Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme Di Kompas.Com

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S. Sos)

Oleh:

Lidya Ismawatie NIM: 1112051000076

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Lidya Ismawatie, NIM: 1112051000076, Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme di Kompas.com

Sejumlah kasus terorisme yang terjadi di Indonesia sejatinya melibatkan individu, kelompok atau bahkan organisasi yang dipandang memiliki pemahaman yang radikal. Hal tersebut semakin memperjelas bahwa terdapat hubungan antara paham radikalisme dengan terorisme. Deradikalisasi lahir sebagai upaya pemerintah dalam menghapus pemahaman dan pemikiran yang keliru akibat brain washed yang dilakukan oleh para teroris. Pada pelaksanaanya deradikalisasi menemui banyak hambatan sehingga dipandang tidak efektif. Kompas.com adalah salah satu media yang menyoroti berjalanya program deradikalisasi, termasuk kelemahan dan hambatan yang dihadapi.

Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana Kompas.com membingkai pemberitaan terkait program deradikalisasi terorisme? Bagaimana konteks pemberitaan program deradikalisasi di

Kompas.com?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konstruksi sosial atas realitas yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Yang menjelaskan bahwa sesungguhnya realitas tidak muncul begitu saja, melainkan sudah dibangun dan dikonstruk. Untuk mengetahui bagaimana

Kompas.com membingkai berita mengenai program deradikalisasi, maka penulis menggunakan metode analisis framing model Robert N. Entman. Framing model ini menggunakan empat stuktur analisis yaitu Define Problem (pendefinisian masalah), Diagnoses Causes (memperkirakan sumber masalah), Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), Treatment Recommendation( menekankan penyelesaian). Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yaitu analisis teks dan wawancara.

Kompas.com menganggap program deradikalisasi merupakan hal yang penting dalam memerangi aksi terorisme. Kompas.com melihat terdapat kelemahan-kelemahan yang ada di dalam program tersebut, oleh sebab itu

Kompas.com merasa perlu untuk memberitakanya. Pemberitaan mengenai kelemahan deradikalisasi di Kompas.com juga merupakan bentuk kritik kepada lembaga terkait. Kompas.com dalam membingkai pemberitaan mengenai program deradikalisasi terlihat menggunakan elemen framing seperti bahasa, gambar, judul dan memberikan penekanan pada setiap kalimat yang ditulis dan menyertakan narasumber yang dianggap kredibel untuk memperkuat pesan dalam berita.

Dapat disimpulkan bahwa, berita yang dipublikasikan oleh berbagai media sejatinya bukan sesuatu yang asli, melainkan ada realitas yang dibagun oleh wartawan dan media itu sendiri. Begitu juga dengan pemberitaan mengenai deradikalisasi. Kompas.com cenderung mengkritik keberlangsungan program ini melalui beberapa narasumbernya dikala program ini mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaanya.


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji serta syukur tercurah hanya kepada-Nya Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita pada derajat kemanusiaan yang lebih baik.

Alhamdulillah berkat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme di Kompas.com”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak menemui kesulitan, sehingga seringkali rasa putus asa kerap datang. Namun, berkat bantuan, semangat, motivasi, bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak, menjadikan penulis semakin termotivasi dengan penuh semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan pada akhirnya skripsi ini pun dapat terselesaikan.

Oleh karena itu dengan segala ketulusan hati, perkenanankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, dengan bimbingan, arahan, serta semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, terutama kepada:

1. Dr. Arief subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M. Ed, Ph. D selaku Wakil Dekan I bidang akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.


(7)

2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Drs. Umi Musyarofah M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dr. Gun Gun Heryanto M. Si. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih sebanyak-banyaknya penulis ucapkankan karena telah bersedia meluangkan waktu, dan memberikan bimbingan, pengarahan, serta motivasi dikala padatnya aktifitas, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu menjadi dosen yang istimewa di hati mahasiswa,

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuanya kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Seluruh Staff dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal peminjaman buku-buku yang digunakan sebagai referensi dan memberikan pelayanan dengan baik kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Seluruh Staff dan Karyawan Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang membantu penulis dalam pembuatan surat menyurat.

8. J. Heru Margianto ( News Assistan Managing Editor Kompas.com) selaku narasumber yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta Ayah Ismail S.E. dan Ibu Hartati yang selalu mencurahkann cinta dan kasih sayangnya, yang selalu memberikan dukungan


(8)

baik moril maupun materil, yang selalu memberikan arahan yang baik dan tulus demi keberhasilan anak-anaknya. Juga kepada Adik-Adik saya Yunita dan Riri yang selalu mendoakan dan menghibur penulis dengan cara mereka sendiri.

10.Andra Remon, sosok hebat yang selalu memberikan semangat, menghibur serta menemani penulis mulai dari penyusunan proposal, pencarian referensi, hingga terselesaikanya skripsi ini. Terima kasih atas segala dukungan moril dan materil, untuk waktu dan bantuanya.

11.Sahabat-sahabatku tersayang Nurul, Melly, Anis, Intan yang selalu membantu dan menorehkan keceriaan kepada penulis, untuk Young Generation yang tanpa sadar kerap kali menghibur penulis.

12.Seluruh teman-teman KPI 2012 dan KPI C 2012. Teman-teman seperjuangan skripsi dan pengurusan berkas Mely Ismi, Dewi, Indah, Nina, Nufuz, Sari, Abitu, Alim, Galih, Fahmi, Tiara terimakasih atas bantuanya.

13.Teman-teman KKN Stipma 2015

14. Teruntuk Astri,Shin dan Irra yang selalu menghibur penulis

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tanpa mengurangi rasa hormat, saya ucapkan terimaksih.

Ciputat, 16 Agustus


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

1. Batasan Masalah... 6

2. Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

D.Metodologi Penelitian ... 8

1. Paradigma Penelitian ... 8

2. Jenis Penelitian ... 8

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 10

4. Tempat Penelitian... 10

5. Teknik Pengumpulan Data ... 10

6. Teknik Analisis Data ... 12

7. Pedoman Penulisan ... 13

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN TEORI A.Teori Konstruksi Sosial ... 16

B.Definisi Terorisme ... 20

C.Konseptualisasi Deradikalisasi ... 22

1. Definisi Deradikalisasi ... 22

2. Deradikalisasi di Indonesia ... 24

D.Konseptualisasi Berita ... 27

1. Definisi Berita ... 27

2. Klasifikasi Berita ... 28

3. Jenis Berita ... 29

4. Nilai Berita ... 31

E. Framing ... 32

1. Definisi Framing ... 32

2. Analisis Framing Model Robert N. Entman ... 36

BAB III GAMBARAN UMUM A.Sejarah dan Perkembangan Kompas.com ... 40


(10)

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A.Bingkai Pemberitaan Program Deradikalisasi di Kompas.com

periode 17-25 Januari 2016 ... 49 B.Konteks Pemberitaan Program Deradikalisasi di Kompas.com

periode 17-25 Januari 2016 ... 69 C.Interpretasi ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 79 B.Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perangkat Framing Robert N. Entman ... 12

Tabel 2.1 Definisi Framing ... 34

Tabel 2.2 Dimensi Besar Framing ... 36

Tabel 2.3 Framing Model Robert N. Entman ... 37

Tabel 3.1 Group Of Digital Management Team ... 44

Tabel 3.2 Editorial Departement... 46

Tabel 4.1 Berita Terkait Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme di Kompas.com Pada Periode 17-25 januari 2016 ... 48

Tabel 4.2 Menteri Agama Akui Deradikalisasi Masih Ada Kekurangan Edisi 17 Januari2016 ... 51

Tabel 4.3 Pelaku Terorisme Adalah Seorang Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan Edisi 17 Januari 2016 ... 55

