk mengetahui kesiapan Pemerintah Kota Medan dalam menerima tanggung jawab pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau disingkat dengan BPHTB yang tadinya tanggung jawab pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, kini mulai 01 Januari 2011 menjadi tanggung jawab pemerintah daerah/kota

b. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan sama seperti mekanisme yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak selama ini atau berbeda

c. Untuk mengetahui pengalihan tanggung jawab pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempengaruhi pembagian hasil penerimaan dari jenis pajak ini antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena kita mengetahui bahwa sebelum ada pengalihan tanggung jawab pemungutan ini pembagian hasil penerimaan dari jenis pajak ini adalah 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah


(9)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun manfaat penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah:

a. Bagi Mahasiswa

1. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan sama seperti mekanisma pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak selama ini atau berbeda

2. Untuk melatih mental, tanggung jawab, profesionalitas, kreatifitas serta kedisiplinan juga memberikan gambaran bagi mahasiswa tentang dunia kerja agar menjadi tenaga ahli yang siap pakai apabila suatu saat berada di dunia kerja yang sebenar - benarnya

3. Untuk membina hubungan baik antara mahasiswa dengan orang – orang yang ada di instansi atau lembaga terkait

b. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

1. Untuk mempromosikan sumber daya manusia yang ahli atau mahasiwa yang dianggap bisa diandalkan dalam bidangnya masing – masing 2. Untuk mempraktikkan ilmu – ilmu yang telah didapat di universitas

yang pada umumnya bersifat teori dan secara langsung dapat memperluas wawasan serta meningkatkan kualitas mahasiswa yang akan dihasilkan nantinya


(10)

3. Untuk membina hubungan baik antara universitas dengan instansi atau lembaga terkait

C. URAIAN TEORITIS PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Pada uraian teoritis ini akan diberi penjelasan segala hal yang berkaitan tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) secara teori demi teori.

1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.

2. Subjek dan Objek Pajak BPHTB

a. Subjek Pajak BPHTB

Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, dikenakan kewajiban membayar pajak dan disebut juga wajib pajak.


(11)

b. Objek Pajak BPHTB

Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi:

a. Pemindahan hak , karena :

1) Jual beli

2) Tukar menukar 3) Hibah

4) Hibah wasiat

5) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

6) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan 7) Penunjukan pembeli dalam lelang

8) Pelaksanaan keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap

9) Hadiah 10) Waris

11) Penggabungan usaha


(12)

13) Pemekaran usaha

b. Pemberian hak baru, karena :

1. Kelanjutan pelepasan hak

2. Di luar pelepasan hak (Ilyas,2007)

Jenis-jenis hak atas tanah adalah sebagai berikut : a. Hak milik

b. Hak guna usaha

c. Hak guna bangunan d. Hak pakai

e. Hak milik atas satuan rumah susun f. Hak pengelolaan (Rusdji,2007)

3. Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :


(13)

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

c. Badan/perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

d. Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama

e. Orang pribadi atau badan karena wakaf

f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah (Rusdji,2007)

4. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang berupa :

a. Harga Transaksi untuk : 1. Jual beli

2. Penunjukan pembeli dalam lelang b. Nilai Pasar, untuk : 1. Tukar menukar


(14)

3. Hibah 4. Hibah wasiat

5. Waris

6. Pemberian hak baru, dan lain-lain

c. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB dalam hal apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB

5. Cara Menentukan Besarnya BPHTB

a) Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena

Pajak.

b) Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan

sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu darah, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.

c) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan

objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.


(15)

d) Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif

pajak dengan nilai perolehan objek pajak kena pajak (NPOPKP).

6. Saat Pembayaran BPHTB

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :

a) Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh

PPAT atau Notaris.

b) Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor

Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

c) Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.

Kesimpulannya adalah jika terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan/waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah


(16)

Perlakuan terhadap Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan hak pengelolaan.

a. Untuk objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat untuk memberikan rasa keadilan karena :

1. hibah wasiat merupakan penetapan wasiat khusus yang berlaku pada saat pemberi wasiat meninggal dunia

2. pada umumnya penerima hibah wasiat adalah orang pribadi yang tidak mampu atau badan sebagai penghargaan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 111 tahun 2000, BPHTB yang terhutang adalah sebesar 50 % dari yang seharusnya

b) Untuk objek pajak yang diperoleh karena hak pengelolaan yang merupakan hak di luar Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) , pengenaannya sesuai Peraturan Pemerintah No. 112 tahun 2000 adalah sebesar :

1. 0 % dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerima HPL adalah Departemen, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kota/Kabupaten, lembaga pemerintah lainnya dan Perum Perumnas


(17)

7. Sanksi Tidak Membayar BPHTB

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dinas Pendapatan dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dinas Pendapatan dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

8. Dasar Hukum BPHTB

Beberapa ketentuan dan peraturan yang mendasari atau mengatur Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah sebagai berikut: 1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, pasal 8 ayat (3).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996.


(18)

5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 635/KMK.04/1994.

6) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 393/KMK.04/1996.

7) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 636/KMK.04/1997.

Dengan diterapkannya undang-undang ini, maka :

1. Dapat mengkompensasikan penurunan penerimaan daerah karena

diberlakukannya UU mengenai Pajak dan Retribusi Daerah karena 99 % penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.

2. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan

3. Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan

pengawasan dan pengamanan keuangan Negara

D. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Untuk mengetahui kesiapan Pemerintah Kota Medan dalam menerima tanggung jawab pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau disingkat dengan BPHTB, untuk mengetahui mekanisme pengelolaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan sama seperti mekanisme yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak selama ini atau berbeda, untuk mengetahui pengalihan tanggung jawab pemungutan pajak Bea Perolehan Hak


(19)

atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempengaruhi pembagian hasil penerimaan dari jenis pajak ini antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, penulis ingin melaksanakan penelitian di instansi atau lembaga terkait dengan judul yang diangkat.

E. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi sesuai metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari pemilihan judul, pengajuan proposal Praktik Kerja Lapangan Mandiri penentuan objek dan lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, dan surat pengantar dari fakultas ke instansi tempat dilakukannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2. Studi Literatur

Memahami dan menguasai segala hal yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari berbagai sunber bacaaan baik dari media massa maupun media elektronik.


(20)

3. Observasi Lapangan

Mengamati data – data yang ada pada instansi yang terkait mengenai mekanisme pengelolaan BPHTB yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sejak dialihkan menjadi pajak daerah.

4. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data – data di lapangan mengenai mekanisme pengelolaan BPHTB yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sejak dialihkan menjadi pajak daerah. Data – data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dan terdiri dari 2 jenis data, yaitu:

a. Data Primer: data yang bersumber dari pihak yang memahami tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

b. Data Sekunder: data yang bersumber dari buku – buku ilmiah tentang perpajakan, undang – undang perpajakan serta peraturan daerah yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

5. Analisis dan Evaluasi

Penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data yang telah didapat dari berbagai sumber mengenai mekanisme pengelolaan yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sejak dialihkan menjadi pajak daerah.


(21)

Penulis akan lebih memahami setelah dilakukannya analisa dan evaluasi terhadap data – data yang telah didapat.

F. METODE PENGUMPULAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Dengan metode wawancara penulis akan melakukan tanya jawab kepada pihak terkait mengenai hal – hal yang berkaitan dengan judul yang diambil si penulis seputar tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

2. Daftar Observasi

Dengan metode daftar observasi penulis akan meakukan pengamatan langsung tentang objek pajak Praktik Kerja Lapangan Mandiri dalam hal ini objek pajak yang akan diamati penulis adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

3. Dokumentasi

Dengan metode dokumentasi penulis akan mengumpulkan data – data yang dapat saling mendukung satu sama lain berupa data primer dan


(22)

data sekunder, seperti: peraturan perundang – undangan , peraturan pemerintah dan surat edaran yang diterbitkan melalui Direktorat Jenderal Pajak serta lampiran – lampiran lainnya.

G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PRAKTIK KERJA

LAPANGAN MANDIRI

Adapun sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat, uraian teoritis, ruang lingkup, metode praktik, metode pengumpulan data dan sistematika laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah singkat lokasi yang akan diuraikan penulis adalah Dinas Pendapatan Kota Medan, Struktur Organisasi, tugas dan fungsi pegawai di instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan.


(23)

BAB III: GAMBARAN DATA DAN HASIL PKLM

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai ketentuan dan peraturan yang mengatur mekanisme pengelolaan BPHTB yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sejak dialihkan menjadi pajak daerah dan menjelaskan data – data apa saja yang telah diperoleh selama dilakukannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

BAB IV: ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang analisa dan evaluasi terhadap data yang diperoleh mengenai mekanisme pengelolaan BPHTB yang dilakukan Pemerintah Kota Medan sejak dialihkan menjadi pajak daerah.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan, masalah – masalah yang dihadapi selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan saran – saran mengenai objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri tersebut guna untuk masukan – masukan bagi instansi terkait agar dapat lebih meningkatkan kinerjanya.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Kota Medan

Pada awalnya Dinas Pendapatan Kota Medan dahulu hanya satu unit kerja yang kecil yaitu Sub Bagian Penerimaan pada bagian keuangan dengan tugas pokoknya mengelola bidang penerimaan / pendapatan daerah. Mengingat pada saat itu potensi pajak maupun retribusi daerah di Kota Medan belum begitu banyak, maka dalam Sub – Bagian Penerimaan tidak terdapat Seksi atau Urusan.

Mempertimbangkan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Medan melalui Peraturan Daerah sub bagian keuangan tersebut diubah menjadi bagain IX/Pendapatan. Pada Bagian IX/Pendapatan di bentuklah beberapa seksi yang mengelola Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah yang merupakan para Wajib Pajak/Wajib Pajak Retribusi Daerah Kota Medan.

Pada tahun 1978 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) No. KUPD-7 Tahun 1978 tentang Penyelenggaraan Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Profinsi dan Kabupaten/Kota Madya di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Kota (PEMKO) Medan menetapkan Peraturan Daerah ( PERDA) No. 12 Tahun 1978 tentang Struktur Organisi Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kotamadya Medan sebagai mana dimaksud dalam instruksi Mendagri dimaksud. Struktur Organisasi DISPENDA yang baru ini dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang terdiri dari 1 (satu). Bagian Tata Usaha, dengan 3 (tiga) Urusan dan 4 (empat) Seksi dengan masing-masing seksi terdiri dari 3 subseksi.


(25)

Seiring dengan meningkatnya pembangunan dan pertumbuhan Wajib Pajak (WP) / Retribusi Daerah, Struktur Organisasi DISPENDA selama ini dibentuk dengan membagi pekerjaan bedasarkan sektor jenis pungutan maka pola tersebut perlu diubah secara fungsional.

Dengan Keputusan Mendagri No. 973-442 Tahun 1988 tanggal 26 Mei 1988 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan/Retibusi Daerah dan Pendapatan Daerah Lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan di 99 Kabupaten/ Kota dan Surat Edaran Mendagri No. 061/1861/PUOD tanggal 02 Mei 1988 tentang Organisai dan Tata Kerja DISPENDA Propinsi / Kabupaten/ Kotamadya, maka PEMKO medan merubah Peraturan Daerah Kota Medan No. 12 Tahun 1978 tentang Struktur Organisasi DISPENDA Kotamadya Medan menjadi PERDA Kota Medan No. 16 Tahun1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja DISPENDA Kotamadya Daerah TK. II Medan.

