Law Enforcement dan Media

Setelah olimpiade Munich berakhir, tak seorang pun yang melupakan insiden penyanderaan tersebut. Hasil nyatanya adalah ketika dua tahun setelah insiden tersebut, Yasser Arafat, ketua PLO diundang dalam sidang umum PBB, pada 17 November 1974. • Yang paling mutakhir adalah ketika beberapa media seperti CNN, ABC, Times Magazine, TV Pakistani, dan al- Jazeera mewawancarai Osama bin Laden. Sebuah wawancara eksklusif Peter Bergen dengan Osama bin Laden yang sedang diburu oleh Amerika Serikat dan sekutunya dalam agenda war against terrorism. Bergen, seorang reporter dari CNN, berhasil mewawancarai Laden di sebuah gunung di Afghanistan pada tahun 1998. Dialah yang pertama kali memelopori penyebaran ide-ide Al-Qaeda kepada publik. Sejak peristiwa 911, Laden memproduksi banyak sekali videotape yang disiarkan oleh berbagai media di seluruh dunia. Schmid dan de Graft merangkum penggunaan media sebagai alat propaganda teroris modern. Poland, 2005 : 72 : 1 Menciptakan ketakutan dalam masyarakat luas, 2 mengubah opini publik, 30 membuat publikasi melalui wawancara rahasia, 4 menawarkan publikasi ide-ide dan tuntutan teroris, 5 memprovokasi pemerintah agar bertindak secara berlebihan, 6 menyebarkan informasi yang salah, 7 bertindak koersif kepada media, 8 merekrut anggota baru dan meminta dukungan serta menarik kembali anggota yang keluar, 9 mendapatkan keuntungan dari publikasi secara gratis, 10 mengidentifikasi target selanjutnya, 11 sebagai alat komunikasi dengan kelompok lain di luar negeri, 12 menjatuhkan moral publik dan pemerintah, 13 mendapatkan imej ‘Robin Hood’, 14 memprovokasi publik untuk melawan pemerintah, 15 mendapatkan informasi mengenai dukungan dari kelompok lain dan mengenai strategi counter-terrorism, 16 meningkatkan semangat anggota

2.3.3. Law Enforcement dan Media

Universitas Sumatera Utara Aparat keamanan dan media seringkali berada dalam satu tempat dengan teroris. Aparat dengan tugasnya sebagai penegak keamanan, yang sedang menyelenggarakan operasi pengamanan terhadap publik. Di lain tempat, media dengan tugasnya mencari berita yang faktual dan terhindar dari rumor dan spekulasi bagi kepentingan informasi publik. Kedaunya, sama-sama mengklaim dirinya sedang bertugas dalam pelayanan publik. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah seringkali keduanya berada dalam sebuah pertentangan. Tidak dapat dipungkiri media seringkali justru membuat masalah menjadi lebih rumit ketika mereka meliput insiden kekerasan atau terorisme. Tetapi publik juga perlu mendapatkan informasi yang benar dari insiden tersebut. Sementara aparat keamanan seringkali mengabaikan kebutuhan ini, mereka menganggap media hanya sebagai pengganggu dalam operasi mereka. Seharusnya dalam sebuah insiden kekerasan atau terrorisme media dan aparat keamanan bekerjasama lebih dekat lagi agar tugas-tugas mereka dapat dijalankan dengan baik. Untuk itulah pada tahun 1983, California Peace Officers Association mengeluarkan aturan bagi media ketika meliput, mewawancarai, dan menyiarkan berita mengenai insiden kekerasan dan terorisme. Poland, 2005 : 74. Diharapkan dengan adanya aturan ini, media mampu bertindak sebagai kontributor informasi dan aparat dapat memberikan kesempatan bagi media untuk mendapatkan berita yang diinginkan. Beberapa insiden kekerasan dan terorisme menjadi semakin rumit karena kurangnya kerjasama aparat dan media, dapat dilihat dalam uraian berikut : • Penyanderaan yang dilakukan oleh sekelompok penjahat yang lari dari pengadilan District Of Colombia pada tahun 1974 menjadi lebih rumit ketika seorang reporter mencoba menembus barikade petugas keamanan hanya untuk mendapatkan berita yang diinginkan medianya. Ketika ditanya apakah ia memikirkan keamanan para sandera, reporter ini menjawab bahwa itu adalah masalah nomor dua, yang terpenting adalah Universitas Sumatera Utara bagaimana mendapatkan berita yang sensasional, terbit di halaman depan, dan berhasil mendapatkan penghargaan di bidang jurnalistik. • Penyanderaan oleh Hanafi Muslim pada tahun 1977 di tiga tempat di Washington DC menjadi masalah besar ketika media memberitakan bahwa polisi menyelundupka n beberapa senjata ke dalam kotak makanan yang akan dibagikan kepada para sandera. Butuh waktu lama bagi polisi untuk menyakinkan kelompok ini bahwa berita tersebut adalah bohong. • Pertukaran sandera dengan anggota teroris di Dubai menjadi sebuah insiden berdarah ketika media melaporkan spekulasi mengenai tipuan yang dilakukan oleh aparat keamanan. British Airways yang dibajak tahun 1974 di Dubai untuk pertukaran sandera, menarik perhatian media. Dengan tergesa-gesa media melaporkan bahwa tidak satupun anggota teroris yang akan dibebaskan oleh pemerintah. Akhirnya seorang sandera tewas dibunuh hanya karena laporan tersebut. • Insiden yang sama terjadi di Luthansa pada tahun 1977, ketika media menyiarkan wawancara rahasia seorang reporter dengan kapten pesawat melalui sebuah radio transmisi. Akhirnya kapten pesawat itu mati karena pemberitaan tersebut.

2.3.4. Cencorship dan Terorisme

Dokumen yang terkait

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN PENANGKAPAN WAKIL KETUA KPK BAMBANG WIDJOJANTO (Studi di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 02-22 Februari 2015)

0 5 13

ANALISIS YURIDIS PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME OLEH DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR

0 3 14

ANALISIS YURIDIS PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME OLEH DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR

0 3 14

Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme Di Kompas.Com

0 9 112

PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

1 3 17

PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

1 3 12

PENDAHULUAN Penggunaan Tindakan Keras Sebagai Upaya Diskresi Kepolisian Dalam Penangkapan Tersangka Tindak Pindana Terorisme.

0 2 11

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 1 15

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 3 14

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN BUDI GUNAWAN DALAM MAJALAH BERITA MINGGUAN TEMPO

0 1 17