Tabel 4.4 Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek Edisi 18 Januari 2016 ... 60

Tabel 4.5 Istilah Deradikalisasi Dalam Kasus Terorisme Dianggap Salah Kaprah Edisi 19 Januari 2016 ... 63

Tabel 4.6 Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi Edisi 25 Januari 2016 ... 66

Tabel 4.7 Hasil Konstruksi Dalam Pemberitaan Program Deradikalisasi di Kompas.com ... 74


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aksi terorisme di Indonesia seakan tidak mengenal akhir dan titik temu. Selama cita-cita dan perjuangan para pelaku teror tersebut belum tercapai maka selama itu pula potensi ancaman terorisme akan terus berlangsung. Terorisme sampai saat ini terus menjadi sesuatu yang menghantui dan menebarkan kecemasan di benak publik, sehingga memunculkan ketakutan global. Paras gerakan terorisme tumbuh dan berkembang dari mulai jaringan individual hingga jaringan yang berlevel besar. Namun, terorisme bukan persoalan siapa pelaku, kelompok, dan jaringanya saja. Namun lebih dari itu terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin, dan ideologi yang menyerang kesadaran masyarakat.

Terorisme yang marak terjadi kerap berakar dari paham radikal yang di anut oleh para pelaku terorisme. Radikalisme adalah paham yang menghendaki perubahan dengan kencenderungan menggunakan kekerasan.1 Tak dapat dipungkiri fakta yang lebih menonjol terlihat bahwa radikalisme tidak dapat dipisahkan dengan tindakan kekerasan seperti halnya terorisme.

Sikap radikalisme yang berujung pada kekerasan, apalagi sampai mengaitkanya dengan ajaran Islam serta jihad tentu merupakan hal yang sangat tidak baik. Paham radikal keagamaan banyak diyakini diberbagai Negara, termasuk Indonesia. Paham radikal ini sering disebut akar

1Agus SB, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan


(13)

permasalahan munculnya terorisme. Dimana aksi terorisme akan tetap ada apabila pergerakan radikalisme tidak dibendung. Karenanya, dalam mengambil langkah-langkah pencegahan terorisme harus diikuti dengan pemberantasan radikalisme sambil mengetahui faktor penyebab timbulnya radikalisme itu sendiri.2

Telah terjadi aksi terorisme di jantung kota Jakarta 14 Januari 2016 lalu, yang memakan korban sebanyak 7 orang termasuk diantaranya 5 pelaku.3 Pemboman di kawasan Thamrin ini hanyalah satu dari sekian banyak rentetan aksi teror bom yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Jika melihat kembali kebelakang, serangan bom di Indonesia meningkat sejak Mei 1998, hingga 2002, seperti terlihat dalam data berikut: dari Januari hingga Juli 2001, terjadi 81 peristiwa, 29 peristiwa terjadi di Ibu kota Jakarta dan selebihnya di luar Jakarta.4 Kemudian pada tahun 2002 terjadilah aksi tragis bom bali I yang menelan 202 korban tewas dan 240 orang lainya luka-luka.5

Tentu hal ini tidak bisa di biarkan begitu saja, diperlukan strategi khusus untuk mengenal seluk beluk jaringan terorisme. Salah satu strategi yang dianggap tepat adalah deradikalisasi terorisme. Program Deradikalisasi diselenggarakan sejak 2005 dan dipelopori oleh Polri khususnya Satuan Tugas Bom Polri (Satgas Bom Polri) di bawah pimpinan Brigjen Pol. Surya

2Agus SB, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan

Radikalisasi dan Terorirsme (Jakarta: Daulatpress, 2016), h. 61-62.

3Arie Mega Prastiwi, “MEDIA ISIS: Kami Dalah Dalang Teror di Jakarta”, di akses pada

19 April 2016 dari http://news.liputan6.com/read/2412197/media-isis-kami-adalah-dalang-teror-di-jakarta

4Sukawarsini Djelantik, Terorisme; Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan,

dan Keamanan Nasional (Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), h. 2.

5 Muhammad A.S. Hikam, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia


(14)

Dharma.6 Deradikalisasi merupakan suatu strategi yang didasari oleh suatu pemahaman konseptual untuk menangani masalah terorisme. Konsep ini merefleksikan adanya suatu kebutuhan untuk melakukan perubahan dalam penanggulangan terorisme. Strategi yang sebelumnya sangat didominasi oleh

hard power menjadi perlu untuk diseimbangkan dengan pendekatan soft power ini.

Sejak 2010, (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) BNPT menjadi sebuah lembaga yang diamanatkan sebagai lending sector dalam penanggulangan terorisme, termasuk di dalamnya adalah perumusan kebijakan dan pelaksanaan program deradikalisasi.

Deradikalisasi adalah suatu upaya untuk menghentikan, meniadakan, menghilangkan atau paling tidak menetralisisasi paham radikalisme. Dalam konteks penanggulangan terorisme, deradikalisasi pada awalnya dimaksudkan sebagai “upaya untuk membujuk teroris dan pendukungnya untuk

meninggalkan segala bentuk kekerasan“.7 Tujuan umum deradikalisasi adalah

untuk membuat para teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan bersedia meninggalkan atau melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme.8

Secara sederhana program ini tentu menuai pro dan kontra dalam pelaksanaanya, karena sedari awal dimulainya program deradikalisasi ini, nyatanya belum cukup dalam mengurangi aksi teror di Indonesia. Bahkan

6

Muhammad A.S. Hikam, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme, h. 82

7 Muhammad A.S. Hikam, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia

Membendung Radikalisme, h. 81

8Agus SB, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan


(15)

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly menuturkan bahwa ada petugas deradikalisasi justru teradikalisasi (Kompas.com, 25/01/2016). Persoalan ini hanya satu dari sekian banyak faktor yang ada dibalik kelemahan program deradikalisasi.

Tentunya permasalahan-permasalahan tersebut membuat program deradikalisasi ini menjadi dipertanyakan kembali keefektifanya. Pemberitaan di media mengenai deradikalisasi ini pun turut menjadi sorotan dan perbincangan hangat di Indonesia.

Pemberitaan program deradikalisasi menjadi menarik bagi media massa untuk membahasnya, tidak terkecuali Kompas.com. Hal ini menjadi perhatian bagi peneliti, karena pemberitaan program deradikalisasi ini merupakan isu besar dan menyangkut kepentingan orang banyak. Kebutuhan khalayak akan transparansi informasi mengenai perkembangan program ini sangat dibutuhkan, guna menjawab kecemasan masyarakat akan kasus terorisme di tanah air yang kian tiada akhir.

Banyak sekali media-media yang memberitakan program deradikalisasi dengan menggunakan berbagai macam sudut pandang redaksional masing-masing. Perlu disadari, sudut pandang wartawan dalam melihat suatu peristiwa, tentu tidak sama antar satu media dengan media yang lain. Wartawan hidup dalam instititusi media dengan seperangkat aturan, pola kerja, ideologi dan aktivitas masing-masing.9 Begitu juga dengan media

Kompas.com. Kompas.com sebagai media nasional dengan ideologi humanisme, berusaha menonjolkan hasil negatif dari program deradikalisasi

9

Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), h. 115.


(16)

melalui pemberitaanya untuk meyakinkan khalayak bahwasanya program ini masih perlu diperbaiki agar program deradikalisasi dapat lebih efektif dalam menanggulangi aksi terorisme dan masyarakat bisa merasakan manfaatnya.

Media massa adalah sumber informasi yang didalamnya banyak sekali kepentingan yang ingin dicapai oleh pemilik media, terutama bagaimana berita tersebut bisa dibaca dan dapat merubah opini pembacanya, kemudian mempu menimbulkan pro dan kontra sehingga bisa mengangkat eksistensi media tersebut.