Dalam Perkembangan Selanjutnya dengan Keputusan MENDAGRI dan Otonomi Daerah No. 50 Tahun 2000, tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, maka PEMKO Medan membentuk Organisasi dan Tata Kerja Dinas – Dinas Daerah dilingkungan PEMKO Medan sebagai mana diatur dan diterapkan dalam PERDA Kota Medan No. 4 Tahun 2001, sehingga PERDA Daerah Kotamadya Medan Daerah TK.II Medan No. 16 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan SK. Walikota Medan No.25 Tahun 2002 tentang Susunan Organisasi DISPENDA Kota Medan.Peraturan Walikota Medan No. 1 tahun 2010 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi DISPENDA, dengan berlakunya Peraturan Walikota ini maka SK.


(26)

Walikota Medan No.25 Tahun 2002 tentang Susunan Organisasi DISPENDA Kota Medan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sebagai unsur pelaksana PEMKO Medan dalam bidang pungutan Pajak, Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya DISPENDA dipimpin oleh sseorang Kepal Dinas yang berada dan bertanggung jawab kepada kepala Darah Melalui Sekretaris Daerah, terdiri dari 1 (satu) Bagian Tata Usaha dengan 4 (empat) Sub Bagian dan 5 (lima) Sub Dinas dengan masing-masin 4 (empat) Seksi serta Kelompok Jabatan Fungsional.

B.Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Untuk memperlancar dan mengatur kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan aktivitasnya, kantor Dinas Pendapatan Daerah kota Medan telah Membuat Struktur Organisasi.Struktur organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan yang efektif yakni terciptanya garis koordinasi yang baik serta adanya hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan.

Adapun susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Berdasarkan Keputusan Walikota Medan No. 1 Tahun 2010 Pasal 2, organisasi DISPENDA Kota Medan terdiri dari :

1. Kepala Dinas

2. Sekretariat terdiri dari : a. Sub bagian keuangan b. Sub bagian Umum


(27)

3. Sub Dinas Pendataan dan Penetapan terdiri dari : a. Seksi Pendapatan dan Pendaftaran b. Seksi pengelolahan data dan Informasi c. Seksi Penetapan

d. Seksi Pemeriksaan 4. Sub Dinas Penagihan terdiri dari :

a. Seksi Pembukuan Vertifikasi b. Seksi Penagihan dan Perhitungan c. Seksi Restitusi dan Pertimbangan 5. Bidang bagi hasil pendapatan terdiri dari :

a. Seksi penata usahaan bagi hasil b. Seksi bagi hasil

c. Seksi bagi bukan hasil pajak

d. Seksi peraturan perundang-undangan dan pengkajian pendapatan 6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari :

a. Seksi pengembangan pajak b. Seksi pengembangan retribusi

c. Seksi pengembangan pendapatan lain- lain 7. Unit Pelaksana Teknis (UPT)

8. Kelompok Jabatan Fungsional


(28)

Sesuai dengan Keputusan Walikota Medan No. 1 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum. Yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kota Medan

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Medan 3. Walikota adalah Walikota Medan

4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Medan 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan Kota Medan

6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan

7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unsure Pelaksana teknis pada Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas

8. Kelompok Jabatan Fungsional adalah pemegang jabatanfungsional yang tugasnya didasrakan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu sesuai kebutuhan daerah

Dinas adalah Unsur pelaksana pemeritah daerah, yang dopimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Melalui Sekretaris Daerah.

Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah dalam bidang pendapatan Daerah berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, dinas pendapatan mempunyai fungsi: 1. Perumusan teknis di bidang pendapatan

2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum dibidang pendapatan 3. Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang pendapatan dan


(29)

5. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya 6. Melaksanakan tugas-tugas kain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya

Adapun tugas pokok dari kepala dinas dan masing-masing seksi pada kantor Dinas Pendapatan Kota Medan adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas

Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan DISPENDA maupun antar unit organisasi lain diluar dinas pendapatan daerah selain bidang tugasnya.

2. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh sekretaris, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup sekretariatan meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.

Untuk melaksanakan tugas, sekretariat mempunyai tugas dan fungsi : 1. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan 2. Pengkordinasian penyusunan perencanaan program dinas

3. Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan dinas yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan perumahtanggaan dinas


(30)

4. Pengelolaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan

5. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas dinas 6. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian 7. Pelaksanaan motivator, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan

8. Pelaksanaan monitoring tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya

Sekretariat membawahi beberapa sub bagian, yaitu : a. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum dipimpin oleh kepala sub bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada sekretariat.

Dalam melaksanakan tugas pokok Sub Bagian umum menyelenggarakan fungsi :

1.Penyusunan rencana, program, dan kegitan Sub Bagian Umum 2.Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum 3.Pengelolaan administasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan , perlengkapan, dan penyelenggaraan kerumah tanggan dinas

4.Pengelolaan administrasi kepegawaian

5.Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian


(31)

7.Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksannan tugas 8.Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh sekretris sesuai dengan tugas dan funsinya

b. Sub Bagian Penyusunan Program

Sub Dinas Program di pimpin oleh seorang Kepal Sub Dinas yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepadaSekretaris. Sub Dinas Program mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas sekretriat llingkup penyusunan program dan pelaporan.

Untuk melaksanakan tugas Sub Dinas Program mempunyai tugas dan fungsi Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan Pragram:

1. Pengumpulan bahan petunjuk teknis llingkup penyusunan rencana dan progran dinas

2. Penyiapan bahan penyusunan rencan dan program dinas 3. Penyiapan bahan pembinaan pengawasan dan pengendalian

4. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas c. Sub Bagian Keuangan

Mempunyai tugas mengelola keuangan, pembendaharaan dan menyusun laporan keuangan.

3. Bidang Pendataan dan Penetapan

Dalam melaksanakan tugasnya, dinas ini berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala dinas. Bidang pendataan dan penetapan


(32)

mempunyai tugas pokok melaksanakn sebagian tugas dinas lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengolahan datadan informasi.

