Pengertian Terorisme Berita Penangkapan Terorisme Kelompok Abu Dujana (Analisis Framing Tentang Pemberitaan Penangkapan Tersangka Terorisme Kelompok Abu Dujana di Majalah Tempo)

bilateral agreements, and d through cultural imperialism. The extent of US dominance varies from country to country, and the contruction of a pax Americana is still a work in progress. Al-Qaeda memandang hal ini sebagai dua komponen perusak yang saling tumpang tindih. Pertama, hal ini dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara dunia ke-3, dan kebencian terhadap Amerika Serikat memang banyak dibagi dengan negara- negara berkembang ini. Ketidakstabilan ekonomi dan sosial karena pemerintah yang korup, brutal, dan tidak kompeten, yang banyak dialami negara-negara berkembang adalah akibat dari lemahnya pemerintah. Kelemahan ini bersumber dari ikut campurnya Amerika Serikat terhadap persoalan-persoalan lokal yang tidak mereka pahami dan kerjasama pemerintah dengan negara-negara barat. Kedua, keunikan yang dimiliki muslim fundamentalis dalam melawan kebudayaan barat. Bagi mereka, ideologi dan bentuk politik dan ekonomi barat tidak sesuai dengan Islam. Sekularisme, materialisme, dan ungodliness, sangat bertentengan dengan kebudayaan Islam. Dengan adanya hegemoni barat, Islam berada di bawah ancaman. Lebih jauh lagi, gelombang imigrasi besar-besaran yang sebagian besar menuju barat karena peledakan jumlah penduduk, membuat kebencian terhadap barat semakin menyebar.

2.2. Pengertian Terorisme

Secara etimologis, terorisme berasal dari bahasa latin ‘terrere’, yang berarti menggetarkan atau menimbulkan kengerian. Meskipun demikian, mendefenisikan terorisme bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini disebabkan karena seringkali dipengaruhi oleh sudut pandang mana yang digunakan untuk melihatnya. Walaupun begitu, terdapat kesepakatan bahwa terorisme adalah sebuah paham yang menggunakan kekerasan, pengrusakan, dan pembunuhan dalam menjalankan aksinya. Universitas Sumatera Utara Konvensi PBB dalam the United Nations Convention tahun 1973 menyebutkan, terorisme sebagai kejahatan langsung yang ditujukan kepada negara dengan maksud untuk menciptakan ketakutan terhadap orang atau kelompok tertentu. European Convention on Suppression of Terrorism tahun 1977, memberikan pengertian yang lebih luas lagi bagi terorisme ; terorisme adalah kejahatan kepada negara crime againts state dan juga kejahatan terhadap kemanusiaan crime agaiants humanity. Sementara itu A.P. Schmid 1988 memberikan defenisi terorisme sebagai berikut : Terrorism is anxiety-inspirng method of repeated violent action, employed by semi clandestine, group or state actor, for idiosyncratic, criminal or political reason, or whereby-in contrast to assasination- the direct target of violence are not the main targets. The immediate victims of violence are generally chosen randomly target of apportunity or selectively representative or symbolic targets from a target population, and serve as message generators. Threats and violence based victims, and main target are used to manipulate the main target, turning it into a target of terror, a target of demands, or a target of attention, depending whether intimidation, coercion, or propaganda is primarily sought. www.wikipedia.org • Repetisi ; yang disebut dengan terorisme adalah tindakan menakut-nakuti yang dilakukan secara sistematis dan berulang. Defenisi yang dikemukakan oleh Schmid ini merupakan hasil sintesis dari 109 defenisi dan dipakai secara luas dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dan terdapat dalam academic consensus definition, united nations. Untuk dapat membedakan terorisme dengan jenis-jenis kejahatan kriminal lainnya, terdapat empat elemen esensial yang dikemukana oleh Badey 2006, Norris, Kern, and Just 2003 dan Poland 2004, yaitu : • Motivasi ; tidak semua kekerasan dan teror digolongkan ke dalam terorisme. Terorisme dimotivasi oleh sebab-sebab yang bersifat politis. • Tujuan ; terorisme bukan hanya untuk menakuti lawan atau target, tetapi tujuannya adalah untuk mendapat perharian dari publik dan mengendalikan reaksi publik atas Universitas Sumatera Utara aksi-aksi mereka, mendapatkan perhatian dari pemerintah, dan untuk mendapatkan legitimasi. • Aktor ; siapa yang menjadi teroris dan korban aksi mereka. Teroris dapat berbentuk individu, kelompok, bahkan negara. Sementara korban atau target adalah mereka yang menjadi simbol atau representasi dari target utama. • Efek ; yakni akibat-akibat yang ditimbulkan oleh terorime, yang mencakup nilai- nilai yang bersifat material maupu mental. Uang, rumah, sarana umum, dan jiwa manusia adalah efek yang bersifat material. Ketakutan, trauma, simpati, kemarahan, kebencian, adalah efek yang bersifat mental. Defenisi lain menyebutkan terorisme muncul karena : • Adanya rasa tidak puas dari kelompok tertentu yang merasa kepentingannya tidak terartikulasi dengan baik dan mengalami gangguan akibat adanya sikap represi, penindsan politik, diskriminasi, dan ketidakadilan yang dilakukan oleh negara. • Adanya upaya terencana dan terorganisir dengan tujuan untuk menciptakan perubahan terhadap seluruh tatanan sosial dan menggantikannya sesuai dengan motivasi, idealisme, program, dan bila perlu dengan ideologi yang mereka inginkan. Dengan penggunaan kekerasan, diharapkan mereka akan mendapatkan perhatian baik dari pemerintah, masyarakat, media massa, dan lembaga pada tingkat nasional, regional, maupun internasional.

2.3. Media dan Terorisme

Dokumen yang terkait

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN PENANGKAPAN WAKIL KETUA KPK BAMBANG WIDJOJANTO (Studi di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 02-22 Februari 2015)

0 5 13

ANALISIS YURIDIS PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME OLEH DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR

0 3 14

ANALISIS YURIDIS PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME OLEH DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR

0 3 14

Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme Di Kompas.Com

0 9 112

PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

1 3 17

PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

1 3 12

PENDAHULUAN Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

0 2 11

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 1 15

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 3 14

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN BUDI GUNAWAN DALAM MAJALAH BERITA MINGGUAN TEMPO

0 1 17