Peneliti merasa sangat tertarik untuk meneliti pemberitaan yang terkait dengan program deradikalisasi di Kompas.com karena media Kompas.com

merupakan salah satu media online yang menjadi pilihan banyak masyarakat untuk dijadikan sebagai sumber informasi dan memiliki jumlah pembaca yang banyak dan menyebar hampir merata ke seluruh bagian di Indonesia. Peneliti juga ingin mengetahui lebih dalam mengenai kebijakan redaksi yang ada di

Kompas.com terkait dengan pemberitaan program deradikalisasi.

Media ini pun terbilang cukup aktif dan dinamis dalam memberitakan program tersebut. Didapatkan data pada bulan Januari 2016 sampai dengan April 2016 saja Kompas.com sudah memberitakan sebanyak 37 berita yang terkait dengan program deradikalisasi.10

Sedangkan di media lain, sebut saja Detik.com pada periode yang sama yakni Januari 2016 sampai April 2016 hanya memberitakan sebanyak 24


(17)

berita yang terkait program deradikalisasi.11Sedangkan media online Tempo.co hanya memberitakan sebanyak 15 berita.12

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Program Deradikalisasi Terorisme di Kompas.com”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya pada pemberitaan mengenai program deradikalisasi terorisme pada tanggal 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016 di Kompas.com.

2. Rumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana bingkai pemberitaan program deradikalisasi terorisme dengan menggunakan model Robert N. Entman di Kompas.com pada 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016?

b. Bagaimana konteks pemberitaan program deradikalisasi di

Kompas.com pada periode 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

11http://search.detik.com/search?query=deradikalisasi&source=dcnav&siteid=2, Diakses

pada 6 September 2016

12https://search.tempo.co/index.php/search/result?submit=&type=semua&fld=news&vSea


(18)

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hedak dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana cara Kompas.com dalam membingkai pemberitaan mengenai program deradikalisasi terorisme.

b. Untuk mengetahui bagimana konteks pemberitaan di Kompas.com

mengenai program deradikalisasi periode 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016?

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan memberi masukan dan khazanah keilmuan dalam studi framing khususnya model Robert N. Entman mengenai berita di media online tentang suatu kasus atau peristiwa, yang mana dalam penelitian ini adalah berita tentang program deradikalisasi terorisme di Kompas.com. selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk pengembangan studi komunikasi mengenai

framing bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta bisa menjadi bahan masukan bagi penelitian serupa, dapat memberikan gambaran pada masyrakat agar lebih bijak dalam mengkonsumsi informasi mengenai suatu pemberitaan yang diberikan oleh media massa, serta dapat mengetahui bahwa sesungguhnya


(19)

pemberitaan yang mereka terima dari sebuah media telah melalui proses konstruksi.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh peneliti melalui model tertentu, model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma.13

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis paradigma ini memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi dari hasil konstruksi.14Paradigma ini hampir merupakan antitesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas.15Rancangan konstruktivis melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.16

Fokus analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, menggunakan cara apa konstruksi tersebut dibentuk. Oleh karenanya paradigma konstruktivis digunakan untuk melihat bagaimana realitas mengenai pemberitaan program deradikalisasi terorisme di Kompas.com.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan mencari sebab dan alasan mengapa

13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakraya,

2006), h. 49

14Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 43. 15 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial ( Yogyakarta: Tiara Wacana,

2006), h. 71

16Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004).


(20)

sesuatu terjadi, di antaranya menjelaskan secara akurat mengenai suatu bahasan topik, menghubungkan topik-topik yang berbeda, namun memiliki kesamaan dan membangun atau memodifikasi sebuah teori dalam topik baru atau menghasilkan bukti yang mendukung sebuah penjelasan atau teori.

Penelitian dengan jenis kualitatif ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang berbasis pada paradigma positivistik. Pandekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat umum yang didapatkan setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian.17 Kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut. Penelitian ini lebih menekankan pada kualitas bukan kuantitas data.18

Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses dari pada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga,

peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, penelitian kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.19

17Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2003), h. 125.

18Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2006), h. 58. 19

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta : Kencana, 2006), h. 307.


(21)

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pihak redaksi Kompas.com, sedangkan objek penelitian ini adalah pemberitaan mengenai program deradikalisasi terorisme pada 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016.

4. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Kompas.com yang beralamat di Gedung Kompas Gramedia, Unit II Lt. 5 Jl. Palmerah Selatan No. 22 – 28 Jakarta 10270 Telp: (021) 53699200 Fax: (021) 5360678 Web: http://www.kompas.com/ Redaksi: redaksikcm@kompas.co.id

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik antara lain:

a. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah proses pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrument sebagai berikut:

1) Teks Berita, yaitu teks yang diambil dari situs berita Kompas.com

mengenai pemberitaan program deradikalisasi terorisme pada periode 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016.

2) Wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi secara langsung (tatap muka) dengan memberikan sejumlah pertanyaan guna mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Pada wawancara mendalam ini, pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respon informan, artinya informan


(22)

bebas memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Oleh sebab itu, peneliti mempunyai tugas menuntut waktu dan tenaga agar informan bersedia memberikan jawaban yang lengkap, mendalam, bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Wawancara seperti ini berlangsung secara informal, seperti orang yang sedang mengobrol, tidak dibatasi adanya perbandingan antara pewawancara dengan informan.20 Dalam hal ini peneliti mewawancarai J. Heru Margianto selaku News Asisstant Managing Editor di Kompas.com.

b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

1) Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang diteliti.

2) Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian, serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi tersebut.

20 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, edisi Ke-1 , cet Ke-3 (Jakarta:


(23)

6. Teknik Analisis Data

Dalam pemberitaan program deradikalisasi terorisme di Kompas.com, peneliti menggunakan teknik analisis framing, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media tersebut mengemas berita mengenai program deradikalisasi terorisme. Data yang ada dikumpulkan, kemudian diolah menggunakan analisis framing dengan merujuk pada model Robert N. Entman, sehingga akan nampak bagaimana Kompas.com mengemas berita tentang program deradikalisasi tersebut. Dalam konsep Entman, Perangkat Framing terdiri dari empat konsep yaitu:

Tabel 1.1

Perangkat Framing Robert N. Entman Define Problem

(Pendefinisian Masalah)

Bagaimana suatu peristiwa/isu itu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose Causes

(Memperkirakan Masalah atau Sumber Masalah)

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab suatu masalah? Siapa (actor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make Moral Judgement

(Membuat Keputusan Moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk

menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

Threatment Recommendation

(Menekankan Penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yng ditawarkan dan harus di tempuh untuk mengatasi masalah


(24)

7. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Di dalam penulisan skripsi ini peneliti menelaah skripsi-skripsi dari dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdahulu yang memiliki subyek dan obyek yang hampir memiliki keseragaman, diantaranya:

1. Skripsi dengan judul “Konstruksi Perempuan Dalam Film

Assalamualaikum Beijing Produksi Maxima Picture Production”. Karya Siti Fadhiillah mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016. Skripsi ini meneliti bagaimana perempuan dikonstruksikan dalam film Assalamualaikum Beijing. Metode penelitian yang di gunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori konstruksi sosial. Sedangkan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam film Assalamualaikum Bejing perempuan dikonstruksikan sebagai mahluk yang mampu mengambil keputusan, cerdas, tegar dan tegas. Namun tetap masih ada beberapa bentuk ketidak adilan gender di dalamnya.

Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek dan objek penelitian, pada skripsi ini subjek yang diteliti adalah film Assalamualaikum Beijing produksi maxima picture production, sedangkan objek penelitian ini


(25)

adalah perempuan yang dikonstruksikan dalam film tersebut. Perbedaan lainya terletak pada model analisis framing yang digunakan, teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki sedangkan peneliti menggunakan analisis framing model Robert N. Entman.