Bidang pendataan dan penetapan mempunyai tugas dan fungsi :

1. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pendataan dan Penetapan 2. Penyusunan teknis lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengelolaan data dan informasi

3. melaksanakan pendaftaran dan pendataan wajib pajak/wajib pajak retribusi dan pendapatan daerah lainnya

4. melaksanakan pengelolaan data dan informasi baik dari surat pemberitahuan pajakdaerah (SPTPD), surat pemberian retribusi daerah (SPTRD), hasil pemeriksaan dan informasi dari instansi terkait

5. Pelaksanaan proses penetapan pajak daerah, retribusi darah dan pendapatan daerah lainnya

6. Perencanaan dan penata usahaan hasil pemeriksaan tehadap Wajib Pajak dan Wajib Retibusi

7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang pendataan dan penetapan

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan tugas dan funsinya

Bidang pendataan Penetapan Membawahi beberapa seksi, yaitu : a.Seksi Pendataan dan Pendaftaran


(33)

Seksi ini dipimpin oleh kepala seksi, yang berada dibwah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pendataan Penetapan. Seksi ini mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas sebagian tugas bidang pendataan dan pendaftaran.

b. Seksi Pemeriksaan

Seksi ini mempunyai tugas pokokmelaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkungan pemeriksaan.

c. Seksi Penetapan

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkup penetapan pokok pajak daerah/ pokok retribusi daerah.

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkup pendataan dan penetapan lingkungan data dan informasi.

4. Bidang Penagihan

Bidang ini dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melakukan sebagian tugas dinas lingkup pembukuan, verivikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan, restitusi.

Bidang Penagihan melaksanakan tugas : 1. menyusun rencana kegiatan kerja.


(34)

2. melaksanakan pembentukan dan verifikasi pajak daerah, retribusi daerah dan penetapan pajak lainnya.

3. melaksankan penagihan ats tunggakan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

4. melaksanakan perhitungan restitusi dan pemindahbukuan atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

5. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

Sub Dinas Penagihan terdiri dari : a. Seksi Pembukuan dan Verifikasi

Mempunyai tugas melakukan pembukuan dan verifikasi tentang penetapan dan penerimaan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

b. Seksi Penagihan dan Perhitungan

Mempunyai yugas melaksanakan penagihan ats penunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

c. Seksi Restitusi dan Pemindahbukuan

Mempunyai tugas menerima permohonan restitusi dan pemindahbukuan dari wajib pajak, meneliti kelebihan pembayaran pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.


(35)

Mempunyai tugas menerima surat keberatan dari wajib pajak/retribusi dan meneliti keberatan wajib pajak/retribusi dan mempersiapkan surat keputusan kepala dinas tentang persetujuan atau penolakan tersebut.

5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan

Bidang baggi hasil pendapatan mempunyai tugas dan pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup bagi hasil pajak dan buakan pajak, penatausahaan bagi hasil dan perundang-undangan dalam pengkajian pendapatan.

Tugas bagian ini yaitu :

1. penyusunan rencana,program, dan kegiatan Bidang Bagi Hasil Pendapatan 2. penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil dan perundang-undangan dan pengkajian pendapatan 3. pelaksanaan penata ushaan bagi hasil pendapatan pajak dan bukan pajak ,DAU, DAK, dan lain-lain pendapatan yang sah

4. Pelaksanaan kordinasi dengan instansi pemberi hasil pajak dan bukan pajak DAU, DAK, dan lain-lain pendapatan yang sah

5. Pelaksanaan perhitungan penerimaan dari dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, DAU, DAK, dan lain-lain pendapatan yang sah

6. Pelaksnaan pengkajian peraturan perundanng-undangan dan pengkajian hasil pendapatan daerah dibidang dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah 7. penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang bagi hasil pendapatan


(36)

8. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya

Seksi Bidang Bagi Hasil Pendapatan membawahi beberapa seksi, yaitu : a. Seksi Bagi Hasi Pajak

Bertugas melaksnakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pelaksanaan lingkup pajak. menerima dan mendistribusikan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dan Daftar Himpunan Pokok Pajak (DHPP) atau Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP).

b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak

Bertugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pelaksanaan lingkup Bidang Bagi Hasil Pelaksanaan lingkup bukan pajak, melaksanakan perhitungan penerimaan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

c. Seksi Penata Usahaan Bagi Hasil

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pelaksanaan lingkup penatausahaan bagi hasil. Mempunyai tugas mengevaluasi dan memonitor pelaksanaan teknis operasional pengelolaan Pendapatan daerah.

d. Seksi Peraturan Perundang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan

Bertugas melaksnakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pelaksanaan lingkup peraturan perundang-undangan dan kajian pendapatan.


(37)

6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah

Bidang ini dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah danbertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang ini mempunyai tugas pokok melaksnakan sebagian tugas dinas lingkup pengembangan pajak, retibusi dan pendapatan lain-lain, yang mempunyai tugas :

a. penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pengebangan Pendapatan Dinas

b. Penyusunan bahan teknis lingkup pengembangan pajak , retribusi dan pendapatan lain-lain

c. pelaksaan pengkajian potensi pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lainnya

d. penghitungan potensi pajak dan retribusi daerah

e. pelaksanaan monitorig, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang pengembangan pendapatan daerah

f. pelaksaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

Bidang Pengembangan Pendataan Daerah Membawahi beberapa beberapa seksi

a. Seksi Pengembanga Pajak

Mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan pajak.


(38)

b. Seksi Pengembangan Retribusi

Mempunyai tugas Pokok yaitu melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan pendapatan retribusi.

c. Seksi Pengembangan pendapatan Lain – Lain

Mempunyai tugas Pokok yaitu melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan pendapatan lain-lain.

7. Unit PelaksanaTeknis (UPT) 8. Kelompok Jabatan Fungsional

Mempunyai tugas melaksanakan tugas Dinas Pendapatan sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

1. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri darisejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan keahlian 2. Setiap kelompok tersebut di pimpin oleh seorang tenaga fungsional senior

D. Gambaran Umum Pegawai/Karyawan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Gambaran umum pegawai/karyawan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Honor dan Pegawai Outsourcing dalam berbagai bidang adalah sebagai berikut :


(39)

Tabel I

REKAPITULASI PEGAWAI DINAS PENDAPATAN KOTA MEDAN BULAN APRIL 2011

No. Bagian/ Bidang/ Bendahara/ UPT/ Security Jumlah

1. Sekretariat, terdiri dari: 74 Orang Kepala Dinas 1 Orang Bagian Umum/Keuangan/Penyusunan Program 38 Orang Bendahara Penerimaan/Pengeluaran 19 Orang Penyimpan Barang Berharga

Penyimpan Barang dan Pengurus Barang

16 Orang 2. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah 18 Orang 3. Bidang Penagihan 41 Orang 4. Bidang Pendataan dan Penetapan (DATAP) 76 Orang 5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan (BHP) 82 Orang 6. Unit Pelaksana Teknis (UPT) 15 Orang 7. Outsourcing 230 Orang Jumlah PNS / Pegawai Honor 551 Orang Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Keterangan:

Pegawai Negeri Sipil (PNS) : 264 Orang TNI yang dikaryakan : 1 Orang


(40)

Pegawai Honor : 56 Orang Pegawai Outsourcing : 230 Orang +

Jumlah : 551 Orang

Dari tabel di atas dapat diuraikan bahwa kantor Dinas Pendapatan Daerah mempunyai gambaran umum pegawai sebagai berikut :

74 orang di bagian sekretariat yang terdiri dari: 1 orang kepala dispenda, 38 orang Bagian Umum/Keuangan/Penyusunan Program 19 orang bendahara penerimaan / pengeluaran, 16 orang penyimpan barang berharga dan penyimpan barang dan pengurus barang, 18 orang bidang pengembangan pendapatan daerah, 41 orang bidang penagihan, 76 orang bidang pendataan dan penetapan ( DATAP ),82 orang bidang bagi hasil pendapatan (BHP), 15 orang unit pelaksana teknis (UPT), orang hansip yang diperbantukan, 230 0rang pegawai outsourcing, untuk pegawai honor sebanyak 12 orang di bagian sekretariat yang terdiri dari 1 orang di bagian bendahara, 2 orang di bagian penyimpan barang berharga sekaligus penyimpan barang dan pengurus barang, 4 orang dibidang pengembangan pendapatan daerah, 3 orang dibidang penagihan, 14 orang dibidang bagi hasil pendapatan, 15 orang di security, selain itu fungsi 1 orang TNI yang dikaryakan untuk membantu dalam penagihan pajak terhadap wajib pajak.

Tabel II


(41)

Golongan Jumlah

Golongan IV/a 3 Orang

Golongan III/d 38 Orang

Golongan III/c 38 Orang

Golongan III/b 64 Orang

Golongan III/a 59 Orang

Golongan II/d 9 Orang

Golongan II/c 16 Orang Golongan II/ b 3 Orang

Golongan II/a 34 Orang Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan


(42)

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

A. KETENTUAN – KETENTUAN YANG MENDASARI PENGALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

Ketentuan – ketentuan yang mendasari pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebagai berikut:

1. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 atau sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2. Peraturan Menteri Keuangan PMK.186/PMK.07/2010 Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

3. Peraturan Pemerintah Nomor: PER – 47/PJ/2010 Tentang Tatacara Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

B. OBJEK DAN SUBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

1. Objek Pajak

a. Defenis BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.


(43)

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

c. Hak atas tanah

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi: a. Pemindahan hak karena

1. jual beli 2. tukar-menukar 3. hibah

4. hibah wasiat 5. waris

6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

8. penunjukan pembeli dalam lelang

9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap 10. penggabungan usaha


(44)

12. pemekaran usaha 13. hadiah

b. Pemberian hak baru karena 1. kelanjutan pelepasan hak 2. di luar pelepasan hak

Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

d. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:

a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

e. orang pribadi atau badan karena wakaf

f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah 2. Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak sebagaimana


(45)

tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

a. Hak – hak Subjek Pajak BPHTB 1. Keberatan

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dinas Pendapatan Daerah atas suatu :

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan

c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar

d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh


(46)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Dinas Pendapatan Daerah yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.

(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Dinas Pendapatan Daerah wajib memberikan keterangan secara tertulis hal hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

(8) Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(9) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

(10) Keputusan Dinas Pendapatan Daerah atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.


(47)

(11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat dan Dinas Pendapatan Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggapdikabulkan.

2. Banding

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.

(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

(4) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua putuh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

3. Pengurangan

Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah karena:


(48)

1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,Contoh:

a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan

b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah

2. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, contoh:

a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak

b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentinganumum yang memerlukan persyaratan khusus

c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak hams melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah

3. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan,


(49)

Contohnya:

Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta, Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat.

4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Dinas Pendapatan Derah setempat.

C. CARA PENGHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

1. Tarif Pajak

Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen). 2. Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal:

a. jual beli adalah harga transaksi b. tukar-menukar adalah nilai pasar c. hibah adalah nilai pasar

d. hibah wasiat adalah nilai pasar e. waris adalah nilai pasar

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar


(50)

h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasanak adalah nilai pasar

j. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar k. penggabungan usaha adalah nilai pasar

l. peleburan usaha adalah nilai pasar m. pemekaran usaha adalah nilai pasar n. hadiah adalah nilai pasar

o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

3. Pengenaan BPHTB

a. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang

b. pengenaan BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:

- 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga


(51)

Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)

- 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas

4. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak

a. Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)

b. Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.

5. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang Saat terutang Pajak BPHTB untuk:

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

d.waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta


(52)

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap

i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak

k. pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak

l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

Tempat Pajak Terutang adalah: di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.

Cara Pembayaran Pajak adalah: Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).

6. Cara Penghitungan BPHTB

Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen).


(53)

Secara matematis adalah:

BPHTB = 5 % X (NPOP - NPOPTKP) Contoh:

1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp.50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta - Rp. 60 juta) = 5 % x (0)

= Rp. 0 (nihil).

2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan


(54)

pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00 dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB = 5 % x (Rp. 100 - Rp. 60) juta = 5 % x ( Rp. 40) juta

= Rp. 2 juta.

3. Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan”S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400- Rp. 300) juta = 50% x 5% x ( Rp. 100) juta

= Rp. 2,5 juta.

4. Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi “K” mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota “BB” ditetapkan


(55)

sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 - Rp. 300) juta = 50% x 5 % x ( 0)

= Rp. 0 (nihil).

D. CARA PENDAFTARAN DAN PENILAIAN OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB

1. Pendekatan Penilaian

a. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)

1. Pendekatan Data Pasar adalah suatu metode penghitungan NJOP dengan cara membandingkan antara objek pajak yang sejenis dengan objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.

2. Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juga digunakan untuk menentukan NJOP bangunan

b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)

1. Pendekatan Biaya adalah suatu metode penghitungan NJOP dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutannya.

2. Umumnya, pendekatan biaya digunakan untuk menentukan NJOP bangunan.


(56)

c. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

1. Pendekatan Pendapatan adalah suatu metode penghitungan NJOP dengan cara mengkapitalisasikan pendapatan satu tahun dari objek pajak yang bersangkutan.

2. Biasanya, pendekatan pendapatan diterapkan untuk objek pajak yang dibangun untuk menghasilkan pendapatan, seperti hotel, gedung perkantoran yang disewakan, dsb.

3. Pendekatan ini juga digunakan sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan pendekatan lainnya.

2. Cara Penilaian

a. Penilaian Massal (Mass Appraissal)

1. NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT).

2. NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB).

3. Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan komputer (Computer Assisted Valuation/CAV)

b. Penilaian Individual (Individual Appraissal)

1. Objek pajak bumi yang nilainya di atas Rp 3.200.000 meter persegi.

2. Objek pajak bangunan yang nilainya di atas Rp 1.366.000 meter persegi.


(57)

3. Objek pajak yang nilai jualnya Rp 500.000.000 atau lebih.

4. Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, lapangan golf, objek rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

E. TEMPAT PEMBAYARAN, PENETAPAN, PENAGIHAN DAN PEJABAT YANG TERKAIT DENGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

1. Pembayaran BPHTB

Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).

2. Penetapan

a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan sanksi


(58)

administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.

b. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

3. Penagihan

Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :

a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

c. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah


(59)

dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

5. Pejabat yang Terkait dengan BPHTB

Ketentuan Bagi Pejabat yang terkait dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah sebagai berikut:

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(60)

4. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

5. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

a. Sanksi Bagi Pejabat

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka (1), dan angka (2)dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

b. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam angka (4), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

c. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 (tiga), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(61)

d. Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(62)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. PERSIAPAN YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN TERKAIT DENGAN ADANYA PENGALIHAN BPHTB

Berkaitan dengan adanya pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah, maka Pemerintah Kota medan melakukan beberapa persiapan untuk dapat mengelola objek pajak tersebut secara mandiri.

Persiapan yang dilakukan Pemerintah Kota dengan adanya pengalihan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia dengan cara mengikuti pelatihan dan pendidikan di Kantor Wilayah Pajak Sumatera Utara I, Diklat E-Learning yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Pusat dan Pendidikan Internal Dinas Pendapatan Kota Medan

b. Mencetak Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB c. Menunjuk bank tempat pembayaran BPHTB d. Membentuk tim pengalihan BPHTB

e. Menjalin kerjasama dengan instansi terkait termasuk membuat kesepakatan/kesepahaman dengan instansi tersebut (misalnya: Bank, PPAT/Notaris, BPN, Kantor Lelang)


(63)

Contoh Bentuk koordinasi dan kerjasama yang dilakukan Dinas Pendapatan Kota Medan terkait pendaerahan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah:

1. Meminta data terbaru terkait Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tahun 2011 dari semua Kantor Pelayanan Pajak Pratama se-Kota Medan 2. Mengundang Notaris/PPAT dan membuat Nota kesepahaman

tentang tatacara dan prosedur pembayaran BPHTB dan pemberian insentif atas kinerja PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)

3. Semua berkas Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB wajib diverifikasi ke Dinas Pendapatan Kota Medan

4. Tetap berkoordinasi atas kekurangan yang terjadi dengan instansi – instansi terkait baik melalui telepon maupun dengan surat – menyurat

5. Mempersiapkan perda dan peraturan walikota yang berkaitan dengan BPHTB

f. Mensosialisasikan kepada Wajib Pajak dan PPAT/Notaris tentang pendaerahan BPHTB


(64)

B. PERBANDINGAN TARGET DAN REALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN

Target dan Realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum pengalihan adalah sebagai berikut:

1. Data 3 tahun sebelum pengalihan

Tahun Target Realisasi Persentase

2008 Rp 122.000.000.000 Rp 145.472.330.320 116,24 % 2009 Rp 162.279.730.000 Rp 140.425.440.600 86,53 % 2010 Rp 164.618.261.000 Rp 201.296.912.754 103,43%

Keterangan:

Realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan padan tahun 2008 dan 2010 telah mendapatkan hasil pencapaian yang sangat baik karena telah melampaui target yang telah direncanakan dengan persentase 116,24 % pada tahun 2008 dan 103,43% pada tahun 2010. Akan tetapi realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan jauh dari yang ditargetkan yaitu hanya dengan persentase 86,53% belum mencapai 100%. Bila dirata – ratakan persentase hasil penerimaan BPHTB selama 3 tahun sebelum pengalihan sekitar 102,06 % bisa dikatakan sangat baik karena di atas 100 %. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak dan para wajib pajak yang patuh membayar pajak demi kemajuan negara ini.