2. Skripsi dengan judul “Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Foto Pre

Wedding Pada Detik.com dan Kompas.com” karya Nur Hisya Wulandari mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Skripsi ini meneliti tentang bagaimana Kompas.com dan Detik.com membingkai pemberitaan mengenai larangan foto pre wedding. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis framing model Robert N. Entman dengan pendekatan kualitatif deskriptif.

Hasil dari skripsi ini adalah terdapat pembingkian yang ditampilkan oleh Detik.com dan Kompas.com. Detik.com lebih menyudutkan foto pre wedding kepada permasalahan etika dan syariat agama. Sedangkan kompas dalam pemberitaanya lebih bersifat mengklarifikasi agar masyarakat tidak salah mempersepsikan dan tidak menyudutkan MUI akan permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan, yakni dalam penelitian terdahulu dengan menggunakan dua media massa, sedangkan penelitian yang sekarang hanya menggunakan satu media massa yang diteliti.


(26)

Dari begitu banyaknya skripsi yang ada di fakultas ilmu dakwah dan komunikasi dan juga di perpustakaan utama UIN Jakarta, penulis tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami pembahasan dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam lima bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN membahas tentang Latar Belakang Masalah. Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sitematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI mengurai tentang kajian Teori konstruksi realitas sosial, Definisi terorisme, Konseptualisasi deradikalisasi, Konseptualisasi berita dan Teori Framing (Model Robert N. Entman).

BAB III GAMBARAN UMUM menjelaskan tentang sejarah dan perkembangan Kompas.com, serta struktur organisasi Kompas.com.

BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS mengulas analisis data yang diperoleh dari Kompas.com mengenai pemberitaan program deradikalisasi terorisme pada tanggal 17 Januari 2016 sampai dengan 25 Januari 2016 yang terdiri dari 5 berita dengan menggunakan analisis Framing model Robert N. Entman

BAB V PENUTUP menyajikan kesimpulan dan saran-saran dari penelitian mengenai hal-hal yang telah di analisa oleh peneliti.


(27)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Konstruksi Sosial

Istilah konstruksi realitas sosial (social construction of reality) menjadi terkenal sejak dipertemukan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang bejudul The Sosial Construction of Reality : A Treatise in the Sociological of Knowlege (1996) menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang di miliki dan dialami bersama secara subyektif.1

Berger dan Luckmann memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman antara “kenyataan” dan “pengetahuan”. Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas-realitas yang diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik secara spesifik.2 Realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya.

Sebuah realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara subjektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan mengkonstruksinya dalam dunia realitas,

1Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi

Komunikasi di Masyarakat (Jakarta : Kencana, 2006), h. 292.

2 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis


(28)

memantapkan realitas itu berdasarkan subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.3Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur terpenting. Bahasa merupakan pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi.4

Lebih jelasnya, proses sosial dalam kehidupan manusia berlangsung melalui tiga proses. Pertama, Eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya.5 Dalam proses eksternalisasi, manusia melakukan tindakan yang berulang-ulang secara konsisten karena tindakanya tersebut dirasa tepat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

Kedua, Objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan konsisten itulah pada akhirnya menimbulkan kesadaran logis yang merumuskan bahwa fakta tersebut terjadi karena kaidah yang mengaturnya. Realitas objektif yang dihasilkan bisa jadi menghadapi si penghasil itu sendri sebagai suatu aktivitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkanya. Dalam tahap objektivikasi ini, yang terpenting adalah melakukan signifikasi, melakukan tipifikasi terhadap kegiatan seseorang yang kemudian menjadi

3

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. Ke-2, h. 12-13.

4Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik di Media Massa Sebuah Study Critical

Discourse Analysis (Jakarta: Granit, 2004), h. 12. 5

Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), h. 16.


(29)

objektivikasi linguistik yaitu pemberian tanda verbal maupun simbiolisasi yang kompleks.6

Ketiga, Internalisasi, yaitu proses dimana individu mengidentifiasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya.7 Internalisasi dalam arti umum merupakan dasar bagi pemahaman “sesama saya”, yaitu pemahaman indiviu dan orang lain dan bagi pemahaman mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Melalui proses internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.8 Internalisasi memiliki fungsi mentaransmisikan institusi sebagai realitas yang berdiri sendiri terutama kepada anggota masyarakat baru agar institusi tersebut tetap dipertahankan dari waktu ke waktu agar status objektivitas sebuah institusi dalam kesadaran mereka tetap kukuh.9

Dengan demikian menurut Berger dan Luckman realitas itu tidak dbentuk secara alamiah tetapi sebagai sesuatu yang dibentuk dan dikonstruksi. Dalam konteks media massa, memungkinkan realitas memiliki makna ganda. Setiap orang memiliki konstruksi yang berbeda terhadap suatu realitas.

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckman telah direvisi dengan melihat fenomena media massa sangat

6 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Kekuatan Pengaruh Media Massa,

Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann, h. 18.

7 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Kekuatan Pengaruh Media Massa,

Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann, h. 15.

8 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 17.

9

Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2009), h. 111.


(30)

substansif dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Menurut perspektif ini, tahapan – tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui beberapa tahap.10 Yakni sebagai berikut :

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi, ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni : keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap sebaran konstruksi, prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Sesuatu yang dipandang oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas, pembentukan konstruksi berlangsung melalui konstruksi realitas pembenaran, kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa, sebagai pilihan konsumtif.

4. Tahap konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton atau pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Di sebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-relaitas sehingga membentuk sebuah

10Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi


(31)

“cerita’. Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda, atau apapun, pada hakikatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas.

Konteks dari riset ini bertujuan untuk membahas proses konstruksi yang dibangun oleh Kompas.com dalam memberitakan program deradikalisasi. Karena seperti yang telah diketahui proses konstruksi yang berlangsung di media massa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, begitu pula dengan media Kompas.com sendiri, faktor internal dan eksternal tentu tidak bisa lepas dari pada media tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi salah satunya adalah kebijakan redaksional, setiap media massa memiliki kebijakan redaksionalnya masing-masing.

Kebijakan redaksional merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk menyiarkan atau tidaknya suatu berita. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi tekanan pembaca, sisitem politik yang berlaku serta kekuatan-kekuatan lainaya. Faktor-faktor inilah yang memungkinkan media massa tidak lagi menjadi media yang objektif.

B. Definisi Terorisme

Kata ‘terorisme’ berasal dari kata terror dalam bahasa Inggris, atau terrere

dalam bahasa latin, artinya membuat gemetar atau menggetarkan. Ada pula yang memaknainya sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan.11

Kata terrere adalah kata kerja dari kata terrorem yang berarti rasa takut yang luar biasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata teror

11

Agus SB,Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorirsme (Jakarta: Daulatpress, 2016), h. 66


(32)

sebagai usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.12

Terorisme adalah setiap tindakan yang melawan hukum dengan cara menebarkan teror secara meluas kepada masyarakat, dengan ancaman atau cara kekerasan, baik yang diorganisir maupun tidak, serta menimbulkan akibat berupa penderitaan fisik dan atau psikologis dalam waktu yang berkepanjangan, sehingga dikategorikan sebagai tindak kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).13

Teorisme menurut B. N. Marbun dalam kamus politik (2002: 530),

diartikan sebagai “penggunaan kekerasan biasanya untuk mencapai tujuan

-tujuan tertentu, aksi teror tersebut digunakan sebagai media promosi kepentingan politiknya, sehingga dunia menjadi tahu apa yang mereka

perjuangkan”.14

Selama ini, sudah banyak ahli telah mengemukakan definisi terorisme, dari definisi tersebut unsur yang selalu ada adalah penggunaan kekerasan atau mengancam dengan kekerasan terhadap masyarakat atau keamanan nasional dengan berbagai macam motif, sehingga menimbulkan ketakutan dan perasaan terancam. Korban yang berjatuhan akibat tindak terorisme seringkali menimpa orang-orang yang tidak bersalah, kaum teroris hanya ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan perjuangan mereka.