(65)

2. Perbandingan Rincian hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Periode Januari 2010 – April 2010 dengan Januari 2011 – April 2011

Hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum dan sesudah pengalihan dari pajak pusat menjadi pajak daerah periode Januari – April 2010 dan Januari – April 2011 adaalah sebagai berikut:

a. Rincian hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) periode Januari 2010 – April 2010 Sebelum Pengalihan

Tahun 2010 Hasil Penerimaan

Januari Rp 4.540.828.133

Februari Rp 10.720.803.388

Maret Rp 12.301.361.545

April Rp 15.914.546.064

Sumber: Dinas Pendapatan Kota Medan

b. Rincian hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) periode Januari 2011 – April 2011 Setelah Pengalihan

Tahun 2011 Hasil Penerimaan


(66)

Februari Rp 7.138.000.205,50

Maret Rp 16.874.328.765,50

April Rp 17.663.243.068,00

Sumber: Dinas Pendapatan Kota Medan Keterangan:

Dari 2 tabel rincian di atas dapat dilihat perbandingan antara hasil penerimaan 4 bulan pertama pada tahun 2010 saat masih berstatus pajak pusat dengan 4 bulan pertama pada tahun 2011 setelah beralih menjadi pajak daerah. Pada Januari 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih besar dibandingkan pada Januari 2011, Februari 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih besar dibandingkan pada Februari 2011, pada Maret 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih kecil dibandingkan pada Maret 2011 dan pada April 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih kecil dibandingkan pada April 2011. Secara keseluruhan jumlah penerimaan BPHTB pada Januari 2010 – April 2010 sebelum pengalihan adalah sebesar Rp 43.477.539.130, sedangkan hasil penerimaan BPHTB pada Januari 2011 – April 2011 setelah pengalihan adalah sebesar Rp 44.792.505.349.

Melihat perbandingan hasil penerimaan BPHTB sebelum dan sesudah pengalihan terlihat bahwa hasil penerimaan BPHTB yang dikelola Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah pada 4 bulan pertama pada tahun pertama pengalihan tahun 2011 lebih besar dibanding 4 bulan pertama tahun 2010 saat masih dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Ini menjadi bukti awal bahwa Pemerintah Kota Medan dapat mandiri dalam


(67)

mengelola Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Semoga target BPHTB tahun pemula ini Pemerintah Kota Medan adalah Rp 150.000.000.000 agar dapat terealisasi dengan baik.

C. KENDALA – KENDALA YANG DIHADAPI PEMERINTAH KOTA MEDAN BESERTA SOLUSINYA

Kendala – kendala yang dihadapi Dinas Pendapatan Kota Medan dalam menerima pengalihan BPHTB beserta solusinya:

a. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak dan Notaris tentang pendaerahan BPHTB. Solusi yang dilakukan adalah dengan mensosialisasikan bahwa BPHTB sudah menjadi pajak daerah

b. Adanya temuan data – data yang tidak sesuai yang dilakukan oleh Notaris/PPAT terkait dengan pemberkasan SSPD BPHTB. Solusi yang dilakukan adalah dengan tetap berkoordinasi dan saling memperbaiki

c. Wajib Pajak terlambat menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Solusi yang dilakukan adalah dengan meminta bantuan petugas untuk meminta ke kelurahan atau kepala lingkungan

D. UPAYA – UPAYA PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN BPHTB

Upaya – upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Kota Medan dalam rangka optimalisasi penerimaaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebagai berikut:


(68)

a. BPHTB merupakan pajak Self Assesment

b. Dalam hal pemeriksaan diupayakan untuk mengecek sebaik mungkin sehingga kekurangan bayar akan terdeteksi oleh petugas Dinas Pendapatan


(69)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Di akhir penulisan tugas akhir ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari penyajian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab – bab sebelumnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah disajikan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Beralihnya kewenangan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Direktorat Jenderal Pajak ke Pemerintah Daerah masih membutuhkan peran dan kerjasama instansi terkait, seperti: Direktorat Jenderal Pajak

2. Walaupun telah beralih tanggung jawab pemungutannya kepada Pemerintah Daerah, tetapi tidak merubah sistem pemungutan yang pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya

3. Walaupun pengalihan pemungutan baru berjalan beberapa bulan,tetapi Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah telah menunjukkan kinerja yang baik

B. SARAN

Dari setiap pembahasan yang disajikan, penulis ingin memberikan saran semoga berguna bagi para pembaca, masyarakat umum dan khusunya Dinas Pendapatan Kota Medan


(70)

1. Sehubungan pengalihan tanggung jawab pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mulai 01 Januari 2011, mungkin masih banyak masyarakat atau subjek pajak yang belum mengetahui pengalihan ini, maka dibutuhkan kerja keras para instansi terkait untuk gencar mensosialisasikan pengalihan ini melalui media – media yang ada 2. Agar sosialisasi berjalan dengan lancar dan pemungutan terlaksana dengan

baik instansi terkait harus bisa memberi pemahaman kepada masyarakat atau subjek pajak bahwa penerimaan dari sektor pajak sangan penting bagi berjalannya roda kepemerintahan pusat maupun daerah supaya masyarakat membayar ats kesadaran diri sebagai bukti kecintaannya terhada negara ini bukan karena terpaksa

3. Agar masyarakat atau subjek pajak patuh membayar pajak diharapkan instansi terkait dapat memberikan pelayanan yang nyaman bagi mereka tanpa ada proses administrasi yang panjang atau bertele - tele karena proses administrasi yang lama menjadi salah satu penyebab malasnya masyarakat atau subjek pajak melaporkan objek pajak yang mereka miliki


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan B, Dkk, 2007, Hukum Pajak Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. Resmi, Siti, 2008, Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 4, Salemba Empat,

Yogyakarta.

Rusjdi, Muhammad, 2007, PBB, BPHTB, dan Bea Materai, Indeks, Jakarta.

Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Tahapan Persiapan BPHTB Sebagai Pajak Daerah.

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER – 47/PJ/2010 Tentang Tatacara Pengalihan BPHTB Sebagai Pajak Daerah.

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


(1)

Februari Rp 7.138.000.205,50

Maret Rp 16.874.328.765,50

April Rp 17.663.243.068,00

Sumber: Dinas Pendapatan Kota Medan

Keterangan:

Dari 2 tabel rincian di atas dapat dilihat perbandingan antara hasil penerimaan 4 bulan pertama pada tahun 2010 saat masih berstatus pajak pusat dengan 4 bulan pertama pada tahun 2011 setelah beralih menjadi pajak daerah. Pada Januari 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih besar dibandingkan pada Januari 2011, Februari 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih besar dibandingkan pada Februari 2011, pada Maret 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih kecil dibandingkan pada Maret 2011 dan pada April 2010 hasil penerimaan BPHTB lebih kecil dibandingkan pada April 2011. Secara keseluruhan jumlah penerimaan BPHTB pada Januari 2010 – April 2010 sebelum pengalihan adalah sebesar Rp 43.477.539.130, sedangkan hasil penerimaan BPHTB pada Januari 2011 – April 2011 setelah pengalihan adalah sebesar Rp 44.792.505.349.

Melihat perbandingan hasil penerimaan BPHTB sebelum dan sesudah pengalihan terlihat bahwa hasil penerimaan BPHTB yang dikelola Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah pada 4 bulan pertama pada tahun pertama pengalihan tahun 2011 lebih besar dibanding 4 bulan pertama tahun 2010 saat masih dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Ini menjadi bukti awal bahwa Pemerintah Kota Medan dapat mandiri dalam


(2)

mengelola Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Semoga target BPHTB tahun pemula ini Pemerintah Kota Medan adalah Rp 150.000.000.000 agar dapat terealisasi dengan baik.

C. KENDALA – KENDALA YANG DIHADAPI PEMERINTAH KOTA MEDAN BESERTA SOLUSINYA

Kendala – kendala yang dihadapi Dinas Pendapatan Kota Medan dalam menerima pengalihan BPHTB beserta solusinya:

a. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak dan Notaris tentang pendaerahan BPHTB. Solusi yang dilakukan adalah dengan mensosialisasikan bahwa BPHTB sudah menjadi pajak daerah

b. Adanya temuan data – data yang tidak sesuai yang dilakukan oleh Notaris/PPAT terkait dengan pemberkasan SSPD BPHTB. Solusi yang dilakukan adalah dengan tetap berkoordinasi dan saling memperbaiki

c. Wajib Pajak terlambat menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Solusi yang dilakukan adalah dengan meminta bantuan petugas untuk meminta ke kelurahan atau kepala lingkungan

D. UPAYA – UPAYA PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN BPHTB

Upaya – upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Kota Medan dalam rangka optimalisasi penerimaaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebagai berikut:


(3)

a. BPHTB merupakan pajak Self Assesment

b. Dalam hal pemeriksaan diupayakan untuk mengecek sebaik mungkin sehingga kekurangan bayar akan terdeteksi oleh petugas Dinas Pendapatan


(4)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Di akhir penulisan tugas akhir ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari penyajian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab – bab sebelumnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah disajikan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Beralihnya kewenangan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Direktorat Jenderal Pajak ke Pemerintah Daerah masih membutuhkan peran dan kerjasama instansi terkait, seperti: Direktorat Jenderal Pajak

2. Walaupun telah beralih tanggung jawab pemungutannya kepada Pemerintah Daerah, tetapi tidak merubah sistem pemungutan yang pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya

3. Walaupun pengalihan pemungutan baru berjalan beberapa bulan,tetapi Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah telah menunjukkan kinerja yang baik

B. SARAN

Dari setiap pembahasan yang disajikan, penulis ingin memberikan saran semoga berguna bagi para pembaca, masyarakat umum dan khusunya Dinas Pendapatan Kota Medan


(5)

1. Sehubungan pengalihan tanggung jawab pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mulai 01 Januari 2011, mungkin masih banyak masyarakat atau subjek pajak yang belum mengetahui pengalihan ini, maka dibutuhkan kerja keras para instansi terkait untuk gencar mensosialisasikan pengalihan ini melalui media – media yang ada 2. Agar sosialisasi berjalan dengan lancar dan pemungutan terlaksana dengan

baik instansi terkait harus bisa memberi pemahaman kepada masyarakat atau subjek pajak bahwa penerimaan dari sektor pajak sangan penting bagi berjalannya roda kepemerintahan pusat maupun daerah supaya masyarakat membayar ats kesadaran diri sebagai bukti kecintaannya terhada negara ini bukan karena terpaksa

3. Agar masyarakat atau subjek pajak patuh membayar pajak diharapkan instansi terkait dapat memberikan pelayanan yang nyaman bagi mereka tanpa ada proses administrasi yang panjang atau bertele - tele karena proses administrasi yang lama menjadi salah satu penyebab malasnya masyarakat atau subjek pajak melaporkan objek pajak yang mereka miliki


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan B, Dkk, 2007, Hukum Pajak Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta.

Resmi, Siti, 2008, Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 4, Salemba Empat, Yogyakarta.

Rusjdi, Muhammad, 2007, PBB, BPHTB, dan Bea Materai, Indeks, Jakarta.

Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Tahapan Persiapan BPHTB Sebagai Pajak Daerah.

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER – 47/PJ/2010 Tentang Tatacara Pengalihan BPHTB Sebagai Pajak Daerah.

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.