12Hasan Alwi et al, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001). h.

1185.

13Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme humanis, Soul Approach dan

Menyentuh Akar Rumput ((Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009). h. 6.

14Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme humanis, Soul Approach dan


(33)

Beberapa pakar berusaha menjelaskan perbedaan antara teror dan terorisme. Sebagian berpendapat bahwa terorisme adalah bentuk pemikiran, sedangkan teror adalah aksi atau tindakan yang terorganisasi.

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa terorisme adalah suatu tindakan yang melawan hukum dengan menggunakan aksi kekerasan untuk mencapai tujuan politik tertentu atau mengobarkan jihad yang disalahartikan yang dapat mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat.

C. Konseptualisasi Deradikalisasi 1. Definisi Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari kata “radikal” dengan imbuhan “de” yang berarti mengurangi atau mereduksi, dan kata “isasi”, dibelakang kata radikal berarti proses, cara atau perbuatan. Jadilah deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi kegiatan-kegiatan radikal dan menetralisir paham-paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi teroris dan simpatisanya serta anggota masyarakat yang terekspose paham-paham radikal teroris.

Program deradikalisasi di sini melibatkan semua pihak: narapidana, mantana narapidana, individu militan radikal yang pernah terlibat, keluarga, simpatisanya, dan masyarakat umum.15

Kebijakan deradikalisasi yang digagas pemerintah sungguh bukanlah berfokus pada langkah-langkah penegakan hukum dan beresiko memunculkan pandangan negatif tentang Islam. Apalagi sebagaimana ada

15

Agus SB,Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorirsme, h. 141-142.


(34)

tuduhan bahwa deradikalisasi berarti deislamisasi. Kebijakan ini bukanlah kebijakan yang mengasingkan umat Islam dari Agama Islam itu sendiri.

Dari sisi pemahaman terhadap ajaran Islam, Muhammad Harfin Zuhdi melihat deradikalisasi sebagai upaya menghapuskan pemahaman yang radikal terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist, khususnya ayat atau hadis yang berbicara mengenai konsep jihad, perang melawan kaum kafir, dan seterusnya. Berdasarkan pemaknaan tersebut maka deradikalisasi bukan dimaksudkan sebagai upaya untuk menyampaikan “pemahaman baru” tentang Islam, dan bukan pula pendangkalan akidah. Tetapi lebih kepada sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan kembali pandangan yang benar tentang apa dan bagaimana Islam.

Deradikalisasi sebagai proses less radical, ini meliputi tingkah laku dan pandangan orang tersebut. Berkaitan dengan tingkah laku ditandai dengan aktivitas-aktivitas radikal dan tidak ada lagi komentar yang bersifat radikal. Sementara berkaitan dengan pandangan, hal ini meliputi meningkatnya kepercayaan pada sistem, keinginan untuk menjadi bagian dari masyarakat lagi, dan penolakan pada cara-cara yang tidak demokratis.

Dari pemaparan di atas mengenai deradikalisasi, penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa deradikalisasi sesungguhnya berakar dari persoalan paham radikal yang disalah artikan atau menyimpang, yang kemudian digunakan sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah pemahaman yang radikal menjadi tidak radikal.


(35)

2. Deradikalisasi di Indonesia

Terorisme di Indonesia, cenderung merupakan terorisme yang bermotivasikan agama (ideologi), tidak jarang terjadi konflik horizontal akibat kesalahpahaman dalam kehidupan beragama. Berbagai pemikiran sesat dan destruktif, dijadikan dogma bagi diri teroris. Bom bunuh diri dan sikap anti partisipasi telah terjadi di Indonesia, mereka para kaum teoris telah menunjukan bahwa mereka sama sekali tidak perduli dengan roh bangsa Indonesia yakni Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang mencita-citakan kesatuan, persatuan, dan kerja sama positif untuk membangun bangsa dan Negara.16 Alasan inilah yang menggugah pemerintah untuk membuat program deradikalisasi.

Tujuan umum deradikalisasi adalah untuk membuat para teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan bersedia meninggalkan atau melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme. Secara khusus, tujuan deradikalisasi adalah: pertama, membuat para teroris mau meninggalkan segala kegiatan terorisme dan kekerasan. Kedua, kelompok radikal mendukung pemekiran yang moderat dan toleran. Ketiga, kaum radikalis dan teroris dapat mendukung program-program nasional dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dibandingkan dengan model deradikalisasi terhadap narapidana terorisme yang ada di beberapa Negara, model deradikalisasi di Indonesia telah memiliki pendekatan yang komperhensif. Demikian pula dari sisi

16

Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput, h. 35.


(36)

kelembagaan yang menangani deradikalisasi, di Indonesia telah dibentuk BNPT sebagai lembaga yang secara khusus merancang dan mengkoordinasikan kegiatan deradikalisasi.

Desain deradikalisasi di Indonesia memiliki enam pendekatan, yaitu rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi, pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan keagaaman moderat dan kewirausahaan. Rehabilitasi memiliki dua makna, yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian.

Pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah mereka keluar dari lembaga pemasayarakatan, mereka sudah memiliki kehalian dan bisa membuka lapangan pekerjaan.

Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki pemahaman yang komperhensif serta dapat menerima pihak yang berbeda dengan mereka. Proses rehabilitasi dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak seperti polisi, lembaga pemasyarakatan, Kementrian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya. Diharapkan program ini akan memberikan bekal bagi mereka dalam menjalani kehidupan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Adapun reedukasi adalah penangkalan dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal, sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut. Sedangkan bagi narapidana terorisme, reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang mengajarkan


(37)

kekerasan sehingga mereka sadar bahwa melakukan kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah jihad melainkan identik dengan aksi terorisme.

Untuk memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali dan berbaur ke tengah masyarakat, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) juga mendesain program resosialisasi, dengan cara membimbing mereka dalam bersosialisasi kembali dengan masyarakat.

Pembinaan wawasan kebangsaan adalah memoderasi paham kekerasan dengan memberikan pemahaman nasionalisme kenegaraan, dan kebangsaan Indonesia. Kemudian pembinaan keagamaan adalah rangkaian kegiatan bimbingan keagamaan kepada mereka agar memiliki pemahaman kegamaan yang inklusif, damai dan toleran. Pembinaan kegamaan mengacu pada moderasi ideologi.

Moderasi idelogi dilakukan melalui dialog dan pendekatan persuasif dengan mengembangkan metode dan pendekatan sesuai tingkat keradikalanya. Pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, psikolog, konselor, pelatih bina usaha dan lainya dalam proses pembinaan ini adalah satu hal yang harus dilakukan secara terencana.

Pendekatan kewirausahaan dengan memberikan pelatihan dan modal usaha agar dapat mandiri dan tidak mengembangkan paham kekerasan. Dalam pelaksanaan deradikalisasi, dunia usaha dapat menjadi mitra untuk membantu dan melatih masyarakat khususnya narapidana, mantan narapidana, dan keluarganya.


(38)

D. Konseptualisasi Berita 1. Deinisi Berita

Berita berasal dari Bahasa Sangsekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebutnya vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”.17 Secara etimologis berita dalam bahasa inggris , berita (news) berasal dari kata new (baru). Jadi berita adalah peristiwa-peristiwa yang baru dikalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari:

north (utara), east (timur), west (barat), dan south (selatan). Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru mata angin, laporan dari mana-mana dan dari berbagai tempat di dunia. 18

Dalam kamus besar, berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita (news) merupakan informasi yang layak disajikan kepada publik. Berita yang tergolong layak adalah informasi yang sifatnya faktual, aktual, akurat, objektif, penting dan tentu saja menarik perhatian publik. Biasanya, berita berupa pernyataan yang dipublikasikan melalui media massa.19

Sedangkan William S. Maulsby dalam Getting the News menegaskan berita bisa didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat

17 Totok Djuarto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya,2004),h. 46.

18 Onong Uchajana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2003), h. 130.


(39)

berita tersebut.20Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan ceritatentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu beritasetidaknya mengandung dua hal, yakni peristiwa dan jalan cerita. Jalan cerita tanpa peristiwa atau sebaliknya tidak dapat disebut berita.21

Sedangkan dalam buku Here the News yang dihimpun oleh Paul Meseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting dan bermakna, yang berpengaruh pada pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka.22

Dari beberapa definisi berita diatas, dapat disimpulkan bahwa berita merupakan suatu laporan yang berbentuk pernyataan akan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak menyimpang dari fakta yang ada, yang mengandung nilai informasi lalu kemudian disajikan melalui media massa kepada khalayak, baik media cetak maupun elektornik.

2. Klasifikasi Berita

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori; berita berat (hard news) dan berita ringan (soft news). Hardnews adalah berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi.23

Berita keras sifatnya penting dan harus segera disampaikan pada khalayak. Sedangkan berita ringan atau Softnews yaitu berita yang tidak terkait dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya.

20AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Teori dan Praktik, Menulis Berita dan

Feature Panduan Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 64.

21 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jakarta: Penerbit Kalam Indonesia, 2005), h. 55. 22 Helena Olii, Berita & Informasi : Jurnalistik Radio, (Jakarta: PT INDEX, 2007), h. 25. 23AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Teori dan Praktik, Menulis Berita dan


(40)

Berita-berita semacam ini seringkali lebih menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan atau mengherankan pemirsa.

Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.24

Berita juga dibedakan menurut lokasi peristiwanya, berita di tempat tertutup (indoor news), dan berita di tempat terbuka (outdoor news).

3. Jenis Berita

Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indnesia menyebutkan bahwa berita terbagi menjadi delapan bagian 25

a. Straight News Report berisi materi penting terkini yang harus segera dilaporkan kepada publik. Ditulis secara singkat, tegas, dan padat dengan prinsip penulisan piramida terbalik, yaitu meletakkan informasi terpenting pada pokok berita (lead) dan uraian-uraian yang kurang penting pada posisi terbawah. Berita jenis ini ditulis dengan memuat unsur 5W + 1H (what, who, when, where, why, dan how).

b. Depth News Report adalah laporan mendalam mengenai sebuah peristiwa yang dikembangkan dengan pengumpulan informasi-informasi tambahan, pendalaman fakta-fakta peristiwa tersebut.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Comprehensive News

24AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Teori dan Praktik, Menulis Berita dan

Feature Panduan Jurnalis Profesional, h. 65.

25AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Teori dan Praktik, Menulis Berita dan


(41)

mencoba menggali materi berita. Dengan melihat hubungan atau keterkaitan berita satu dengan yang lainnya. Artinya, berita komprehensif menuntut wartawan untuk menggali suatu kejadian secara lebih mendalam. Berita jenis ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai sebuah peristiwa.

d. Interpretative Report biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun, fokus laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti, bukan opini. Dalam laporan jenis ini, reporter menganalisis dan menjelaskan berbagai peristiwa publik.

e. Feature Story memanfaatkan fakta untuk menarik perhatian pembaca. Umumnya menyajikan berita dengan memberikan unsur human interest dibalik suatu peristiwa dan menuturkannya dengan gaya bahasa yang menyentuh perasaan. Penulisan feature lebih menonjolkan gaya penulisan dan humor daripada pentingnyainformasi yang disajikan.

f. Depth Reporting merupakan pelaporan jurnalistik yang mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual. Sajian berita ini akan membuat pembaca/penonton mengetahui dan memahami dengan baik suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Pelaporan mendalam ditulis oleh tim, disiapkan dengan matang, memerlukan waktu yang cukup panjang serta biaya yang cukup besar.


(42)

g. Investigative Reporting, tidak jauh berbeda dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Namun, dalam pelaksanaannya sering illegal dan tidak etis, karena demi mencapai tujuan wartawan biasanya melakukan penyelidikan mendalam untuk memperoleh fakta tersembunyi.

h. Editorial Writing adalah penyajian fakta dan opini dari hasil pikiran sebuah institusi yang telah diuji di depan sidang pendapat umum, yaitu dengan menafsirkan berita-berita penting dan memengaruhi pendapat umum.

4. Nilai Berita

Ada beberapa karakteristik intristik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna atau yang biasa diterapkan untuk menentukan khalayak berita (news worthy.)26

Brian S. Brook dalam News Reporting and Editing (1980) menyebutkan, kriteria umum nilai berita yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Aktual (Timeleness), berita yang sedang atau baru saja terjadi (aktualitas waktu dan masalah)

b. Keluarbiasaan (Unsualness), berita adalah suatu peristiwa yang luar biasa, bukan peristiwa biasa.

c. Akibat (Impact), berita adalah hal yang berdampak luas

26Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Cet ke-3, (Jakarta: Kompas, 2007), h.


(43)

d. Kedekatan (Proximity), berita adalah sesuatu yang dekat, baik psikologis maupun geografis.

e. Informasi (Information), berita adalah informasi, informasi adalah hal yang bisa menghilangkan ketidakpastian. ( Wilbur Schramm)

f. Konflik (Conflict), berita adalah konflik atau pertentangan

g. Orang penting (Public Figure/ news maker), berira adalah tentang orang-orang penting, figure public.

h. Kejutan (Suprising), berita adalah kejutan, yang datangnya tiba-tiba di luar ruangan.

i. Keterkaitan manusia (Human interest), berita adalah hal yang menggetarkan hati, menggugah perasaan, mengusik jiwa, lebih cenderung emosional dari pada rasional.

j. Seks (Sex), berita adalah informasi seputar seks, yang terkait dengan perempuan.27

E. Framing

1. Definisi Framing

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan

27 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h.


(44)

oleh khalayak.28 Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1995.29 Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang digunakan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi suatu peristiwa atau realitas dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.30 Sebagai suatu metode analisis wacana, framing bertugas menemukan perspektif media dalam wacananya. Perspektif media inilah yang digunakan untuk mengkonstruksi suatu peristiwa. Perspektif itu pada akhirnya menemukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, mau dibawa kemana arah berita tersebut,31 menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka, dari sisi mana peristiwa yang ada disoroti, siapa yang diwawancarai untuk menjadi sumber berita dan lain sebagainya. 32

Dalam analisis framing yang harus dilakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas. Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi peristiwa yang kemudian hadir di hadapan

28 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 77.

29 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing,.h. 161. 30

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 43.

31 Bimo Nugroho, Eriyanto, Franz Sudarsis, Politik Media Mengemas Berita (Jakarta:

Institut Studi Arus Informasi, 1999), h. 21. 32


(45)

khalayak. Jadi, dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Sehingga yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai dikembangkan oleh media.33 Berikut beberapa definisi menurut para ahli:

Tabel 2.1 Definisi Framing

Robert N. Entman

Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol ketimbang aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.

William A. Gamson

Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstrksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package).

Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin

Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa

33


(46)

untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan degan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertntu dari realitas.

David E. Snow and Robert Sanford

pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, dan kalimat tertentu.

Amy Binder

Skema interpretasi yang digunakan oleh

individu untuk menempatkan,

menafsirkan, mengidentifikasi, dan melebeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa-peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang di- gunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Analisis framing dapat disimpulkan secara sederhana, yakni sebagai analisis dalam upaya mengetahui bagaimana suatu peristiwa dikemas dan


(47)

dibingkai oleh pembuat teks kemudian diberitakan ke khalayak oleh media, yang mana pembingkaian tersebut tidak terlepas dari proses konstruksi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas sosial.

2. Analisis Framing Model Robert N. Entman

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media.34 Konsep framing oleh Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar yakni seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/ isu.

Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam suatu realitas. 35

Tabel 2.2

Dimensi Besar Framing

Seleksi isu Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan fakta. Dalam hal ini dilihat aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan, ada bagian berita yang dimasukkan, tetapi ada juga bagian yang dikeluarkan. Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan

34

Zikri Fachrul Nurhadi, Teori-Teori Komunikasi Teori Komunikasi dalam Perspektif Penelitian Kualitatif (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), h. 90.

35


(48)

Penonjolan aspek

Bagian ini berhubungan dengan penulisan fakta. Dalam hal ini, dilihat bagaimana aspek tertentu ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.36

Menurut Entman (Qodari, 2000:20), framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yakni: pertama, pada identifikasi masalah (problem identification), yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa; kedua, pada identifikasi penyebab masalah(causal interpretation); ketiga, pada evaluasi moral (moral evaluation), yaitu penilaian atas penyebab masalah; dan keempat, saran penanggulangan masalah (treatment recommendation), yaitu menawarkan suat cara penanganan masalah dan kadang kala memprediksi hasilnya.37

Tabel 2.3

Framing Model Robert N. Entman Define Problem

(Pendefinisian Masalah)

Bagaimana suatu peristiwa/isu itu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose Causes

(Memperkirakan Masalah atau Sumber

Masalah)

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab suatu masalah? Siapa (actor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

36 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, hlm.222

37

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,h.172.


(49)

Make Moral Judgement

(Membuat Keputusan Moral),

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang

dipakai untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

Threatment Recommendation

(Menekankan Penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yng ditawarkan dan harus di tempuh untuk mengatasi masalah

Define Problem (Pendefinisian masalah) merupakan elemen yang pertama kali kita lihat mengenai framing, elemen ini merupakan bingkai yang paling utama, ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami berbeda dan pembingkaian yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.

Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa (what) dan siapa (who) yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.

Make moral judgement (membuat pilihan moral), Pada elemen ini

framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang


(50)

dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

Treatment recommendation (menekankan penyelesaian), Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.


(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah dan Perkembangan Kompas.com

Kompas Online merupakan nama awal dari Kompas.com yang dimulai pada tahun 1995. Saat itu Kompas Online berfungsi sebagai edisi internet dari harian Kompas, maka berita yang disajikan seragam dengan yang ditampilkan oleh harian Kompas. Kemudian pada tahun 1998, Kompas Online

bertransformasi menjadi Kompas.com yang lebih memfokuskan pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru.

Kompas.com memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di Indonesia. Sepuluh tahun kemudian yaitu tepatnya pada tahun 2008

Kompas.com tampil ke permukaan dengan perubahan penampilan yang signifikan. Kompas.com mengusung ide “Reborn”, Kompas.com

membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di dalamnya, menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan ternyata tetap mengedepankan unsur

user-friendly dan advertiser-friendly.1

Hal ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi lengkap, yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, live streaming. Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif perbulan, dan total 40 juta page


(52)

views/impression per bulan. Saat ini, Kompas.com telah mencapai 120 juta

pageview perbulan.

Pada tahun tersebut juga mulai ditampilkan chanel-chanel atau kanal-kanal di halaman depan Kompas.com, kanal-kanal ini di desain sesuai dengan tema berita dan membuat setiap pengelompokan berita memiliki karakter, kanal-kanal tersebut antara lain adalah:

- KOMPAS Female

Memuat informasi seputar dunia wanita, tips-tips seputar karier, kehamilan, trik keuangan serta informasi belanja.

- KOMPAS Bola

Tempat akurat untuk mengetahui update skor, berita seputar tim dan pertandingan sepak bola.

- KOMPAS Health

Berisi tips-tips dan artikel tentang kesehatan, informasi medis terbaru, beserta fitur informasi kesehatan interaktif.

- KOMPAS Tekno

Mengulas gadget-gadget terbaru di pasaran, menampikan review

produk dan beragam berita teknologi. - KOMPAS Entertaiment

Menyajikan berita-berita selebriti, ulasan film, musik dan hiburan dalam luar negeri.

- KOMPAS Otomotif

Menampilkan berita-berita seputar kendaraan, tren mobil dan motor terbaru serta tips-tips merawat kendaraan.


(53)

- KOMPAS Properti

Memuat direktori lengkap properti dan artikel tentang rumah, apartemen serta tempat tinggal.

- KOMPAS Images

Menyajikan foto-foto berita berkualitas dalam resolusi tinggi hasil pilihan editor foto KOMPAS.com.

- KOMPAS Kerier

Kanal yang tak hanya berfungsi sebagai direktori lowongan kerja, namun juga sebagai one-stop career solution bagi para pencari kerja maupun karyawan.

Kompas.com juga telah menciptakan komunitas menulis dengan konsep citizen journalism dalam Kompasiana. Setiap anggota Kompasiana dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video. Kompasiana juga melibatkan kalangan jurnalis Kompas Gramedia dan para tokoh masyarakat, pengamat serta pakar dari berbagai bidang, keahlian dan disiplin ilmu untuk ikut berbagi informasi, pendapat dan gagasan. Kompasiana, yang setiap hari melahirkan 300 hingga 400 tulisan telah berhasil membangun komunitas jurnalisme warga yang mencapai 50.000 anggota.2

Sebagai portal berita yang mengikuti perkembangan teknologi terkini, kini selain bisa diakses melalui handphone atau dapat diunduh sebagai


(54)

aplikasi gratis di smartphone BlackBerry, Kompas.com juga tampil dalam format iPad dan akan terus tumbuh mengikuti teknologi yang ada.

Pada tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yaitu, tampilan halaman yang lebih rapih dan bersih, fitur baru yang lebih personal dan sekaligus menambahkan teknologi baru yaitu Responsive Web Design. Responsive Web Design di halaman baru Kompas.com

memungkinkan pembaca dapat menikmati Kompas.com di berbagai format seperti desktop PC, tablet hingga smartphone dalam satu desain halaman. Setiap orang memiliki preferensi dan kebutuhan berita yang berbeda.

Kompas.com mencoba memahami kebutuhan pembaca yang beragam dengan menghadirkan fitur personalisasi. Jadi, pembaca dapat dengan mudah memilih sendiri berita apa yang ingin mereka baca.

Tahun 2013 merupakan tahun perubahan identitas bagi Kompas.com. Perubahan tidak hanya bisa dinikmati pada halaman muka Kompas.com, tetapi juga logo.

Logo Kompas.com

Perbedaan sudut rotasi di antara kedua segitiga diartikan sebagai kebebasan dalam memilih pandangan & pendapat bagi pembacanya. Sementara, 3 (tiga) warna dasar & masing-masing turunannya dimaksudkan untuk menggambarkan beragamnya individu pembaca Kompas.com. Logo Type pada "Kompas.com" merupakan perpaduan dari


(1)

layak dan memenuhi syarat maka akan segera tayang dan sampai ke khalayak.

4. Bagaimana sudut pandang Kompas.com dalam melihat program deradikalisasi secara keseluruhan?

Deradikalisasi itu sangat amat penting, terkait kasus para kelompok-kelompok radikal dan terorisme, pemikiran yang radikal itu kan merupakan akar dari persoalan terorisme di Indonesia. Maka caranya tidak cukup hanya dengan penindakan setiap kali terjadi aksi terorisme saja, kita harus menyadari bahwa program deradikalisasi penting. Program deradikalisasi kan bertujuan mengubah mindset para pelaku teror agar bisa lebih lunak, lebih moderat, dan bisa berpandangan lebih terbuka, serta menghilangkan pemikiran yang semula radikal menjadi tidak radikal lagi. Tetapi yang menjadi catatan khusus, bahwa kemudian pada prakteknya kok ada kelompok-kelompok yang semakin radikal pasca menjalani deradikalisasi, atau malah mempengaruhi sipir penjara,nah itu kan kemudian menjadi sebuah pertanyaan, bagaimana sih program deradikalisasi sebenarnya hingga sampai terjadi hal-hal seperti ini. Seharusnya Menkumham atau BNPT serta lembaga-lembaga terkait lebih selektif dalam memilih petugas untuk melakukan program deradikalisasi, apalagi didalam penjara, petugas tersebut harus lebih dibekali, jangan malah sampai ikut-ikut teradikalisasi.


(2)

5. Transparansi informasi program deradikalisasi masih sangat kurang bagi masyarakat, lalu bagaimana peran kompas.com dalam menyikapi hal ini?

Apa yang kita lakukan merupakan suatu bentuk kritik pada semua lembaga yang bertanggung jawab akan keberlangsungan program ini, juga sebagai upaya memberikan gambaran pada masyarakat tentang deradikalisasi itu sendiri. Caranya dengan menyajikan pandangan kritis dari narasumber yang kredibel dan berkompeten untuk mencoba mengkritisi keberlangsungan program deradikalisasi tersebut, memaparkan impact yang ditimbulkan seperti apa selama ini dan lain sebagainya. Narasumber tersebut ada dari pihak parlemen, ada menteri, ada dari mantan BAIS, kepala intelejen, dan dari kelompok LSM, sehingga yang kami harapkan kemudian perspektifnya dapat lebih meluas lagi tentang program ini. Seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah akhirnya mengakui juga bahwa program ini tidak efektif. Ya ada persoalan lah dalam program ini. 6. Mengapa Kompas.com merasa tertarik mengangkat berita mengenai

program deradikalisasi?

Kompas.com merasa tertarik karena ini sudah menjadi isu nasional dan menyangkut kepentingan orang banyak,dan kerena pada pelaksanaanya program ini memang memiliki catatan-catatan khusus yang harus diperbaik sehingga menjadi perlu dan menarik untuk kita angkat kemudian dinformasikan pada khalayak.


(3)

7. Fakta apa yang Kompas.com temukan dalam berita tersebut?

Fakta yang kami temui adalah, benar adanya program ini berjalan dengan kurang efektif, diperkuat lagi dengan statement dari menteri bahwa program ini masih menemui kekurangan. Program ini juga kembali dipertanyakan saat kemarin pelaku bom sarinah ternyata residivis kan, bahkan menkuham sendri mengakui kan ada juga petugas deradikalisasi justru teradikalisasi. Semuanya sudah kami muat pada pemberitaan di kompas.com. inikan artinya bahwa memang ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam program ini.

8. Dari seluruh informasi tentang program deradikalisasi, informasi mana yang lebih diprioritaskan Kompas.com untuk disampaikan pada khalayak?

Semua tentang deradikalisasi turut menjadi prioritas semua media termasuk Kompas.com, karena menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Intinya pada pemberitaan tersebut kita ingin mengkritisi dan kita ingin melihat bagaimana pemerintah dalam memandang persoalan ini, sebenarnya semua berjalan secara simultan saja, dan ternyata yang kita dapatkan bahwa memang ada catatan yang harus diperbaiki, dan ada yang belum sempurna tentang keberlangsungan program ini.

9. Bagaimana pandangan Kompas.com terhadap perkembangan program deradikalisasi dari awal dibentuk hinga sekarang?

Kami berpandangan bahwa program deradikalisasi sampai tahap ini ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil tapi bukan berarti gagal


(4)

sepenuhnya. Ada kok catatan-catatan para pelaku terorisme yang sudah bertaubat. Tetapi masih ada juga kekuranganya, sehingga pada akhirnya perjalanan program deradikalisasi tidak sempurna betul dari awal dibentuk hingga pada tahap ini. Karena kita semua tahu bahwa deradikalisasi erat hubunganya dengan terorisme, maka sudah sepatutnya kita melihat bahwa persoalan terorisme ini sudah mendarah daging di berbagai Negara tak terkecuali Indonesia, maka mau tidak mau, semua elemen masyarakat harus bersama-sama menyatakan bahwa terorisme merupakan musuh bersama-sama dan deradikalisasi sebagai jalan keluarnya.

10.Pesan apa yang ingin disampaikan oleh Kompas.com pada pemberitaan program deradikalisasi?

Pesan yang ingin disampaikan yakni agar pemerintah dan BNPT lebih meninjau lagi apa-apa saja yang harus diperbaiki agar program deradikalisasi dapat berjalan lebih efektif guna meminimalisir aksi terorisme di Indonesia.

11.Bagiamana solusi yang ditawarkan atau disusun oleh Kompas.com dalam pemberitaan program deradikalisasi?

Intinya kita netral kok, Kompas.com tidak pernah memiliki gagasan berdasarkan apa yang kita pikirkan sendiri. Selalu kalaupun ada perbaikan kita minta pendapat dari orang yang memang ahlinya, kompas.com tidak kompeten dalam mengkaji juga menawarkan solusi terhadap program deradikalisasi, intinya kita semua ingin program ini berjalan lebih baik


(5)

lagi, maka yang kompas.com lakukan adalah kompas.com mecoba mebuka perpektif masyarakat dengan menyajikan pandangan dan solusi dari orang yang kita anggap memiliki kompetensi membahas soal itu.

Informan


(6)

Foto bersama J. Heru Margianto selaku News Assistant Managing Editor di Kompas.com


Dokumen yang terkait

Analisis Framing Pemberitaan Foto Pre Weding pada Media Online Detik.Com dan Kompas.Com

13 146 91

Analisis framing pemberitaan meninggalnya ustadz Jefri Al-Buchori pada Republika online dan kompas.com

1 25 125

Konstruksi Realitas Sosial Kasus Tewasnya Terduga Teroris Di Media Online (Analisis Framing Pemberitaan Siyono Di Kompas.Com)

0 8 118

Analisis Framing Pemberitaan Upaya Pelegalan Daging Anjing Di Jakarta Oleh Republika Online Dan Kompas.Com

0 13 134

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 1 15

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 3 14

KONTRUKSI REALITAS KOMPAS.COM DALAM PEMBERITAAN PEMBATASAAN BBM BERSUBSIDI ( Analisis Framing Pemberitaan Pembatasaan BBM Bersubsidi Yang Dimuat Kompas.com Pada Periode Agustus - September 2014 ).

0 0 16

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS SEPUTAR KEMACETAN LALU LINTAS DKI JAKARTA DI MEDIA ONLINE KOMPAS.COM

0 0 25

KONSTRUKSI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM PEMBERITAAN KRIMINAL DI KOMPAS.COM (Analisis Framing Robert N Entman)

0 1 118

REALITAS JOKOWI DALAM PEMBERITAAN KOMPAS.COM DI RUBRIK “POLITIK” (Analisis Framing Pemberitaan Jokowi Pada Rubrik “Politik” di Kompas.Com Periode Oktober 2014) - FISIP Untirta Repository

0 0 167